• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institut Pertanian Bogor

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.8. Penelitian Terdahulu

Terdapat berbagai penelitian yang telah dilakukan yang berhubungan dengan financial distress. Penelitian awal yang mengkaji kondisi financial distresssuatu perusahaan dilakukan oleh Altman (1968). Penelitian ini mengkaji pemanfaatan analisis rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan serta kondisi financial distress suatu perusahaan. Fungsi diskriminan yang dikembangkan oleh Altman adalah sebagai berikut:

− = , + , + , + , + ,

Altman menyatakan bahwa jika perusahaan memiliki Z-score ≥ 2,99, maka perusahaan dikategorikan sebagai perusahaan sehat. Jika perusahaan memiliki nilai Z-score diantara 1,81 dan 2,99, maka perusahaan dikategorikan dalam kondisi financial distress. Dan perusahaan dengan Z-score < 1,81 termasuk dalam kategori bangkrut.

Penelitian ini dilanjutkan oleh Altman sendiri pada tahun (2010), dimana dilakukan prediksi financial distress perusahaan dan keunikan karakteristik

…….(4) ….(1)

kegagalan bisnis yang diuji dengan indikator yang effectivedan prediksi corporate distress serta mengkaji karakteristik perusahaan akan mengalami kebangkrutan dan juga menunjukkan teknik analisa keuangan yang menunjukkan kemungkinan akan mengalami financial distress.

Smith dan Liou (2007) melakukan penelitian korelasi antara rasio laporan keuangan yang tradisional dengan performansi pada sektor industri untuk perusahaan besar di United Kingdom. Penelitian ini menggunakan model prediksi kegagalan dengan Z-score untuk mengevaluasi solvency 340 perusahaan manufaktur. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat berbagai variasi yang menghubungkan antara variabel-variabel keuangan dengan terjadinya kegagalan dalam aktivitas perusahaan.

Ketiga penelitian di atas menggunakan fungsi diskriminan Z-score yang dikembangkan oleh Altman untuk mengidentifikasi kondisi financial distress. Pada penelitian ini, fungsi tersebut tidak digunakan untuk mengidentifikasi kondisi financial distress. Kondisi tersebut diidentifikasikan dengan menggunakan rasio keuangan DSCR.

Meekaewkunchorn (2002), melakukan penelitian mengenai Interest Rate Volatilities. Gejolak tingkat bunga yang terjadi pada tahun 1998, mengakibatkan banyak perusahaan yang mengalami financial distress. Pada penelitian ini dianalisa hubungan antara interest rate dari Certificate Deposit, Treasury Yields

dan tingkat bunga Libor sesudah terjadinya financial turmoil pada September 1998. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan Multiple Regression

dengan dummy variable.

Fitzpatrick (2004), melakukan penelitian secara empiris terhadap dinamika

financial distress. Analisa empiris financial distress yang dialami oleh public company di Amerika. Dengan membuat parsimonious model yang mengukur kondisi keuangan perusahaan melalui financial condition score (FCS) yang didasarkan tiga hal yaitu ukuran perusahaan, jumlah hutangnya dan standar deviasi dari aset perusahaan.

Outecheva (2007) melakukan penelitian financial distress di tingkat perusahaan dengan menganalisa kemungkinan adanya risiko financial distressdi perusahaan serta perilaku dalam menghadapi financial distress. Tiga hal yang

diamati pada perusahaan adalah perubahan penggunaan cost of capital, pengetahuan mengenai risiko dan perbedaan antara risiko sistematis dan

asystematic, serta perilaku manajemen dalam menghadapi financial distress yang telah mendekati kebangkrutan.

Perbedaan yang dilakukan oleh penelitian ini dengan kedua penelitian sebelumnya terletak pada penggunaan rasio keuangan. Fitzpatrick menggunakan ukuran perusahaan, jumlah hutang, dan standar deviasi aset perusahaan sebagai variabel independennya dan Meekaewkunchorn menganalisis hubungan interest rate dengan bunga Libor. Outecheva mengamati perubahan penggunaan cost of capital, pengetahuan mengenai risiko, dan prilaku manajemen dalam menghadapi kondisi financial distress. Penelitian ini menganalisis hubungan pengaruh antara

debt service coverage dengan lima rasio keuangan, yaitu net profit margin, current ratio, return on equity, ebitda to total assets, dan return on asset.

Almilia (2003) melakukan analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan periode 1998-2001 yang dipublikasikan. Alat analisis yang digunakan adalah regresi logit. Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan. Salah satu jenis analisis laporan keuangan adalah analisis rasio.Variabel rasio keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan adalah rasio profit margin, financial leverage, dan current ratio.

Almilia (2006) membuat analisa mengenai prediksi kondisi financial distress pada perusahaan go-public dengan menggunakan analisis multinomial logit. Pada penelitian ini diulas tanda-tanda perusahaan akan mengalami atau bahkan sedang mengalami financial distress, dengan melihat laba bersih dan nilai buku ekuitas yang secara berturut-turut bernilai negatif. Penelitian dilakukan terhadap kondisi keuangan perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1998-2001. Tahun tersebut dipilih karena pada kurun waktu tersebut perusahaan di Indonesia dan Asia memiliki kesulitan likuiditas akibat pengaruh dampak

Sukana (2008) melakukan studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

financial distress. Sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia periode 2001 – 2005. Dalam penelitiannya, variabel profitabilitas, beban hutang, dan market risk digunakan sebagai variabel independen. Dengan menggunakan metode Pooled EGLS (Cross Sectional Weights), dinyatakan bahwa ketiga variabel tersebut signifikan dalam mempengaruhi kemungkinan suatu perusahaan akan mengalami financial distress. Juga disimpulkan bahwa financial distress mempunyai hubungan yang signifikan dengan rasio kebangkrutan perusahaan.

Pranowo (2010) melakukan penelitian dengan menggunakan data sekunder laporan keuangan perusahaan publik non financial company selama periode lima tahun (2004-2008) dari Bursa Efek Indonesia. Penelitian mengkaji analisis rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai prediksi kondisi financial distress pada perusahaan di Indonesia, serta mengkaji faktor yang mempengaruhi perubahaan status perusaahaan dari non-financial distress menjadi financial distress. Penelitian ini menggunakan debt service coverage sebagai penentu kondisi financial distress perusahaan. Metode yang digunakan adalah metode regresi panel data dan metode regresi logistik.

Dibandingkan penelitian sebelumnya, penelitian ini memiliki perbedaan dalam variabel yang digunakan dalam penelitian, baik variabel dependen maupun variabel independen. Namun dalam kasus penelitian Pranowo, variabel dependen yang menjadi penentu kondisi financial distress perusahaan sama, yaitu DSCR. Perbedaan yang paling utama dari seluruh penelitian dengan penelitian ini adalah sampel penelitian, yaitu penelitian ini berfokus pada perusahaan sektor agrikultur. Penelitian emergence financial distress juga dilakukan oleh Pranowo, namun Pranowo melakukannya dengan menggunakan metode regresi logit multinomial. Penelitian ini meneliti emergence financial distress dengan menggunakan analisis deskriptif.

Ringkasan mengenai kajian penelitian terdahulu yang telah disebutkan sebelumnya, berupa relevansi dan perbedaan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

17 1. Altman (1968) Analisa

keuangan

Hasil dari penelitian Altman menghasilkan model Z-Score yang menunjukkan bahwa kondisi financial distress dan kebangkrutan dipengaruhi oleh nilai total asset, retained earning, earning before interest and tax, sales,

dan equity, sebagaimana ditunjukkan oleh model Z-Score Mengkaji mengenai kondisi financial distress. Kondisi financial distress ditentukan oleh nilai Z-Score, yang tidak relevan untuk digunakan pada perusahaan di Indonesia dan berupa accrual basis. 2. Altman (2010) Analisa keuangan dan korelasi

Penelitian ini ditujukan untuk memprediksikan kondisi financial distress perusahaan dan keunikan karakteristik kegagalan bisnis, serta menunjukkan teknik analisa keuangan yang menunjukkan kemungkinan akan mengalami

financial distressdengan menggunakan regresi linear.

Mengkaji prediksi kondisi financial distress.

Menggunakan regresi linear yang berarti hanya menggunakan data

time-series atau

cross-section untuk dianalisis.

3. Smith dan Liou (2007)

Analisis Korelasi

Dengan menggunakan model Z-score, penelitian ini mengevaluasi solvency 340 perusahaan manufaktur dengan melihat korelasi antara rasio laporan keuangan dengan performansi sektor industri di United Kingdom. Terdapat berbagai variasi yang menghubungkan variabel keuangan dengan terjadinya kegagalan aktivitas perusahaan.

Sama-sama menganalisa kondisi financial distress dengan menggunakan rasio pada laporan keuangan. Penggunaan model Z-Score yang dianggap tidak relevan dengan kondisi perusahaan di Indonesia dan berupa accrual basis.

18 4. Fitzpatrick (2004) Analisis deskriptif dengan financial condition score(FCS)

Penelitian menganalisa kasus empiris financial distress yang dialami oleh public company di Amerika Serikat melalui FCS yang didasarkan ukuran perusahaan, jumlah hutang, dan standar deviasi aset perusahaan.

Mengkaji financial distress Perbedaan variabel penelitian, alat analisis penelitian, serta sampel penelitian yang lebih luas.

5. Meekaewkunchorn (2002)

Analisis korelasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejolak tingkat bunga yang terjadi pada tahun 1998 mengakibatkan banyak perusahaan yang mengalami financial distress.

Mengkaji financial distress

Variabel yang digunakan: tingkat bunga yang bukan rasio keuangan. 6. Outtecheva (2007) Analisis

korelasi dan regresi

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat tiga hal penting yang harus diamati yang berkaitan dengan kemungkinan adanya risiko

financial distress, yaitu perubahan dalam penggunaan cost of capital, pengetahuan mengenai risiko, dan prilaku manajemen.

Menganalisis kemungkinan terjadinya financial distress. Sampel berupa perusahaan yang berada pada kondisi

financial distress.

7. Almilia (2003) Analisa multinomial logit

Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan. Variabel rasio keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan adalah rasio profit margin, financial leverage, dan current ratio.

Mengkaji financial distress dengan menggunakan rasio keuangan.

Variabel dan alat analisis

19 8. Almilia (2006) Analisa

multinomial logit

Pada penelitian ini diulas tanda-tanda perusahaan akan mengalami atau bahkan sedang mengalami financial distress, dengan melihat laba bersih yang negatif berturut-turut dan nilai buku ekuitas yang negatif berturut- turut. Prediksi kondisi financial distress Kondisi financial distress hanya ditentukan dengan melihat laba bersih dan nilai buku ekuitas yang negatif selama tiga tahun berturut-turut. 9. Sukana (2008) Analisis korelasi dan regresi menggunakan metode Pooled EGLS (Cross Sectional Weights)

Dalam penelitian ini, variabel profitabilitas, beban hutang, dan market risk digunakan sebagai variabel independen. Dengan menggunakan metode Pooled EGLS (Cross Sectional Weights), dinyatakan bahwa ketiga variabel tersebut signifikan dalam mempengaruhi kemungkinan suatu perusahaan akan mengalami financial distress. Juga disimpulkan bahwa financial distress

mempunyai hubungan yang signifikan dengan rasio kebangkrutan perusahaan.

Mengkaji financial distress

Variabel yang digunakan lebih sedikit, alat analisis dan sampel juga berbeda.

20 10. Pranowo (2010 Analisis regresi panel data dan multinomial logit.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder laporan keuangan perusahaan publik

non financial company selama periode lima tahun (2004-2008) dari Bursa Efek Indonesia. Penelitian mengkaji analisis rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai prediksi kondisi

financial distress pada perusahaan di Indonesia, serta mengkaji faktor yang mempengaruhi perubahaan status perusaahaan dari non- financial distress menjadi financial distress. Penelitian ini menggunakan debt service coverage sebagai penentu kondisi financial distress perusahaan. Metode yang digunakan adalah metode regresi panel data dan metode regresi logistik. Menganalisis financial distress dengan DSCR sebagai indikator serta menganalisis emergence financial distress. Variabel yang digunakan berbeda, dimana penelitian ini menggunakan

variabel yang dirasa memiliki pengaruh besar pada sektor agrikultur. Sampel penelitian ini berfokus pada seluruh perusahaan di BEI dan tidak berfokus pada sektor agrikultur saja.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pentingnya sektor agrikultur di Indonesia menjadi alasan utama perlunya dilakukan analisis keuangan dan non-keuangan terhadap perusahaan yang termasuk pada sektor tersebut. Salah satu analisis yang penting untuk dilakukan adalah analisis terhadap kondisi financial distress perusahaan. Financial distress

merupakan keadaan dimana perusahaan tidak mampu membayar hutangnya pada pihak ke tiga. Ketika suatu perusahaan berada dalam kondisi financial distress, besar kemungkinan bagi perusahaan tersebut untuk mengalami kebangkrutan.

Analisis kondisi financial distressdilakukan dengan menggunakan laporan keuangan perusahaan sektor agrikultur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Untuk melakukan analisis ini, diperlukan laporan keuangan yang lengkap selama periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Laporan keuangan yang digunakan adalah laporan laba rugi dan neraca.

Dari kedua laporan tersebut diperoleh data penerimaan bersih, penjualan, beban bunga, dan beban pajak dari laporan laba rugi perusahaan, serta data total aset, total aset lancar, total kewajiban lancar, total ekuitas, depresiasi, dan amortisasi dari neraca perusahaan. Seluruh data tersebut digunakan untuk menghitung rasio keuangan Net Profit Margin (NPM), Current Ratio (CR),

Return On Assets(ROA), Return On Equity(ROE), Earning Before Interest, Tax, Depretiation, and Assets to Total Assets (EBITDA/TA). Ke lima rasio ini merupakan variabel independen yang diuji pengaruhnya terhadap variabel dependen DSCR (DSCR). Rasio yang memiliki pengaruh pada nilai DSCR dapat digunakan sebagai alat prediksi kondisi financial distress oleh perusahaan sektor agrikultur di Indonesia.

Nilai DSCR tentunya berbeda-beda setiap perusahaan di sektor agrikultur (cross section) dan juga berbeda setiap tahunnya (time series). Oleh karena itu, metode yang tepat untuk meneliti kondisi financial distress perusahaan adalah metode regresi data panel yang memperhatikan data cross section dan time series.

Penelitian tidak hanya menganalisis faktor internal perusahaan yang dapat mempengaruhi nilai DSCR, tetapi juga menganalisis faktor eksternal perusahaan

yang memuncak pada tahun 2008, yaitu krisis subprime mortgage Amerika Serikat. Pengaruh yang diberikan dilihat dengan menggunakan variabel dummy

untuk merepresentasikan kondisi krisis tersebut. Setelah seluruh data numerik diperoleh, dilakukan uji Hausman Test untuk memilih metode yang akan digunakan pada model penelitian, yaitu Fixed Effect Model (FEM) atau Random Effect Model (REM) untuk menjadi landasan asumsi pada metode regresi data panel.

Perbedaan nilai DSCR yang disebabkan oleh berbagai faktor internal dan eksternal memungkinkan terjadinya perbedaan kondisi pada perusahaan sektor agrikultur, yaitu kondisi status financial distress atau non-financial distress. Kondisi perusahaan yang berbeda dijadikan sebagai landasan pemikiran berikutnya, yaitu faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perubahan kondisi perusahaan. Terdapat empat jenis status (perubahan kondisi perusahaan) yang mungkin terjadi pada perusahaan di sektor agrikultur Indonesia, yaitu:

Status 0 = perusahaan tetap pada kondisifinancial distress

Status 1 = perusahaan keluar dari kondisi financial distress menjadi non- financial distress

Status 2 = perusahaan tetap pada kondisi non-financial distress

Status 3 = perusahaan keluar dari kondisi non-financial distress menjadi

financial distress

Penelitian berfokus pada faktor apa saja yang menyebabkan perusahaan keluar dari kondisi financial distress menjadi non-financial distress, yaitu pada status 1. Status 1 ini disebut juga dengan emergence financial distress, yaitu keluarnya perusahaan dari kondisi financial distress. Analisis ini dilakukan secara deskriptif terhadap perusahan sektor agrikultur yang mengalami kondisi

emergence financial distress dengan meneliti kebijakan keuangan maupun non- keuangan yang dilakukan oleh perusahaan pada tahun yang bersangkutan.

Gambar 3. Kerangka pemikiran p enelitian

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada perusahaan sektor agrikultur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2006-2010. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2011 hingga Januari 2012.

Implikasi Manajerial

Analisis Deskriptif Regresi Panel Data

Emergence Financial Distress Dampak Krisis Subprime Mortgage Analisis financial distress dengan DSCR EBITDA /TA ROE ROA CR NPM DSCR

Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan Perusahaan

Sektor Agrikultur Periode 2006-2010

- Hausmann Test - Uji Asumsi Klasik - Var. Dummy Krisis Subprime Mortgage

3.3. Sumber dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data tersebut diperoleh dari Bursa Efek Indonesia berupa laporan keuangan serta laporan tahunan, dan literatur-literatur terkait yang mendukung penelitian.

Objek penelitian ini adalah perusahaan sektor agrikultur pada periode 2006-2010. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara non probability sampling, yaitu dengan pendekatan purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada atau sebelum tahun 2006.

2. Perusahaan terdaftar pada sektor agrikultur.

3. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit pada periode 2006-2010.

4. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan yang lengkap pada periode 2006-2010, terutama data-data yang dibutuhkan untuk menghitung rasio penelitian.

5. Perusahaan tidak delistingselama periode 2006-2010. 3.4. Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Dependen

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt service coverage. Nilai DSCR kemudian digunakan untuk menentukan kondisi perusahaan, apakah berada dalam kondisifinancial distressatau tidak. Perusahaan dikatakan mengalami financial distress apabila memiliki nilai DSCR ≤ 1,20 (Ruster, 1996).

3.4.2 Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah rasio keuangan perusahaan yang diperkirakan mempengaruhi nilai DSCR, yaitu rasio net profit margin, current ratio, return on equity, return on asset, rasio EBITDA to total assetsserta variabel dummy untuk kondisi krisis Subprime Mortgage.

3.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Net profit marginyang diperoleh dari perbandingan laba bersih (net profit) dengan total penjualan (total sales/total revenue) merupakan indikator kemampuan usaha dalam menghimpun dana.

Hipotesis 1;

H10: Tidak ada hubungan antara NPM dengan DSCR H11: Ada hubungan antara NPM dengan DSCR

2. Current ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pembayaran jangka pendek dengan membandingkan besarnya aset lancar dengan kewajiban lancar.

Hipotesis 2;

H20: Tidak ada hubungan antara CR dengan DSCR H21: Ada hubungan antara CR dengan DSCR

3. Return on Equity mencerminkan keuntungan/ kerugian yang dihasilkan oleh perusahaan dari ekuitas, dimana ekuitas berupa investasi dari para pemegang saham biasa.

Hipotesis 3;

H30: Tidak ada hubungan antara ROE dengan DSCR H31: Ada hubungan antara ROE dengan DSCR

4. EBITDA/TA memperlihatkan efisiensi pengelolaan aset operasional perusahaan, yaitu earning before interest, tax, depreciation, and amortization

dibandingkan dengan total assets. Rasio ini emperlihatkan produktivitas aset perusahan dalam menghasilkan laba bersih dengan tidak mengurangi dana depresiasi maupun amortisasi.

Hipotesis 4;

H40: Tidak ada hubungan antara EBITDA/TA dengan DSCR H41: Ada hubungan antara EBITDA/TA dengan DSCR

5. Return on Assetsmencerminkan keuntungan/kerugian yang dihasilkan dari jumlah aset. Rasio ini mengindikasikan arus kas dari total aset dalam periode waktu satu tahun.

H50: Tidak ada hubungan antara ROA dengan DSCR H51: Ada hubungan antara ROA dengan DSCR

6. Krisis Subprime Mortgage yang terjadi di Amerika pada pertengahan tahun 2007 sampai dengan akhir tahun 2008 memberikan gejolak pada kondisi perekonomian seluruh dunia. Pada penelitian ini akan dilihat apakah krisis tersebut memberikan dampak pada kondisi financial distress sektor agrikultur Indonesia dengan menggunakan variabel dummy.

Hipotesis 6:

H60: Tidak ada hubungan antara krisis subprime mortgage dengan DSCR

H61: Ada hubungan antara krisis subprime mortgagedengan DSCR 3.6 Teknik Analisis

3.6.1 Regresi Data Panel

Pada analisis statistik, data dapat dikumpulkan dari waktu ke waktu pada satu obyek yang sering disebut dengan runtut waktu (time series). Namun demikian data juga dapat dikumpulkan dari beberapa objek pada satu waktu, disebut juga sebagai data silang (cross section). Jika data time series dan data

cross section digabungkan maka disebut dengan data panel (Suliyanto, 2011). Data panel merupakan data dua dimensi, berbeda dengan time series dan cross section yang hanya satu dimensi. Ketika data panel memiliki jumlah observasi

time series yang sama pada tiap unit cross-section, maka data disebut dengan

balanced panel data. Sebaliknya, ketika data panel memiliki jumlah observasi

time series yang berbeda pada tiap unit cross-section, maka data disebut dengan

unbalanced panel data.Model data panel adalah:

= + + ………(2) Dimana, y = variabel dependen, x = variabel independen, a = intercept, b =slope, i = indeks individu,

t = indeks waktu,

ε = error.

3.6.2 Hausman Test

Pada analisis regresi data panel terdapat dua jenis model, yaitu Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Penentuan model yang terbaik dapat dilakukan dengan menggunakan Hausman Test, yaitu:

= − − − ………(3)

Dimana, b merupakan koefisien REM dan β merupakan koefisien FEM.

Kesimpulan yang dapat diambil dengan menggunakan Hausman Test adalah untuk menggunakan asumsi FEM apabila > , dan untuk menggunakan asumsi REM apabila ≤ , (Sanjoyo, 2007).

FEM memasukkan unsur dummy variable yang memungkinkan intersep bervariasi antar cross section maupun antar time series. Analisis dengan FEM menghasilkan hasil estimasi yang lebih baik (robust) dan cocok untuk digunakan pada data yang terdiri dari tingkat individu. REM memecahkan masing-masing komponen error menjadi cross section error, time series error, dan combination error. REM lebih cocok untuk digunakan padaa sampel acak dari suatu populasi yang diteliti.

3.6.3 Uji Asumsi Klasik Otokorelasi

Masalah otokorelasi dapat terjadi pada data observasi yang diuraikan menurut waktu (time series) atau ruang (cross section), yang berarti data panel juga dapat mengalami masalah ini. Uji otokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara anggota serangkaian data observasi (Suliyanto, 2011). Uji otokorelasi dapat dilakukan dengan metode Breusch Godfrey dengan perangkat lunak SPSS 16.

Metode ini mengasumsikan disturbance factor (Ut) diturunkan dengan mengikuti path order otoregressive scheme. Skema ini dilakukan dengan menghitung nilai Lag residual persamaan regresi, dimana regresi dilakukan

dengan menggunakan nilai residual (μi) sebagai variabel dependen dan nilai lag residual (μt-1 sampai dengan μt-p) sebagai variabel independen. Lalu akan

dihasilkan nilai chi-square yang diperoleh dari hasil perkalian R2 dengan hasil pengurangan total sampel dengan total lag residual. Apabila chi-square yang

dihasilkan kurang dari chi-square tabel, maka dapat disimpulkan data tidak mengalami masalah otokorelasi.

3.6.4 Uji Asumsi Klasik Multikolinieritas

Multikolinieritas memiliki arti terjadinya korelasi linier yang mendekati sempurna antar lebih dari dua variabel bebas. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel bebas atau tidak. Jika dalam model regresi yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel bebas maka model regresi tersebut dinyatakan mengandung gejala multikolinier.

Uji multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dengan menggunakan alat analisis SPSS 16. Model dinyatakan tidak

Dokumen terkait