KOORDINASI KEPOLISIAN POLDA LAMPUNG DAN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BBPOM) BANDAR
LAMPUNG UNTUK MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT DAN MAKANAN BERBAHAYA
Oleh ADI WAHYU
Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika dan alat kesehatan. Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Permasalahan yang dikaji oleh penulis adalah Bagaimanakah koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya dan Apa faktor penghambat Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya.
Metode pendekatan diterapkan dengan meliputi pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sedangkan pengolahan data yang diperoleh dengan cara seleksi, klasifikasi, dan sistematisasi data. Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode induktif.
penghambat yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu ada faktor undang-undangnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan.
Adapun saran yang diberikan adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kepolisian Polda Lampung dapat lebih meningkatkan koordinasi untuk lebih mengawasi peredaran obat dan makanan berbahaya di lingkungan masyarakat. Dengan mengajak masyarakat lebih waspada dan melaporkan kepada instansi terkait ditemukan makanan dan obat yang berbahaya, hendaknya memberikan sanksi yang maksimum.
OBAT DAN MAKANAN BERBAHAYA
Oleh
ADI WAHYU
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
OBAT DAN MAKANAN BERBAHAYA
(Skripsi)
Oleh ADI WAHYU
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10
E. Sistematika Penulisan ... 16
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Koordinasi... 18
B.Tinjauan Umum tentang Kepolisian Republik Indonesia... 20
C.Tinjauan Umum tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)... 25
D. Tinjauan Umum Tentang Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana... 36
E. Pengertian Obat dan Makanan... 41
F. Ketentuan Pidana Terhadap Obat dan Makanan Berbahaya ... 45
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 47
B. Sumber dan Jenis Data ... 48
C. Penentuan Responden... 51
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 51
B. Gambaran Umum Kasus Tindak Pidana Peredaran Obat dan
Makanan Berbahaya...……….. 55
C. Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung dalam berkoordinasi
untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya... 60
D. Faktor Penghambat Koordinasi Kepolisian Polda Lampung Dan Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung Untuk Memberantas Peredaran Obat Dan
Makanan Berbahaya.……….………...………... 70
V PENUTUP
A. Simpulan ... 78
B. Saran... 80
DAFTAR PUSTAKA
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan.”
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahmat dan
hidayahNYA, maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap
perjuangan, do’adan jerih payahku, aku persembahkan sebuah karya ini kepada :
Papa dan Mama
yang selalu kuhormati, kubanggakan, kusayangi, dan kucintai sebagai rasa baktiku
kepada kalian
Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih sayang yang tulus serta
do’a demi keberhasilankuselama ini
Seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam
bentuk apapun
Nama lengkap dari penulis adalah Adi Wahyu, penulis
dilahirkan di Natar 22 Agustus 1993. Penulis merupakan anak
tunggal dari pasangan bapak Rusdi A.Z. dan ibu Hartati A.C.
Penulis mengawali pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK)
Pertiwi Bandar Lampung pada tahun 1998, Penulis
melanjutkan ke Sekolah Dasar di SDN 2 Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun
1999 hingga tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMP Kartika Jaya II-2
Bandar Lampung pada tahun 2005 hingga tahun 2008 dan Sekolah Menengah
Atas di SMA Utama 2 Bandar Lampung pada tahun 2008 hingga tahun 2011.
Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Melalui jalur Seleksi
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena dengan pertolongannya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang penulis alami dalam
proses pengerjaan, namun penulis berhasil menyelesaikan dengan baik. Skripsi ini
sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Lampung dengan judul : KOORDINASI KEPOLISIAN POLDA LAMPUNG DAN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPPOM) BANDAR LAMPUNG UNTUK MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT DAN MAKANAN BERBAHAYA
Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan
serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas
Lampung.
2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung
3. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas
membimbing dan mengarahkan penulis selama penyelesaian skripsi.
5. Bapak Dr. Maroni,S.H., M.H., selaku Pembahas Pertama dan Bapak Daman Huri, S.H., M.H., selaku Pembahas Kedua yang telah banyak memberikan
kritikan, koreksi dan masukan dalam pemyelesaian skripsi ini.
6. Bapak Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H., selaku Dosen narasumber terimakasih
banyak atas masukannya dan menerima saya dengan sangat baik dalam
penyelesaian skripsi ini.
7. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis
menjadi mahasiswa serta seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum
Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademik
dan kemahasiswaan atas bantuan selama penyusunan skripsi.
8. Bapak AKBP H.Azhari, S.H.,M.H., selaku Kabag BINOPSNAL terimakasih
telah menerima saya dengan baik dan menjadi narasumber saya untuk
penyelesaian skripsi ini.
9. Bapak Drs. Sumaryanta, Apt.,M.Si. selaku Kepala Balai Besar Pom,
terimakasih telah menerima saya dengan baik untuk penyelesaian skripsi ini.
10. Bapak Drs. Zamroni, Apt. selaku KA. Sub. Bag. Tata Usaha dan staf
terimakasih telah menerima saya dengan baik..
11. Bapak Drs. Ramadhan, Apt. selaku KA. Bid. Pemeriksaan dan Penyidikan,
terimakasih telah menerima saya dengan baik dan menjadi narasumber dalam
pemikiran serta selalu mendukung tingkah laku dan tindakanku.
13. Sahabat-sahabat seperjuanganku: Tomy Hidayat, Fietra Albajuri, Aminullah,
Akbar, Amir, Deny, Andrian Rizki Pratama, Harry Satya, Hendra Ari
Saputra, Dery Greastyan, Afri Ishadi, M. Eka Prasetya, Yulio Caesar, Triadi
Andani, Byu MJ, Tara, Izul. Rizki Andrean.
14. Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah menghantarkanku
menuju keberhasilan.
15. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, semangat, dan dukungan
dalam penyusunan skrisi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa
dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang
membutuhkan terutama bagi penulis. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.
Bandar Lampung, 29 Oktober 2015 Penulis,
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan
signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika dan alat
kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri tersebut kini
mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk
dengan "range" yang sangat luas. Dengan dukungan kemajuan teknologi
transportasi danentry barrier (hal-hal yang menghalangi suatu perusahaan masuk
ke bidang usaha tertentu)1 yang makin tipis dalam perdagangan internasional,
maka produk-produk tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke
berbagai negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan mampu
menjangkau seluruh strata masyarakat.
Tentu hal ini diperlukan pengawasan Kepolisian dan Badan Pengawas Obat dan
Makanan dalam mencegah dan memberantas obat dan makanan berbahaya. Peran
dan fungsi Polri dalam pencegahan peredaran obat dan makanan berbahaya tidak
hanya dititik beratkan kepada penegakan hukum tetapi juga kepada pencegahan
penyalahgunaan peredaran obat dan makanan berbahaya. Seperti tercantum dalam
UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri, Kamtibmas didefinisikan sebagai :
1
“suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkanmasyarakat.”
Sangatlah jelas bahwa penegakan hukum merupakan salah satu bagian dari tugas
tersebut. Penjelasan tersebut juga menegaskan kembali apa yang sebenarnya
menjadi tugas kepolisian, yaitu tugas preventif atau melakukan pencegahan
terhadap pelanggaran dan kejahatan atau juga memelihara ketertiban (order
maintenance) dan tugas represif yaitu melakukan penegakan hukum (law
enforcement). Sementara Badan Pengawas Obat dan Makanan berdasarkan
Keputusan Presiden RI No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, tugas,
kewenangan, susunan Organisasi Lembaga Pemerintah Non Departemen
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden RI
No.64 Tahun 2005 mempunyai tugas dan fungsi yaitu Pengkajian dan penyusunan
kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan, Pelaksanaan
kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan, koordinasi kegiatan
fungsional dalam melaksanakan tugas BPOM, dan Pemantauan, pemberian
bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan masyarakat
di bidang pengawasan obat dan makanan.
Seiring konsumsi masyarakat terhadap produk-produk tersebut cenderung terus
meningkat, Data Statistik Indonesia memperlihatkan bahwa dari tahun 2012
hingga tahun 2013 sampai 2014, rata-rata pengeluaran per kapita masyarakat
tahun 2012 meningkat sebesar 9,56 persen pada tahun 2013 dan 2014 menjadi Rp.
505.461,- per bulan.
Keberhasilan ekonomi Indonesia sebenarnya bisa juga dilihat dari pendapatan per
kapita ini meskipun pendekatannya dari sisi pengeluaran, tetapi inilah salah satu
ukuran riil mengenai besarnya pendapatan per kapita tersebut sekaligus
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan keberhasilan pembangunan
pro-rakyat. Kemudian kalau dilihat menurut kelompok barang, pengeluaran per
kapita yang meningkat tersebut memperbesar proporsi pengeluaran untuk barang
makanan. Pada tahun 2012, besarnya rata-rata pengeluaran untuk barang
non-makanan mencapai Rp 189.107,- atau sebesar 40,99 persen terhadap total
pengeluaran per bulannya. Proporsi tersebut terlihat masih bertahan pada angka 40
persen di tahun 2013 kemarin dengan besar rata-rata pengeluaran per kapita untuk
barang non-makanan mencapai Rp 206.349,- per bulan. Kondisi tersebut dapat
kita lihat sekilas dalam keseharian masyarakat Indonesia, penjual makanan
dimana-mana tetap laris, produk makanan pun semakin banyak, beragam, serta
terbungkus rapi dan memikat pembeli.2
Dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola konsumsinya.
Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat
memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak
iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi
secara berlebihan dan seringkali tidak rasional. Perubahan teknologi produksi,
sistem perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada
2
realitasnya meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan
keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau
terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi akan berskala besar
dan luas serta berlangsung secara amat cepat.3
Kasus-kasus peredaran obat dan makanan berbahaya saat ini sudah masuk taraf
yang menghawatirkan bagi para konsumen yang membelinya maupun
mengonsumsinya karena merugikan secara kesehatan pada tubuh dan
membohongi kosumen tersebut. Seperti contoh kasus Makanan kadaluarsa beredar
di swalayan. Setelah menemukan buah-buahan mengandung formalin, kali ini
Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) Bandar Lampung kembali
menemukan makanan kadaluarsa dan tanpa izin edar di Supermarket Giant Mall
Kartini.4
Kepala Pemeriksaan dan Penyidikan Makanan BPOM Lampung Ramadhan
mengatakan, hasil sidak kali ini BPOM kembali menemukan ada makanan yang
kadaluarsa, makanan kemasan kaleng yang penyok-penyok diperjualbelikan di
swalayan. “Tim satu menemukan beberapa produk tanpa izin edar dan ekspire
yang ditemukan di supermarket Giant kita menemukan produk tanpa izin edar,
BPOM meminta swalayan yang memperjualkan produk tanpa memenuhi syarat
itu untuk segera memusnahkannya. Jika tidak akan memberi sanksi serius pada
swalayan tersebut, ” jelasnya saat melakukan sidak di supermarket Giant Kartini.
3
http://www.pom.go.id/new/index.php/browse/artikel/04-08-2014/04-08-2015/1 diiakses pada tanggal 3 Agustus 2015 pukul 10.00 Wib
4
BPOM juga menghimbau pada masyarakat untuk jeli dalam membeli dan
mengkonsumsi produk, perhatikan masa berlakunya dan kemasannya jika rusak,
jelang hari Raya ini biasanya banyak pedagang yang nakal yang sengaja
mengeluarkan produk-produk tidak layak kembali dijual, yang harus lebih
hati-hati saat memesan parsel semua produk kaleng harus dilihat tanggal kadaluarsa
dan bentuk kemasan makanannya. Sementara, Manager Giant, Hery Daryono,
mengakui keteledorannya, dan dirinya benar-benar minta maaf atas keteledoran
tersebut.”Saya benar-benar tidak tahu kalau ada barang expired, dan itu murni
bukan disengaja, kalau masih ada barang kadaluarsa,”tegasnya singkat.
Bandar Lampung dengan ibukota Bandar Lampung memiliki wilayah yang relatif
luas dan menyimpan potensi kelautan, yang ditandai dengan banyaknya
pelabuhan, baik pelabuhan besar seperti Pelabuhan Panjang dan Pelabuhan
Bakauheni, dll. Selain menguntungkan masyarakat, dengan potensi tersebut,
Bandar Lampung menjadi sasaran peredaran Obat dan Makanan Ilegal. Untuk itu
menurut Roy, dibutuhkan dukungan semua pemangku kepentingan dalam
pemberantasan produk illegal yang beresiko bagi kesehatan.
Belum terwujudnya koordinasi yang maksimal antara Keopolisian dan BBPOM
Bandar Lampung dalam memberantas obat dan makanan berbahaya menjadi
problem tersendiri yang harus diperbaiki untuk kedepannya, disamping itu juga
ditemuinya beberapa faktor penghambat dalam upaya pemberantasan obat dan
makanan berbahaya, seperti kekurangan sarana dan prasarana dalam menjalankan
tugas, sikap masyarakat yang acuh atau masih lebih mementingkan barang yang
Penjualan dan peredaran makanan dan obat berbahaya melanggar hukum dan
dapat dikenakan Pasal 386 KUHP (1) Barang siapa menjual menawarkan atau
menyerahkan barang makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahuinya
bahwa itu dipalsukan, sedangkan hal itu disembunyikannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 501 ayat (1) KUHP diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus
tujuh puluh lima rupiah:
1. Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan membagikan atau
menyimpan
untuk dijual atau dibagikan, barang makanan atau minuman yang dipalsukan
atau
yang busuk, ataupun air susu dari ternak yang dapat mengganggu kesehatan;
2. Barang siapa menjual, menawarkan,menyerahkan, membagikan daging ternak
yang dipotong karena sakit atau mati dengan sendirinya tanpa izin kelola polisi
atau pejabat yang ditunjuk untuk itu.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan Pasal 41 ayat (1) dan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
menegaskan bahwa harus ada pihak yang bertanggung jawab atas keamanan
pangan (produk), jika ternyata menimbulkan kerugian kepada konsumen. Dengan
kata lain, memberi pertanggungjawaban adalah kewajiban produsen. Dasar
pertanggungjawaban produsen dapat juga dilihat dalam Pasal 41 ayat (4)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 yang mengatur bahwa: ”Selain
orang dalam badan usaha dapat membuktikan bahwa hal tersebut bukan
diakibatkan kesalahannya, maka badan usaha dan atau orang perorangan dalam
badan usaha tidak wajib mengganti kerugian”.
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis berusaha untuk
menuangkan kedalam skripsi yang berjudul : “Koordinasi Kepolisian Polda
Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar
Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penulisan ini
adalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar
Pengawas
Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran
obat dan makanan berbahaya ?
b. Apa faktor penghambat Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas
peredaran obat dan makanan berbahaya ?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup masalah mengambarkan luasnya cakupan lingkup penelitian yang
akan dilakukan. Ruang lingkup masalah dibuat untuk mengemukakan batas
luasnya cakupan permasalahan yang akan dibahas, maka ruang Lingkup penelitian
skripsi ini terbatas pada bidang hukum pidana formil yang termasuk bagian dari
kajian Hukum Pidana yang ruang lingkupnya membahas Koordinasi Kepolisian
Polda Lampung Dan Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan Bandar Lampung
Untuk Memberantas Tindak Pidana Peredaran Obat Dan Makanan Berbahaya.
Tempat penelitian skripsi ini adalah pada wilayah hukum Polda Lampung dan
Badan Pengawas Obat dan Makanan Bandar Lampung.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas maka tujuan adanya penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui peran Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar
Pengawas
Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung dalam koordinasi untuk
memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya.
b. Untuk mengetahui dan memahami faktor penghambat koordinasi Kepolisian
Polda
Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar
Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu
pengetahuan hukum khususnya di dalam Hukum Pidana, dalam rangka
memberikan penjelasan mengenai Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan
Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk
memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya dan faktor penghambat
Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan
makanan berbahaya.
b. Kegunaan Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi
rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan Hukum Pidana
khususnya
pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dan masyarakat umum mengenai
Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan
makanan berbahaya.
D. Kerangka Teoritis dan Koseptual
Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis,kerangka acuan dan bertujuan untuk
mengidentifikasikan terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.5
Kerangka teoritis merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara,
aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi acuan,
landasan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau
penulisan.6Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
a. Teori Koordinasi
Koordinasi pada dasarnya adalah kegiatan menyesuaikan diri dari bagian satu
sama lain dan gerakan serta pengerjaan bagian pada saat yang tepat, sehingga
masing-masing apat memberikan sumbangan yang maksimal pada hasil secara
keutuhan. Sedangkan tujuan dari koordinasi adalah mengupayakan agar kinerja
setiap unit menjadi teratur, meminimalisir terjadinya kekacauan, sehingga tujuan
dari organisasi dapat tercapai.7
Terdapat unsur penting untuk pengertian koordinasi, yakni pertama, suatu
kelangsungan, keharmonisan, untuk mencapai tujuan, yang dapat dicapai melalui
kepemimpinan, organisasi dan administrasi. Kedua, penyusunan usaha-usaha
kelompok di dalam suatu kelangsungan dan keteraturan sikap sehingga
menciptakan kesatuan tindakan dalam penguasaan tercapainya tujuan bersama.8
5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Press, 1986, hlm. 125. 6
Abdulkadir Muhammad,Hukum dan Penelitan Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 73.
7
Nugroho Eko Bintoro,Pengantar Manajemen Modern,Jakarta, Rajawali Pers, 2006, hlm. 23. 8
Koordinasi merupakan usaha mengadakan kerjasama yang erat dan efektif antara
aparat penegak hukum. Pelaksanaan koordinasi dapat dilakukan sesuai dengan
lingkup dan arah sebagai berikut:
1) Koordinasi Menurut Lingkupnya
Koordinasi menurut lingkupnya terdiri dari internal dan eksternal. Internal adalah
koordinasi antar pejabat atau antar unit dalam satu organisasi dan eksternal yaitu
koordinasi antar pejabat dari bagian organisasi atau antar organisasi.
2) Koordinasi Menurut Arahnya
Koordinasi menurut arahnya terdiri dari horizontal dan vertical. Horizontal yaitu
koordinasi antar pejabatatau antar unit yang mempunyai tingkat hierarki yang
sama
dalam suatu organisasi dan agar pejabat dari organisasi-organisasinya yang
sederajat atau organisasi yang setingkat. Vertikal yaitu koordinasi antara
pejabat-pejabat dan unit-unit tingkat bawah oleh pejabat-pejabat atasannya atau unit tingkat
atasannya langsung, juga cabang-cabang suatu organisasi oleh organisasi
induknya.9
Koordinasi dengan konteks pelaksanaannya dapat dikelompokkan menjadi
koordinasi formal dan informal, sebagai berikut:
1) Koordinasi Formal
Koordinasi formal adalah koordinasi yang dilaksanakan seara formal atau resmi
dan harus mengacu pada ketentuan atau peraturan yang menghubungkan relasi
antar kedua organisasi atau lembaga tersebut.
9
2) Koordinasi Informal
Koordinasi Informal adalah koordinasi yang tidak dilaksanakan secara formal,
tetapi bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi
secara bersama-sama.10
b. Teori Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Hukum pada hakikatnya adalah perlindungan kepentingan manusia, yang
merupakan pedoman tentang bagaimana sepatutnya orang harus bertindak. Akan
tetapi hukum tidak sekedar merupakan pedoman belaka, perhiasan atau dekorasi.
Hukum harus ditaati, dilaksanakan, dipertahankan dan ditegakkan. Pelaksanaan
hukum dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, mempunyai arti yang sangat
penting, karena apa yang menjadi tujuan hukum justru terletak pada pelaksanaan
hukum itu. Ketertiban dan ketentraman hanya dapat diwujudkan dalam kenyataan
kalau hukum dilaksanakan.
Bekerjanya Kepolisian Polda Lampung Dan Balai Besar Pengawas Obat Dan
Makanan Bandar Lampung dalam Memberantas Tindak Pidana Peredaran Obat
Dan Makanan Berbahaya tentunya akan menghadapi berbagai hambatan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Soerjono Soekanto bahwa terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum yaitu, sebagai berikut:
10Ibid,
1. Faktor hukumnya itu sendiri.
2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana hokum tersebut berlaku atau
ditetapkan
5. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Kelima faktor ini saling berkaitan satu dengan yang lain sebagai esensi dari
penegakan hukum dan tolok ukur efektivitas penegakan hukum, yang dijelaskan
di depan.11
2. Konseptual
Kerangka konseptual adalah susunan dari beberapa konsep sebagai satu kebulatan
yang utuh, sehingga terbentuk suatu wawasan untuk dijadikan landasan, acuan,
dan pedoman dalam penelitian atau penulisan.12 Sumber Konsep adalah
undang-undang, buku/karya tulis, laporan penelitian, ensiklopedia, kamus, dan
fakta/peristiwa. Agar tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok permasalahan,
maka dibawah ini penulis memberikan beberapa konsep yang dapat dijadikan
pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan diuraikan
berbagai istilah sebagai berikut:
a. Koordinasi
11
Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.8-10
12
Kordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha bersama untuk
memperoleh
kesatuan tindakan dalam usaha pencapaian tujuan bersama pula.13
b. Kepolisian
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga
polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 Ayat 1
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia).
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2).
c. Badan Pengawas Obat dan Makanan
Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat Badan POM adalah
lembaga
pemerintah yang bertugas melakukan regulasi, standardisasi, dan sertifikasi
produk
makanan dan obat yang mencakup keseluruhan aspek pembuatan, penjualan,
penggunaan, dan keamanan makanan, obat-obatan, kosmetik dan produk
lainnya.
d. Tindak Pidana
Tindak Pidana adalah sebagai aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa
Pidana.14
13
Sondang P. Siagian,Pengantar Studi Organisasi dan Manajemen, Jakarta: Rajawali Pers,2003, hlm. 13.
14
e. Obat dan Makanan
Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan
Obat
dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia Obat dan Makanan adalah obat, obat
tradisional, obat kuasi, kosmetika, suplemen kesehatan, danpangan olahan.
Obat
adalah obat jadi termasuk produk biologi, yang merupakan bahan atau paduan
bahan digunakan untuk mempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan
dan peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan pendekatan pemikiran mengenai hal-hal apa saja yang
menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini penulisan menyusun terdiri dari 5
(lima) BAB, yaitu:
I. PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan,
perumusan masalah dan ruang lingkup, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini merupakan pemahaman kedalam pengertian-pengertian umum serta pokok
bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang akan digunakan sebagai
bahan studi perbandingan antara teori yang berlaku dengan kenyataannya yang
berlaku dalam praktek.
III. METODE PENELITIAN
Bab ini merupakan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
yang berisi metode penelitan, sumber dan jenis data, penentuan narasumber,
prosedur pengumpulan dan pengolahan data, dan analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang disertai dengan uraian
mengenai hasil penelitian yang merupakan paparan uraian atas permasalahan yang
ada.
V. PENUTUP
Bab ini merupakan penutup dari penulisan skripsi yang berisikan secara singkat
hasil pembahasan dari penelitian dan beberapa saran dari peneliti sehubungan
dengan masalah yang dibahas, memuat lampiran-lampiran, serta saran-saran yang
A. Pengertian Koordinasi
Koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan
jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan
suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.
Koordinasi merupakan kegiatan untuk mengimbangi dan menggerakan tim
dengan membeikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing
dan menjaga agar kegiatan ini dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.1
Koordinasi atau dalam bahasa Inggris coordination, berasal dari bahasa latin,
yaknicum yang berarti berbeda-beda, dan ordinareyang berarti penyusunan atau
penempatan sesuatu pada keharusannya.2 Dalam kamus besar Indonesia,
koordinasi diartikan sebagai perihal mengatur suatu organisasi atau kegiatan
sehingga peraturan dan tindakan yg akan dilaksanakan tidak saling bertentangan
atau simpang siur.
Menurut Ndraha dalam bukunya yang berjudul Kybernology, Koordinasi dapat
didefinisikan sebagai proses penyepakatan bersama secara mengikat berbagai
1
Malayu SP Hasibuan,Organisasi dan Manajemen,Jakarta, Rineka Cipta, 2007, hlm. 86. 2
kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga di sisi yangsatu
semua kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan yangtelah
ditetapkan dan di sisi lain keberhasilan yang satu tidakmerusak keberhasilan yang
lain.3
Koordinasi merupakan usaha mengadakan kerjasama yang erat dan efektif antara
aparat penegak hukum. Pelaksanaan koordinasi dapat dilakukan sesuai dengan
lingkup dan arah sebagai berikut:
1) Koordinasi Menurut Lingkupnya
Koordinasi menurut lingkupnya terdiri dari internal dan eksternal. Internal adalah
koordinasi antar pejabat atau antar unit dalam satu organisasi dan eksternal yaitu
koordinasi antar pejabat dari bagian organisasi atau antar organisasi.
2) Koordinasi Menurut Arahnya
Koordinasi menurut arahnya terdiri dari horizontal dan vertical. Horizontal yaitu
koordinasi antar pejabatatau antar unit yang mempunyai tingkat hierarki yang
sama
dalam suatu organisasi dan agar pejabat dari organisasi-organisasinya yang
sederajat atau organisasi yang setingkat. Vertikal yaitu koordinasi antara
pejabat-pejabat dan unit-unit tingkat bawah oleh pejabat-pejabat atasannya atau unit tingkat
atasannya langsung, juga cabang-cabang suatu organisasi oleh organisasi
induknya.4
Koordinasi dengan konteks pelaksanaannya dapat dikelompokkan menjadi
koordinasi formal dan informal, sebagai berikut:
3
Taliziduhu Ndraha,Kybernologi Ilmu Pemerintahan Baru. Jakarta, PT Rineka Cipta, Tahun 2003, hlm. 291.
4
1) Koordinasi Formal
Koordinasi formal adalah koordinasi yang dilaksanakan seara formal atau resmi
dan harus mengacu pada ketentuan atau peraturan yang menghubungkan relasi
antar kedua organisasi atau lembaga tersebut.
2) Koordinasi Informal
Koordinasi Informal adalah koordinasi yang tidak dilaksanakan secara formal,
tetapi bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi
secara bersama-sama.5
B. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian Republik Indonesia
1. Definisi Kepolisian Negara Republik Indonesia
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk
mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan,pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya
ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
2. Fungsi dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi
pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
5Ibid,
Berdasarkan Pasal 3 disebutkan bahwa pengemban fungsi kepolisian adalah
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh:
a. Kepolisian khusus;
Kepolisian khusus adalah instansi dan/atau badan Pemerintah yang oleh atau
atas kuasa undang-undang (peraturan perundang-undangan) diberi wewenang
untuk melaksanakan fungsi kepolisian dibidang teknisnya masing-masing.
Wewenang bersifat khusus dan terbatas dalam "lingkungan kuasa soal-soal"
(zaken gebied) yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar hukumnya. Contoh "kepolisian khusus" yaitu Balai Pengawasan
Obat dan Makanan (Ditjen POM Depkes), Polsus Kehutanan, Polsus di
lingkungan Imigrasi dan lain-lain.
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
c. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa adalah suatu bentuk pengamanan yang
diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang
kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik
Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang
jasa pengamanan. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan
kepolisian terbatas dalam "lingkungan kuasa tempat" (teritoir gebied/ruimte
gebied) meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan
pendidikan. Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan di pemukiman,
satuan pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan pengamanan pada
pertokoan. Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan
fungsi kepolisian sesuai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing.
Menurut Pasal 5 disebutkan bahwa kepolisian merupakan alat negara yang
berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kepolisian
Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu
kesatuan dalam melaksanakan peran:
a. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat
sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional
dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya
keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman,
yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan
kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala
bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat
meresahkan masyarakat.
b. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
terjaminnya
keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta
terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan
bangsa
3. Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, tugas pokok Kepolisian adalah:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Menegakkan hukum;
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia tersebut bertugas sebagai
berikut:
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan
masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium
forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup
dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam
lingkup tugas kepolisian;
Menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, wewenang Kepolisian adalah:
a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;
b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu
ketertiban umum;
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; antara lain pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan
narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah darat,
dan pungutan liar.
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan
dan kesatuan bangsa; Aliran yang dimaksud adalah semua atau paham yang dapat
menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa antara
lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan falsafah dasar Negara Republik
Indonesia.
e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan kepolisian; f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam
rangka pencegahan;
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti;
j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka
pelayanan masyarakat;
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Selain itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan lainnya berwenang:
a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian dan kegiatan lainnya; b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;
f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badanusaha di
bidang jasa pengamanan;
g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas
pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;
i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang
berada di
wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;
k. Melaksanakan kewenangan lain termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.
C. Tinjauan Umum tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
1. Lembaga Negara Non-Departemen
Lembaga negara secara terminologis bukanlah konsep yang memiliki istilah
tunggal dan seragam, dalam kepustakaan Inggris, untuk menyebut lembaga negara
digunakan istilahPolitical Institution,sedangkan dalam terminologi dalam bahasa
Belanda terdapat istilah Staat Oranen, sementara itu dalam bahasa Indonesia
menggunakan istilah Lembaga Negara, Badan Negara atau Organ Negara.6
Menurut Kamus Hukum Fockema Andreae yang diterjemahkan oleh Saleh Dinata
dkk, kata organ negara di artikan sebagai berikut7:
Organ adalah perlengkapan. Alat Perlengkapan adalah orang atau majelis terdiri
dari orang-orang yang berdasarkan undang-undang atau anggaran dasar yang
6
Hasil diskusi “ EksistensiSistem Kelembagaan Negara Pasca Amendemen UUD1945” KRHN, Jakarta 9 September 2004
7
berwenang melakukan dan merealisasikan kehendak badan hukum. selanjutnya
negara dan badan pemerintahan rendah memiliki perlengkapan mulai dari raja
(presiden) sampai pegawai yang rendah, para pejabat tersebut dapat dianggap
sebagai alat perlengkapan. Akan tetapi perkataan ini lebih banyak dipakai untuk
badan pemerintahan tinggi dan dewan pemerintahan yang mempunyai wewenang
yang diwakilkan secara teratur dan pasti.
Dengan demikian maka secara difinitif dapat dikatakan alat-alat kelengkapan
suatu negara atau yang lazim disebut lembaga negara adalah institusi–
institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara. Selanjutnya
berdasarkan teori-teori klasik mengenai negara setidaknya terdapat beberapa
fungsi negara yang penting seperti membuat kebijakan peraturan
perundang-undangan (legislatif), fungsi melaksanakan peraturan atau fungsi penyelenggaraan
pemerintahan (eksekutif) dan fungsi mengadili atau yudikatif.8
Alat kelengkapan negara berdasarkan teori–teori klasik hukum negara meliputi
kekuasaan eksekutif dalam hal ini bisa presiden atau perdana menteri atau raja,
kekuasaanlegislatifdalam hal ini disebut parlemen atau dengan nama lain disebut
dewan perwakilan rakyat dan kekuasaan yudikatif seperti mahkamah agung atau
suprame court, setiap organ- organ tersebut bisa memiliki organ-organ lain untuk
membantu melaksanakan fungsinya, seperti eksekutif dibantu oleh
menteri-menteri yang bisa mempimpin departemen tertentu.
8
Secara Konseptual tujuan diadakannya lembaga-lembaga kelengkapan negara
adalah selain untuk menjalankan fungsi negara juga melaksanakan fungsi
pemerintahan secara aktual, dengan kata lain lembaga-lembaga negara ini harus
membentuk satu kesatuan proses yang satu dengan lainnya harus saling
berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara atau istilah yang
digunakan Prof Sri Soemantri adalahactual governmentalprocces.9
Dengan Kenyataan bahwa secara konstitusional negara Indonesia menganut
prinsip ”Negara hukum yang dinamis” atauwelfare State, maka dengan sendirinya
tugas pemerintah Indonesia menjadi begitu luas.10 Pemerintah wajib berusaha
memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam segala bidang kehidupan,
baik politik, ekonomi, maupun pangan, dan untuk itulah pemerintah memiliki
kewenangan ( freis Hermansen) untuk turut campur dalam berbagai bidang
kegiatan dalam masyarakat, guna terwujudnya kesejahteraan sosial masyarakat
seperti melakukan pengaturan dalam kegiatan-kegiatan masyarakat dengan
memberikan izin, lisensi, dispensasi dan lain-lain bahkan melakukan pencabutan
hak-hak tertentu dari warga negara karena diperlukan oleh umum
Dengan demikian berarti walaupun lembaga-lembaga negara tersebut
beda termasuk pula dalam prakteknya diadopsi oleh negara di dunia ini berbeda-
berbeda-beda, secara konsep lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dan memiliki
relasi-relasi sedemikian rupa sehingga membentuk satu kesatuan yang merelisasikan
secara praktis fungsi negara untuk mewujudkan tujuan negara.
9
Sri Soemantri.1986,Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD1945, Alumni, Bandung hlm. 59
10
Berdasarkan alas hukum bentuknya maka lembaga negara tersebut dapat
digolongkan menjadi tiga:11
a. Pembentukan Lembaga Negara Melalui UUD 1945.
b. Pembentukan Lembaga Negara Melalui Undang-undang.
c. Pembentukan Lembaga Negara melalui Keputusan Presiden.
2. Sejarah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Sebagai institusi pengawas obat dan makanan di Indonesia, Badan Pengawas Obat
dan Makanan atau yang biasa disingkat menjadi Badan POM berupaya untuk
meningkatkan kinerjanya dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Ekspektasi masyarakat untuk mendapat perlindungan yang semakin baik
merupakan salah satu determinan utama mengapa Badan POM harus
meningkatkan pelayanannya. Salah satu pelayanan publik yang diberikan Badan
POM adalah pemberian persetujuan impor obat dan makanan. Berdasarkan
peraturan perundang-undangan tersebut, Badan POM melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang Pengawasan Obat dan Makanan. Pengawasan Obat dan
Makanan yang merupakan bagian integral dari upaya pembangunan kesehatan di
Indonesia. Peredaran produk obat dan makanan illegal dan palsu kian marak di
Indonesia baik yang datang dari dalam maupun luar negeri dan belum ada
kesadaran penuh dari masyarakat bahwa menjaga kesehatan adalah sesuatu yang
wajib dilakukan oleh diri sendiri, sedangkan institusi terkait yang mengawasi
11
Firmansyah DKK, 2005,Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan antara LembagaNegara,
peredaran obat dan makanan belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan efektif
selain itu juga lebih menonjolkan upaya penindakannya dibandingkan
upaya-upaya preventif.
Badan POM dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013. Berdasarkan
peraturan perundang-undangan tersebut, Badan POM melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang Pengawasan Obat dan Makanan. Badan POM didirikan
berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 tahun 2000 yang kemudian diubah
dengan Keppres No. 103 tahun 2002. Pada tahun 2002, 16 laboratorium dari 26
laboratorium pengujian Balai POM telah terakreditasi ISO 17025:2005 oleh
Komisi Akreditasi Nasional (KAN) Badan Standarisasi Nasional (BSN). Di tahun
2003 Badan POM mendapat penghargaan Indonesia Information Communication
Technology (ICT) Award 2002 sebagai juara III atas pengelolaan situs kategori
Lembaga Non Departemen. Pada tahun 2004, Badan POM
mengoperasionalisasikan 12 pos POM untuk perpanjangan tangan Balai Besar
atau Balai POM di daerah tertentu termasuk wilayah administratif propinsi baru,
bandar udara, pelabuhan dan daerah perbatasan. Di tahun 2005, Badan POM
meluncurkan Pusat Informasi Obat Nasional (PIONas) yang berfungsi sebagai
penapis informasi produk terapetik atau obat. Badan POM menyelenggarakan
Sidang Asean Consultative Committee for Standard and Quality Pharmaceutical
Product Working Group (ACCSQ P-PWG) ke-12 di tahun 2006, ACCSQ
perdagangan antar negara ASEAN. Indonesia ditunjuk sebagai “lead country”
untuk Pharmaceutical Quality dan Product Information. Di tahun 2007 Badan
POM dan beberapa stakeholdersterkait melakukan tahap uji coba awalIndonesia
National Single Window (INSW). Kemudian di tahun 2008 sebagai usaha
memberantas obat palsu, Badan POM bekerjasama dengan sekretariat ASEAN,
WHO dan Interpol, dengan mengadakan 1st Asean-China Conference on
Combating Counterfelt Medical Products di Jakarta pada tanggal 13-15
November 2007. Di tahun 2008 diadakan pertemuan bilateral Indonesia dengan
United States Trade Representative melalui Digital Video Conference/DVC pada
tanggal 10 Desember 2008 membahas mengenai WG on Trade in Agricultural
and Industrial Goods.
Pada tahun 2009 mengadakan peresmian pusat layanan publik satu atap Badan
POM, peluncuran program laboratorium keliling dan Badan POM
mengembangkan e-BPOM yang terkoneksi dengan INSW. Di tahun 2010 Badan
POM mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas kinerja
tahun 2010, BPOM terhubung dengan portal INSW pada tahap implementasi
nasional, Unit penilaian kemanan pangan Badan POM mendapatkan peringkat
ke-6 dari 353 unit pelayanan publik tingkat pusat dan daerah pada survey yang
dilakukan KPK terkait integritas pelayanan publik, kemudian mendapatkan
penghargaan Madya Citra Pelayanan Prima dan Kemenpan untuk pelayanan
publik. Lalu di tahun 2011 Badan POM meresmikan Layanan Pengadaan Secara
System (QMS) di Badan POM dan 20 Balai Besar atau Balai POM seluruh
Indonesia pada Oktober 2011.12
3. Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Gambar 3.3 Struktur Organisasi Badan POM RI
12
Adapun gambaran dari Struktur Organisasi Humas yang ada di Badan POM,
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 5
Tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara pengisian Jabatan Pimpinan tinggi madya
dan pratama di lingkungan badan pengawas obat dan makanan adalah sebagai
berikut :
Gambar 3.4 Struktur Organisasi Humas Badan POM
4. Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Visi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) :
Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing
Bangsa.
Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) :
1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat
2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan
Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan.
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM.
5. Tugas, Fungsi dan Wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
a. Tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Secara umum tugas BPOM berdasarkan pada Pasal 67 Keputusan Presiden No.
103 Tahun 2001, Badan POM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-Undangan yang berlaku.
Secara khusus dalam Pasal 2 Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 , maka Tugas
harian BPOM dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di
bidang pengawasan obat dan makanan, yang meliputi pengawasan atas produk
terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk
komplemen serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya.
b. Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Badan BPOM mempunyai fungsi Utama :
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan
Makanan.
2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM.
4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi
5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bindang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.13
Sesuai Pasal 3 Peraturan Kepala Badan POM No. 14 Tahun 2014, Unit Pelaksana
Teknis di lingkungan Badan POM mempunyai fungsi :
1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif, obat tradisional, kosmetik,
produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
3. Pelaksanaan pemeriksaanlaboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk
secara mikrobiologi.
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi
5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang
ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10.Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala BadanPengawas Obatdan
Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.
C. Wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan
13
Sesuai Pasal 69 Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Badan POM memiliki
kewenangan :
1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya,
2. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara
makro.
3. Penetapan sistem informasi di bidangnya.
4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk
makanan dan penetapan pedoman peredaran Obat dan Makanan.
5. Pemberi izin dan pengawasan peredaran Obat serta pengawasan industri
farmasi.
6. Penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan pengawasan
tanaman Obat.
D. Tinjauan Umum Tentang Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana
1. Istilah Tindak Pidana
Pada dasarnya semua istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa
Belanda : ‘Strafbaar Feit’, sebagai berikut:14
1. Delik (delict). 2. Peristiwa pidana. 3. Perbuatan pidana.
4. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum. 5. Hal yang diancam dengan hukum.
6. Perbuatan yang diancam dengan hukum
7. Tindak Pidana (Sudarto dan diikuti oleh pembentuk undang-undang sampai sekarang).
14
Jadi, Istilah tindak pidana sebagai terjemahan dari “Strafbaar feit” merupakan
perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yang diancam dengan pidana.15
2. Pengertian Tindak Pidana
Perlu dikemukakan di sini bahwa pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis
yang mempunyai arti khusus sebagai terjemahan dari bahasa Belanda "straf" yang
dapat diartikan juga sebagai "hukuman". Seperti dikemukakan oleh Moeljatno
bahwa istilah hukuman yang berasal dari kata "straf" ini dan istilah "dihukum"
yang berasal dari perkataan "wordt gestraft", adalah merupakan istilah-istilah
konvensional.16 Beliau tidak setuju dengan istilah-istilah itu dan menggunakan
istilah-istilah yang inkonvensional, yaitu "pidana" untuk menggantikan kata
"straf" dan “diancam dengan pidana" untuk menggantikan kata "wordt gestraft".
Jika "straf" diartikan "hukuman", maka strafrecht seharusnya diartikan dengan
hukuman-hukuman.17
Bassar, mempergunakan istilah “tindak pidana” sebagai istilah yang paling tepat
untuk menterjemahkan “strafbaar feit”, dengan mengemukakan alasan “istilah
tersebut selain mengandung pengertian yang tepat dan jelas sebagai istilah hukum,
juga sangat praktis diucapkan. Di samping itu pemerintah didalam kebanyakan
peraturan perundang-undangan memakai istilah tindak pidana, umpamanya
didalam peraturan-peraturan pidana khusus.18
15
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian Satu, Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, Tanpa Tahun, hlm. 74.
16
Moeljatno,Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: PT. Bima Aksara, 1993, hlm. 35. 17Ibid.
18
Mengenai beberapa pengertian tindak pidana (strafbaar feit) beberapa sarjana
memberikan pengertian yang berbeda sebagai berikut :
a. Pompe
Memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi, yaitu:
1. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang
dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk
mempertahankan tata hukum dan kesejahteraan umum.
2. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/feityang oleh
peraturan undang- undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat
dihukum. Dapatlah disimpulkan pengertian tindak pidana menurut Pompe
adalah sebagai berikut:
a) Suatu kelakuan yang bertentangan dengan (melawan hukum)
(onrechtmatigatauwederrechtelijk);
b) Suatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld
(van de overtreder)te wijten);
c) Suatu kelakuan yang dapat dihukum (stafbaar).19
b. Utrecht
Menurut Utrecht, pengertian tindak pidana yaitu meliputi perbuatan atau suatu
melalaikan maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan oleh karena
perbuatan atau melalaikan itu) "peristiwa pidana" adalah akibat yang diatur
oleh hukum.20
19
Utrecht,Hukum Pidana, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1986, hlm. 252. 20Ibid
c. Wirjono Prodjodikoro
Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana dapat digolongkan 2 (dua)
bagian, yaitu:21
1) Tindak pidana materiil.
Pengertian tindak pidana materil adalah apabila tindak pidana yang
dimaksud dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu akibat
tertentu, tanpa merumuskan ujud dari perbuatan itu.
2) Tindak pidana formil.
Pengertian tindak pidana formal yaitu apabila tindak pidana yang
dimaksud, dirumuskan sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat
yang disebabkan oleh perbuatan itu.
3. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Simons, seorang penganut aliran monistis dalam merumuskan pengertian tindak
pidana, ia memberikan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:22
1.Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuatatau membiarkan);
2. Diancam dengan pidana; 3. Melawan hukum;
4. Dilakukan dengan kesalahan;
5.Orang yang mampu bertanggungjawab.
Menurut aliran monistis, apabila ada orang yang melakukan tindak pidana, maka
sudah dapat dipidana. Sedangkan menurut aliran dualistis, belum tentu karena
harus dilihat dan dibuktikan dulu pelaku/orangnya itu, dapat dipidana atau tidak.
Aliran dualistis dalam memberikan pengertian tindak pidana memisahkan antara
21
Wiryono Prodjodikoro, Tindakan-Tindakan pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Erosco, hlm. 55-57.
22
perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Sehingga berpengaruh dalam
merumuskan unsur-unsur tindak pidana. Penganut pandangan/aliran dualistis
adalah H.B vos, WPJ. Pompe, dan Moeljatno.23
Sudarto merumuskan unsur-unsur perbuatan pidana/tindak pidana sebagai berikut:
1. Perbuatan (manusia);
2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil);
dan
3. Bersifat melawan hukum ( ini merupakan syarat materiil).24
Sedangkan untuk dapat dipidana, maka orang yang melakukan tindak pidana(yang
memenuhi unsur-unsur tersebut di atas) harus dapat dipertanggungjawaban pidana
ini melekat pada orang/pelaku tindak pidana, menurut Moeljatno unsur-unsur
pertanggungjawaban pidana meliputi:
1. Kesalahan.
2. Kemampuan bertanggungjawaab.
3. Tidak ada alasan pemaaf.25
Menurut Soedarto, sebenarnya antara kedua aliran/pandangan tersebut tidak
terdapat perbedaan yang mendasar/prinsipil. Yang perlu diperhatikan adalah bagi
mereka yang menganut aliran yang satu, hendaknya memegang pendirian itu
secara konsekuen,agar supaya tidak ada kekacauan pengertian. Dengan demikian
dalam mempergunakan istilah ”tindak pidana” haruslah pasti bagi orang lain.
Apakah istilah yang dianut menurut aliran/pandangan monistis ataukah dualistis.
23
Tri Andrisman,Op. Cit., hlm. 72. 24
Sudarto,Op. Cit., hlm. 43. 25Ibid
Dalam konsep KUHP 2008 pengertian tindak pidana telah dirumuskan dalam
Pasal 11 Ayat (1) sebagai berikut :
“Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana”. Rumusan tindak pidana menurut Pasal 11 Ayat (1)
konsep KUHP 2008 ini hampir sama dengan perumusan “perbuatan pidana”
menurut Moeljatno.
E. Pengertian Obat dan makanan
1. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan
Makanan ke dalam Wilayah Indonesia:
a. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Obat dan Makanan adalah obat, obat tradisional,
obat kuasi, kosmetika, suplemen kesehatan, danpangan olahan.
Obat adalah obat jadi termasuk produk biologi, yang merupakan bahan atau paduan bahan digunakan untuk mempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
b. Pasal 1 Ayat 5 dikatakan Produk Biologi adalah vaksin, imunosera, antigen,
hormon, enzim, produk darah dan produk hasil fermentasi lainnya (termasuk
antibodi monoklonal dan produk yang berasal dari teknologi rekombinan
keadaan patologi dalam rangka pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan
peningkatan kesehatan.
c. Pasal 1 Ayat 10 dikatakan, Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil
proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
Adapun beberapa definisi tentang obat yaitu:
a. Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993 Obat (jadi) adalah sediaan atau
paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi.
b. Menurut Ansel (1985) Obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis,
mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia
atau hewan.
c. Departement Kesehatanmerupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap
untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan
Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005).
Menurut DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) periode 2006-2009, secara internasional obat hanya dibagi