• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Penelitian Terdahulu

Keputusan setiap individu untuk mencari nafkah sangat dipengaruhi oleh anggota rumahtangga yang lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Mangkuprawira (1985) di dua desa Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa dalam mengalokasikan waktunya untuk berbagai kegiatan, tiap anggota keluarga dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Faktor faktor dari dalam keluarga meliputi usia/umur, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman kerja, pengetahuan, keterampilan, pendapatan kepala keluarga, dan jenis kelamin. Faktor-faktor dari luar keluarga meliputi tingkat upah, harga barang-barang, jenis pekerjaan, dan struktur sosial.

Menurut Siahaan (2008) Pekerja lebih banyak mengalokasikan waktu kerja di dalam industri kecil sepatu. Pendapatan total (pendapatan di dalam industri dan luar industri) meningkat dengan bertambahnya curahan kerja total (curahan kerja di dalam industri dan luar industri). Curahan kerja di luar industri dipengaruhi oleh upah di luar industri dan pengalaman kerja di luar industri. Hasil penelitian Widiyanti (2007) menunjukkan bahwa curahan kerja suami di dalam

15 industri dipegaruhi oleh upah suami dalam industri dan bahan baku kedelai. Curahan kerja suami di luar industri dipengaruhi oleh pendapatan suami di luar industri dan tingkat pendidikan suami. Curahan kerja istri didalam industri dipengaruhi oleh upah istri di dalam industri dan tingkat pendidikan istri. Curahan kerja istri di luar industri dipengaruhi oleh curahan kerja istri di dalam industri, pendapatan istri di luar industri, umur istri dan tingkat pendidikan istri.

Hasil penelitian Irani (1998) memperlihatkan bahwa pengalaman kerja, jenis kelamin, angkatan kerja keluarga, dan biaya bahan baku berpengaruh terhadap curahan kerja di dalam industri tempe sedangkan pendapatan dari luar berpengaruh terhadap curahan kerja di luar industri. Pada rumahtangga pengusaha industri kecil tahu, curahan kerja di dalam industri dipengaruhi oleh umur, pengalaman, dan jumlah produksi sedangkan curahan kerja di luar industri dipengaruhi oleh penyerapan tenaga kerja di luar keluarga. Pada rumahtangga pengusaha industri kecil tempe maupun tahu, curahan kerja di dalam dan di luar industri tidak responsif terhadap perubahan semua variabel penjelasnya.

2.4.2. Pendapatan

Hasil penelitian Widiyanti (2007) menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga dari dalam industri tahu lebih besar daripada pendapatan rumahtangga dari luar industri tahu. Pendapatan suami dari luar industri tahu memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan rumah tangga dari luar industri tahu. Hal ini disebabkan karena curahan kerja suami di luar industri tinggi dan pendapatan suami perjam dari luar industri tinggi, maka pendapatan suami dari luar industri tinggi. Pendapatan istri di luar industri rendah. Hal ini disebabkan karena curahan kerja istri di luar industri rendah dan pendapatan istri perjam di luar industri

16 rendah. Total pendapatan rumahtangga lebih besar daripada total pengeluaran rumahtangga sehingga masih terdapat kelebihan pendapatan yang dapat digunakan untuk kebutuhan lainnya.

Hasil penelitian Indrawati (1997) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan rumahtangga industri kecil batik adalah alokasi waktu membatik dan luas penggunaan lahan pertanian. Peningkatan pendapatan per potong batik merupakan salah satu usaha untuk memotivasi pembatik agar lebih banyak mencurahkan waktu pada kegiatan membatik. Penambahan modal kerja pembatik dan alokasi waktu untuk membatik itu sendiriakan meningkatkan pendapatan rumahtangga industri kecil batik. Hasil penelitian Kesenja (2005) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga pemilik dan pekerja tepung tapioka hanya dipengaruhi oleh umur, upah pertanian, upah pabrik, dan upah non-pertanian dan non-pabrik.

Hasil penelitian Selomata (2000) menyatakan bahwa pendapatan para nelayan juragan dan pandega dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Pada umumnya laki-laki mempunyai kesempatan yang lebih besar daripada perempuan untuk mendapatkan pekerjaan karena dianggap memiliki kondisi tubuh yang lebih kuat dibandingkan perempuan. Selain itu, pekerja laki-laki mempunyai waktu yang lebih banyak bila dibandingkan pekerja perempuan dimana sebagian waktunya dipakai untuk mengurus rumahtangga dan anak.

2.4.3. Konsumsi

Proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dapat dipakai sebagai ukuran kesejahteraan rumahtangga. Semakin baik tingkat kesejahteraan rumah tangga maka proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk konsumsi di

17 luar pangan akan semakin besar. Selain itu, semakin baik tingkat kesejahteraan rumahtangga maka kualitas dankuantitas konsumsi rumahtangga akan semakin tinggi. Setiap rumahtangga akan memprioritaskan pendapatannya untuk konsumsi pangan kemudian selanjutnya untuk investasi dan tabungan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irani (1998) menunjukkan bahwa pada industri kecil tempe, konsumsi rumahtangga pengusaha dipengaruhi oleh pendapatan yang siap dibelanjakan, investasi pendidikan, dan tabungan tetapi konsumsi hanya responsif terhadap perubahan pendapatan yang siap dibelanjakan. Sedangkan pada industri kecil tahu, konsumsi dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga, pendapatan yang siap dibelanjakan, dan investasi pendidikan tetapi tidak responsif terhadap perubahan faktor-faktor tersebut. Menurut Mangkuprawira (1985) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi dalam rumahtangga terdiri dari faktor di dalam dan faktor di luar. Faktor-faktor di dalam rumahtangga diantaranya adalah jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan rumahtangga, adat istiadat, dan tingkat pendidikan ibu rumahtangga. Faktor-faktor di luar rumahtangga diantaranya adalah harga-harga bahan makanan, tingkat upah, dan tempat tinggal.

Hasil penelitian Madirini (1998) menunjukkan bahwa konsumsi barang dan jasa rumahtangga pengusaha industri kecil pakaian jadi, dipengaruhi oleh investasi pendidikan, pendapatan yang siap dibelanjakan, dan jumlah tanggungan keluarga. Menurut Anggriani (1998) pola konsumsi pengusaha industri kecil kulit dipengaruhi oleh variabel pendapatan yang siap dibelanjakan, investasi produksi, investasi pendidikan, dan tabungan.

18

2.4.4. Investasi

Menurut Simanjuntak (1998), investasi yang dilakukan oleh rumahtangga dapat berupa modal fisik dan modal manusia. Investasi dalam modal manusia dapat dilakukan melalui pendidikan, urbanisasi, dan peningkatan kesehatan. Investasi dalam modal manusia ini bertujuan untuk memperoleh tingkat penghasilan yang lebih tinggi sehingga tingkat konsumsi yang lebih tinggi dapat tercapai.

Pada rumahtangga karyawan dan pegawai non staf di perkebunan, investasi dipengaruhi oleh pendapatan yangsiap dibelanjakan, konsumsi, kredit, suku bunga tabungan, jumlah aset, dan pendidikan (Purba, 1997). Sedangkan Madirini (1998) menyatakan bahwa pada rumahtangga industri kecil pakaian jadi, investasi dipengaruhi oleh pendapatan yang siap dibelanjakan, jumlah anak sekolah, dan konsumsi. Pengeluaran rumahtangga di dua desa Kabupaten Sukabumi dalam sektor pendidikan, mencirikan adanya investasi sumberdaya manusia dalam kegiatan ekonomi rumahtangga guna meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang di masa yang akan datang (Mangkuprawira, 1985). Menurut Irani (1998) pada rumahtangga pengusaha industri kecil tempe dipengaruhi oleh jumlah anak sekolah, pendapatan disposibel, konsumsi, dan tabungan. Investasi pendidikan juga responsif terhadap perubahan pendapatan disposabel, konsumsi, dan tabungan. Pada rumahtangga pengusaha industri kecil tahu, investasi pendidikan dipengaruhi oleh pendapatan disposibel, konsumsi, dan tabungan tetapi hanya responsif terhadap perubahan pendapatan disposabel dan konsumsi.

19

2.4.5. Tabungan

Pada umumnya masyarakat menabung dengan tujuan untuk bertransaksi dan berjaga-jaga. Variabel utama yang menentukan seseorang akan menabung adalah tingkat pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka akan semakin besar kemampuannya untuk menyisakan pendapatan yang akan digunakan untuk menabung. Sebaliknya, apabila semakin rendah tingkat pendapatan seseorang maka akan semakin kecil kemampuannya untuk menyisakan pendapatan yang akan digunakan untuk menabung. Hasil penelitian Purba (1997) memperlihatkan bahwa tabungan rumahtangga karyawan dan pegawai non staf di perkebunan dipengaruhi oleh pendapatan yang siap dibelanjakan serta konsumsi barang dan jasa. Tabungan rumahtangga karyawan ternyata responsif terhadap perubahan pendapatan yang siap dibelanjakan dan konsumsi. Selometa (2000) menyatakan bahwa tabungan berkorelasi negatif terhadap konsumsi karena semakin besar proporsi pendapatan yang digunakan untuk mengkonsumsi barang dan jasa maka proporsi yang digunakan untuk tabungan semakin kecil.

20

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Dokumen terkait