• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Fenny Sobrina (2011) tentang Analisis Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Sultan Sulaiman. Tujuan dari untuk mengetahui apakah terdapat kesenjangan (gap) antara kinerja yang diberikan oleh pihak rumah sakit dengan kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pasien yang terdapat pada RSUD Sultan Sulaiman di Kabupaten Serdang Bedagai dan mengidentifikasi variabel yang harus diprioritaskan pada RSUD Sultan Sulaiman di Kabupaten Serdang Bedagai. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwaBerdasarkan pengujian dengan menggunakan metode Customer Satisfaction Indeks (CSI), ternyata pasien RSUD Sultan Sulaiman merasa sangat puas terhadap kinerja pelayanan pihak rumah sakit selama ini. Hal ini dapat dilihat dari nilai Customer Satisfaction Indeks (CSI) sebesar 83,69%. Namun pada pengujian dengan menggunakan metode Importance Performance Analysist (IPA) masih terdapat beberapa atribut pelayanan yang harus diperbaiki agar kualitas pelayanan pada Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Sulaiman semakin baik kedepannya.

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Erlida Rosa tentang analisis tingkat kepuasan nasabah terhadap pelayanan PT.Bank Mandiri Persero Cabang Zainul Arifin Medan yang membandingkan antara kinerja perusahaan dengan kepentingan nasabah dengan menggunakan metode SERVQUAL, dengan

6 indikator yaitu tangible, relialibility, responsiveness, assurance, emphaty dan facility serta metode Customer Satisfaction Index (CSI) dan Importance Performance Analisist (IPA) diperoleh kinerja yang baik pada keenam indikator tersebut dan nilai CSI sebesar 66.26 % yang dikategorikan memuaskan.

2.6. Kerangka Konseptual

Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat disusun kerangka konseptual seperti yang tersaji dalam gambar sebagai berikut : Gambar 2.1 menjelaskan bahwa variabel kualitas pelayanan dalam penelitian ini ditentukan melalui indikator-indikator kepuasan pelanggan/pasien, yaitu Responsiveness (daya tangkap), tangibles (kasat mata), reability (keandalan), assurance (jaminan), dan empathy (empati).

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Kualitas Pelayanan Responsiveness (Daya tangkap) Empathy (Empati) Analisis Deskriptif Kepuasan Pasien Assurance (Jaminan) Reability(Ke andalan) Tangibles (Kasat mata) Metode CSI Metode IPA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari Pembangunan Nasional yang pada hakekatnya merupakan upaya untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) dan Undang -Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu melalui pembangunan kesehatan salah satu hak dasar masyarakat yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang sesuai dapat terpenuhi.

Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai peran sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah rumah sakit. Rumah sakit merupakan lembaga dalam mata rantai Sistem Ketahanan Nasional yang mengemban tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, karenanya pembangunan dan penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit perlu diarahkan pada tujuan nasional di bidang kesehatan.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Pola pelayanan kesehatan yang diharapkan adalah pelayanan yang semakin berkualitas dan merata sesuai dengan Sasaran Pembangunan Kesehatan di Indonesia.

Kualitas pelayanan merupakan indikator kinerja bagi penyelenggara pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Rumah sakit akan semakin maju jika kinerjanya dapat dipertahankan. Oleh karena itu, pelayanan rumah sakit harus berubah mengarah pada kekuatan pasar sehingga orientasi rumah sakit bergeser dari organisasi sosial ke arah sosioekonomi, dengan demikian mempertahankan pelanggan adalah tujuan utama yang harus dicapai.

Untuk mempertahankan pelanggan, pihak rumah sakit dituntut selalu menjaga kepercayaan konsumen dengan memperhatikan secara cermat kebutuhan konsumen sebagai upaya memenuhi keinginan dan harapan atas pelayanan yang diberikan.

Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli dalam upaya untuk menemukan definisi penilaian kualitas. Parasuraman, A., et al (1988) mendefinisikan penilaian kualitas pelayanan sebagai pertimbangan global atau sikap yang berhubungan dengan keunggulan (superiority) dari suatu pelayanan (jasa). Dengan kata lain, penilaian kualitas pelayanan adalah sama dengan sikap individu secara umum terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya mereka menambahkan bahwa penilaian kualitas pelayanan adalah tingkat dan arah perbedaan antara persepsi dan harapan pelanggan. Selisih antara persepsi dan harapan inilah yang mendasari munculnya konsep gap (perception-expectation gap) dan digunakan sebagai dasar skala SERVQUAL. Dari penelitian ini ditemukan bahwa penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada lima dimensi kualitas yaitu tangibility (bukti fisik) , reliability (keandalan), responsiveness

(daya tanggap), assurance (jaminan/dapat dipertanggungjawabkan)dan emphaty (perhatian/kepedulian).

Dengan adanya lima dimensi kualitas pelayanan di atas, diharapkan mampu menjadi pedoman bagi tiap rumah sakit, baik rumah sakit swasta maupun rumah sakit umum di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten dalam upaya pembangunan kesehatan yang bermutu dan merata yang dapat menjangkau seluruh masyarakat Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut di atas dan dengan diberlakukannya Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-undang No.25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka berbagai upaya dilakukan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan agar masyarakat dapat meningkatkan akses pelayanan dan kualitas pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2004).

Sejak Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah bergulir dengan lahirnya Undang-Undang tersebut, maka dengan keadaan krisis ekonomi yang belum berakhir, pembangunan kesehatan di Kabupaten Batu Bara terasa sangat lambat. Di Kabupaten Batu Bara masih banyak permasalahan baik individu maupun masyarakat yang apabila tidak ditanggulangi akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Diantaranya adalah masalah kesehatan yang berkaitan dengan penyakit menular maupun tidak menular. Selain itu permasalahan kesehatan lingkungan, juga permasalahan kondisi fisik pelayanan kesehatan.

Berkenaan dengan keadaan fisik pelayanan kesehatan antara lain Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Polindes serta sarana transportasi dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dinilai masih kurang. Sebagai

gambaran Kabupaten Batu Bara mempunyai 7 kecamatan, terdapat 1 unit Rumah Sakit Umum, 13 unit Puskesmas, Posyandu sebanyak 502 unit, Polindes 34 unit,dan Puskesmas Pembantu 60 unit. Sedangkan jumlah sarana pelayanan kesehatan bergerak terdiri dari roda 4 sebanyak 12 unit, dimana keadaan yang baik hanya 9 unit dan rusak 3 unit, sedangkan roda 2 hanya 17 unit, semua baikdan sedangkan jumlah Puskesmas Keliling hanya 12 (sembilan), 3(empat) diantaranya rusak parah. Sementara itu keadaan peralatan pelayanan kesehatan (medis) juga masih kurang, dimana alat kesehatan yang ada masih merupakan pengadaan dari Kabupaten Batu Bara.

Keadaan fisik pelayanan kesehatan dan sarana penunjang pelayanan kesehatan tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan munculnya permasalahan-permasalahan kesehatan baru, mengingat jumlah kecamatan tidak seimbang dengan jumlah sarana kesehatan yang ada, serta jumlah sarana pelayanan bergerak yang belum mencukupi, dan belum proporsional terhadap kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan sumber dana. Maka berdasarkan latar belakang tersebut di atas, perlu dilakukan pengusulan dana untuk memenuhi kebutuhan sarana fisik dan peningkatan pelayanan kesehatan .

Selain hal tersebut di atas, masalah yang paling utama yang dihadapi sebuah lembaga jasa pelayanan kesehatan adalah banyaknya pesaing. Rumah Sakit Umum Daerah Batu Bara Kabupaten Batu Bara juga merasakan adanya tingkat persaingan yang semakin ketat dengan rumah sakit lainnya, terutama

rumah sakit milik swasta di daerah lain. Persaingan yang terjadi bukan saja dari sisi teknologi peralatan kesehatan saja, tetapi persaingan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas.Dengan demikian, Kualitas pelayanan kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk dapat bersaing dengan rumah sakit lain dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan konsumen sebagai pemakai jasa pelayanan rumah sakit.

Untuk mengetahui standar kualitas pelayanan kesehatan pada tiap-tiap rumah sakit, Departemen Kesehatan RI memberikan beberapa acuan mengenai parameter kualitas pelayanan kesehatan, 3 (tiga) diantaranya yaitu: Bed Occupancy Rate (BOR), AverageLenght of Stay (a-LOS), dan Net Death Rate (NDR). Berikut ini data mengenai parameter kualitas pelayanan kesehatan dari tahun 2013-2014 pada RSUD Batu Bara, antara lain:

Tabel 1.1

Parameter Kualitas Pelayanan Kesehatan

No. Parameter 2013 2014

1. Bed Occupancy Rate (BOR) 9% 24% 2. Average Lenght of Stay (a-LOS) 3 hari 4 hari Sumber: Rekam Medik RSUD Batu Bara

Dari tabel di atas, terlihat bahwa parameter kualitas pelayanan seperti Bed Occupancy Rate (BOR) atau persentase yang menunjukkan rata-rata tempat tidur yang dipakai setiap harinya yang ada selama ini masih berada di bawah standar yang seharusnya dicapai. Tingkat BOR yang dicapai RSUD Batu Barapada tahun 2013 adalah sekitar 9% dan pada tahun 2014 sekitar 24%. Walaupun dalam kurun waktu satu tahun telah terjadi peningkatan dalam jumlah persentase BOR, namun nilai ini masih jauh dari yang diharapkan karena standar nilai atau angka ideal

yang seharusnya dicapai dengan mengacu pada standar Depkes RI adalah 60-85%. Sedangkan pada nilai Average Lenght of Stay (a-LOS) atau rata-rata lama rawat seorang pasien selama ini juga masih di bawah standar ideal yang ditetapkan oleh Depkes RI yakni 6-9 hari, sementara nilai a-LOS pada RSUD Batu Bara pada tahun 2013hanya 3 hari dan pada tahun 2014 selama 4 hari.

Tingkat BOR dan a-LOS tersebut sebenarnya menggambarkan bahwa kualitas pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Batu Bara masih kurang baik. Oleh karena itu jika angka BOR dan a-LOS rendah maka sebagai konsekuensinya pihak manajemen rumah sakit harus meningkatkan kualitas pelayanan pada pasien, terutama bagi mereka yang sedang dalam rawat inap.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis kualitas pelayanan pada RSUD Batu Bara dari persepsi pasien dengan menggunakan metode SERVQUAL. Dimana penelitian ini akan mencoba mengungkap apakah pelayanan yang diberikan oleh RSUD Batu Bara sudah sesuai, atau kurang atau bahkan malah melebihi harapan pasien, sebab pasien sebagai konsumen akan merasa puas apabila apa yang mereka terima telah sesuai atau bahkan melebihi dari yang diharapkan sehingga pasien akan menggunakan kembali jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Dengan demikian, timbul keinginan penulis untuk mempelajari dan mencoba menganalisa ke dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Kualitas Pelayanan Pada RSUD Batu Bara di Kabupaten Batu Bara”.

Dokumen terkait