• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PERMINTAAN IMPOR BAWANG MERAH

DI INDONESIA

OLEH:

Theresia Wediana Pasaribu

100501033

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan permintaan impor bawang merah di Indonesia dan bagaimana pengaruh variabel konsumsi bawang merah nasional, pendapatan nasional, produksi bawang merah nasional, harga bawang merah impor, nilai tukar, serta volume impor bawang merah periode sebelumnya terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 2002 hingga 2012 yang dianalisis dengan persamaan linier. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Hasil regresi menunjukkan bahwa dari enam variabel independen yang diuji, terdapat tiga variabel yang berpengaruh signifikan, tiga variabel yang tidak berpengaruh signifikan dan secara bersama keenam variabel berpengaruh signifikan terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia. Konsumsi bawang merah nasional berpengaruh positif tidak signifikan terhadap permintaan impor bawang merah sedangkan pendapatan berpengaruh positif signifikan. Harga bawang merah impor berpengaruh positif signifikan terhadap permintaan impor bawang merah, dimana kenaikan harga bawang merah tidak serta-merta akan menurunkan permintaan impor bawang merah, karena faktor lain selain harga lebih besar mempengaruhi permintaan impor bawang merah Indonesia. Produksi bawang merah nasional berpengaruh negatif signifikan terhadap permintaan impor bawang merah sedangkan nilai tukar dan volume impor bawang merah periode sebelumnya juga berpengaruh negatif namun tidak signifikan.

(3)

ABSTRACT

This research has a purpose to know the development of import demand of shallot in Indonesia and what influence national consumption of shallot, national income, production of shallot, price of import shallot, exchange rate and volume of shallot import have of import demand of shallot in Indonesia. This research uses time series data from 2002 to 2012 by using linier equation. Analysis method that is used in this research is multiple regression by using Ordinary Least Square (OLS) method.

The regression result shows that there are three independent variables out of six variables that significantly influence import demand of shallot and the rest of the independent variables do not significantly influence import demand of shallot. National Consumption of shallot has positive influence but does not significantly influence import demand of shallot while income has positive influence and significantly influence import demand of shallot. Price of import shallot has positive influence and significantly influence import demand of shallot while the increasing of shallot’s price does not decrease the amount of import demand of shallot because other factors beside price have bigger influence of import demand of shallot. National production has negative influence and significantly influence import demand of shallot while exchange rate and the volume of shallot import prior to one year have negative influence but do not significantly influence import demand of shallot.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang selalu

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini yang berjudul “Analisis Permintaan Impor Bawang Merah di

Indonesia” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)

Jurusan Ekonomi Pembangungan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang membantu selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi ini

baik berupa bimbingan, saran dan atau dorongan moril, yaitu kepada:

1. Kedua orangtua terkasih Ayahanda Alm. J. Pasaribu dan Ibunda Lasmaria

Tampubolon, S.Pd serta saudara tercinta Abang Marganda A. Pasaribu dan

Adik Rut Naomisela Pasaribu

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan dan Bapak Syahrir Hakim Nasution, S.E, M.Si, selaku

Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E, M.Soc.Sc, Ph.D, selaku Ketua Program Studi dan

Bapak Paidi Hidayat, S.E, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Murni Daulay, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

(5)

telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, saran serta bimbingan

dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Departemen Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan

memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama masa perkuliahan.

7. Sanak keluarga yang selalu memberikan dukungan kepada penulis,

sahabat-sahabat terkasih Risa, Sindy, Indri, Hikmah, Asmaul, Bang Jimmy, Arnita,

Kak Feronika, Kak Maria, Luly dan Ethie yang selalu memberikan semangat

kepada penulis dan teman-teman angkatan 2010 EP USU yang tidak dapat

penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan saran dan dorongan

moril bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan

dan masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan

pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan

saran yang bersifat membangun untuk skripsi ini. Penulis juga mengharapkan

adanya manfaat pengetahuan yang diperoleh pembaca dan peneliti selanjutnya.

Medan, April 2014

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

2.1.1 Teori Permintaan dan Penawaran ... 7

2.1.2 Teori Perdagangan Internasional ... 10

2.1.2.1 Teori Klasik ... 13

2.1.2.2 Teori Modern ... 14

2.1.2.3 Teori Perdagangan Baru ... 17

2.1.3 Kebijakan Perdagangan Internasional ... 18

2.1.4 Impor ... 19

2.1.5 Proteksi Perdagangan Internasional ... 24

2.2 Penelitian Terdahulu ... 27

2.3 Kerangka Konseptual ... 32

2.4 Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Waktu Penelitian ... 34

3.3 Defenisi Operasional ... 35

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 36

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 36

3.6 Teknik Analisis ... 36

3.7 Model Persamaan Linier Permintaan Impor Bawang Merah Indonesia ... 37

3.8 Pengujian Asumsi Klasik dan Uji Validasi Data ... 38

3.8.1 Uji Normalitas ... 38

3.8.2 Uji Multikolinieritas ... 39

3.8.3 Uji Heteroskedastisitas ... 40

3.8.4 Uji autokorelasi ... 41

(7)

3.9.2 Uji Signifikan Individu (Uji t) ... 44

3.9.3 Uji Signifikan Bersama-Sama (Uji F) ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Ekonomi Bawang Merah di Indonesia ... 48

4.1.1 Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia ... 48

4.1.2 Konsumsi Bawang Merah Dalam Negeri ... 51

4.1.3 Produksi Bawang Merah di Indonesia ... 54

4.1.4 Pendapatan Nasional ... 59

4.1.5 Harga Bawang Merah Impor ... 61

4.1.6 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika 63 4.2 Pengujian Asumsi Klasik ... 66

4.2.1 Pengujian Normalitas Data Penelitian ... 66

4.2.2 Pengujian Autokorelasi ... 66

4.2.3 Pengujian Multikolinearitas ... 68

4.2.4 Pengujian Heterokedastisitas ... 69

4.3 Hasil dan Pembahasan ... 71

4.3.1 Koefisien Determinasi (R2)... 74

4.3.2 Uji t (Uji Signifikansi Parameter Individual) .. 74

4.3.3 Uji F (Uji signifikansi Secara Bersama-sama) 79 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... x

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

4.1. Laju Perkembangan Volume Impor Bawang Merah

di Indonesia ... 48

4.2. Perkembangan Produksi, Permintaan dan Impor Bawang

Merah Indonesia Tahun 2001-2010 ... 50

4.3. Perkembangan Konsumsi Bawang Merah Perkapita

di Indonesia ... 52

4.4. Perkembangan Konsumsi Bawang Merah Nasional ... 54

4.5. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia ... 55

4.6. Laju Perkembangan Luas Panen, Produktifitas dan

Produksi Bawang Merah di Indonesia ... 57

4.7. Perkembangan Pendapatan Nasional Indonesia ... 59

4.8. Perkembangan Harga Impor Bawang Merah dalam Dollar

Amerika ... 61

4.9. Perkembangan Harga Impor Bawang Merah dalam Rupiah .... 63

4.10. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika . 64

4.11. Hasil Pengolahan Uji Durbin-Watson ... 67

4.12. Hasil Uji Heterokedastisitas – Metode Glejser ... 70

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Kurva Permintaan ... 8

2.2 Kurva Keseimbangan Proses Terjadinya Perdagangan Internasional ... 11

2.3 Kurva Dampak Kebijakan Tarif terhadap Perubahan Surplus Produsen dan Konsumen ... 25

2.4 Kerangka Konseptual ... 32

4.1 Grafik Perkembangan Volume Impor Bawang Merah Indonesia ... 49

4.2 Grafik Konsumsi Rata-rata Bawang Merah Perkapita ... 53

4.3 Grafik Perkembangan Produksi Bawang Merah Nasional ... 56

4.4 Grafik Perkembangan Pendapatan Nasional ... 60

4.5 Grafik Perkembangan Harga Bawang Merah Impor ... 62

4.6 Grafik Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar ... 65

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Penelitian ... xii

2. Hasil Pengolahan Data pada Eviews 7. ... xiii

2.1 Hasil Regresi Persamaan Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia (MB) ... xiii

2.2 Hasil Uji Normalitas. ... xiii

2.3 Hasil Regresi – Uji Multikolinieritas... xiv

2.4 Hasil Regresi – Uji Heterokedastisitas ... xvii

(11)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan permintaan impor bawang merah di Indonesia dan bagaimana pengaruh variabel konsumsi bawang merah nasional, pendapatan nasional, produksi bawang merah nasional, harga bawang merah impor, nilai tukar, serta volume impor bawang merah periode sebelumnya terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 2002 hingga 2012 yang dianalisis dengan persamaan linier. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Hasil regresi menunjukkan bahwa dari enam variabel independen yang diuji, terdapat tiga variabel yang berpengaruh signifikan, tiga variabel yang tidak berpengaruh signifikan dan secara bersama keenam variabel berpengaruh signifikan terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia. Konsumsi bawang merah nasional berpengaruh positif tidak signifikan terhadap permintaan impor bawang merah sedangkan pendapatan berpengaruh positif signifikan. Harga bawang merah impor berpengaruh positif signifikan terhadap permintaan impor bawang merah, dimana kenaikan harga bawang merah tidak serta-merta akan menurunkan permintaan impor bawang merah, karena faktor lain selain harga lebih besar mempengaruhi permintaan impor bawang merah Indonesia. Produksi bawang merah nasional berpengaruh negatif signifikan terhadap permintaan impor bawang merah sedangkan nilai tukar dan volume impor bawang merah periode sebelumnya juga berpengaruh negatif namun tidak signifikan.

(12)

ABSTRACT

This research has a purpose to know the development of import demand of shallot in Indonesia and what influence national consumption of shallot, national income, production of shallot, price of import shallot, exchange rate and volume of shallot import have of import demand of shallot in Indonesia. This research uses time series data from 2002 to 2012 by using linier equation. Analysis method that is used in this research is multiple regression by using Ordinary Least Square (OLS) method.

The regression result shows that there are three independent variables out of six variables that significantly influence import demand of shallot and the rest of the independent variables do not significantly influence import demand of shallot. National Consumption of shallot has positive influence but does not significantly influence import demand of shallot while income has positive influence and significantly influence import demand of shallot. Price of import shallot has positive influence and significantly influence import demand of shallot while the increasing of shallot’s price does not decrease the amount of import demand of shallot because other factors beside price have bigger influence of import demand of shallot. National production has negative influence and significantly influence import demand of shallot while exchange rate and the volume of shallot import prior to one year have negative influence but do not significantly influence import demand of shallot.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk

terbanyak yang menduduki posisi kelima di dunia dan hal itu berdampak pada

tingginya kebutuhan bahan pangan nasional. Walaupun Indonesia merupakan

salah satu negara agraris namun negara ini belum mampu untuk berswasembada

untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Ketidakmampuan Indonesia

memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri mengharuskan Indonesia turut dalam

perdagangan internasional yaitu melakukan impor barang maupun jasa, khususnya

impor bahan pangan yang termasuk didalamnya produk pertanian berupa

komoditas holtikultura.

Holtikultura atau tanaman sayuran adalah komoditi pertanian yang

permintaannya secara agregat cukup besar di pasaran. Permintaan holtikultura

yang cukup tinggi tidak dapat terpenuhi oleh produksi domestik yang terbatas.

Sehingga Impor termasuk alternatif yang diambil untuk memenuhi kebutuhan

akan holtikultura dalam negeri. Impor produk-produk holtikultura cenderung

meningkat sepanjang 2007 hingga 2011. Tercatat, hingga Juni 2012 nilai impor

produk holtikultura mencapai US$ 4734,5 Juta dan diperkirakan akan terus

meningkat menyusul pelonggaran aturan impor produk holtikultura seperti

tertuang dalam Permendag No.60 / 2012 tentang ketentuan Impor Holtikultura

yang diberlakukan 28 September 2012 (Kementrian Keuangan , 2013).

(14)

Produsen (IP), wajib label, verifikasi dan lainnya. Dalam regulasi ini tidak lagi

mengatur aspek mendasar dalam importansi seperti keamanan pangan produk

holtikultura dan ketersediaan produk dalam negeri.

Bawang merah merupakan salah satu komoditi holtikultura yang

permintaannya juga cukup tinggi di Indonesia. Meskipun komoditas ini bukan

merupakan kebutuhan pokok, namun konsumen rumah tangga pada khususnya

hampir selalu membutuhkan bawang merah sebagai pelengkap bumbu masakan

sehari-hari, obat-obatan tradisional atau untuk olahan turunannya dalam industri

rumah tangga khususnya yang semakin berkembang.

Konsumsi bawang merah penduduk Indonesia sejak tahun 1993 sampai

2012 menunjukkan perkembangan yang fluktuatif namun relatif meningkat.

Konsumsi rata-rata bawang merah untuk tahun 1993 adalah 1,33 kg/kapita/tahun

dan pada tahun 2012 konsumsi bawang merah telah mencapai 2,764

kg/kapita/tahun (Dirjen Holtikultura, 2013). Tingkat konsumsi rata-rata tertinggi

terjadi pada tahun 2007 yang mencapai 3,014 kg/kapita/tahun dengan volume total

permintaan bawang merah mencapai 901.102 ton (Badan Pusat Statistik, 2013).

Peningkatan ini dipengaruhi jumlah penduduk yang bertambah dan peningkatan

daya beli masyarakat.

Namun produksi bawang merah mengalami perkembangan negatif

terhadap permintaan bawang merah itu sendiri. Pada tahun 1998 disaat

perekonomian Indonesia juga mengalami krisis, penurunan produksi bawang

merah domestik pada tahun tersebut adalah penurunan pada titik terendah dalam

(15)

Kekurangan produksi bawang merah yang sangat mengkhawatirkan

terjadi pada tahun 2008 dimana produksinya hanya mencapai 853.615 ton

sedangkan permintaannya meningkat cukup tinggi mencapai 969.316 ton,

sehingga Indonesia mengalami kekurangan stok bawang merah tertinggi selama

periode 2002-2012 yang mencapai 115.701 ton (Badan Pusat Statistik, 2013).

Sebagai dampak kelanjutan kebijakan atas permasalahan tersebut, Indonesia

menjadi salah satu negara net importir bawang merah.

Walaupun demikian impor bawang merah Indonesia mengalami

fluktuasi. Pada tahun 2002 sampai dengan 2008 impor bawang merah mengalami

peningkatan hingga mencapai nilai sebesar 128.015 ton pada tahun 2008 dari

32.930 pada tahun 2002, kemudian turun secara tajam pada tahun 2009 menjadi

67.330 ton dan meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi 156.381 ton

(Kementerian Pertanian, 2011 dan Badan Pusat Statistik, 2010).

Penurunan impor bawang merah pada tahun 2009 diduga karena

terjadinya krisis ekonomi dunia di Eropa, sehingga berpengaruh terhadap

perdagangan Indonesia termasuk impor bawang merah. Impor bawang merah

yang tidak tepat jumlah dan waktunya akan menyebabkan meningkatnya

penawaran bawang merah di Indonesia dan jatuhnya harga bawang merah

domestik sebagai dampak lanjut. Besarnya impor bawang merah akan

menyebabkan harga bawang merah domestik menjadi fluktuatif dan sulit untuk

dikendalikan karena terjadi kelebihan pasokan bawang merah di pasar domestik

(16)

Pemerintah menghadapi masalah kelebihan pasokan impor bawang

merah dengan menerapkan kembali kebijakan harmonisasi tarif bea masuk pada

tanggal 1 Januari 2005. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa bawang merah

yang masuk dikenakan tarif sebesar 25 persen pada tahun 2005 sampai 2010 dan

turun menjadi 20 persen pada tahun 2011 (Kementerian Keuangan, 2012).

Kebijakan tarif impor bawang merah di Indonesia selalu mengalami perubahan

sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan perdagangan internasional.

Impor bawang merah mayoritas berasal dari negara yang telah memiliki

perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia seperti Thailand, Vietnam,

Philipina, dan China. Berdasarkan Permenkeu Nomor 28/PMK.010/2005,

Permenkeu 355/KMK.01/2004 dan beberapa peraturan lainnya, tarif impor

bawang merah yang berasal dari negara anggota ASEAN dan China adalah

sebesar nol persen pada tahun 2006 (Kementerian Keuangan, 2012).

Produksi bawang merah domestik masih sulit berkembang salah satunya

disebabkan oleh biaya produksi yang tinggi sehingga membuat harga bawang

merah dalam negeri sangat mahal dan sulit untuk bersaing dengan harga bawang

dunia. Rendahnya harga bawang merah impor menyebabkan bawang merah

domestik tidak dapat bersaing sehingga berdampak lanjut harganya menjadi turun.

Impor bawang merah diduga akan menurunkan harga bawang merah

domestik yang menjadi dampak lanjut dari tingginya volume impor bawang

merah di Indonesia. Sehingga perlu dikaji bagaimana kondisi permintaan bawang

merah domestik Indonesia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya yang turut

(17)

bawang merah domestik dan menyebabkan kelebihan pasokan bawang merah

impor di dalam negeri.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan bawang merah di

Indonesia, tingkat permintaan bawang merah yang sangat tinggi tidak sebanding

dengan produksi dalam negeri sehingga harus diatasi dengan impor yang hampir

mengalami peningkatan volume setiap tahun. Maka rumusan masalah untuk

memfokuskan penelitian adalah:

1. Bagaimana permintaan impor bawang merah di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh konsumsi bawang merah Indonesia, produksi bawang

merah Indonesia, pendapatan nasional, harga bawang merah impor, nilai

tukar maupun volume impor bawang merah periode sebelumnya terhadap

permintaan impor bawang merah di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah

diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana permintaan impor bawang merah di Indonesia.

2. Mengetahui bagaimana pengaruh konsumsi bawang merah Indonesia,

produksi bawang merah Indonesia, pendapatan nasional, harga bawang merah

impor, nilai tukar maupun volume impor bawang merah periode sebelumnya

(18)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah untuk menambah ilmu

pengetahuan dan wawasan, serta bagi pembaca diharapkan mampu

memberikan informasi mengenai impor bawang merah di Indonesia dan juga

sebagai bahan perbandingan serta studi terdahulu dalam penelitian yang akan

dilakukan peneliti selanjutnya.

2. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangsih yang

bermanfaat baik dalam pengambilan keputusan bagi para pelaku pasar seperti

petani, pedagang, dan pelaku impor maupun ekspor.

3. Bagi pihak-pihak lain, khususnya almamater Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Permintaan dan Penawaran

Menurut Rahardja dan Manurung (2006:20), “Permintaan adalah

keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama

periode waktu tertentu”. Sedangkan Putong (2005:36) mengemukakan bahwa

“Permintaan merupakan banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar

tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam

periode tertentu”.

Faktor yang mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap suatu

barang antara lain : (1) Harga barang yang diminta, (2) Tingkat Pendapatan /

Pendapatan Rata-Rata, (3) Jumlah Penduduk/Jumlah Populasi, (4) Selera, (5)

Estimasi di masa yang akan datang, (6) Harga Barang lain (substitusi atau

komplementer), (7) Distribusi, (8) dan lain-lain. Fungsi permintaan secara

matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Dx = f (Px , Py , Y /cap , T , JP , PP , Ydist , Prom)………...(1)

Apabila variabel selain harga dianggap tetap maka sebagaimana konsep

asli dari penemunya (Alfred Marshall), maka perbandingan terbalik antara harga

terhadap permintaan disebut hukum permintaan (Putong, 2005:36). Kerangka

pemikiran Marshall menganggap permintaan sebagai kurva yang bersifat parsial

dengan konsep ceteris paribus. Hukum Permintaan menyatakan bila harga suatu

(20)

harga barang tersebut turun maka permintaannya akan naik dengan asumsi ceteris

paribus (semua faktor selain harga dianggap konstan).

Kurva permintaan menggambarkan hubungan antara jumlah yang

diminta dan harga, dimana semua variabel lainnya dianggap tetap. Jumlah

permintaan berhubungan negatif terhada harga yang sering disebut hukum

permintaan (law of demand): “Jika semua hal dibiarkan sama, ketika harga suatu

barang meningkat maka jumlah permintaannya akan menurun dan ketika harga

turun maka jumlah permintaannya meningkat” (Mankiw, 2009:80).

Dalam analisis ekonomi tidak semua variabel diperhitungkan melainkan

diasumsikan bahwa permintaan suatu barang sangat dipengaruhi oleh harga dari

barang itu sendiri (ceteris paribus). Fungsi permintaan dapat dirumuskan dengan

menganggap faktor lain tetap selain harga itu sendiri (P) sebagai berikut :

Qd = f (P)………...(2)

Adapun kurva permintaan adalah sebagai berikut :

P (Harga)

P2

P1

Q2 Q1 Q (Kuantitas)

Gambar 2.1 Kurva Permintaan

Sumber: Sukirno (2003:78)

Terdapat dua model dasar penjelas hubungan permintaan dengan harga

dikatakan negatif, “pertama adalah kenaikan harga menyebabkan para pembeli

(21)

terhadap barang yang mengalami kenaikan harga (substitusi dan komplementer)

dan sebaliknya, kedua adalah kenaikan harga menyebabkan pendapatan real para

pembeli berkurang, pendapatan yang merosot tersebut memaksa pembeli untuk

mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis barang teruatama pada barang

yang mengalami kenaikan harga” (Sukirno, 2005:26).

Hal tersebut memberikan indikasi bahwa harga juga dapat berpengaruh

terhadap faktor lain yang mempengaruhi permintaan. Apabila terjadi perubahan

terhadap harga memungkinkan pergeseran sepanjang kurva permintaan (ceteris

paribus) dan memungkinkan perubahan terhadap perubahan faktor lain yang

mempengaruhi permintaan selain harga sebagai dampak lanjut yang nantinya

dapat menggeser kurva permintaan itu sendiri.

Sukirno (2005:82) mengatakan bahwa “Fluktuasi permintaan suatu

barang dipengaruhi beberapa faktor seperti: perkembangan dan perubahan tingkat

kehidupan penduduk; pergeseran dan kebiasaan; selera dan kesukaan penduduk;

kegagalan produksi yang menyebabkan langkanya suatu produk di pasaran; dan

faktor peningkatan penduduk”. Teori Permintaan dalam perkembangannya dipilah

menjadi dua bagian yaitu teori permintaan statis dan teori permintaan dinamis.

Perubahan permintaan terjadi karena dua sebab utama, yaitu perubahan

harga dan perubahan pada faktor yang dianggap ceteris paribus, misalnya

pendapatan, selera, dan sebagainya ( faktor non harga). “Perubahan harga

menyebabkan perubahan jumlah barang yang diminta, tetapi perubahan itu hanya

(22)

sepanjang kurva permintaan (movement along demand curve)” (Rahardja dan

Manurung, 2006:25).

Kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang diminta untuk

suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut (ceteris paribus)

pada tingkat harga. Namun hukum tersebut tidak selalu berlaku terhadap semua

jenis barang, yang mana ada pengecualian terhadap beberapa jenis barang seperti:

Barang Inferior (inferior goods), Barang Prestise (prestise goods), dan Pengaruh

harapan yang dinamis (dynamic expectational effects).

2.1.2 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan antar negara atau yang lebih dikenal dengan perdagangan

internasional terjadi karena setiap negara dengan negara partner dagangnya

mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan sumber daya

alam, penduduk, sumber daya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi

geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik, dan

sebagainya” (Halwani, 2002:17)

Beberapa faktor yang menyebabkan suatu negara melakukan hubungan

perdagangan dengan negara lain adalah dimana negara tidak mampu memenuhi

kebutuhan permintaan dalam negeri, adanya perbedaan biaya relatif dalam

produksi suatu komoditas tertentu, adanya perbedaan penawaran dan permintaan

antar negara, adanya keinginan untuk memperluas pemasaran ekspor serta

perdagangan internasional merupakan upaya penyediaan dana bagi pembangunan

(23)

adanya perbedaan permintaan dan penawaran suatu negara dapat dilihat pada

Gambar 2.2.

Panel A Panel B Panel C

Px/ Py Pasar di Negara 1 Px / Py Hubungan Perdagangan Px / Py Sx Pasar di Negara 2 untuk komoditi X

Internasinal dlm komoditi X A’ untuk komoditi X

P3 Sx A S Px

P2 B E B B’ E’

P1 A A D Dx

Dx

0 X 0 X 0 X

Gambar 2.2

Kurva Keseimbangan Proses Terjadinya Perdagangan Internasional

Sumber: Tambunan (2004:56) diolah

Berdasarkan teori yang telah diuraikan , suatu negara dimisalkan sebagai

negara A akan mengekspor suatu komoditas ke negara lain yang dimisalkan

sebagai negara B. Jika harga domestik pada negara A sebelum adanya

perdagangan internasional relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga

domestik pada negara B. Struktur harga yang relatif lebih rendah di negara A

tersebut disebabkan adanya kelebihan penawaran (excess supply) yaitu produksi

domestik melebihi konsumsi domestik, sebesar segitiga ABE. Untuk faktor

produksi negara A relatif lebih berlimpah sehingga negara A memiliki

kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain.

Di sisi lain, negara B mengalami kekurangan suplai karena konsumsi

domestiknya melebihi produksi domestiknya. Hal ini menunjukkan adanya

(24)

menjadi tinggi. Pada kesempatan ini negara 2 berkeinginan untuk membeli

komoditas tersebut dari negara lain yang harganya relatif lebih murah.

Diantara kedua negara A dan B tersebut akan terjadi perdagangan

internasional, yakni negara A akan mengekspor barang ke negara B atau dengan

kata lain negara 2 mengimpor barang dari negara B. Pada Gambar 2.3 terlihat,

sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga di negara A adalah sebesar

P1 sedangkan harga di negara 2 sebesar P3.

Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional

lebih besar daripada P1. Sedangkan permintaan internasional akan terjadi jika

harga internasional lebih rendah dari P3. Ketika harga internasional sama dengan

P2, maka di negara B akan terjadi kelebihan permintaan sebesar A’B’E’,

sedangkan jika harga internasional sebesar P2 maka akan terjadi kelebihan

penawaran sebesar ABE.

Dengan adanya perdagangan, negara A dapat mengekspor suatu

komoditas sebesar A’B’E’. Dalam pasar internasional besarnya ABE akan sama

dengan A’B’E. Dengan kata lain besarnya ekspor suatu komoditas dalam suatu

perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditas tersebut.

Harga relatif yang terjadi di pasar merupakan harga keseimbangan antara

penawaran dan permintaan. Pada perkembangannya dalam perdagangan

internasional mulai muncul berbagai teori-teori.

“Pada awalnya, teori-teori mengenai perdagangan internasional

digolongkan kedalam dua kategori, yaitu teori-teori klasik dan teori-teori modern,

(25)

perbedaan waktu saat munculnya suatu teori dan perbedaan asumsi yang menjadi

dasar perbedaan dalam kerangaka analisis kedua kelompok teori tersebut”

(Tambunan, 2004:42). Kemudian pada perkembangannya teori-teori perdagangan

baru muncul sebagai penyempurnaan teori modern.

2.1.2.1 Teori Klasik

Perdagangan internasional sesuai dengan teori klasik dilaksanakan

dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dengan beberapa asumsi seperti: (1)

Dua barang dan dua negara, (2) Nilai atas dasar biaya tenaga kerja yang sifatnya

homogen, (3) Biaya produksi tidak berubah, (4) Tidak ada biaya transportasi, (5)

Faktor produksi dapat bergerak bebas di dalam negeri, tetapi tidak antar negara,

(6) Distribusi pendapatan dan tehnologi tetap dan (7) Perdagangan dilaksanakan

atas dasar barter. Pada teori klasik dikenal dengan adanya dua teori perdagangan

internasional yaitu teori keunggulan absolut dan teori keunggulan komparatif.

Teori keunggulan absolut yang merupakan hasil pemikiran Adam Smith

sering dinamakan sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran

dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi terhadap dan

ekspor suatu (atau beberapa) jenis barang tertentu, dimana negara tersebut

memiliki keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau impor suatu (atau

beberapa) jenis barang tertentu dimana negara tersebut tidak mempunyai

keunggulan absolut atas negara lain yang memproduksi jenis barang yang sama

(Tambunan, 2004:47). Teori tersebut menekankan efektifitas dan efisiensi pada

pelaksanaan proses produksi terutama dalam pemanfaatan dan pengelolaan faktor

(26)

Kemudian teori komparatif muncul dalam teori perdagangan

internasional sebagai perbaikan atau penyempurnaan dari teori keunggulan

absolut. Teori ini merupakan hasil pemikiran dari John Stuart Mill dan David

Ricardo yang juga sering disebut sebagai teori biaya komparatif. Dasar pemikiran

yang berbeda antara kedua ahli tersebut dengan Adam Smith terletak pada

pengukuran keunggulan suatu negara yang dilihat dari komparatif biaya.

Menurut John Stuart Mill, suatu negara akan melakukan spesialisasi pada

ekspor suatu barang tertentu apabila negara tersebut memiliki keunggulan

komparatif terbesar dan melakukan impor atas suatu barang tertentu apabila

memiliki keunggulan komparatif terkecil. Sedangkan dasar pemikiran dari David

Ricardo adalah bahwa perdagangan antara dua negara akan terjadi bila

masing-masing negara memiliki biaya relatif terkecil untuk jenis barang yang berbeda

(Tambunan 2004:57). Perbedaan efisiensi dan produktifitas relatif antar negara

dalam memproduksi dua (atau lebih) jenis barang adalah yang menjadi penekanan

Ricardo dalam menyatakan penyebab terjadinya perdagangan internasional.

2.1.2.2 Teori Modern

Teori proporsi-proporsi faktor produksi (atau ketersediaan faktor

produksi) dari Hecksher dan Ohlin merupakan dasar munculnya teori modern.

“Teori Hecksher dan Ohlin atau yang sering disebut dengan Teori H-O

menyatakan bahwa munculnya perdagangan internasional terjadi pada dua kondisi

yaitu ketersediaan faktor produksi dan intensitas dalam pemakaian faktor produksi

(27)

“Teori (H-O) merupakan analisis perdagangan antar dua negara, dimana

tiap-tiap negara mempunyai karakteristik tersendiri dimana setiap negara akan

mengekspor barang yang mempunyai intensitas faktor produksi yang melimpah”

(Halwani, 2002:40). Perdagangan internasional terjadi apabila terjadi perbedaan

efisiensi pada pemanfaatan salah satu faktor produksi yang lebih unggul dari

masing-masing negara. Proses terjadinya perdagangan pada teori ini lebih

menekankan pada efisiensi pemanfaatan produk.

“Kedua tokoh Hecksher dan Ohlin menyatakan bahwa faktor produksi

dominan bertumpu pada input tenaga kerja dan barang modal” (Sumanjaya et al,

2008:34). Suatu negara akan mengalami keuntungan apabila mampu

menghasilkan barang dengan efisiensi dan spesialisasi yang baik dengan padat

karya maupun padat modal. “Suatu negara advantage menghasilkan sesuatu

barang dengan labor intensive sekaligus berarti bahwa negara tersebut

mengekspor tenaga kerja dan sebaliknya bagi negara yang advantage dengan

alternatif capital intensive maka negara tersebut akan mengekspor barang-barang

modal” (Sumanjaya et al, 2008:34).

Dalam perkembangan teori modern perdagangan internasional, selain

teori H-O, muncul beberapa teori lain yaitu teori kemiripan negara, teori siklus

produk, teori skala ekonomis, dan teori perdagangan intra. Teori kemiripan negara

merupakan hasil pemikiran Staffan Linder yang lebih fokus pada sisi permintaan.

Menurut teori kemiripan negara, perdagangan terjadi karena ada ciri-ciri serupa

antara negara yang melakukan perdagangan dengan asumsi sebuah negara

(28)

lain yang selera dan tingkat pendapatannya sama. Yang mana fokus kemiripan

yang dimiliki negara-negara yang melakukan perdagangan lebih ditekankan pada

selera dan tingkat pendapatan.

Teori siklus produk muncul dalam teori perdagangan modern sabagai

hasil pengembangan Williamson pada tahun 1983 dari pemikiran Vernon pada

tahun 1966. Teori ini menjelaskan dinamika keunggulan komparatif dari suatu

produk atau industri. Pada teori ini terdapat empat tahapan siklus yang dialami

produk atau industri, yaitu pengembangan atau penciptaan (inovasi) atau

introduksi, pertumbuhan, kedewasaan dan penurunan. Dimana menurut Vernon,

keunggulan komparatif dari barang tersebut berubah mengikuti perubahan waktu

dan dari satu negara ke negara lain (Tambunan, 2004:78).

Sedangkan teori skala ekonomis adalah teori yang menyatakan skala

penambahan hasil yang tidak tetap melainkan mengalami perubahan yang terus

meningkat. Skala ekonomis adalah skala produksi dimana titik optimlnya dapat

menghasilkan biaya per satu unit produksi terendah. Teori skala ekonomis

bertentangan dengan teori H-O yang mengasumsikan skala penambahan bersifat

konstan.

Jika terdapat skala ekonomis, suatu perusahaan di suatu negara dapat

berspesialisasi dalam produksi suatu jangkauan produksi yang terbatas dan

mengekspornya dengan harga yang lebih murah dari produk yang sama dari

perusahaan di negara lain yang tidak memiliki skala ekonomis (Tambunan

2004:83). Kemudian pada perkembangannya muncul teori perdagangan intra yang

(29)

teori diferensiasi produk. Teori ini juga berfokus pada kemiripan negara pada sisi

penawaran yang berbeda dengan dengan teori kemiripan negara yang berfokus

pada sisi permintaan.

2.1.2.3 Teori Perdagangan Baru

Teori perdagangan baru merupakan teori yang membahas keunggulan

yang diperoleh dari sisi yang dikembangkan dan bukan alamiah. Di dalam

perkembangan teori perdagangan internasional, pemikiran Porter dianggap

sebagai suatu paradigma baru dalam perdagangan internasional dan globalisasi.

Teori perdagangan internasional Porter yang dikenal dengan model berlian

memiliki empat perbedaan dengan teori klasik dan teori modern, yaitu : (1) Porter

lebih membahas daya saing bangsa/nasional, (2) Porter lebih fokus membahas

keunggulan kompetitif, (3) faktor-faktor utama yang menentukan keunggulan

kompetitif berbeda dengan faktor-faktor utama yang menentukan keunggulan

komparatif suatu barang, (4) model Porter bersifat komprehensif karena tidak

hanya mencakup kondisi faktor tetapi juga variabel penting lainnya secara

simultan.

Namun pada pelaksanaannya teori Porter tidak terlepas dari kelemahan.

Maka muncul beberapa teori alternatif lain yang mengkritik teori model berlian

dai Porter. Pada tahun 1991, Grant menyinggung model berlian Poter berkenan

dengan tanda hubungan antara keempat variabel yang menentukan daya saing dan

kekuatan prediktif pada model tersebut (Tambunan,2004:96). Sejalan dengan itu

Moon pada Tahun 1992 juga mengkritik perihal peran pemerintah yang juga

(30)

dimasukkan Porter dalam variabel berpengaruh pada modelnya. Dunning pada

tahun 1992 juga turut mempersoalkan kelemahan model Porter dalam hal dampak

dari kegiatan perusahaan multinasional terhadap daya saing nasional, dan

Dunning mencoba membuat suatu model alternatifnya dengan memperlakukan

aktivitas penanaman modal asing (PMA) sebagai variabel eksogen.

2.1.3 Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan perdagangan internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan

pemerintah dalam perekonomian yang secara langsung maupun tidak langsung

mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan internasional.

Dalam menjaga kelancaran dan kestabilan perdagangan internasional tersebut,

instrumen kebijakan pemerintah antara lain :

1. Kebijakan perdagangan internasional

Meliputi tindakan pemerintah terhadap rekening yang sedang berjalan

(current account) dari neraca pembayaran internasional, khususnya tentang ekspor

dan impor barang atau jasa. Misalnya tarif terhadap impor, bilateral trade

agreement dan sebagainya.

2. Kebijakan Pembayaran internasional

Meliputi tindakan pemerintah terhadap rekening modal (capital account)

dalam neraca pembayaran internasional. Contohnya adalah pengawasan terhadap

lalu lintas devisa (exchange control) atau pengaturan lalu lintas nilai tukar dalam

(31)

3. Kebijakan bantuan luar negeri

Tindakan atau kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan

(grants), pinjaman (loans), bantuan yang bertujuan untuk membantu rehabilitasi

serta pembangunan dan bantuan militer terhadap negara lain.

2.1.4 Impor

Impor merupakan perdagangan memasukkan barang dari luar negeri ke

wilayah pabeanan suatu negara dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Impor

sering dilakukan sebagi alternatif kebijakan memenuhi kebutuhan dalam negeri

atas suatu barang apabila produksi domestik akan barang tersebut tidak memadai.

Impor suatu negara ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya daya saing negara

tersebut dan kurs valuta asing. Namun penentu impor yang utama adalah

pendapatan masyarakat suatu negara. Fungsi impor dapat dinyatakan dalam

persamaan (Sukirno, 2004: 223) :

M = mY ... (3)

M = M = M0 + mY ... (4)

Dimana M adalah nilai impor, M0 adalah impor otonom dan m adalah

kecondongan mengimpor marginal yaitu persentase dari tambahan pendapatan

yang digunakan untuk membeli barang impor. Impor otonom ditentukan oleh

faktor-faktor di luar pendapatan nasional seperti kebijakan proteksi dan daya saing

negara-negara lain dari negara pengimpor.

Namun, impor tidak selalu dipengaruhi oleh pendapatan saja namun turut

dipengaruhi faktor lain yang berkaitan dengan keseimbangan permintaan dan

(32)

perdagangan internasional pada negara pengimpor, kebijakan perdagangan

internasional pada negara pengekspor, inflasi, ekspor negara lain serta faktor lain

yang terkait yang dapat menggeser fungsi impor. Persamaan impor dapat disusun

dari fungsi impor. Pada persamaan permintaan impor, beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi impor antara lain:

1. Konsumsi

Faktor konsumsi dimasukkan kedalam persamaan permintaan impor

karena diduga turut mempengaruhi permintaan impor itu sendiri. Konsumsi yang

meningkat dengan produksi yang menurun atau peningkatannya masih dibawah

konsumsi memberikan peluang terhadap kebijakan impor dan peluang pasar bagi

para importir dalam negeri untuk memenuhi kekurangan konsumsi yang ada.

Peningkatan konsumsi yang terjadi akan menyebabkan peningkatan impor dan

sebaliknya.

2. Harga

Permintaan merupakan jumlah barang dan jasa yang bersedia dibeli pada

tingkat harga tertentu untuk memperoleh barang dan jasa yang dimintanya.

Permintaan pasar baik domestik maupun internasional menunjukkan jumlah dari

komoditi yang diminta per periode waktu pada berbagai harga alternatif oleh

semua individu di dalam pasar. Interaksi di antara permintaan dan penawaran

akan menentukan keadaan keseimbangan pasar. Keseimbangan permintaan dan

penawaran akan menetukan tingkat harga yang berlaku di pasar dan kuantitas

(33)

Harga impor turut dalam fungsi permintaan impor karena faktor harga

merupakan faktor utama dalam fungsi permintaan ceteris paribus. Harga impor

sejalan dengan fungsi permintaan memiliki hubungan negatif dengan permintaan

impor itu sendiri. Namun hal ini dapat tidak terjadi apabila permintaan impor

merupakan permintaan yang harus dilakukakan atas dasar faktor lain yang lebih

mempengaruhi permintaan daripada faktor harga. Dimana pada umumnya impor

dilakukan dikarenakan tidak mampunya kebijakan dalam negeri untuk memenuhi

kebutuhan nasional sehingga harus turut menerima bantuan dari negara lain

khususnya dalam perdagangan internasional itu sendiri. Jadi, meskipun harga

barang impor naik, apabila impor dilakukan karena tingkat kebutuhannya yang

bersifat penting maka permintaan akan tetap naik.

3. Pendapatan Nasional

Perdagangan internasional pada hakekatnya berpengaruh pada

perekonomian nasional maupun internasional. “Pengaruh perdagangan

internasional terhadap pendapatan nasional dinyatakan sebagai net ekspor (X-M)

berarti neraca perdagangan surplus (surplus balance of trade), sedangkan apabila

terjadi net impor (M-X) maka neraca perdagangan defisit (deficit balancen of

trade) (Sumanjaya et al, 2008:58).

Variabel pendapatan nasional dimasukkan kedalam persamaan

permintaan impor karena diduga berhubungan postif dengan permintaan impor

apabila dikaitkan dengan tingkat konsumsi. Apabila pendapatan meningkat diduga

akan turut meningkatkan permintaan impor melalui peningkatan tingkat

(34)

tentang fungsi konsumsi yang menyatakan bahwa “Fungsi konsumsi adalah suatu

kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah

tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan dispossible)

perekonomian tersebut”.

Pendapatan yang diperoleh tersebut pada umumnya dimanfaatkan untuk

memenuhi konsumsi dalam upaya mencapai kesejahteraan pribadi maupun

kelompok. Maka sejalan dengan konsep tersebut, apabila pendapatan seseorang

mengalami peningkatan pada umumnya tingkat konsumsi yang dilakukan juga

akan turut meningkat. Hal tersebut berkaitan dengan perubahan tingkat kebutuhan

sejalan perubahan pendapatan yang merubah selera atau pola gaya hidup yang

dilihat dari tingkat pendapatannya.

4. Produks i Domestik

Produksi yang sedikit dan tidak mampu memenuhi permintaan

konsumsinya menyebabkan adanya defisit permintaan sehingga membuka peluang

bagi impor oleh pemerintah maupun pihak terkait untuk mencukupi permintaan

yang ada. Variabel ini dapat dimasukkan kedalam persamaan permintaan impor

karena diduga berpengaruh negatif terhadap impor itu sendiri. Apabila produksi

dalam negeri menurun dan konsumsi meningkat maka diguga akan meningkatkan

permintaan impor di Indonesia. Karena penurunan produksi akan memperbesar

peluang bagi para importir untuk menambah volume impor yang masuk untuk

memenuhi konsumsi yang ada. Sebaliknya, apabila produksi meningkat dan

mampu memenuhi permintaan dalam negeri tentu saja permintaan impor akan

(35)

5. Nilai Tukar

Nilai tukar (exchange rate) digunakan sebagai perbandingan nilai atau

harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Indonesia sebagai

salah satu negara yang juga menganut sistem perekonomian terbuka yang turut

dalam perdagangan internasional menjadikan nilai tukar sebagai variabel yang

berpengaruh terhadap harga, tingkat suku bunga, neraca pembayaran dan transaksi

berjalan. Kurs pertukaran valuta asing adalah faktor yang sangat penting dalam

menentukan apakah barang-barang di negara lain adalah “lebih murah” atau

“lebih mahal” dari barang-barang yang dproduksi dalam negeri (Sukirno,

2006:397).

Apabila nilai tukar mengalami fluktuasi yang tidak terkendali dapat

menyebabkan kesulitan bagi pedagang maupun produsen melakukan perencanaan

usaha yang maksimal terutama bagi para pelaku pasar internasional yang

mendatangkan bahan produksi dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar

ekspor. Hal tersebut pula lah yang menjadi dasar utama tujuan perbankan dalam

menjaga kestabilan nilai tukar rupiah guna mencapai kestabilan perekonomian.

Perdagangan antarnegara dimana masing-masing negara mempunyai alat

tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang

dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore,

2008:67). Nilai tukar mempengaruhi kebijakan masing-masing negara pengimpor

maupun pengekspor. Perubahan nilai tukar tergantung pada tingkat perubahan

permintaan dan penawaran akan valuta asing tersebut. Variabel nilai tukar

(36)

pengaruh negatif terhadap permintaan impor itu sendiri. Dimana apabila nilai

tukar semakin mahal terhadap mata uang lain (Rupiah melemah) maka akan

berpengaruh terhadap kenaikan harga, yang akan berpengaruh lanjut terhadap

penurunan permintaan impor dan sebaliknya.

2.1.5 Proteksi Perdagangan Internasional

Proteksi perdagangan internasional adalah langkah-langkah pemerintah

dalam perpajakan atau peraturan-peraturan impor yang mengurangi kebebasan

perdagangan luar negeri. Proteksi secara umum ditujukan sebagai tindakan untuk

melindungi produksi dalam negeri terhadap persaingan barang impor di pasaran

dalam negeri. Secara luas perlindungan ini juga mencakup untuk promosi ekspor

(Halwani, 2002:101). Beberapa bentuk proteksi secara umum antara lain kuota,

perdagangan oleh pemerintah (State Trading Practices), kontrol devisa (Exchande

Control) dan larangan impor (Import Prohibition). Proteksi perdagangan

internasional khususnya impor biasanya dibedakan atas dua jenis , yaitu:

a. Tarif

Tarif merupakan salah satu instrumen dari kebijakan perdagangan luar

negeri yang membatasi arus perdagangan internasional yang merupakan suatu

pembebanan atas barang yang melintasi daerah pabean (Tambunan, 2004:328).

Daerah pabean adalah suatu daerah geografi , dimana barang-barang bebas

bergerak tanpa dikenai cukai (bea pabean) atau wilayah perdagangan bebas

misalnya dalam AFTA (Asean Free Trade Area) dan CAFTA (China-Asean Free

(37)

Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yaitu tarif impor

dan tarif ekspor. Tarif impor (import tariff) adalah pajak yang dikenakan untuk

setiap komoditi yang diimpor dari negara lain dan tarif ekspor (export tariff)

adalah pajak untuk suatu komoditi ekspor. Berdasarkan tujuannya, kebijakan tarif

impor (import duty atau import tariff) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (a)

tarif proteksi, yaitu merupakan pengenaan tarif bea masuk yang tinggi untuk

mencegah atau membatasi barang tertentu, (b) tarif revenue, yaitu pengenaan tarif

bea masuk yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara.

Gambar 2.3 merupakan suatu ilustrasi surplus produsen dan surplus

konsumen sehubungan dengan adanya kebijakan pemerintah (tarif impor). Kurva

permintaan dan kurva penawaran domestik adalah D dan S, dan kurva penawaran

pasar dunia adalah Sw. Tarif impor ditetapkan antara harga dunia Pw dan harga

domestik Pe. Penetapan tarif impor sebesar t akan menyebabkan harga impor yang

semula sebesar Pw menjadi lebih tinggi yaitu Pt.

Harga

Pe E

Pt N R Sw + tarif

Pw M U S T Sw

0 Q0 Q1 Q2 Q3 Q4 Jumlah

Gambar 2.3

Kurva Dampak kebijakan tarif terhadap Perubahan Surplus Produsen dan Konsumen

(38)

Sebelum tarif impor ditetapkan, surplus produsen sebesar PwLM, dengan

tarif impor maka surplus produsen meningkat menjadi PtLN. Sedangkan surplus

konsumen berkurang dari KPwT menjadi KPtR. Dengan adanya tarif impor

memberikan penerimaan pemerintah sebesar NUSR, yang merupakan hasil

penggandaan dari t ( tarif per satuan ) dengan NR (jumlah impor). Selain itu,

terdapat kehilangan netto dari surplus konsumen sebesar MNU dan biaya produksi

tambahan sebesar RST karena inefisiensi sebagai akibat adanya tarif. Besaran dari

pengaruh yang dikemukakan diatas tergantung ukuran tarif ( size of the tariff ),

dan elastisitas dari kurva-kurva permintaan dan penawaran yang bersangkutan.

b. Penghambat bukan tarif

Perbedaan proteksi perdagangan internasional berupa hambatan tarif

dengan hambatan non tarif terletak pada sistem kebijakannya, meskipun keduanya

merupakan hambatan buatan dalam perdagangan, namun hambatan bukan tarif

lebih mengarah kepada pengendalian volume, komposisi dan arah perdagangan

suatu barang.

Hambatan nontarif merupakan hambatan birokrasi, yang merupakan

bagian dari fungsi khusus yang diumumkan secara resmi untuk barang impor

disaat pemerintah mengenakan “tarif bayangan” (shadow tariff) pada pembelian

sector publik (Halwani, 2002:102). Yang termasuk hambatan bukan tarif antara

lain: Custom Clereance, Custom Valuation, Custom Classification, Import

Licensing, Packaging and Labelling Regulation, Foreign Exchage Contol dan

(39)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian ekonomi yang membahas komoditi bawang merah

telah banyak dilaksanakan, namun pembahasan spesifik mengenai permintaan

impor bawang merah masih sangat terbatas ditengah tingginya tingkat permintaan

impor bawang merah di Indonesia saat ini. Manik (2010) melakukan penelitian

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdangangan impor bawang

merah dan kentang Indonesia periode 2001-2010. Variabel yang diteliti adalah

volume impor bawang merah dan kentang Indonesia yaitu populasi negara

pengkespor, populasi Indonesia, harga impor, jarak ekonomi, GDP rill Indonesia,

GDP negara pengekspor dan nilai tukar. Model estimasi pada model gravitasi

untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor bawang merah

berdasarkan uji Chow adalah dengan menggunakan model efek tetap ( fixed effect

model) yang kemudian disempurnakan dengan cross-section SUR.

Sedangkan pada komoditas kentang, digunakan metode pooled least

square yang disempurnakan dengan cress-section SUR. Berdasarkan hasil

estimasi diketahui bahwa variabel yang berpengaruh terhadap volume impor

bawang merah dan kentang di Indonesia adalah popoulasi Indonesia, Populasi

negara pengekspor, harga impor, jarak ekonomi, GDP rill Indonesia dan GDP rill

negara pengekspor. Sedangkan variabel nilai tukar tidak mempengaruhi volume

impor bawang merah dan kentang di Indonesia.

Yuliadi (2008) melakukan penelitian mengenai analisis impor indonesia

dengan persamaan simultan. Variabel yang dianalisis dalam penelitian tersebut

(40)

impor, dan nilai tukar mata uang yang mempengaruhi impor Indonesia. Metode

analisis yang digunakan adalah metode explanatory untuk menguji hipotesis

hubungan simultan antar variabel yang diteliti, dengan mengembangkan

karakteristik verifikasi penelitian. Model dalam penelitian ini menggunakan

model simultan dengan Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ekspor, waktu lag impor, dan dasar tukar perdagangan (term

of trade) berpengaruh positif terhadap impor. Sementara itu, nilai tukar mata uang

berpengaruh negatif.

Ariningsih dan Tentamia (2004) melakukan penilitian tentang anilisis

permintaan dan penawaran bawang merah di Indonesia. Analisis ini menggunakan

model persamaan simultan dengan data sekunder (time series triwulan) periode

1992-2000 dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Terdapat 32 variabel

yang dianalisis dalam penelitian tersebut yang secara umum merupakan faktor

yang mempengaruhi permintaan dan penawaran bawang merah domestik maupun

dalam perdagangan internasional yaitu ekspor-impor bawang merah.

Hasil analisis menunjukkan bahwa : (1) produksi bawang merah di Jawa

Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk tetapi tidak responsif terhadap

perubahan harga bawang merah, harga cabai, dan upah tenaga kerja, (2)

permintaan bawang merah responsif terhadap perubahan jumlah penduduk, tetapi

tidak responsif terhadap harga bawang merah dan pendapatan per kapita, (3) baik

dalam jangka pendek maupun jangka panjang volume ekspor bawang merah

(41)

harga bawang merah di Indonesia bersifat responsif terhadap perubahan

penawaran.

Fitriana (2012), melakukan analisis dampak kebijakan impor dan faktor

eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di

Indonesia. Variabel penelitian tersebut adalah produksi bawang merah nasional,

harga bawang merah, luas areal panen, perubahan tingkat suku bunga bank

persero, permintaan bawang merah rumah tangga, jumlah penduduk Indonesia,

permintaan non rumah tangga, harga rill mie, GDP masyarakat Indonesia, impor

bawang merah, permintaan bawang merah ditingkat konsumen, impor bawang

merah tahun sebelumnya, harga rill bawang merah impor, harga rill bawang

merah dunia dan tarif impor bawang merah

Model analisis yang digunakan dalam penelitian adalah model persamaan

simultan ekonometrika dengan model estimasi adalah metode Two Stage Least

Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi bawang merah

nasional dipengaruhi oleh harga rill bawang merah di tingkat produsen, luas areal

panen, dan perubahan tingkat suku bunga bank persero, permintaan bawang

merah rumah tangga dipengaruhi oleh jumlah penduduk Indonesia, sedangkan

permintaan non rumah tangga dipengaruhi oleh harga rill mie instan sebagai

output berbahan baku bawang merah dan GDP masyarakat Indonesia.

Selanjutnya impor bawang merah dipengaruhi oleh permintaan bawang

merah ditingkat konsumen dan impor bawang merah tahun sebelumnya, harga rill

bawang merah impor dipengaruhi oleh harga rill bawang merah dunia dan tarif

(42)

oleh harga rill bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya, sedangkan

harga rill bawang merah di Indonesia ditingkat produsen dipengaruhi oleh harga

rill bawang merah ditingkat konsumen dan harga rill bawang merah di tingkat

produsen tahun sebelumnya.

Winarso (2003) melakukan analisis dinamika perkembangan harga yang

mana hubungannya dengan tingkat keterpaduan antar pasar dalam menciptakan

efisiensi pemasaran komoditas bawang merah. Penelitian ini dilakukan di wilayah

brebes, Jawa Tengah sebagai sentra produksi bawang merah. Pemilihan responden

dilakukan dengan simple random sampling.

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah walaupun pola pemasaran

bawang merah dapat dikatakan efektif, namun eketivitas tersebut cenderung

berada pada posisi mata-rantai terkhir terutama pada pasar-pasar besar. Hal ini

disebabkan karena pelaku pasar pada jalur ini lebih menguasai informasi dan

selalu mengikuti perkembangan dinamika pasar baik besarnya pasokan (supply)

mapun meningkatnya permintaan ( demand ) yang setiap saat dapat bergejolak.

Jumini (2008) melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

impor bawang putih di Indonesia. Variabel yang diteliti adalah permintaan impor

bawang putih, harga bawang putih lokal, konsumsi bawang putih lokal, produksi

bawang putih dalam negeri, harga bawang putih impor, nilai tukar, pendapatan

nasional, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi dan volume impor

bawang putih ke Indonesia pada tahun sebelumnya. Pengujian model pada

(43)

Adapun hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa harga bawang

putih lokal, konsumsi bawang putih lokal, produksi bawang putih lokal dan harga

bawang putih impor berpengaruh nyata terhadap permintaan impor bawang putih

ke Indonesia. Sedangkan variabel nilai tukar, harga bawang putih impor,

pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi dan

volume impor bawang putih impor pada tahun sebelumnya tidak berpengaruh

nyata terhadap permintaan impor bawang putih ke Indonesia.

Priyanto (2005) dalam penelitiannya mengevaluasi kebijakan impor

daging sapi melalui analisis penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran,

variabel independen berpengaruh terhadap kebijakan impor daging sapi adalah

penawaran daging sapi domestik, harga rill daging sapi domestik, populasi sapi

nasional, teknologi inseminasi buatan dan peubah beda kala. Sedangkan pada sisi

permintaan, variabel independen yang berpengaruh terhadap kebijakan impor

daging sapi yang diteliti adalah harga rill daging sapi impor, konsumsi nasional,

tarif impor daging sapi, nilai tukar, dummy kebijakan ASPIDI dan peubah beda

kala. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data time series 1981-2001

dengan metode Two Stage Least Square (TSLS).

Adapun hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa

teknologi Inseminasi Buatan (IB) belum mampu memacu perkembangan produksi

daging lokal sedangkan impor daging sapi sangat nyata dipengaruhi oleh tarif

daging impor tetapi tidak nyata dipengaruhi oleh harga rill daging impor.

(44)

kinerja usaha peternakan rakyat. Kebijakan pembebanan tarif impor cukup efektif

dalam pengendalian masuknya daging impor.

2.3 Kerangka Konseptual

Gambar 2.4. Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

1. Permintaan impor bawang merah di Indonesia cenderung mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun.

2. Permintaan impor bawang merah di Indonesia bersamaan dipengaruhi oleh

Konsumsi Bawang Merah Indonesia, Produksi Bawang Merah Indonesia,

Pendapatan Nasional, Harga Bawang Merah Impor, Nilai Tukar dan Pe rm int a a n I m por

Ba w a ng M era h

N ila i T uka r

V olum e I m por Ba w a ng M e ra h Pe riode Se belum nya

H a rga Baw a ng M e ra h I m por Produksi Baw a ng

M e ra h N asiona l Pe nda pat a n K onsum si Baw ang

(45)

Volume Impor Periode Sebelumnya. Variabel konsumsi bawang merah

Indonesia dan pendapatan diduga berpengaruh positif terhadap permintaan

impor bawang merah di Indonesia. Sedangkan variabel produksi bawang

merah Indonesia, harga bawang merah impor, nilai tukar dan volume

impor periode sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan

dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan

menuju hipotesis penelitian. “Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara

ilmiah untuk mendapat data yang akurat dengan tujuan dapat ditemukan,

dibuktikan dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat

digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah yang ada”

(Daulay, 2010:2). Adapun metode penelitian yang dipergunakan penulis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif kuantitatif. “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan

untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih

(independen) tanpa msemuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel

lain” (Daulay, 2010:9). Metode deskriptif kuantitatif mempunyai ciri

memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang aktual dengan data yang

dikumpulkan, disusun, diolah, dijelaskan dan dianalisis.

3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Januari – April 2014 , dengan pencarian data

sekunder ke beberapa instansi yang terkait dengan objek penelitian. Data terkait

dalam penelitian ini diambil dari berbagai sumber resmi untuk mendukung

(47)

3.3 Defenisi Operasional

Berdasarkan rumusan permasalahan penelitian dan pengembangan

hipotesis yang telah disusun maka variabel-variabel yang akan dianalisis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel Independen

1. X1 (Konsumsi Bawang Merah Indonesia) adalah volume konsumsi bawang

merah perkapita di Indonesia (kg)

2. X2 (Pendapatan Nasional) adalah PDB perkapita Indonesia atas dasar harga

berlaku ( Rupiah)

3. X3 (Produksi Bawang Merah Domestik) adalah volume total produksi

bawang merah di Indonesia (ton)

4. X4 (Harga Bawang Merah Impor) adalah Harga Bawang Merah Impor

(Rupiah / ton) yang diperoleh dari perkalian harga bawang merah impor

dalam Dollar Amerika dengan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.

5. X5 (Nilai Tukar) adalah Nilai Tukar Rupiah terhadap Valuta Asing dalam hal

ini terhadap US$ ( Rp / US$ )

6. X6 (Volume Impor Tahun Sebelumnya) adalah volume impor pada tahun

sebelumnya yaitu volume impor bawang merah periode (t-1) (ton)

b. Variabel Independen

MB( Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia ) adalah Volume Total

(48)

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu

(time series) tahun 2002 sampai tahun 2012 yang merupakan data sekunder yang

bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Direktorat Jenderal

Tanaman Pangan dan Holtikultura, Departemen Perindustrian dan Perdagangan,

Dinas Pertanian dan instansi-instansi lainnya serta publikasi atau laporan-laporan

resmi yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan

metode studi kepustakaan yang meliputi populasi Indonesia. Metode ini

merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan penelitian kepustakaan

yaitu dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dari

berbagai sumber resmi dan mempelajari bahan-bahan bacaan yang berhubungan

dengan penelitian untuk mendapatkan masukan yang dibutuhkan.

3.6 Teknik Analisis

Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis regresi linier berganda dan

menggunakan alat analisis Eviews 7.2. Analisis regresi linier berganda merupakan

analisis hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen yang

menggunakan persamaan linier dimana variabel independen dalam persamaan

tersebut lebih dari satu. Adapun metode yang digunakan dalam menganalisis

(49)

3.7 Model Persamaan Linier Permintaan Impor Bawang Merah

Indonesia

Impor bawang merah Indonesia terutama ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi dalam negeri yang melebihi produksinya. Untuk melihat

perilaku permintaan impor bawang merah Indonesia, maka dirumuskan persamaan

liniernya, yang mana permintaan impor bawang merah di Indonesia dipengaruhi

oleh konsumsi bawang merah Indonesia, pendapatan nasional, produksi bawang

merah domestik, harga bawang merah impor, nilai tukar dan volume impor

bawang merah periode sebelumnya.

Dengan demikian model persamaan linier permintaan impor bawang

merah dalam penelitian ini dapat dirumuskan :

MB = α0 + α1 X1+ α2X2 + α3X3 + α4 X4 + α5X5 + α6 X6 + ẽ

dimana:

MB = Volume Total Impor Bawang Merah di Indonesia (ton)

X1 = Konsumsi Bawang Merah Perkapita di Indonesia (kg)

X2 = PDB Perkapita Indonesia atas dasar harga berlaku ( Rupiah)

X3 = Volume Total Produksi Bawang Merah di Indonesia (ton)

X4 = Harga Bawang Merah Impor (Rupiah)

X5 = Nilai tukar Rupiah terhadap US$ ( Rp / US$ )

X6 = Volume impor pada tahun sebelumnya (ton)

ẽ = error term

Tanda parameter dugaan yang diharapkan (hipotesis) sebagai berikut :

(50)

3.8 Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik dimaksudkan untuk memastikan bahwa dalam

model regresi yang digunakan tidak terdapat heterokedastisitas, autokorelasi, dan

multikolinieritas serta untuk memastikan data yang dihasilkan memiliki distribusi

normal. Metode OLS (Ordinary Least Square) digunakan berlandaskan pada

sejumlah asumsi tertentu. Pada prinsipnya model regresi linier yang dibangun

sebaiknya tidak boleh menyimpang dari asumsi BLUE (Best, Lininer, Unbiased

dan Estimator) (Widarjono, 2013:23). Berikut penjelasan pengujian kelayakan

model regresi yang digunakan dalam uji asumsi klasik :

3.8.1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah data yang digunakan

memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam stastistik parametrik

(statistik inferensial). Uji normalitas terdapat dalam analisis regresi berganda

untuk melihat nilai residual dalam sebuh model. Pendugaan persamaan dengan

menggunakan metode OLS harus memenuhi sifat kenormalan, karena jika tidak

normal dapat menyebabkan varians infinitif (ragam tidak hingga atau ragam yang

sangat besar).

Hasil Pendugaan yang memiliki varians infinitif menyebabkan

pendugaan dengan metode OLS akan menghasilkan nilai dugaan yang tidak

berarti. Metode yang digunakan untuk menguji normalitas dalam penelitian ini

adalah metode Jarque-Bera test dengan Eviews 7.2. Jarque-Bera test mempunyai

distribusi chi-square dengan derajat bebas dua. Jika hasil Jarque-Bera test lebih

Gambar

Grafik Perkembangan Volume Impor Bawang Merah
Gambar 2.1 Kurva Permintaan
Gambar 2.2 Kurva Keseimbangan Proses Terjadinya Perdagangan Internasional
Gambar 2.3 Kurva Dampak kebijakan tarif terhadap Perubahan Surplus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Latar belakang penelitian ini yaitu bahwasanya program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka

Saya ingin menggaris bawahi dan memohon tadi yang disampaikan pak sutradara gintings saya kira sudah sangat netral, kalau pak pareira minta peradilan koneksitas,

Kemudian Mahasiswa melanjutkan proses dengan cara klik bayar pada tabel kolom konfirmasi, dilanjutkan dengan mengisi pada masing-masing kolom yang wajib di isi di dalam

Bukan hanya itu, dengan adanya media sosial (Facebook) yang semakin canggih ini, banyak manusia yang terjerumus dan tertipu oleh berita-berita yang tidak benar

Pertama, dimensi Reliabilitas (Reliability) dengan mendidik korban kecelakaan (klaimen) tentang kualitas jasa PT Jasa Raharja, membantu korban kecelakaan dalam memahami

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :1) Bagi sekolah, dengan tidak terbuktinya pengaruh pelatihan

Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena beberapa alsan, yaitu. Yang pertama Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, maksudnya adalah anak begitu lahir ke

Berasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat kenyamanan penggunaan kontrasepsi non IUD responden terbanyak pada penelitian ini adalah menyatakan nyaman yaitu