• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH MANAJEMEN PEMASARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKALAH MANAJEMEN PEMASARAN"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH MANAJEMEN PEMASARAN

MENGHADAPI PERSAINGAN

Disusun oleh :

Alifya Fitri M 14040001

Bisri Amirudin 14040005

Dini Noor Kholifah 14040011

Fitriyani 14040019

Gita Waldian 14040021

Irvan Zulkarnaen 14040026

Keke Dian Partiwa 14040028

Muthia Nurhidayah 14040037

Nurfitri 14040040

Yerly 14040053

Yuniar Dian Sanusi 14040054

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah manajemen pemasaran ini yang berjudul “Menghadapi Persaingan”.

Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah manajemen pemasaran, guna lebih mengetahui tentang menghadapi persaingan dalam manajemen pemasaran farmasi. Penulis berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat memudahkan kita semua untuk lebih memahami materi tersebut.

Terlepas dari semua itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Tangerang, 21 September 2017

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2 .Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemasaran... 3

2.2. Strategi Pemasaran... 3

2.3. Konsep Strategi Pemasaran... 3

2.4. Diferensiasi Usaha... 3

2.5. Pengembangan dan Komunikasi Strategi Penentuan Posisi 3 2.6. Strategi Pemasaran Sepanjang Daur Hidup Produk... 3

2.7. Pengembangan Tawaran Produk Baru... 3

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Aplikasi dalam Bidang Farmasi... 6

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Munculnya persaingan dalam berwirausaha merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Dengan adanya persaingan, maka wirausahawan dihadapkan pada berbagai peluang dan ancaman baik yang berasal dari luar maupun dari dalam perusahaan yang akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kelangsungan hidup usaha.

Teknologi informasi yang sangat cepat dewasa ini telah memberikan kita begitu banyak keuntungan. Semakin mudahnya kita mendapatkan informasi di mana saja dan kapan saja menunjukkan keunggulan dari teknologi informasi. Bila dulu kita hanya mengenal media cetak sebagai sarana penyebaran informasi, saat ini peran itu telah digantikan oleh media elektronik yang lebih efisien dalam hal waktu, kualitas, dan kuantitas informasi yang dapat dikirimkan.Kebutuhan akan sarana yang efisien dan efektif dalam pengaksesan sumber informasi menjadi suatu keharusan agar tetap dapat berkompetisi. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus memiliki strategi pemasaran yang tepat supaya tetap mendapatkan kepercayaan dari para konsumen serta dapat bersaing dengan para pesaing lainnya. Teknologi informasi memberikan peranan yang besar dalam aspek pengelolaan bisnis. Salah satu teknologi informasi yang sampai saat ini banyak digunakan oleh masyarakat dunia adalah internet.

Strategi bersaing yang tepat merupakan kunci keberhasilan dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis, apabila konsep strategi tidak jelas, keputusan yang diambil akan bersifat subyektif dan berdasar pada intuisi dan mengabaikan keputusan yang lain. Oleh karena itu, setiap bisnis dituntut untuk menentukan strategi-strategi yang tepat, aktif dan rasional untuk mencapai tujuan perusahaan, mengimplementasikan misinya dan unggul dalam menghadapi persaingan kompetitif dibandingkan dengan strategi-strategi pesaingnya. Untuk itu penulis menulis makalah dengan fokus kepada strategi pemasaran bisnis dalam menghadapi persaingan khususnya di bidang farmasi.

1.2.Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan diferensiasi usaha ?

2. Bagaimana pengembangan dan komunikasi strategi penentuan posisi dalam berwirausaha ?

(5)

4. Bagaimana pengembangan tawaran produk baru dalam berwirausaha ? 5. Bagaimana aplikasi menghadapi persaingan dalam bidang farmasi ?

(6)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Pemasaran

Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan pokok yang dilakukan oleh pengusaha dalam mempertahankan kelangsungan usaha, berkembang, dan memperoleh laba. Pemasaran dikembangkan dari kata pasar yang berarti sarana atau tempat berkumpulnya orang yang terlibat dalam pemasaran, dalam pengertian abstrak pemasaran diartikan sebagai suatu kegiatan, proses atau sistem keseluruhan. . Menurut Kotler & Amstrong (2008, p5), pemasaran adalah sebuah proses perusahaan menciptakan nilai untuk konsumennya dan membangun hubungan kuat dengan konsumen dengan tujuan untuk menciptakan nilai keuntungan dari konsumen.

Menurut kotler dan keller (2009,45) marketting adalah proses merencanakan dan mengeksekusi konsep, harga, promosi dan distribusi ide, produk dan jasa untuk membuat pertukaran yang memuaskan individual dan tujua organisasional.

Menurut hoffman dan bateson (2006,p421) orientasi pemasaran adalah sebuah pandangan kedepan dari sebuah perusahaan untuk merencanakan sesuatu sesuaidengan kebutuhan pasar. Fungsi pemasaran meliputi tugas-tugas seperti perncangan sebuah produk harga dan promosinya. Menurut kotler dan Amstrong (2008, p5), pemasaran adalah sebuah proses perusahaan menciptakan nilai untuk konsumennya dan membangun hubungan kuat dengan konsumen dengan tujuan untuk menciptakan nilai keuntungan dari konsumen.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah sebuah proses penciptaan nilai bagi pelanggan yang meliputi perencanaan dan penetapan harga promosi distribusi produk atau jasa unutk memenuhi kebutuhan serta

memuaskan pelanggan.

Manajemen Pemasaran adalah salah satu kegiatankegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan perusahaannya, untuk berkembang, dan untuk mendapatkan laba. Proses pemasaran itu dimulai jauh sejak sebelum barang-barang diproduksi, dan tidak berakhir dengan penjualan. Kegiatan pemasaran perusahaan harus juga memberikan kepuasan kepada konsumen jika menginginkan usahanya berjalan terus, atau konsumen mempunyai pandangan yang lebih baik terhadap perusahaan (Dharmmesta & Handoko, 1982).

(7)

konsep pemasaran, konsep pemasaran sosial, dan konsep pemasaran global. Sedangkan macam– macam sistem pemasaran dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Sistem pemasaran dengan saluran vertical. Pada sistem ini produsen, grosir, dan pengecer bertindak dalam satu keterpaduan. Tujuannya untuk mengendalikan perilaku saluran dan mencegah perselisihan antara anggota saluran

b. Sistem pemasaran dengan saluran horizontal. Pada sistem ini, ada suatu kerjasama antara dua atau lebih perusahaan yang bergabung untuk memanfaatkan peluang pemasaran yang muncul.

c. Sistem pemasaran dengan saluran ganda. Pada sistem ini beberapa gaya pengeceran dengan pengaturan fungsi distribusi dan manajemen digabungkan, kemudian dari belakang dipimpin secara sentral.

Strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran perusahaan dengan rencana, pelaksanaan dan evaluasi yang menyeluruh, terpadu dan menyatu di bidang pemasaran, yang memberikan panduan tentang kegiatan yang akan dijalankan untuk dapat tercapainya tujuan pemasaran suatu perusahaan. Dengan adanya strategi pemasaran maka implementasi pogram dalam menciptakan tujuan organisasi dapat dilakukan secara aktif, sadar, dan rasional. (Sofjan Assauri)

2.2. Strategi Pemasaran

Istilah strategi berasal dari kata Yunani strategeia (stratos = militer dan ag = memimpin) yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang jenderal. Konsep ini relevan dengan situasi zaman dulu yang diwarnai perang, sehingga membutuhkan jenderal tangguh untuk memperoleh kemenangan. Konsep strategi militer seringkali diadaptasi dalam dunia bisnis, misalnya konsep Sun Tzu, Hannibal dan Carl von Clausewitz. Dalam konteks bisnis, strategi menggambarkan arah bisnis yang mengikuti lingkungan yang dipilih dan merupakan pedoman untuk mengalokasikan sumber daya dan usaha suatu organisasi untuk menghadapi berbagai situasi (Tjiptono, 1997). Menurut Rangkuti (2005), strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.

2.3. Konsep Strategi Pemasaran

(8)

Kotler dan Amstrong (2008,p45) menyatakan bahwa strategi pemasaran adalah logika pemasaran dimana unit bisnis berharap untuk mencapai tujuan pemasranya.

Menurut Sastradipoera (2003,p38) strategi pemasaran adalah rencana untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi di bidang pemasaran. Menurut Stoner, Freeman dan Gilbert, Jr. dalam Tjiptono (1997), konsep strategi pemasaran dalam bisnis dapat didefinisikan sebagai dua perspektif yang berbeda, yaitu (1) dari perspektif apa yang perusahaan ingin lakukan (intends to do), dan (2) dari perspektif apa yang perusahaan akhirnya lakukan (eventually does) untuk mencapai misi dan menghadapi lingkungan bisnis masa depan.

2.4. Unsur-unsur Strategi Pemasaran

Strategi pemasaran terdiri atas lima unsur yang saling terkait yaitu sebagai berikut: 1. Pilihan pasar yaitu memilih pasar yang akan dilayani. Keputusan ini berdasarkan pada

faktor persepsi terhadap fungsi produk dan pengelompokan teknologi yang dapat diproteksi dan di dominasi, keterbatasan sumber daya internal yang mendorong perlunya pemusatan yang lebih sempit. Pengalaman komulatif yang di dasarkan pada

trial dan error di dalam menanggapi peluang dan tantangan dan kemampuan khusus yang berasal dari akses terhadap sumber daya langka atau pasar yang terproteksi.

2. Perencanaan produk, meliputi produk spesifik yang dijual pembentukan lini produk, dan penawaran individual pada masing lini.

3. Penetapan harga yaitu menentukan harga yang dapat mencerminkan nilai kuantitatif dari produk kepada pelanggan.

4. Sistem distribusi yaitu perdagangan grosir dan eceran yang melalui produk hingga konsumen akhir yang membeli dan menggunakanya.

5. Komunikasi pemasaran (promosi) yang meliputi periklanan, personal selling, promosi penjualan, direct marketing, dan public relation (Philip Kotler).

Didalam strategi pemasaran perusahaan erat kaitannya dengan 3 kekuatan dasar utama yang meliputi: Pelanggan (Cutomer), Perusahaan (Corporation) dan Persaingan/ Kompetisi (Competition). Menurut Guiltinan dan Paul (1992), definisi strategi pemasaran adalah pernyataan pokok tentang dampak yang diharapkan akan dicapai dalam hal permintaan pada target pasar yang ditentukan sesuai dengan segmentasi(Segmentation). 2.5. Bentuk-bentuk Strategi Pemasaran

(9)

Menurut Solomon dan Elnora (2003:221), segmentasi adalah ”The process of dividing a larger market into smaller pieces based on one or more meaningful, shared characteristic”. Dengan melaksanakan segmentasi pasar, kegiatan pemasaran dapat dilakukan lebih terarah dan sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat digunakan secara lebih efektif dan efisien dalam rangka memberikan kepuasan bagi konsumen. Selain itu perusahaan dapat melakukan program-program pemasaran yang terpisah untuk memenuhi kebutuhan khas masing-masing segmen. Ada beberapa variabel segmentasi yaitu:

1. Demografis. Segmentasi ini dilakukan dengan membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan variabel demografis sepert: Usia, jenis kelamin, besarnya keluarga, pendapatan, ras, pendidikan, pekerjaan, geografis.

2. Psikografis. Segmentasi ini dilakukan dengan membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok yang berlainan menurut kelas sosial, gaya hidup, kepribadian, dan lain-lain. Informasi demografis sangat berguna, tetapi tidak selalu menyediakan informasi yang cukup untuk membagi konsumen ke dalam segmen-segmen, sehingga diperlukan segmen berdasarkan psychografis untuk lebih memahami karakteristik konsumen.

3. Perilaku. Segmentasi ini dilakukan dengan membagi konsumen ke dalam segmen-segmen berdasarkan bagaimana tingkah laku, perasaan, dan cara konsumen menggunakan barang/situasi pemakaian, dan loyalitas merek.

Cara untuk membuat segmen ini yaitu dengan membagi pasar ke dalam pengguna dan non-pengguna produk. Langkah dalam mengembangkan segmentasi yaitu:

1. Mensegmen pasar menggunakan variabel-variabel permintaan, seperti kebutuhan konsumen, manfaat yang dicari, dan situasi pemakaian.

2. Mendeskripsikan segmen pasar yang diidentifikasikan dengan menggunakan variabel-variabel yang dapat membantu perusahaan memahami cara melayani kebutuhan konsumen tersebut dan cara berkomunikasi dengan konsumen.

Langkah dalam mengembangkan targeting yaitu:

1. Mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen dengan menggunakan variable-variabel yang dapat mengkuantifikasi kemungkinan permintaan dari setiap segmen, biaya melayani setiap segmen, dan kesesuaian antara kompetensi inti perusahaan dan peluang pasar sasaran.

(10)

Menurut Solomon, dan Elnora (2003:235), Positioning ialah “Developing a marketing strategy aimed at influencing how a particular market segment perceives a good or service in comparison to the competition”. Ada beberapa positioning yang dapat dilakukan:

1. Positioning berdasarkan perbedaan produk. Pendekatan ini dapat dilakukan jika produk suatu perusahaan mempunyai kekuatan yang lebih dibandingkan dengan pesaing dan konsumen harus merasakan benar adanya perbedaan dan manfaatnya.

2. Positioning berdasarkan atribut produk atau keuntungan dari produk tersebut.Pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan atribut apa yang dimiliki suatu produk dan manfaat yang dirasakan oleh kosumen atas produk tersebut.

3. Positioning berdasarkan pengguna produk. Pendekatan ini hampir sama dengan targeting dimana lebih menekankan pada siapa pengguna produk.

4. Positioning berdasarkan pemakaian produk. Pendekatan ini digunakan dengan membedakan pada saat apa produk tersebut dikonsumsi.

5. Positioning berdasarkan pesaing. Pendekatan ini digunakan dengan membandingkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh pesaing sehingga konsumen dapat memilih produk mana yang lebih baik.

6. Positioning berdasarkan kategori produk. Pendekatan ini digunakan untuk bersaing secara langsung dalam kategori produk, terutama ditujukan untuk pemecahan masalah yang sering dihadapi oleh pelanggan.

7. Positioning berdasarkan asosiasi. Pendekatan ini mengasosiasikan produk yang dihasilkan dengan asosiasi yang dimiliki oleh produk lain. Harapannya adalah sebagian asosiasi tersebut dapat memberikan kesan positif terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

8. Positioning berdasarkan masalah. Pendekatan ini digunakan untuk menunjukkan kepada konsumen bahwa produk yang ditawarkan memiliki positioning untuk dapat memecahkan masalah.

Langkah dalam mengembangkan strategi positioning yaitu:

1. Mengidentifikasi Keunggulan Kompetitif. Jika perusahaan dapat menentukan posisinya sendiri sebagai yang memberikan nilai superior kepada sasaran terpilih, maka ia memperoleh keunggulan komparatif.

(11)

3. Perusahaan harus mengevaluasi respon dari target market sehingga dapat memodifikasi strategi bila dibutuhkan.

2.6. Macam-macam Strategi Pemasaran

Strategi pamasaran secara umum dapat dibedakan menjadi tiga jeis, yaitu:22

a. Strategi pemasaran yang tidak membeda-bedakan pasar (Undifferentiated marketing). b. Strategi pamasaran yang membeda-bedakan pasar (Differentiated marketing).

c. Strategi pemasaran yang ekonsentrasi (Concentrated marketing).

2.7. Manfaat Strategi Pemasaran

Strategi pasar ini akan dapat ditetapkan segmen pasar tertentu yang akan dijalankan sebagai target pasar perusahaan. Dengan melakukan pasar, ada beberapa manfaat yang mungkin diraih perusahaan, antara lain:23

1. Perusahaan dapat membandingkan segmen pasar yang terbaik bagi perusahaan. Yaitu dengan memperhatikan kemampuan perusahaan serta segmen pasar yang sudah jenuh dan potensi saingan.

2. Perusahaan dapat menyesuaikan kegiatan promosi dan kegiatan pemasaran lainnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing segmen pasar.

3. Perubahan dapat memperoleh masukan yang dapat digunakan untuk menyusun kebijaksanaan pemasaran.

Pada dasarnya segmen pasar yang belum dilayani atau belum terlayani secara maksimal dan sesuai dengan karakteristik perusahaan merupakan pasar yang potensi untuk dimasuki. Oleh karena itu, perlu diambil tindakan-tindakan sebagai berikut:

1. Menyelidiki luas dan potensi setiap segmen pasar yang hendak dimasuki. 2. Menyelidiki atribut yang diutamakan untuk setiap segmen pasar.

3. Menyelidiki potensi setiap produk yang sama dipasar.

4. Menyelidiki segmen pasar mana yang mungkin untuk dilayani perusahaan.

2.8. Strategi Diferensiasi

(12)

Menurut Catur Sugiyanto (2007) diferensiasi berarti bahwa suatu produk atau jasa memiliki tidak saja keberbedaan dengan produk atau jasa yang sudah ada, melainkan juga merupakan titik keunggulan dibandingkan yang lainnya itu. Tetapi, diferensiasi tidak berarti ‘asal berbeda’, sehingga kalau sudah berbeda berarti pasti memiliki titik keunggulan yang dimaksud. Dengan menerapakan strategi diferensiasi, perusahaan akan dapat memperoleh keunggulan diferensiasif perusahaan.

Hal ini sesuai dengan penelitian Ferdinand (2003) yang menyatakan bahwa keunggulan diferensiasi bawaan suatu perusahaan dapat digambarkan sebagai posisi unik yang dikembangakan oleh sebuah perusahaan, hal ini juga berlaku bagi para pesaing. Keunggulan diferensiasif dapat dicapai melalui pemanfaatan berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam memberikan produk dan layanan yang diferensiasif. Kotler (2006), menjelaskan bahwa keunggulan bersaing sebuah perusahaan salah satunya dengan perbedaan (differentition) tawaran perusahaan yang akan memberikan nilai lebih kepada konsumen ketimbang yang dibawakan pesaing. Penawaran perusahaan kepada pasar dapat di diferensiasikan, diantaranya :

1. Diferensiasi Produk

Dalam diferensiasi produk, produk memiliki arti atau nilai bahwa perusahaan menciptakan suatu produk baru yang dirasakan oleh keseluruhan pelanggan sebagai produk yang unik dan berbeda. Dalam hal ini, produk yang dimaksud adalah mutu produk yang akan mendukung posisi produk dipasaran. Mutu dapat didefinisikan sebagai pembanding dengan alternatif pesaing dari pandangan pasar. Produk yang memiliki diferensiasi yang unik dan beda dapat dijadikan sebagai ciri khas dari suatu perusahaan.

Oleh karena itu keunggulan produk melalui berbagai penciptaan diferensiasi adalah strategi terbaik untuk membentuk persepsi kepuasaan konsumen akan keunikan yang ditonjolkan. Indikator dari diferensiasi produk adalah :

a. Bentuk

b. Fitur

c. Mutu kinerja

d. Mutu kesesuaian

e. Keandalan

f. Gaya

(13)

Selain mendiferensiasikan produk fisiknya, perusahaan juga dapat mendiferensiasikan pelayanannya. Jika produk fisiknya tidak mudah didiferensiasikan, kunci sukses lainnya terletak pada peningkatan kualitas pelayanan Kotler (2006). Dalam hal ini, pelayanan yang dimaksud meliputi kualitas dari pelayanan. Kualitas merupakan kiat secara konsisten dan efisien untuk member pelanggan apa yang dinginkan dan diharapkan oleh pelanggan (Shelton, 1997). Kotler (1997) mengatakan bahwa kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan, persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan merupakan penilaian menyeluruh atau keunggulan suatu pelayanan. Beberapa dimensi variable diferensiasi kualitas pelayanan yang dapat diciptakan oleh perusahaan (Kotler & Keller, 2007adalah :

a. Kemudahan pemesanan : mengacu kepada seberapa mudah konsumen dapat memesan ke perusahaan

b. Pengiriman : mengacu pada seberapa baik produk atau jasa diserahkan kepada pelanggan. Penyerahan itu mencakup ketepatan, kecepatan dan perhatian selama proses pengiriman. Pembeli sering kali memilih pemasok yang bereputasi baik dalam pengiriman yang tepat waktu.

c. Pemasangan : mengacu pada pekerjaan yang dilakukan untuk membuat produk tertentu beroperasi dilokasi yang direncanakan. Kemudahan pemasangan menjadi titik jual yang sebenarnya, terutama bila pasaran adalah pelanggan yang baru. d. Pelatihan pegawai : mengacu pada pelatihan para pegawai pelanggan untuk

menggunakan peralatan secara cepat dan effisien.

e. Konsultasi pelanggan : mengacu kepada seberapa cepat dan tanggap karyawan memberikan saran – saran yang dibutuhkan untuk kegiatan promosi konsumen. 3. Strategi Deferensiasi personalia

(14)

a. Kemampuan b. Kesopanan c. Kredibilitas d. Dapat diandalkan e. Cepat tanggap f. Komunikasi

4. Strategi Diferensiasi Citra

Dalam diferensiasi citra, penelitian yang dipelopori Delmas et.al (2000 menyatakan bahwa diferensiasi citra diperoleh dari suatu cara pemasaran yang berbeda. Citra merupakan arti penting dalam bisnis. Citra yang penting bagi seorang pelanggan adalah citra yang dirasakan memiliki perbedaan dari citra pesaing. Dalam hal ini, citra yang dimaksud berupa image dari produk dan perusahaan. Pelanggan merasakan adanya perbedaan dari produk yang digunakan. (Ambarwati, 2003).

5. Strategi Distribusi Diferensiasi Saluran

Penggunaan rancangan saluran dapat menciptakan keunggulan bersaing (suistanable competitive advantage/ SCA). SCA merupakan keterampilan yang dimiliki oleh perusahaan yang memiliki tingkat kepentingan tinggi dengan perusahaan. SCA memungkinkan perusahaan untuk memperoleh posisi unggul dipasar realtif terhadap pesaingnya dalam jangka panjang. Rancangan saluran distribusi merupakan keputusan kritis yang harus diambil oleh manajer pemasaran (Pelton, Strutton dan Lumpkin, 2002). Kotler & keller (2007) berpendapat bahwa “perusahaan dapat mencapai keunggulan bersaing melalui cara mereka merancang saluran distribusi, terutama yang menyangkut jangkauan, keahlian dan kinerja saluran-saluran tersebut”. Saluran perusahaan dapat menjadi sumber yang kuat bagi keunikan dan dapat meningkatkan reputasi, pelatihan pembeli dan factor-faktor lainnya.

Menurut Friedman &Furney(2006) ; Kotler & keller (2007) saluran distribusi dapat berupa salah satu dari tiga bentuk yaitu :

1. Saluran penjualan langsung (direct sales channel) : berupa armada penjualan lapangan dari tenaga-tenaga penjual

2. Saluran penjualan tidak langsung (indirect sales channel) : berupa para perantara, seperti kemitraan bernilai tambah dan distributor atau toko-toko pengecer.

3. Saluran pemasaran langsung (direct marketing channel) : saluran yang menghubungkan perusahaan manufaktur secara langsung dengan konsumen.

(15)

Menurut Dirgantoro (2001) : 159) bahwa, “keunggulan bersaing merupakan perkembangan dari nilai yang mampu diciptakan perusahaan untuk pembelinya”.

Berdasarkan definisi diatas maka keunggulan bersaing tidak dapat dipahami dengan memandang perusahaan sebagai satu keseluruhan. Keunggulan bersaing berasal dari banyak aktivitas berlainan yang dilakukan perusahaan dalam mendesain, memproduksi, memasarkan, menyerahkan, mendukung produknya. Masing-masing aktivitas dapat mendukung posisi biaya relative perusahaan dan menciptakan dasar untuk diferensiasi.

2.10. Daur Hidup Produk

Daur hidup produk adalah perjalanan penjualan dari suatu produk dalam masa hidupnya. Siklus hidup produk merupakan suatu konsep penting yang memberikan pemahaman tentang dinamika kompetitif suatu produk.

Daur kehidupan produk dapat dibagi ke dalam empat tahap utama (Arman dkk), yaitu :

1. Tahap pengenalan

Dalam meluncurkan produk baru, manajemen pemasaran dapat membentuk suatu tingkat tinggi atau rendah bagi setiap variabel pemasaran, seperti harga, promosi, distribusi, dan mutu produk. Dalam hal harga dan promosi menurut Arman dkk (2006), manajemen dapat melaksanakan satu dari empat strategi yang terdapat dalam gambar 2.6, yaitu:

a. Strategi peluncuran cepat (rapid skimming): Peluncuran produk baru dengan harga tinggi dan level promosi tinggi. Strategi ini dapat diterima dengan asumsi sebagian besar pasar potensial tidak menyadari produk itu, harga yang diminta, perusahaan menghadapi persaingan potensial dan untuk membangun preferensi merk.

b. Strategi peluncuran lambat (slow skimming): Peluncuran produk baru dengan harga tinggi dan sedikit promosi. Strategi ini bila ukuran pasar terbatas, sebagian besar sadar tentang produk itu, pembeli bersedia membayar harga tinggi, dan persaingan potensial belum mengancam.

(16)

d. Strategi penetrasi lambat (slow-penetration): Peluncuran produk dengan harga rendah dan promosi rendah. Strategi ini bila pasar besar, mempunyai kesadaran yang tinggi tentang harga, dan terdapat beberapa persaingan potensial.

Empat strategi pemasaran dalam tahap pengenalan

2. Tahap Pertumbuhan

Tahap ini ditandai dengan adanya peningkatan penjualan. Konsumen awal merasa senang dan konsumen berikutnya mulai membeli. Pesaing baru mulai memasuki pasar, harga bertahan atau sedikit turun, dan laba meningkat. Menurut Kotler (2009), sepanjang tahap pertumbuhan, perusahaan dapat menggunakan beberapa strategi untuk mempertahankan pertumbuhan pasar selama mungkin:

a. Meningkatkan kualitas produk, menambah ciri-ciri atau fitur-fitur produk, serta memperbaiki modelnya.

b. Menambah model baru dan produk penyerta (misal: produk dengan ukuran berbeda, rasa, dan sebagainya untuk melindungi produk utama).

c. Memasuki segmen pasar baru.

d. Meningkatkan cakupan dan memasuki saluran distribusi baru.

e. Beralih dari iklan yang membuat orang menyadari produk (product-awareness advertising) ke iklan yang membuat orang memilih produk tertentu (product-preference advertising).

f. Menurunkan harga untuk menarik lapisan berikutnya yang sensitif terhadap harga.

(17)

cukup besar. Perusahaan dalam tahap pertumbuhan akan menghadapi pilihan antara pangsa pasar yang besar dan keuntungan saat ini yang tinggi. Dengan mengeluarkan uang untuk peningkatan produk dan distribusi, perusahaan dapat menghadapi posisi yang dominan. Dengan kata lain, perusahaan akan melepaskan keuntungan saat ini untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar pada tahap berikutnya.

3. Tahap Kedewasaan

Pada suatu titik, tingkat pertumbuhan penjualan produk akan menurun dan produk akan memasuki tahap kedewasaan relatif. Tahap ini biasanya berlangsung lebih lama dari tahap sebelumnya dan merupakan tantangan berat bagi manajer pemasaran. Kebanyakan produk berada pada tahap kedewasaan dari siklus hidup. Menurut Kotler (2009) ada tiga fase kedewasaan, yaitu:

a. Fase kedewasaan bertumbuh (growth maturity): Tingkat pertumbuhan penjualan mulai menurun dan tidak ada saluran distribusi baru.

b. Fase kedewasaaan stabil (stable maturity): Penjualan datar atas dasar per kapita karena kejenuhan pasar, dan masa depan penjualan ditentukan oleh pertumbuhan populasi dan permintaan pengganti.

c. Fase kedewasaan menurun (decaying maturity): Penjualan menurun dan konsumen mulai beralih ke produk lain.

Kelebihan produk, persaingan sangat ketat, mereka membuat niche pasar, dan penurunan harga. Yang mendominasi adalah perusahaan kuat. Konsentrasi sumber daya mereka ada pada produk yang lebih menguntungkan dan pada produk baru. Terdapat tiga cara bermanfaat yang mengubah jumlah pemakaian terhadap suatu merek (brand), yaitu:

a. Modifikasi pasar (market modification): dengan konsep menarik perhatian orang yang bukan pemakai, memasuki segmen pasar baru, dan merebut pelanggan pesaing.

b. Modifikasi produk (product modification): meningkatkan volume penjualan dengan cara memodifikasi karakteristik produk melalui peningkatan mutu produk, peningkatan ciri-ciri atau fitur-fitur produk, dan peningkatan model produk. c. Modifikasi bauran pasar (marketing program modification): dengan diskon harga,

distribusi, iklan, sales, personil penjualan (personal selling), dan pelayanan (services).

(18)

Penurunan bisa cepat atau lambat, karena alasan teknologi, pergeseran selera konsumen, dan meningkatnya persaingan. Mempertahankan produk adalah beban bagi perusahaan maupun karyawan. Menurut Arman dkk (2006) berikut adalah strategi bertahan dalam tahap penurunan yang tersedia untuk perusahaan yaitu: a. Meningkatkan investasi perusahaan untuk mendominasi atau memperkuat posisi

pasar.

b. Mempertahankan level investasi sampai ketidakpastian industri itu terselesaikan. c. Mengurangi investasi secara selektif dengan melepas pelanggan yang tidak

menguntungkan.

d. Menuai investasi untuk memulihkan kas

Kombinasi bauran pemasaran biasanya juga akan berubah sejalan dengan pergeseran tahapan dalam siklus kehidupan produknya. Beberapa alas an yang mendasari tentang hal ini adalah bahwa sikap dan kebutuhan konsumen akan mengalami perubahan selama siklus berjalan. Kebijakan produk mungkin saja diarahkan para target pasar yang berbeda karena perbedaan tahap yang dilalui juga berbeda, ini berakibat bentuk persaingan juga akan mulai bergeser dari yang bersifat monopoli menuju pada situasi pasar yang mengarah pada oligopoly.

Dalam kaitannya dengan penjualan produk, perbedaan dalam siklus juga berarti ada perbedaan dalam orientasi pencapaian target penjualan produk perusahaan. Pada umumnya target penjualan rendah pada tahap perkenalan, kemudian meningkat pada tahap kedewasaan , dan pada akhirnya menurun.

2.11. Karakteristik Tahap-Tahap Dalam Siklus Hidup Produk

Pada tiap tahap tersebut terdapat peluang dan masalah yang berbeda-beda dalam kaitannya dengan strategi pemasaran dan potensi laba. Dengan mengenali tahap di mana suatu produk sedang berada, atau yang akan dituju, pihak manajemen dapat merumuskan rencana dan strategi pemasaran yang tepat.

Selain karakteristik di atas, Daur Hidup Produk juga memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut (kotler,2009):

1. Tidak setiap produk melalui semua tahapan. Beberapa produk bahkan ada yang tidak pernah melewati tahap perkenalan. Umumnya produk yang gagal memasuki semua tahapan ini adalah produk-produk yang berkaitan dengan teknologi dan mode (fad). 2. Panjang suatu tahap Daur Hidup Produk untuk tiap produk sangat bervariasi. Product

(19)

kebanyakan buku teks. Sementara itu, style life cycle mempunyai daur hidup yang panjang, sedangkan fad life cycle hanya berlangsung singkat.

3. Daur Hidup Produk dapat diperpanjang dengan inovasi dan repositioning. Banyak contoh perusahaan-perusahaan yang berhasil memperpanjang Daur Hidup Produk produknya sehingga penjualannya tidak menurun tetapi malahan terus meningkat.

Langkah / Tahap Dalam Daur Hidup Produk (Product Life Cycle) ( Budiarto, teguh 1993)

1. Tahap Perkenalan / Introduction

Pada tahap ini produk baru lahir dan belum ada target konsumen yang tahu sehingga dibutuhkan pengenalan produk dengan berbagai cara kepada target pasar dengan berbagai cara. Strategi yang umum pada tahap ini adalah mengkombinasi penetapan harga dan kegiatan promosi. Strategi ini ada empat bentuk, yaitu :

a. Rapid Skimming Strategy

Strategi ini dilaksanakan dengan jalan menetapkan harga yang tinggi untuk memperoleh laba kotor per unit sebanyak mungkin, serta dengan melakukan promosi yang gencar untuk meyakinkan konsumen tentang kualitas produk walau harganya mahal. Cara ini biasanya dipakai untuk mempercepat laju penerobosan pasar. Strategi ini akan berhasil jika sebagian besar pasar belum mengetahui keberadaan produk, konsumen bersedia membayar pada harga berapa pun, dan perusahaan menghadapi pesaing potensial serta ingin membangun preferensi pada mereknya.

b. Slow Penetration Strategy

Strategi ini dijalankan dengan menetapkan harga yang rendah untuk memperoleh penerimaan yang besar dari konsumen dan promosi yang rendah agar biaya pemasaran tidak membengkak. Keberhasilan strategi ini biasanya harus didukung dengan pasar yang sangat luas, konsumen mengetahui keberadaan produk, konsumen peka terhadap harga, dan persaingan potensial sangat rendah.

(20)

Ketika berada pada tahap tumbuh, konsumen mulai mengenal produk yang perusahaan buat dengan jumlah penjualan dan laba yang meningkat pesat dibarengi dengan promosi yang kuat. Akan semakin banyak penjual dan distributor yang turut terlibat untuk ikut mengambil keuntungan dari besarnya animo permintaan pasar. Tahap ini sendiri dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu rapid growth dan slow growth. (

Budiarto, teguh 1993)

a. Rapid Growth

Tahap rapid growth ini ditandai dengan melonjaknya tingkat penjualan perusahaan dengan cepat karena produk telah diterima dan diminta oleh pasar. Tidak semua produk baru dapat mencapai tahap ini, bahkan tidak sedikit produk baru yang gagal di tahap awal. Namun jika produk baru itu berhasil, sesuai dengan kebutuhan konsumen, maka keadaan ini akan menarik pesaing untuk memasuki industri tersebut dengan produk tiruan. Strategi pemasaran pada tahap ini ditujukan terutama untuk membangun pasar yang kuat dan mengkhususkan distribusi. Mutu produk ditingkatkan dan lini produk diperluas untuk menarik segmen pasar baru.

b. Slow Growth

Pada tahap ini penjualan masih meningkat, namun dengan pertumbuhan yang semakin menurun. Sebagian besar pasar telah dijangkau, karena produk perusahaan telah digunakan oleh mayoritas konsumen. Situasi ini akan menyebabkan perusahaan mulai memperbarui produknya agar dapat mempertahankan penjualannya. Pada umumnya dilakukan usaha modifikasi produk dengan menyempurnakan model (style improvement) guna memantapkan posisi produknya di pasar. Laba akan semakin sulit diperoleh perusahaan dan penyalur karena persaingan harga akan cenderung menyebabkan penurunan harga. Pesaing semakin banyak yang keluar dari pasar disebabkan oleh semakin berkurangnya keuntungan/daya tarik industri.

3. Tahap Kedewasaan / Maturity

Tahap ini ditandai dengan tercapainya titik tertinggi dalam penjualan perusahaan. Normalnya tahap ini merupakan tahap terlama dalam PLC.

Hal ini disebabkan pada tahap ini pemenuhan inti kebutuhan oleh produk yang bersangkutan tetap ada. Sebagian besar produk yang ada saat ini berada dalam tahap ini, karena itu sebagian besar strategi pemasaran ditujukan untuk produk-produk dalam tahap ini. Strategi pemasaran kreatif yang digunakan untuk memperpanjang daur hidup suatu produk disebut innovative maturity.

(21)

ditambah. Dalam tingkat kedua, stable maturity, penjualan menjadi mendatar yang disebabkan oleh jenuhnya pasar. Sebagian konsumen potensial telah mencoba produk baru yang ditawarkan perusahaan. Pada tingkat ketiga, decaying maturity, penjualan mulai menurun dan konsumen mulai bergerak ke produk lain atau produk substitusi.

Ada dua strategi utama yang dapat diterapkan pada tahap kedewasaan. Yang pertama adalah defensive strategy, yang bertujuan untuk mempertahankan pangsa pasar dari pesaing dan menjaga kelompok produk (product category) dari serangan produk substitusi. Bentuk strategi ini adalah berupa modifikasi bauran pemasaran untuk memperoleh tambahan penjualan. Strategi bertahan ini lebih menitikberatkan pada penekanan/pengurangan biaya produksi dan menghilangkan kelemahan produk.

Strategi yang kedua adalah offensive strategy, yang lebih menitikberatkan pada usaha perubahan untuk mencapai tingkat yang lebih baik. Bentuk strategi ini dapat berupa modifikasi pasar, yaitu dengan menggaet kelompok bukan pemakai (non-user), mengintensifkan penawaran produk kepada non-user, dan merebut konsumen pesaing. Bentuk lain dari strategi ofensif adalah modifikasi produk, yaitu mengubah karakteristik produk sedemikian rupa sehingga semakin menarik konsumen saat ini untuk membeli, dengan cara menawarkan manfaat baru dari suatu produk kepada konsumen sekarang untuk mendorong pembelian yang lebih banyak dan pemakaian yang lebih sering (usaha seperti ini sering disebut dengan product relaunching).

4. Tahap Penurunan / Decline

Pada kondisi decline produk perusahaan mulai ditinggalkan konsumen untuk beralih ke produk lain sehingga jumlah penjualan dan keuntungan yang diperoleh produsen dan pedagang akan menurun drastis atau perlahan tapi pasti dan akhirnya mati. Penurunan penjualan ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti perubahan selera pasar, produk substitusi diterima konsumen (baik dan dalam negeri maupun dan luar negeri), dan perubahan teknologi. Sejumlah alternatif dapat dilakukan pada tahap akhir PLC ini. Namun perlu diperhatikan bahwa pilihan alternatif haruslah didasarkan pada kekuatan dan kelemahan perusahaan serta daya tarik industri bagi perusahaan.

Alternatif-alternatif tersebut di antaranya adalah : ( Budiarto, teguh 1993)

a. Menambah investasi agar dapat mendominasi atau menempati posisi persaingan yang baik.

b. Mengubah produk atau mencari penggunaan/manfaat baru pada produk. c. Mencari pasar baru.

d. Tetap pada tingkat investasi perusahaan saat ini sampai ketidakpastian industri dapat diatasi.

(22)

Beberapa teknik atau cara untuk memperpanjang daur hidup produk : ( Budiarto, teguh 1993)

a. Meningkatkan Konsumsi dengan cara membujuk konsumen untuk meningkatkan penggunaan produknya dengan berbagai manfaat yang ditawarkan. Contoh : untuk hasil maksimal gunakan pasta gigi spanjang buku sikat, apa pun makannya minumnya the botol sosro, dll

b. Mencari fungsi lain produk dari biasanya. Contohnya seperti teh tidak hanya untuk ngeteh saja tapi dapet dibuat kreasi menjadi minuman yang lebih kompleks.

c. Memodifikasi poduk agar tampil baru dan segar baik dari segi isi, kemasan, takaran, ukuran, dan manfaat. Contohnya produk unilever yang biasanya terus menerus mengganti isi pesodent berserta kemasanya agar selalu tampil baru da segar.

d. Mencari target baru.

2.12. Peran daur hidup produk dalam strategi pemasaran

(23)

BAB III

PEMBAHASAN

Mempersiapkan Ritel Farmasi untuk Menghadapi Persaingan Masa

Depan

Ronny Herowind Mustamu

Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen  Universitas Kristen Petra

ABSTRAK

Tulisan ini mengupas bagaimana bisnis ritel farmasi di Indonesia perlu mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menjadi lebih kompetitif. Tulisan ini dimulai dari analisa lingkungan yang bersifat makro sampai masuk pada analisa industri. Mencermati supply chain industri ini sampai pada pemusatan perhatian terhadap driving force untuk memanfaatkan kecenderungan-kecenderungan yang ada.

Kata kunci: farmasi, ritel,supply chain,trends, Indonesia

PENGANTAR

(24)

efisien adalah suatu keharusan. Sebagaimana Tom Peters mengungkapkan, “Change or Die!” setiap perusahaan dituntut untuk sanggup mengkontekstualisasikan eksistensinya dengan pergeseran atau pertumbuhan iklim internal dan eksternal perusahaan tanpa harus mengesampingkan upaya pencapaian sasaran dan tujuan.

Kini para pelaku bisnis bersiap-siap untuk memasuki babak baru. Ketika dua tahun terakhir industri farmasi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai aktivitas “pengetatan ikat pinggang”, kini tanda-tanda menuju pulihnya perokonomian Indonesia terj1adi. Bahkan ketakutan terhadap terjadinya kelesuan pasar (krisis babak II) akibat terjadinya deflasi yang dibarengi menurunnya transaksi bisnis, telah beralih pada terjadinya inflasi (0.06%, Oktober 1999) yang jika dikelola dengan baik akan menuju pada perbaikan ekonomi.

INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA

Besar industri farmasi Indonesia diprediksikan kembali menyentuh nilai US$ 1.5 milyar pada tahun 2000 setelah mencapai US$ 1.13 milyar tahun 1999 dari pengkerutan menjadi sekitar US$ 600 juta pada tahun 1998. Nilai tahun 2000 tersebut akan menyamai tahun 1996 sebesar US$ 1.5 milyar lebih dari dua kali lipat besar pasar tahun 1993 yang hanya US$ 640 juta. Segment obat resep tercatat mencapai 67% sementara itu segmen obat bebas yang seringpula disebut sebagai over-the-counter (OTC) sebesar 33%. Pada awal dekade 1990-an pertumbuhan total pasar mencapai 15% sampai 17% per tahunnya, yang sedikit lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan industri ini di kawasan negara-negara ASEAN yang mencatat 14% per tahun. Pemimpin pasar produk OTC di kawasan Asia Timur dan Tenggara adalah Korea Selatan, tetapi yang mengalami pertumbuhan tercepat pada kurun waktu 1993 sampai 1997, sebesar 148.1%, adalah Filipina; Indonesia tumbuh 90.1% yang pergeserannya dipengaruhi oleh besarnya populasi sedangkan pertumbuhannya pasarnya sendiri mengalami hambatan akibat sangat rendahnya pendapatan per kapita.

Konsumsi per kapita pada tahun 1994 adalah US$ 4, membaik menjadi US$ 5.5 tahun 1995, namun diperkirakan merosot tajam menuju US$ 3 pada tahun 1998 dan kembali naik sampai US$ 5.5 tahun 1999 dan US$ 7.1 pada tahun 2000. Angka konsumsi per kapita ini sungguh sangat rendah dibanding negara-negara anggota ASEAN lainnya. Pada tahun 1995, misalnya, konsumsi per kapita untuk produk-produk farmasi di kawasan ini tercatat secara berturut-turut US$ 13.3, US$16.6, US$14.4, US$ 50.7 untuk Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura

(25)

(IMS, 1996). Namun demikian, perlu diketahui bahwa hal ini terjadi akibat pengaruh rendahnya nilai mata uang Rupiah terhadap mata uang asing. Meskipun pertumbuhan yang tercatat sangat rendah dalam hitungan Dollar Amerika Serikat, namun dalam angka Rupiah pertumbuhan tersebut merupakan multiplikasi yang sangat signifikan.

Dalam tahun 1997 total penjualan produk farmasi di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara, yaitu mencapai 29% dari pangsa pasar regional. Sementara itu, kawasan Asia Tenggara sendiri memberikan sumbangan sebesar sepertiga dari total pasar global industri farmasi. Pendapatan industri tumbuh pada angka 20% per tahun dalam bentuk Rupiah dan tercatat sebagai 16% dalam Dollar Amerika Serikat. Sebelum krisis ekonomi, bisnis farmasi di Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 15% sampai 20% per tahun untuk jangka waktu lima tahun ke depan. Namun sebaliknya, krisis ini telah berdampak pasar dan mendorong turunnya angka pertumbuhan tersebut menjadi 10% sampai 15% per tahun dalam nilai penjualan (value), yang mencakup kenaikan harga sebesar 60% sampai 100%. Hal ini jelas merujuk pada kenyataan bahwa meskipun pasar mengalami pertumbuhan pada nilai (value), tetapi pada kenyataannya merosot dalam hitungan unit (volume). Pada masa krisis yang lalu penurunan tersebut diperkirakan mencapai angka 50%.

Terdapat 224 produsen (pabrik) farmasi resmi di Indonesia pada tahun 1996, yang 41 di antaranya merupakan perusahaan-perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) yang menguasai sekitar 16% pangsa pasar produk farmasi di Indonesia. Hal ini terjadi sebagai wujud keseriusan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri ini di tanah air sekaligus menjamin peran serta bangsa Indonesia sendiri untuk berkarya di dalamnya. Diperkirakan perusahaan-perusahaan yang masuk dalam kelompok 20 Besar (Top 20) menguasai sekitar 54% total penjualan di pasar.

Biaya bahan baku dan produksi mencakup sekitar 60% sampai 70% dari total biaya produk farmasi. Bahan baku impor yang mencapai lebih dari 90% total bahan baku terutama berasal dari RRC, Amerika Serikat, Eropa, dan India. Bahan baku impor ini demikian mahal dan sangat tidak mendukung kelancaran industri farmasi karena kenaikannya yang melambung setinggi 400% akibat depresiasi nilai Rupiah terhadap valuta asing. Dampak dari ketidakstabilan nilai tukar Rupiah tersebut akan bertahan cukup lama mengingat sistem proyeksi inventori dalam industri pembuatan p2roduk farmasi rata-rata mencapai 120 hari, yaitu 60 hari untuk production lead time dan 60 hari sisanya untuk transportasi. Di

2 PP no. 25/1980

(26)

samping biaya tinggi pada bahan baku dan bahan-bahan lainnya, 25% bea masuk impor ditambah 10% pajak pertambahan nilai (PPN) juga sangat tidak mendukung aktivitas impor.

Pada kuartal pertama 1998, sekitar 50% produsen farmasi domestik menghentikan operasi mereka. Sisanya memotong kapasitas produksi sampai dengan 70% dan melambungkan harga. Mereka memusatkan perhatian pada efisiensi melalui penurunan kapasitas produksi, mengurangi jenis variasi produk (product lines), memangkas anggaran promosi, dan efisiensi pada bidang sumber daya manusia. Krisis ini sangat berpengaruh pada terjadinya pergeseran keseimbangan kekuatan antara pemain lokal dan pemain global.

RITEL FARMASI DI INDONESIA

Dalam industri farmasi, peritel dapat dikategorikan ke dalam apotik (konvesional), toko obat (konvensional), dan apotik atau toko obat modern. Sebagai sistem warisan jaman kolonial Belanda, aktivitas ritel farmasi dimulai sekitar tahun 1930-an dan konsep apotik dan toko obat kemudian diatur secara tersendiri pada sekitar tahun 1940-an. Konsep apotik dan toko obat modern belakangan hadir sekitar tahun 1990-an awal. Konsep baru ini secara inkremental mempengaruhi dinamika industri farmasi dari cara-cara penjualan yang tradisional (berbasis pada konsep: ada resep dan ada uang, maka ada barang) menuju strategi-strategi kompetitif dan pemasaran yang modern (berbasis pada konsep manajemen strategi yang komprehensif).

Apotik dikenal sebagai tempat di mana suatu layanan terhadap sejumlah besar produk farmasi dijual, baik yang siap pakai maupun yang racikan. Apotik secara ketat diatur dan diawasi berdasarkan Undang-Undang bidang Kesehatan, seperti bahwa apotik harus dijalankan dan diawasi oleh seorang apoteker sebagaimana termaktub dalam PP no. 25/1980 dan UU no. 23/1992.

Toko Obat adalah tempat di mana obat bebas atau OTC dijual. OTC adalah bentuk produk farmasi yang secara bebas dan luas dapat diiklankan melalui berbagai bentuk media massa, baik cetak maupun elektronik. Toko Obat juga mengalami peraturan yang sama ketatnya dengan apotik.3

Toko obat atau apotik modern merupakan kombinasi dari apotik konvensional dan toko obat konvensional dengan sentuhan-sentuhan modern atau Barat. Konsep ini menonjolkan kenyamanan ruang dan menawarkan berbagai produk sampingan atau penyerta dari industri farmasi seperti produk kecantikan atau perawatan tubuh (beauty care products). Biasanya tipe seperti ini merupakan

(27)

jaringan luas dari sistem waralaba di bidang apotik dan hanya beroperasi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.

Dengan basis keuntungan (margin) sekitar 20% sampai 35%, pertumbuhan pasar sekitar 15% sampai 20% per tahun, dan daya beli pasar mencapai sekitar US$ 1.5 milyar pada 1996, bisnis ritel farmasi jelas sangatlah atraktif. Namun demikian, krisis yang terjadi telah menjadikannya lebih beresiko, khususnya bagi para (calon) pendatang baru atau pemain baru yang tak memiliki dukungan finansial yang kuat. Krisis ini telah mengubah dinamika industri ini menuju kompetisi yang saling mematikan dan secara ketat melibatkan modal besar (capital extensive), namun sementara itu, daya beli pasar secara signifikan merosot tajam. Hasilnya sungguh nyata, para pemain yang kurang (tidak) profesional dan/atau tidak memiliki dukungan finansial yang kuat terpaksa harus meninggalkan gelanggang. Salah satu jaringan apotik yang berafiliasi ke jaringan apotik waralaba terbesar di Australia memutuskan untuk menghentikan operasi mereka di Indonesia segera setelah krisis terjadi. Seiring dengan keruntuhan para pemain yang kecil dan yang tidak siap, beberapa pemain global seperti Apex dan Watson menunda rencana mereka untuk memasuki pasar Indonesia.

PERILAKU KONSUMEN

Dengan konsumsi per kapita produk-produk farmasi sekitar US$ 3 dan dilingkupi oleh krisis ekonomi dan politik yang parah, bisnis ini tidak lagi lukratif seperti dulu. Meskipun nilai penjualan tetap tumbuh pada kisaran 10% sampai 15% per tahun, namun merosot sekitar 20% dalam hitungan volume. Namun demikian, realita bahwa top 1% penduduk Indonesia membelanjakan sekitar US$ 1.2 milyar di bidang kesehatan dapat dilihat sebagai pasar potensial yang harus disentuh.

(28)

telah meniru apa yang terjadi di Barat, termasuk tuntutan terhadap lingkungan apotik. Apotik-apotik bergeser dari hanya dekat rumah sakit atau klinik menuju berbagai mall dan plaza.

Namun demikian, kecenderungan mewah tersebut secara drastis berubah akibat krisis yang terjadi. Masyarakat Indonesia mulai menjadi sangat sadar harga (price conscious) dan secara ketat mengalokasikan angaran belanja mereka. Secara pasti mereka telah bergeser dari perilaku belanja kelas menengah dan atas menuju pada pemenuhan tuntutan melalui pembelanjaan produk-produk barang dan jasa pada kelas yang lebih rendah. Masyarakat Indonesia secara signifikan bergerak menuju apa yang dikenal sebagai produk-produk barang dan jasa ‘kelas dua’.

DISTRIBUSI DAN PENJUALAN

Dari 350 produser pada tahun 1990, terjadi penurunan jumlah pabrikan yang sangat signifikan menjadi 240 produser pada tahun 1996 dan diperkiran akan berkurang kembali sebanyak 25%, yang berarti hanya terdapat 180 produser yag berhasil bertahan. Saluran distribusi akan menjadi sekitar 1.300 distributor yang melayani tak kurang dari 20.000 jalur penjualan. Apotik adalah tempat yang khas untuk menjual obat, tetapi trend-trend baru telah membawa para pelaku bisnis ritel farmasi pada beragam peluang bisnis baru. Tercatat 4.700 apotik terbukti sebagai pemain yang paling kuat dalam industri produk-produk farmasi ini.

Tabel 1. Ratio Distribusi Obat dari Pabrikan dan Distributor

Jenis Outlet Prosentase

Apotik 43%

Toko Obat Terdaftar 14%

Supermarket dan Peritel lainnya 18%

Rumah Sakit 12%

Dokter dan Fasilitas Kesehatan lainnya 13%

INPUT MANUFACTURING DISTRIBUTION RETAIL CONSUMPTION

Raw materials Local production: 10% VAT Pharmacies

90% imported *State-owned

(29)

*Local private

producers Drug stores Consumers

*Foreign producers Sub-distributors

*Joint venture and wholesalers Doctors

Peddlers, Formulations:

Largely licensed general stores,

for foreign other channels

Company Overseas production 25% import duties

Sumber: Knoop, 1998.4

Gambar 1. Indonesia Pharmaceutical Supply Chain

Struktur finansial dari kecenderungan terbaru bisnis farmasi adalah adanya komponen biaya sebesar 20% untuk kepentingan pemasaran. Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan keterandalan, peritel obat lebih menyukai strategi penjualan langsung (direct selling). Dengan cara mengeliminasi biaya pemasaran (sekitar 20%), pada dasarnya direct selling ingin menunjukkan bahwa tidak diperlukan biaya pemasaran dalam bisnis ini. Sebagaimana dipaparkan oleh United Nations Development Organization (UNIDO), biaya produksi dalam negara-negara yang mereproduksi produk-produk farmasi dapat dijabarkan sebagai berikut: 35% biaya produksi, 21% biaya pemasaran, 6% biaya administrasi, 22% biaya lain-lain, dan 16% margin /keuntungan. Dalam kasus Indonesia, konsumen akan membayar lebih besar karena terdapat tambahan jalur distribusi, yaitu Pedagang Besar Farmasi (PBF, distributor/wholesaler) yang dapat mencapai 15% dan Apotik yang mengambil nilai keuntungan sebesar 35%.

KRISIS

Selama krisis, masyarakat telah mulai menjadi sangat sadar harga. Pedagang obat tradisional tak resmi telah mengambil banyak manfaat melalui penyediaan produk obat-obatan di tokonya. Apotik yang pada mulanya menyerap 65% dari total penjualan obat resep cenderung meningkatkan kualitas kepuasan pelanggan mereka. Bagaimana pun, 3.500 Toko Obat (biasanya menjual obat bebas atau OTC, jamu dan obat-obatan tradisional lainnya, obat Cina, dan terkadang juga menjual obat resep secara ilegal) telah banyak mengambil manfaat dari pasar apotik. Produk-produk “kelas bawah” ini disediakan untuk melayani konsumen yang berasal dari kalangan menengah bawah dan yang sensitif terhadap perubahan harga. Kelompok konsumen ini biasanya lebih suka memaksimalkan keberadaan toko obat atau jamu yang sanggup menawarkan produknya dengan harga sekitar 20% sampai 30% lebih rendah dari apotik.

(30)

Dari sisi pembeli, konsumen akan cenderung untuk bergeser ke produk barang dan jasa ‘kelas dua’ yang biasanya lebih murah dan lebih terjangkau harganya. Dalam persoalan industri farmasi/obat di Indonesia, pergeseran termaksud akan terjadi pada produk obat-obatan ala Barat, khususnya yang berasal dari obat dengan cap dagang asli dan obat generik yang bercap dagang (mencapai sekitar 80% dari nilai penjualan obat resep), menuju produk obat-obatan Barat yang tak bermerek atau menuju obat-obat-obatan tradisional seperti obat Cina atau jamu. Pergeseran dari obat bermerek (baik asli maupun generik) menuju obat-obatan generik tak bermerek membumbung tinggi dari sekedar 6% menjadi sekitar 20%. Para ahli percaya bahwa selama krisis pergeseran dari pola konsumsi obat-obatan Barat menuju obat-obatan tradisional telah pula mengubah dinamika struktur industri ini, yaitu 55% obat Barat berbanding 45% obat tradisional.

Seiring dengan krisis ekonomi, harga produk obat-obatan melambung tinggi sejak Agustus 1997 dan mencapai puncaknya ketika harga obat generik yang diharusnya menjadi ‘price leader’ malahan meroket sebesar 100% pada bulan Pebruari 1998. Kenaikan ini merupakan yang kedua setelah kenaikan sebesar 50% yang terjadi bulan Januari 1998. Meskipun pemerintah menyediakan bantuan subsidi sebesar US$ 58 juta untuk mempromosikan penggunaan obat generik, bagaimanapun kenaikan harga obat generik ini telah menciptakan kepanikan tersendiri dalam pasar obat Indonesia. Kondisi ini semakin memburuk ketika mulai mempengaruhi harga obat baik produk domestik maupun luar negeri sebesar berturut-turut 200% dan 300%.

KOMPETISI DI TENGAH INDUSTRI RITEL FARMASI

Kompetisi dalam industri ini terutama didorong oleh strategi harga (pricing strategy) dan skala ekonomi (economies of scale ). Bagaimanapun, secara internasional jaringan waralaba toko obat modern yang akhir-akhir ini memasuki pasar industri ritel farmasi

Indonesia membawa konsep-konsep baru dalam bisnis ritel produk farmasi. Konsep - konsep

pemasaran modern tersebut selain menawarkan lebih banyak jenis produk, juga layanan kenyamanan lingkungan seperti tata ruang toko (outlet) untuk mempertahankan loyalitas pelanggan. Paling tidak terdapat empat landasan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif para peritel produk farmasi, yaitu:

1.Pricing strategy 2. Quality of service 3. Product Range Strategy.

4.Site Strategy

Kompetisi ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu di antara para pelaku konvensional seperti apotik dan toko obat, serta kompetisi di antara apotik dan toko obat besar dengan toko obat dan apotik modern. Kompetisi di antara para pemain konvensional pada dasarnya hanyalah berpatokan pada strategi harga (pricing strategy), sementara pemain besar dan modern bersaing pada basis yang lebih kompleks sebagaimana disinggung sebelumya.

(31)

angka inflasi, dan meningkatnya angka pengangguran telah menyebabkan pasar menjadi lesu. Switching cost (biaya untuk berpindah kepada penyedia produk lainnya) bagi para konsumen dapat dikatakan nihil, oleh karenanya sangatlah mudah bagi para konsumen untuk mengalihkan kebiasaan membeli mereka dari produk-produk farmasi bermerek (branded) menjadi produk-produk farmasi ‘kelas dua’ atau bahkan beralih pada pengobatan tradisional atau jamu. Obat-obatan alternatif untuk pengobatan sendiri seperti obat Cina dan jamu

menjadi semakin populer di Indonesia.

KECENDERUNGAN-KECENDERUNGAN MENUJU MILLENIUM III

Sebagaimana disinggung sebelumnya, krisis ekonomi Indonesia telah mengubah dinamika keseluruhan industri obat-obatan di Indonesia. Perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi keseluruhan mata rantai dalam industri ini, mulai dari rantai pasokan sampai dengan rantai konsumsi. Namun demikian, krisis tersebut juga memberikan beberapa kecenderungan dan peluang baru yang dalam kelompok mata rantai ritel dan mata rantai konsumsi dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

Kebijakan self dispensing oleh dokter

Untuk memperpendek mata rantai sistem distribusi yang panjang, pemerintah berusaha untuk memperkenalkan kebijakan self dispensing obat langsung oleh dokter. Kebijakan ini juga ditujukan untuk menurunkan harga jual obat di industri farmasi Indonesia. Namun demikian, setelah diluncurkan beberapa saat, kebijakan ini ditarik kembali akibat tingginya perdebatan di tengah masyarakat. Namun perlu diketahui bahwa kebijakan seperti ini sebetulnya telah cukup lama diterapkan di Jepang, Singapura, dan Malaysia. Jika pemerintah Indonesia meneruskan penerapan kebijakan ini, sebagaimana telah dicobakan pada Mei 1998, struktur industri obat-obatan di Indonesia khususnya mata rantai ritel akan berubah secara signifikan. Konon, beberapa dokter telah melaksanakan aktivitas ini untuk sebagian dari obat yang mereka resepkan kepada pasien.

Pergeseran menuju produk barang dan jasa ‘kelas dua’

Sebagai mana telah dibahas sebelumnya, krisis telah mendorong perilaku konsumen dan kebiasaan membeli bergeser ke arah sekurang-kurangnya satu tingkat lebih rendah. Kecenderungan pergeseran kebiasaan membeli menuju produk barang dan jasa ‘kelas dua’ yang biasanya lebih rendah harganya ini telah menjadi peringatan tanda bahaya bagi peritel. Khususnya peritel yang menjadikan kelompok papan atas (high-end class) sebagai sasaran pasar sangat perlu untuk mencermati setiap pergerakan di dalam pasar obat-obatan.Bahkan untuk saat ini, pertanyaan terpenting yang perlu dijawab adalah apakah konsumen yang mereka tuju masih ada.

Meningkatnya penggunaan obat-obat generik

(32)

total produksi obat-obatan nasional. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah untuk menyediakan obat-obatan bagi rakyat yang tercermin dari pemberian subsidi pemerintah sebesar US$ 58 juta. Subsidi ini ditujukan untuk mempromosikan pemakaian obat generik tak bermerek yang diproduksi secara lokal. Pada kenyataannya, penggunaan obat generik tanpa merek telah meroket dari 6% menjadi sekitar 20% dari total obat-obatan yang beredar di pasaran. Peningkatan penggunaan obat-obatan generik tanpa merek ini dalam peta pasar industri farmasi tampak lebih banyak terjadi di kalangan menengah-bawah.

Obat-obatan alternatif

Krisis Indonesia telah mendorong kemunculan obatan-obatan alternatif tradisional yang biasanya diramu sendiri oleh pemakainya. Obat-obatan jenis ini telah memasuki pasar obat-obatan modern/barat. Mereka yang tak sanggup membeli obat-obatan dengan harga tinggi, bahkan obatan tanpa merek, mengalihkan perhatiannya kepada obat-obatan tradisional seperti jamu dan obat Cina. Obat-obat-obatan tradisional saat ini diyakini telah menguasai sekitar 45% pasar obat-obatan dari sekitar 20% ketika krisis belum terjadi. Pergeseran ke arah obat-obatan tradisional tampaknya terjadi pada kelompok konsumen kelas bawah.

Private labe

Seiring dengan munculnya kesadaran masyarakat terhadap kehidupan yang lebih sehat, masyarakat mulai banyak mengkonsumsi makanan kesehatan (tambahan). Kecenderungan ini juga memberikan peluang terhadap kemunculan jalur produk barang dan jasa baru, yaitu private label untuk makanan kesehatan. Setidaknya CHC telah mulai mengembangkan sektor ini sebagai upaya menghadapi krisis yang terjadi.

Network marketing

Networks marketing adalah tantangan terhadap pesatnya pertumbuhan konsumen yang semakin sadar harga. Network marketing atau direct selling dapat dilakukan per surat atau katalog. Direct selling menjadi atraktif karena sanggup mengurangi biaya promosi dan advertensi, yang biasanya mencapai 45% dari biaya pembuatan produk atau product cost. Kenyataannya, direct marketing memberi banyak peluang terhadap munculnya fenomena storeless retailing yang diprediksi sanggup memberikan kontribusi sebesar 30% dari total penjualan sektor ritel Indonesia pada tahun 2005.

Group purchase

(33)

purchasing akan menjadi terobosan terhadap tingginya harga produk-produk impor. Sudah barang tentu hal ini akan mengurangi harga-harga obat yang diperkirakan sanggup mencapai angka 40%.

Peritel asing

Satu hal penting yang seluruh peritel farmasi perlu memperhatikannya dengan cermat adalah peraturan-peraturan baru yang dikeluarkan pemerintah Indonesia. Mulai 1 Januari 2003 peritel asing akan diperkenankan untuk beroperasi di Indonesia melalui penanaman modal langsung (direct investment) sebagaimana termaktub dalam peraturan pemerintah yang baru di bidang jasa/investasi, yaitu PP RI no. 15/1998, 12 Jan 1998 dan PP RI no. 16/1998, 12 Jan 1998.

Waralaba

Di samping dari penanaman modal langsung dalam industri ritel obat-obatan di Indonesia, kemungkinan lebih banyak munculnya kelompok waralaba global juga dapat terjadi. Keberhasilan bisnis waralaba dapat mencapai 95%, sementara itu mereka yang secara menyeluruh memulai usaha yang benar-benar baru tercatat hanya memiliki angka keberhasilan sebesar 25%.

Pemasaran Database

Sebagai dampak dari suatu krisis, berbagai perusahaan akan mencoba untuk menjadi lebih5 efisien

dengan cara memperketat kontrol anggaran. Untuk meningkatkan efisiensi, aktivitas pemasaran akan lebih terfokus pada segmen pasar tertentu agar dapat menurunkan biaya. Peritel dapat memperoleh keuntungan tersendiri melalui upaya memasarkan database mereka. Hal ii dapat berbentuk pemaksimalan data pelanggan seperti kesenangan terhadap produk tertentu (product’s preference) kebiasaan membeli.

Teknologi informasi

Sebuah aktivitas yang dapat disinergikan dengan database marketing pengembangan teknologi informasi (IT). IT dapat berguna untuk melacak semua aktivitas pelanggan baik dalam bentuk kebiasaan membeli maupun jenis produk yang dibelinya. Hal ini juga dapat membantu perusahaan untuk memaksimalkan upaya menyajikan layanan terbaik kepada pelanggan secara efektif dan efisien. Komunikasi antara kantor pusat dan gerai dapat menjadi lebih mudah. Pada dasarnya sebagaian besar perusahaan sanggup untuk mengeksploitasi informasi teknologi ke dalam kepentingan bisnis mereka, namun tampaknya hampir semuanya tidak menempatkan hal ini sebagai prioritas utama. Menerapkan teknologi informasi di sini berarti pula upaya memberdayakan sumber daya manusia sekaligus memaksimalkan potensi yang mereka miliki. Seorang ahli mengatakan, para pelaku bisnis tersebut hanya membutuhkan sekitar Rp 30 juta untuk membangun sistemnya, membangun koneksi dengan internet, dan memberikan pelatihan pada stafnya.

(34)

Restructuring dan Repositioning

Krisis telah memberikan pelajaran berharga pada para pelaku bisnis untuk memaksimalkan kurva belajar (learning curves) terhadap bisnis yang mereka geluti. Restructuring dan repositioning akan menjadi terminologi yang akrab di antara para pelaku bisnis ini. Seorang ahli memperkirakan bahwa akan terjadi banyak merger dan akuisisi, khususnya depresiasi Rupiah yang telah mencapai 85% dibanding nilai tahun lalu akan menyebabkan saham-saham di pasaran menjadi semakin murah. Ini adalah peluang yang sangat signifikan untuk dimanfaatkan oleh para pemain global, meskipun mereka perlu memperhatikan faktor politisdan melemahnya daya beli domestik. Para pelaku bisnis dengan afiliasi global akan memiliki lebih banyak keuntungan dalam hal finansial, jaringan kerja, manajemen, pemasokan, pemasaran dan promosi, dan lain sebagainya dibanding mereka yang hanya menjadi pemain lokal.

CRITICAL SUCCESS FACTORS

Untuk menerobos kerasnya iklim kompetisi di antara para pemain besar, adalah cukup bijaksana untuk memperkuat setiap aspek faktor-faktor penentu keberhasilan (critical success factors, CSF) dalam industri ini. Jaminan terhadap upaya terus-menerus untuk memperbaiki kekuatan dan mengeliminasi kelemahan agar dapat memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman sungguh membutuhkan perhatian yang lebih selama krisis ini. Faktor-faktor penentu keberhasilan dalam bisnis ritel farmasi dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

Management Competitiveness

Daya saing manajemen (management competitiveness) adalah kemampuan manajemen untuk secara proaktif memanfaatkan peluang and secara strategis mengendalikan keefektifan dan keefisienan operasinya. Hal tersebut dalam industri ritel farmasi dapat diukur dari beberapa indikator seperti pengurangan waste dan shrinkage, produktivitas tenaga kerja, produktivitas ruang dan penjualan, serta mengobservasi kecenderungan-kecenderungan baru dan yang akan terjadi di masa depan.

CSF ini memainkan peran terpenting selama krisis berlangsung untuk mencermati dan mengevaluasi trend ekonomi seperti pertumbuhan yang menjadi negatif belasan prosen

pada tahun 1998, diperkirakan 0% tahun 2000, 5% tahun 2003, dan 7% sampai 8% pada

tahun 2005. Estimasi ini berdasarkan kenyataan bahwa industri manufaktur membutuhkan setidaknya 120 hari dalam proyeksi inventori mereka, yaitu 60 hari untuk waktu tunggu produksi (production lead time) dan sekitar 60 hari untuk waktu tunggu transportasi (transportation lead time). Oleh karenanya, berbagai perubahan yang terjadi di sektor ekonomi akan berdampak pada keputusan-keputusan bisnis dalam 120 hari ke depan.

(35)

Strategi operasi adalah bagian dari daya saing manajemen (manajemen competitiveness) untuk memperkuat upaya-upaya manajemen dalam mengontrol operasi seperti mengurangi waste dan shrinkage. Termasuk di dalamnya adalah efisiensi untuk meningkatkan produktivitas dalam bidang tenaga kerja, ruang, dan penjualan per transaksi. Hal ini merupakan upaya yang tak pernah berhenti dilakukan oleh para pelaku bisnis melalui program pelatihan internal mereka. Toko obat, sebagai jenis usaha yang umumnya dimiliki oleh keluarga, biasanya memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibanding apotik. Ini dimungkinkan karena kemampuannya mengontrol pengeluaran di bidang kesejahteraan pegawai dan kenyamanan ruang kerja.

Kualitas Produk dan Layanan

Kualitas produk dan layanan merupakan salah satu faktor pendorong yang sanggup menjadikan pelanggan merasa nyaman untuk menggunakan (meluangkan) waktunya di gerai sebuah peritel. Bagi sasaran pasar kelas A dan B, salah satu aspek terpenting yang harus dijamin adalah kualitas layanan, yaitu kesanggupan staf untuk menjelaskan keunggulan produk (memiliki product knowledge) dan menyediakan layanan terbaik bagi pelanggan. Dengan meningkatkan CSF ini bersama dengan jaminan atas kualitas produk, peritel memiliki lebih besar peluang untuk memelihara loyalitas pelanggan.

Pangsa Pasar

Pangsa pasar memainkan peran penting dalam krisis ini sebagai salah satu indikator untuk memelihara kepentingan pengusaha. Pangsa pasar dapat juga digunakan untuk menjelaskan apakah bisnis yangs edang dijalankan masih atraktif atau tidak. Bagi para pelaku bisnis yang telah mapan, mereka perlu memelihara pelanggannya khususnya ketika terjadi trend menuju pergeseran ke arah produk barang dan jasa kelas dua. Seluruh pelaku bisnis apotik modern sangat mencermati CSF ini untuk memelihara profitabilitas usahanya.

Strategi Tempat

(36)

pemajangan produk-produk floor yang rapi untuk menarik perhatian calon pembeli juga menjadi unsur penting. Tata ruang yang mengalir baik sangat membantu pengunjung sehingga dapat menemukan produk yang diinginkannya dengan mudah. Suasana gerai yang bersahabat membuat para pembeli merasa nyaman dan aman ketika menghabiskan waktunya untuk berbelanja (memilih produk yang akan dibeli). Hal ini tentu saja lebih baik dari kondisi khas apotik konvensional (hanya sederatan kursi dan sebuah pesawat televisi dalam ruang tunggu mereka)

Pricing Strategy

Strategi penentuan harga banyak diterapkan untuk menghadapi pergeseran perilaku membeli menuju produk barang dan jasa ‘kelas dua’ yang biasanya lebih murah. Tidak jarang apotik konvensional atau toko obat tertentu menerapkan pendekatan cost leadership . Berbeda dengan apotik modern, biasanya toko obat memiliki keuntungan dalam strategi seperti ini karena margin yang diterapkan sekitar 20% sampai 30% lebih rendah dibanding apotik. Pada umumnya, apotik menetapkan margin mereka sekitar 25% sampai 35% dari harga jual produk. Sudah barang tentu penetapan harga yang tinggi menyebabkan lemahnya daya saing dalam situasi ‘uang ketat’ seperti ini.

Product Range Strategy

Strategi keragaman produk ini digunakan untuk menjamin ketersediaan produk dan mencegah terjadinya persediaan yang terlalu banyak dan tak laku. Strategi ini banyak berpatokan pada penyediaan produk yang cepat laku (fast-moving) dan menghindari produk yang tak laku (slow-moving). Hal ini sangat penting karena dalam industri ritel farmasi di Indonesia hanya sekitar 10% saja produk yang bersifat konsinyasi.

Strategi Promosi

(37)

TANTANGAN

Selain ketujuh faktor penentu keberhasilan (CSF) tersebut, para pelaku bisnis ritel farmasi perlu mencermati ancaman-ancaman yang dapat terjadi pada berberapa bidang sebagai berikut:

1. Peningkatan biaya akibat ketidakstabilan ekonomi dan politik seperti nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing. Hal ini secara langsung berdampak pada biaya bahan baku yang mencapai lebih dari 90% impor dan kerusuhan sosial yang dapat membahayakan bisnis sebagai bagian dari resiko politik.

2. Masuknya pemain asing akibat terbukanya pasar di Indonesia.

3. Munculnya pengobatan alternatif seperti jamu dan obat Cina. Selama krisis, diyakini bahwa obat tradisional mencapai 45% dari industri obatan dibanding 55% obat-obatan modern (Barat). Jamu adalah produk yang dibuat dengan biaya murah sehingga dapat dijual dengan harga murah pula, jamu yang tak bermerek malah lebih murah lagi karena dibuat atau diracik sendiri sebagai produk rumah tangga.

Gambar

Tabel 1. Ratio Distribusi Obat dari Pabrikan dan Distributor
Gambar 1. Indonesia Pharmaceutical Supply Chain

Referensi

Dokumen terkait

PT Kalbe Farma merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang farmasi dan menjadi perusahaan produk kesehatan serta nutrisi yang terintegrasi dengan daya inovasi, strategi

Skenario uji coba yang akan dilakukan pada tahap ini bertujuan untuk menguji apakah penambahan data stock obat yang berasal dari Instalasi Farmasi ke Instalasi/Unit dan integrasi

Limbah yang seluruhnya atau sebagian mengandung jaringan tubuh manusia, darah atau cairan tubuh lainnya, obat- obatan, produk farmasi, alat-alat suntik, kasa pembalut, jarum-jarum dan