• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian-penelitian ekonomi yang membahas komoditi bawang merah telah banyak dilaksanakan, namun pembahasan spesifik mengenai permintaan impor bawang merah masih sangat terbatas ditengah tingginya tingkat permintaan impor bawang merah di Indonesia saat ini. Manik (2010) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdangangan impor bawang merah dan kentang Indonesia periode 2001-2010. Variabel yang diteliti adalah volume impor bawang merah dan kentang Indonesia yaitu populasi negara pengkespor, populasi Indonesia, harga impor, jarak ekonomi, GDP rill Indonesia, GDP negara pengekspor dan nilai tukar. Model estimasi pada model gravitasi untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor bawang merah berdasarkan uji Chow adalah dengan menggunakan model efek tetap ( fixed effect model) yang kemudian disempurnakan dengan cross-section SUR.

Sedangkan pada komoditas kentang, digunakan metode pooled least square yang disempurnakan dengan cress-section SUR. Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa variabel yang berpengaruh terhadap volume impor bawang merah dan kentang di Indonesia adalah popoulasi Indonesia, Populasi negara pengekspor, harga impor, jarak ekonomi, GDP rill Indonesia dan GDP rill negara pengekspor. Sedangkan variabel nilai tukar tidak mempengaruhi volume impor bawang merah dan kentang di Indonesia.

Yuliadi (2008) melakukan penelitian mengenai analisis impor indonesia dengan persamaan simultan. Variabel yang dianalisis dalam penelitian tersebut adalah variabel-variabel ekspor, dasar tukar perdagangan (term of trade), time lag

impor, dan nilai tukar mata uang yang mempengaruhi impor Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah metode explanatory untuk menguji hipotesis hubungan simultan antar variabel yang diteliti, dengan mengembangkan karakteristik verifikasi penelitian. Model dalam penelitian ini menggunakan model simultan dengan Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspor, waktu lag impor, dan dasar tukar perdagangan (term of trade) berpengaruh positif terhadap impor. Sementara itu, nilai tukar mata uang berpengaruh negatif.

Ariningsih dan Tentamia (2004) melakukan penilitian tentang anilisis permintaan dan penawaran bawang merah di Indonesia. Analisis ini menggunakan model persamaan simultan dengan data sekunder (time series triwulan) periode 1992-2000 dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Terdapat 32 variabel yang dianalisis dalam penelitian tersebut yang secara umum merupakan faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran bawang merah domestik maupun dalam perdagangan internasional yaitu ekspor-impor bawang merah.

Hasil analisis menunjukkan bahwa : (1) produksi bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah, harga cabai, dan upah tenaga kerja, (2) permintaan bawang merah responsif terhadap perubahan jumlah penduduk, tetapi tidak responsif terhadap harga bawang merah dan pendapatan per kapita, (3) baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang volume ekspor bawang merah responsif terhadap perubahan produksi bawang merah, (4) dalam jangka panjang

harga bawang merah di Indonesia bersifat responsif terhadap perubahan penawaran.

Fitriana (2012), melakukan analisis dampak kebijakan impor dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia. Variabel penelitian tersebut adalah produksi bawang merah nasional, harga bawang merah, luas areal panen, perubahan tingkat suku bunga bank persero, permintaan bawang merah rumah tangga, jumlah penduduk Indonesia, permintaan non rumah tangga, harga rill mie, GDP masyarakat Indonesia, impor bawang merah, permintaan bawang merah ditingkat konsumen, impor bawang merah tahun sebelumnya, harga rill bawang merah impor, harga rill bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah

Model analisis yang digunakan dalam penelitian adalah model persamaan simultan ekonometrika dengan model estimasi adalah metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi bawang merah nasional dipengaruhi oleh harga rill bawang merah di tingkat produsen, luas areal panen, dan perubahan tingkat suku bunga bank persero, permintaan bawang merah rumah tangga dipengaruhi oleh jumlah penduduk Indonesia, sedangkan permintaan non rumah tangga dipengaruhi oleh harga rill mie instan sebagai output berbahan baku bawang merah dan GDP masyarakat Indonesia.

Selanjutnya impor bawang merah dipengaruhi oleh permintaan bawang merah ditingkat konsumen dan impor bawang merah tahun sebelumnya, harga rill bawang merah impor dipengaruhi oleh harga rill bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah, harga rill bawang merah di tingkat konsumen dipengaruhi

oleh harga rill bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya, sedangkan harga rill bawang merah di Indonesia ditingkat produsen dipengaruhi oleh harga rill bawang merah ditingkat konsumen dan harga rill bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya.

Winarso (2003) melakukan analisis dinamika perkembangan harga yang mana hubungannya dengan tingkat keterpaduan antar pasar dalam menciptakan efisiensi pemasaran komoditas bawang merah. Penelitian ini dilakukan di wilayah brebes, Jawa Tengah sebagai sentra produksi bawang merah. Pemilihan responden dilakukan dengan simple random sampling.

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah walaupun pola pemasaran bawang merah dapat dikatakan efektif, namun eketivitas tersebut cenderung berada pada posisi mata-rantai terkhir terutama pada pasar-pasar besar. Hal ini disebabkan karena pelaku pasar pada jalur ini lebih menguasai informasi dan selalu mengikuti perkembangan dinamika pasar baik besarnya pasokan (supply) mapun meningkatnya permintaan ( demand ) yang setiap saat dapat bergejolak.

Jumini (2008) melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor bawang putih di Indonesia. Variabel yang diteliti adalah permintaan impor bawang putih, harga bawang putih lokal, konsumsi bawang putih lokal, produksi bawang putih dalam negeri, harga bawang putih impor, nilai tukar, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi dan volume impor bawang putih ke Indonesia pada tahun sebelumnya. Pengujian model pada penelitian tersebut dilakukan dengan OLS (Ordinary Least Square).

Adapun hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa harga bawang putih lokal, konsumsi bawang putih lokal, produksi bawang putih lokal dan harga bawang putih impor berpengaruh nyata terhadap permintaan impor bawang putih ke Indonesia. Sedangkan variabel nilai tukar, harga bawang putih impor, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi dan volume impor bawang putih impor pada tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan impor bawang putih ke Indonesia.

Priyanto (2005) dalam penelitiannya mengevaluasi kebijakan impor daging sapi melalui analisis penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, variabel independen berpengaruh terhadap kebijakan impor daging sapi adalah penawaran daging sapi domestik, harga rill daging sapi domestik, populasi sapi nasional, teknologi inseminasi buatan dan peubah beda kala. Sedangkan pada sisi permintaan, variabel independen yang berpengaruh terhadap kebijakan impor daging sapi yang diteliti adalah harga rill daging sapi impor, konsumsi nasional, tarif impor daging sapi, nilai tukar, dummy kebijakan ASPIDI dan peubah beda kala. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data time series 1981-2001 dengan metode Two Stage Least Square (TSLS).

Adapun hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi Inseminasi Buatan (IB) belum mampu memacu perkembangan produksi daging lokal sedangkan impor daging sapi sangat nyata dipengaruhi oleh tarif daging impor tetapi tidak nyata dipengaruhi oleh harga rill daging impor. Peningkatan penawaran daging domestik berpengaruh positif terhadap jumlah sapi

kinerja usaha peternakan rakyat. Kebijakan pembebanan tarif impor cukup efektif dalam pengendalian masuknya daging impor.

Dokumen terkait