KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PEKERJA INDUSTRI
KECIL TENUN ULOS DI KELURAHAN SUKAMAJU, KOTA
PEMATANGSIANTAR
HERMANTO HILARIUS SIADARI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi berjudul Keputusan Ekonomi
Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos di Kelurahan Sukamaju Kota
Pematang Siantar adalah karya penulis dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini penulis melimpahkan hak
cipta dari karya tulis penulis kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
ABSTRAK
HERMANTO HILARIUS SIADARI. Keputusan Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos di Kelurahan Sukamaju, Kota Pematangsiantar. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA dan NIA KURNIAWATI HIDAYAT.
Industri kecil memiliki peran yang sangat strategis, dan mampu berperan sebagai penyangga Ekonomi Nasional. Jumlah industri kecil di kota Pematangsiantar semakin meningkat dan mampu menyerap banyak tenaga kerja. Salah satu sentra industri kecil di Kota Pematangsiantar adalah tenun ulos di Kelurahan Sukamaju. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui karakteristik rumahtangga pekerja industri kecil tenun ulos dilihat dari alokasi curahan kerja, pendapatan, dan pengeluaran, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga pekerja industri kecil tenun ulos, dan (3) mengetahui dampak perubahan faktor eksternal dan internal rumahtangga pekerja industri kecil tenun ulos terhadap keputusan ekonomi rumahtangga. Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos dibangun sebagai sistem persamaan simultan dan diestimasi menggunakan metode Two Stage Least Squares (2SLS). Peningkatan upah di luar industri dan peningkatan harga jual per unit ulos meningkatkan pendapatan dan pengeluaran total rumahtangga, sehingga kesejahteraan rumahtangga pekerja menjadi lebih baik. Peningkatan jumlah anak sekolah menurunkan pendapatan dan pengeluaran total rumahtangga, sehingga kesejahteraan rumahtangga pekerja menjadi lebih buruk.
ABSTRACT
HERMANTO HILARIUS SIADARI. Household Economic Decisions of Small Industry Worker of Ulos Woven in Sukamaju Village, Pematangsiantar City. Advised by BONAR M. SINAGA and NIA K. HIDAYAT.
Small industries have a very strategic role, and able to act as a buffer of National Economy. The number of small industries in Pematangsiantar city is increasing and able to absorb more labor. One of the small industry centers in Pematangsiantar City is Ulos traditional woven cloth existing in Sukamaju Village. This study aims to: (1) determine the characteristics of small industry worker households of Ulos traditional woven cloth viewed from the allocations of work time, income, and expenditure, (2) analyze factors that influence the allocations of work time, income and expenditure of small industry worker households, and (3) determine the impact of external and internal factors on household economic decisions. The Household Economic Model of Small Industry Workers of Ulos Traditional Woven Cloth is built as a system of simultaneous equations and estimated using Two Stage Least Squares (2SLS) method. The increase in wages outside industries and the increase in per unit selling price of Ulos increases the total household income and expenditure, so that the workers household welfare is better. The increase of number of school children decreases the total household income and expenditures, so that the workers household welfare is becoming worse.
KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PEKERJA
INDUSTRI KECIL TENUN ULOS DI KELURAHAN
SUKAMAJU, KOTA PEMATANGSIANTAR
HERMANTO HILARIUS SIADARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Judul Skripsi : Keputusan Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos di Kelurahan Sukamaju, Kota Pematangsiantar Nama Mahasiswa : Hermanto Hilarius Siadari
NRP : H44070015
Disetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr . Ir Bonar M. Sinaga, MA Nia Kurniawati Hidayat, SP, MSi NIP. 19481130 197412 1 002
Diketahui, Ketua Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan
dan bantuan serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Kedua orang tuaku yang tercinta, Bapak (Syamsudin Siadari) dan Mama
(Mery Tampubolon) terimakasih atas doa, dukungan dan semangat serta
kasih sayang yang diberikan kepada penulis selama pendidikan.
Kakak-kakakku yang tercinta Eva Novalina dan Octa Laura Siska, adikku yang
tersayang Septiwaty Bernadetta, sepupuku Jenny Siregar, ponakanku Kevin
dan Kayla, tulang dan nantulang serta seluruh keluarga yang sangat
memotivasi penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA sebagai dosen pembimbing utama yang
telah banyak memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada
penulis.
3. Ibu Nia Kurniawati Hidayat SP, Msi selaku dosen pembimbing kedua yang
banyak memberikan perhatian, bimbingan, motivasi dan arahan kepada
penulis.
4. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec sebagai penguji utama dan Nuva, SP, M.Sc
sebagai penguji wakil Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.
5. Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis dalam bidang akademik.
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan di Departemen Ekonomi Sumberdaya
7. Bapak Lurah Kelurahan Sukamaju Kota Pematangsiantar yang telah memberi
ijin dan membantu memberikan informasi data dalam penyusunan skripsi ini.
8. Sahabatku Hezron, Basten, Daniel, Yesika, Posma, Vera, Ribkha, Mega, Kak
Diana, Kak Yomi, Bambang, Viva, Sintong, Ferdy, Nopex, Yano, Krisna,
Afryan, Andi, Domu, terimakasih atas segala doa, semangat, dan perhatian
serta kebersamaan selama ini.
9. Teman-teman satu bimbingan Tika, Rizky, Molly, Aulia, Sausan dan
Keluarga ESL’44 terimakasih atas segala dukungan doa, motivasi dan
kebersamaan yang telah diberikan.
10.Teman-teman KPAnies’ 44 serta KPA 43, 45, 46 dan juga teman-teman BP
PMK periode 2010/2011 terimakasih atas doa dan kekeluargaan yang terjalin
selama ini.
11.Semua pihak yang telah membantu dalam proses persiapan hingga
penyusunan skripsi ini
Bogor, November 2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas kasih dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “
Keputusan Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos di
Kelurahan Sukamaju, Kota Pematangsiantar”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan Sarjana Ekonomi dan Manajemen pada Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor. Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui
karakteristik rumahtangga pekerja industri kecil tenun ulos dilihat dari alokasi
curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran serta menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhinya dan mengetahui dampak perubahan faktor eksternal dan
internal rumahtangga pekerja terhadap keputusan ekonomi rumahtangga.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna,
sehingga saran dan kritik yang dapat memperbaiki penyusunan skripsi sangat
diharapkan oleh penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, November 2013
DAFTAR ISI
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Ulos ... 7
2.2. Pengertian Industri Kecil ... 8
2.3. Klasifikasi dan Karakteristik Industri Kecil... 10
2.4. Penelitian Terdahulu ... 14
3.3. Model Ekonomi Rumahtangga Industri Kecil ... 32
IV. METODE PENELITIAN ... 37
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 37
4.3. Tenik Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data ... 37
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 37
4.5. Model Ekonomi Rumahtangga Industri Kecil Tenun Ulos ... 38
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 55
5.1. Letak dan Geografis ... 55
5.2. Keadaan Penduduk ... 56
5.3. Prasarana dan Sarana... 57
5.4. Keadaan Industri Kecil Tenun Ulos di Kelurahan Sukamaju .... 58
5.5. Kegiatan Usaha ... 58
5.6. Ragam Ulos, Upah Pekerja dan Harga Jual Ulos dalam Industri Kecil Tenun Ulos di Kelurahan Sukamaju ... 61
VI. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PEKERJA INDUSTRI KECIL TENUN ULOS DI KELURAHAN SUKAMAJU KOTA PEMATANGSIANTAR ... 62
6.1. Karakteristik Rumahtangga Pekerja ... 62
6.2. Deskripsi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos .... 66
6.2.1. Curahan Kerja ... 66
6.2.2. Pendapatan ... 69
6.2.3. Konsumsi Pangan dan Non Pangan ... 71
6.2.4. Investasi Pendidikan dan Kesehatan... 73
6.2.6. Tabungan ... 74
VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PEKERJA INDUSTRI KECIL TENUN ULOS ... 75
7.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos ... 75
7.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos... 76
8.2.1. Peningkatan Curahan Kerja di Luar Industri Sebesar
20 Persen ... 88
8.2.2. Peningkatan Harga Jual Ulos Per Unit Sebesar 20 Persen... 90
8.2.3. Peningkatan Jumlah Anak Sekolah Sebesar 100 Persen ... 91
8.2.4. Rekapitulasi Skenario... 92
IX. SIMPULAN DAN SARAN ... 95
9.1. Simpulan ... 95
9.2. Saran ... 97
DAFTAR PUSTAKA ... 98
LAMPIRAN ... 101
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.Perkembangan Industri di Kota Pematangsiantar Tahun 2004-2007 ... 2 2.Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan
Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun 2011 ... 56 3.Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan
Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun 2011 ... 56 4.Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut di Kelurahan
Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun 2011 ... 57 5.Ragam Ulos, Upah Pekerja, dan Harga Jual Ulos Dalam Industri Kecil
Tenun Ulos di Kelurahan Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun
2011... 61 6.Karakteristik Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos di
Kelurahan Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun 2011... 62 7.Kelompok Umur Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos di Kelurahan
Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun 2011... 63 8.Status Perkawinan Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos di Kelurahan
Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun 2011... 63 9.Jumlah Tanggungan Anggota Keluarga Pekerja Industri Kecil Tenun
Ulos di Kelurahan Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun 2011... 64 10. Jumlah Tanggungan Anggota Keluarga Umur 0-7 Tahun Pekerja
Industri Kecil Tenun Ulos di Kelurahan Sukamaju Kota
Pematangsiantar, Tahun 2011 ... 64 11. Jumlah Tanggungan Anggota Keluarga Umur >7 Tahun Pekerja
Industri Kecil Tenun Ulos di Kelurahan Sukamaju Kota
Pematangsiantar, Tahun 2011 ... 65 12. Jumlah Tanggungan Keluarga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos di
Kelurahan Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun 2011... 65 13. Tingkat Pendidikan Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos di Kelurahan
Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun 2011... 66 14. Pengalaman Kerja di Dalam Industri Kecil Tenun Ulos di Kelurahan
Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun 2011 ... 66 15. Rata-rata Curahan Kerja Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun
xiii
16. Rata-rata Curahan Kerja Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos Berdasarkan Kelompok Umur di Kelurahan Sukamaju Kota
Pematangsiantar, Tahun 2011 ... 68 17. Rata-rata Curahan Kerja Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun
Ulos Berdasarkan Pendapatan Total di Kelurahan Sukamaju Kota
Pematangsiantar, Tahun 2011 ... 69 18. Rata-rata Pendapatan Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos
di Kelurahan Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun 2011... 70 19. Rata-rata Pendapatan Total Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun
Ulos Berdasarkan Curahan Kerja Total di Kelurahan Sukamaju Kota
Pematangsiantar, Tahun 2011... 70 20. Rata-rata Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rumahtangga Pekerja
Industri Kecil Tenun Ulos Berdasarkan Pendapatan yang Siap Dibelanjakan di Kelurahan Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun
2011... 72 21. Rata-rata Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rumahtangga Pekerja
Industri Kecil Tenun Ulos Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
di Kelurahan Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun
2011... 73 22. Rata-rata Investasi Pendidikan dan Investasi Kesehatan Rumahtangga
Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos Berdasarkan Pendapatan yang Siap Dibelanjakan di Kelurahan Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun
2011 ... ... 73 23. Rata-rata Tabungan Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos
Berdasarkan Pendapatan yang Siap Dibelanjakan di Kelurahan Sukamaju Kota Pematangsiantar, Tahun 2011 ... 74 24. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Estimasi Persamaan Curahan Kerja
di Dalam Industri... 77 25. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Estimasi Persamaan Curahan Kerja
di Luar Industri... 78 26. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Jumlah
Produksi... 79 27. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Estimasi Persamaan Pendapatan di
Dalam Industri... 80 28. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Estimasi Persamaan Pendapatan di
Luar Industri ... … 81 29. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Estimasi Persamaan Konsumsi
xiii
30. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Estimasi Persamaan Konsumsi Non
Pangan ... 83 31. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Estimasi Persamaan Investasi
Pendidikan ... 84 32. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Estimasi Persamaan Investasi
Kesehatan ... 85 33. Hasil Dugaan Parameter dan Nilai Estimasi Persamaan Tabungan ... 86 34. Hasil Validasi Model Keputusan Ekonomi Rumahtangga Pekerja ... 87 35. Dampak Peningkatan Upah di Luar Industri sebesar 20 persen Terhadap
Keputusan Ekonomi Rumahtangga Pekerja ... 89 36. Dampak Peningkatan Harga Jual Per Unit Sebesar 20 Persen Terhadap
Keputusan Ekonomi Rumahtangga Pekerja ... 90 37. Dampak Peningkatan Jumlah Anak Sekolah Sebesar 100 Persen
Terhadap Keputusan Ekonomi Rumahtangga Pekerja... 92 38. Rekapitulasi Skenario Dampak Perubahan Faktor Eksternal dan Internal
Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos Terhadap Keputusan
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuesioner Penelitian Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos di
Kelurahan Sukamaju Kota Pematangsiantar Tahun 2011…………... 102 2. Data Penelitian Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos di
Kelurahan Sukamaju Kota Pematangsiantar Tahun 2011... 107 3. Keterangan Notasi Variabel Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri
Kecil Tenun Ulos di Kelurahan Sukamaju Kota Pematangsiantar Tahun
2011... 111 4. Program Komputer Estimasi Parameter Model Ekonomi Rumahtagga
Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos Menggunakan Metode 2 SLS dan
Prosedur SYSLIN dengan Software SAS/ETS Versi 9.1 ... 112 5. Hasil Estimasi Parameter Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja
Industri Kecil Tenun Ulos Menggunakan Metode 2 SLS dan Prosedur
SYSLIN dengan Software SAS/ETS Versi 9.1... 113 6. Program Komputer Uji Multicollinearity Model Ekonomi Rumahtangga
Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos Menggunakan Nilai VIF dengan
Software SAS/ETS Versi 9.1... 123 7. Hasil Uji Multicollinearity Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja
Industri Kecil Tenun Ulos Menggunakan Nilai VIF dengan Software
SAS/ETS Versi 9.1... 124 8. Program Komputer Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja
Industri Kecil Tenun Ulos Menggunakan Metode NEWTON dan
Prosedur SIMNLIN dengan Software SAS/ETS Versi 9.1... 126 9. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil
Tenun Ulos Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur SIMNLIN
dengan Software SAS/ETS Versi 9.1... 128 10.Program Komputer Simulasi Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja
Industri Kecil Tenun Ulos Menggunakan Metode NEWTON dan
Prosedur SIMNLIN dengan Software SAS/ETS Versi 9.1... 131 11.Hasil Simulasi Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil
Tenun Ulos Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur SIMNLIN
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebijakan setiap negara yang sedang membangun bertujuan untuk
mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Namun dalam
mencapainya sering dihadapkan pada masalah-masalah pokok seperti
pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, kemiskinan dan
ketidakseimbangan ekonomi antar daerah.
Usaha-usaha penanggulangan pengangguran dan pemerataan distribusi
pendapatan di Indonesia tidak hanya mengandalkan pertumbuhan industri modern
tetapi juga ditekankan kepada pengembangan industri kecil di pedesaan atau di
daerah-daerah tertentu. Industri kecil dalam perekonomian di negara berkembang
sangat potensial untuk dikembangkan karena mendominasi lebih dari 95 persen
struktur perekonomian Indonesia. Industri kecil ini memiliki peran yang sangat
strategis, baik secara sosial ekonomi maupun sosial politik (Supratikno, 1994).
Industri kecil secara sosial ekonomi menyediakan barang dan jasa bagi
konsumen berdaya beli rendah sampai sedang, dan berkontribusi bagi
pertumbuhan ekonomi serta perolehan devisa negara. Industri kecil secara sosial
politik juga sangat penting terutama dalam penyerapan tenaga kerja dan upaya
pengentasan kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari eksistensi usaha kecil yang
dapat berkembang dan tumbuh mencapai 241 303 263 atau 99.85 persen dari total
pengusaha nasional dan memberikan konstribusi PDB sebesar 40.29 persen.
Usaha kecil dari aspek ketenagakerjaan, mampu menyerap 68.275 juta atau 88.70
persen dari total angkatan kerja. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa usaha kecil
2 karena itu industri kecil perlu mendapatkan perhatian yang serius, baik dari sisi
pemerintah dan masyarakat.
Upaya pembinaan dan pengembangan usaha kecil merupakan suatu
keharusan agar industri kecil tersebut dapat bertumbuh sebagai komponen dunia
usaha yang kuat dan tangguh, efisien dan mandiri. Industri kecil itu sangat efektif
sebagai alat distribusi pembangunan bagi masyarakat. Upaya pemerintah itu tentu
melalui berbagai kebijaksanaan yaitu dengan menciptakan iklim usaha yang
kondusif sehingga sektor industri terutama sektor industri untuk usaha kecil dapat
terus bertumbuh dan berkembang. Hal ini tentu saja akan meningkatkan
pendapatan nasional, memperluas kesempatan kerja, pemerataan pendapatan serta
mengurangi angka pengangguran (Badan Pusat Statistik, 2003).
Di Pematangsiantar pada tahun 2007, jumlah industri kecil sebanyak 491
unit dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 4038 orang, nilai produksi
sebesar Rp 52881.63 juta, nilai investasi sebesar Rp 28263.21 juta, sebagaimana
pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Industri di Kota Pematangsiantar Tahun 2004 - 2007
3 Dari Tabel 1 diketahui bahwa pertumbuhan industri kecil di
Pematangsiantar secara umum terus mengalami perkembangan. Industri kecil di
Pematangsiantar dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan pembangunan
daerah berupa penyerapan tenaga kerja. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam
memberdayakan/memandirikan ekonomi, sektor industri kecil menengah di
Pematangsiantar potensial untuk dikembangkan dan diprioritaskan. Industri kecil
mengalami perkembangan baik dilihat dari unit usaha, tenaga kerja dan nilai
investasi. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan industri kecil sangat potensial
untuk selalu dikembangkan dimasa yang akan datang. Namun disadari secara
umum masih banyak kendala, hambatan dan permasalahan yang dihadapi oleh
industri kecil, khususnya pada sektor industri kecil kerajinan (Kuncoro, 2003).
Oleh karena itu, kedudukan dan peran serta masyarakat industri kecil kerajinan
perlu terus diperkuat agar lebih mampu berkembang mandiri dimasa yang akan
datang.
Di Kota Pematangsiantar juga terdapat beberapa sentra industri kecil yang
tersebar di beberapa kecamatan dan kelurahan. Salah satu diantaranya adalah
tenun ulos di Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Siantar Marihat. Industri Ulos
merupakan produksi khas yang berkembang pesat di kotamadya Pematangsiantar.
Komoditi ini dikategorikan sebagai andalan dan menjadi primadona.
Keistimewaan dan keunikan pakaian adat tradisional Batak ini menyimpan rahasia
keterampilan seni berpadu dengan budaya. Menurut informasi dari beberapa orang
pengusaha ulos, jumlah industri kecil tenun ulos di Kelurahan Sukamaju semakin
4
1.2. Rumusan Masalah
Sektor industi kecil dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam
mengatasi masalah ketidakseimbangan antara lapangan pekerjaan dengan jumlah
angkatan kerja yang ada. Industri kecil nantinya dapat menampung kelebihan
tenaga kerja dan sebagai sumber pendapatan.
Pentingnya keberadaan industri kecil pada saat ini khususnya industri kecil ulos diharapkan dapat menjadi alternatif dalam peningkatan nilai tambah dan peningkatan pendapatan bagi sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat yang memiliki latar belakang kemampuan sumberdaya manusia yang terbatas, baik dalam pengolahan maupun pengelolaan sumberdaya alam dan hasilnya.
Rumahtangga sebagai produsen dan konsumen diasumsikan bersifat
rasional dalam memaksimumkan kepuasannya. Sebagai produsen, rumahtangga
akan memproduksi lebih banyak barang yang harganya relatif lebih mahal.
Sebaliknya sebagai konsumen, rumahtangga akan mengkonsumsi lebih banyak
barang yang harganya relatif lebih murah dan mengkonsumsi lebih sedikit barang
yang harganya relatif mahal (Gronau, 1977). Alokasi waktu kerja dalam
rumahtangga akan mempengaruhi tingkat produksi, pendapatan dan pengeluaran
rumahtangga (kesejahteraan). Becker (1965) menyatakan bahwa hubungan secara
simultan dalam ekonomi rumahtangga terjadi antara aktivitas produksi dan
konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga.
Usaha kerajinan ulos tradisional (dengan menggunakan Alat Tenun Bukan
Mesin/ATBM) di Kelurahan Sukamaju sebagai bagian dari usaha kecil tidak
terlepas dari persoalan-persoalan yang dihadapi seperti modal, pemasaran, bahan
baku, teknologi dan manajemen. Segmen pasar ulos sampai saat ini masih
5 jumlah ulos yang dihasilkan dari tahun ke tahun sudah cukup banyak, tetapi
permintaan masyarakat khususnya untuk kegiatan adat istiadat masih tetap ada.
Hal ini terutama disebabkan bahwa dalam adat Batak, ulos yang dipergunakan
untuk acara adat tidak lazim dipergunakan lebih dari sekali, sehingga untuk setiap
acara dibutuhkan beberapa buah ulos. Selain itu, ulos yang diberikan tidak lazim
juga untuk diberikan (atau diuloskan) kepada orang lain.
Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis industri
kecil tenun ulos di Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Siantar Marihat, Kotamadya
Pematangsiantar. Sesuai dengan permasalahan, perumusan masalah adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik rumahtangga pekerja industri kecil tenun ulos dilihat
dari alokasi curahan kerja, pendapatan, dan pengeluaran?
2. Faktor–faktor apa saja yang mempengaruhi alokasi curahan kerja,pendapatan
dan pengeluaran rumahtangga pekerja industri kecil tenun ulos?
3. Bagaimana dampak perubahan faktor eksternal dan internal rumahtangga
pekerja industri kecil tenun ulos terhadap keputusan ekonomi rumahtangga?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui karakteristik rumahtangga pekerja industri kecil tenun ulos
dilihat dari alokasi curahan kerja, pendapatan, dan pengeluaran.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi curahan kerja,
pendapatan dan pengeluaran rumahtangga pekerja tenun ulos.
3. Menganalisis dampak perubahan faktor eksternal dan internal rumahtangga
6
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup dan keterbatasan penelitian ekonomi rumahtangga pekerja
industri kecil tenun ulos di Kelurahan Sukamaju adalah:
1. Penelitian dilakukan di salah satu sentra industri kecil tenun ulos di Kota
Pematangsiantar, yaitu: Kelurahan Sukamaju.
2. Penelitian yang dilakukan dibatasi pada kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
rumahtangga pekerja dan tidak tidak meneliti kegiatan ekonomi rumahtangga
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ulos
Pada jaman dahulu sebelum orang batak mengenal tekstil buatan luar, ulos
adalah pakaian sehari-hari. Ulos tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat Batak. Ulos merupakan kain tenun khas Batak berbentuk selendang
yang berfungsi sebagai lambang ikatan kasih sayang dan kain penghangat badan
yang dapat menimbulkan rasa bahagia bagi pemakainya.
Ulos memiliki derajat yang sangat tinggi serta dapat mencerminkan status
pemakainya berdasarkan tingkat kesulitan pembuatan kain tenun ini. Perbedaan
tingkat kesulitan ini mencerminkan makna yang berbeda dari setiap jenis ulos
yang dihasilkan. Tidak semua ulos Batak dapat dipakai dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya ulos jugia, ragi hidup, ragi hotang dan runjat yang biasanya
hanyalah sebagai simpanan dan hanya dipakai pada waktu tertentu saja. Jenis ulos
yang paling tinggi derajatnya dibandingkan jenis ulos lainnya adalah ulos ragi
hidup yang diperuntukkan bagi keluarga Batak, dimana ulos itu dilambangkan
sebagai simbol kehidupan, kebahagiaan, dan doa restu dari tetuanya kepada
keturunannya (Ruth, 2002).
Ulos memiliki fungsi simbolik dalam kehidupan orang Batak dan setiap
ulos memiliki makna tersendiri yang meliputi sifat, keadaan fungsi dan hubungan
dengan benda dan hal tertentu. Menurut pandangan masyarakat Batak terdapat
tiga unsur dalam kain ulos yang mendasari kehidupan manusia, yakni: darah,
nafas dan panas. Sementara dalam proses panas terdapat tiga unsur pemberi panas
atau kehangatan kepada manusia, diantaranya: matahari, api dan ulos (kain). Jadi,
8 Dikalangan masyarakat Batak sering terdengar istilah mangulosi, dimana
menurut kepercayaan suku Batak, jiwa seseorang harus diulosi sehingga bagi
kaum laki-laki diharapkan memiliki sifat jantan dan sifat kepahlawanan.
Sedangkan kaum wanitanya diharapkan memiliki sifat ketahanan untuk melawan
guna-guna yang dapat berakibat buruk dalam mengarungi kehidupannya. Dalam
mangulosi, ada aturan yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilakukan secara
sembarangan dalam pelaksanaannya.
Tata cara dan jenis ulos yang diberikan dalam prosesi mangulosi juga
berbeda-beda. Misalnya, dalam adat acara perkawinan, jenis ulos yang diberikan
bisa berupa ulos sadum. Ulos ini akan diberikan atau diuloskan oleh pihak
keluarga pengantin perempuan (pihak parboru) kepada pihak pengantin laki-laki
(pihak paranak). Sedangkan dalam acara adat kematian, baik kematian suami
maupun kematian istri, pihak parboru akan mangulosi anggota keluarga yang
ditinggalkan dengan ulos sitolu tuhu (jika anak-anak dari orang yang meninggal
belum menikah seluruhnya), tetapi sebaliknya jika seluruh anak dari orang yang
meninggal itu telah menikah (saurmatua) maka pihak boru akan mangulosi
dengan ulos ragi hidup (Napitupulu, 2007). Seiring dengan perubahan zaman, kini
ulos tidak hanya sekedar lambang kehangatan dan kasih sayang tetapi sebagai
lambang kedudukan seseorang, komunitas dan solidaritas dalam komunitas suku
Batak.
2.2. Pengertian Industri Kecil
Defenisi rinci dari industri kecil yang menunjukkan ciri-ciri spesifik
menurut (Mitzberg,1992) dalam (Ruth, 2002) adalah “organisasi yang memiliki
9 sangat sederhana, mempunyai karakter khas tanpa elaborasi, tanpa staff yang
berlebihan, pembagian kerja yang kendur, memiliki hirarki manajemen yang
kecil, sedikit aktifitas yang diformalkan, sangat sedikit yang menggunakan proses
perencanaan, jarang mengadakan pelatihan untuk karyawan, pengusaha sulit
untuk membedakan antara asset pribadi dan perusahaan, sistem akuntansi kurang
baik bahkan sering tidak memilikinya, dan pengusaha mempunyai kebijakan
dalam menghadapi investasi hampir sama dengan perorangan”.
Menurut Gie (1996), industri kecil merupakan para wira swasta yang
mandiri dan tidak pernah menggantungkan diri pada siapapun. Tidak pernah
terdengar suara dan tuntutan-tuntutannya, karena mereka terlampau lemah dan
tidak mempunyai akses pada media massa. Tidak pernah menuntut fasilitas dari
pemerintah, tidak mengerti dan mungkin tidak akan mampu memiliki instrumen
canggih dan serba abstrak, tetapi besar hasilnya.
Pendefinisian industri kecil menurut lembaga/departemen adalah:
1. Bank Indonesia: industri kecil adalah usaha yang mempunyai aset maksimal
Rp600 juta di luar tanah dan bangunan. Ketentuan ini berdasarkan Keputusan
Menteri Perindustrian No.13 Tahun 1990.
2. Biro Pusat Statistik: industri kecil adalah perusahaan industri yang
mempunyai tenaga kerja limasampai 19 orang yang terdiri dari pekerja kasar
yang dibayar, pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang tidak dibayar.
Sementara tenaga kerja di bawah lima orang digolongkan industri kerajinan
rakyat.
3. Kamar Dagang dan Industri (KADIN): industri kecil adalah industri yang
10 tolak ukur yang berbeda-beda seperti mesin dan peralatan rata-rata perbulan,
nilai modal, dan lain-lain.
4. Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Koperasi Kota
Medan, membuat kriteria sebagai berikut: (a) omset Rp50 juta pertahun
disebut pengusaha kecil handal, (b) omset Rp50-500 juta dan tenaga kerja
minimal lima orang perhari disebut pengusaha kecil tangguh dan telah
terdaftar, (c) omset Rp300-500 juta, asset Rp60-100 juta, tenaga kerja lebih
besar dari lima orang perhari, sudah memiliki mitra, manajemen baik, dan
telah memiliki pembukuan disebut pengusaha kecil unggul, (d) omset lebih
besar dari atau sama dengan Rp 500 juta, asset mencapai Rp500 juta, tenaga
kerja perhari kurang dari 100 orang, memiliki pembukuan, sudah bermitra,
disebut sebagai pengusaha kecil mandiri.
2.3. Klasifikasi dan Karakteristik Industri Kecil
Departemen Perindustrian membedakan kategori-kategori industri kecil
dengan karakteristik yang dimiliki usaha tersebut sebagai berikut (Wie, 1981):
1. Industri kecil modern
Menurut defenisi Departemen Perindustrian, industri kecil modern
meliputi industri yang: (a) menggunakan teknologi proses madya (intermediate
process technologies), (b) mempunyai skala produksi yang terbatas, (c)
tergantung pada dukungan penelitian dan pengembangan (litbang) dan
usaha-usaha kerekayasaan (industri besar), (d) dilibatkan dalam sistem produksi industri
besar dan menengah dan dengan sistem pemasaran domestik dan ekspor, (e)
11 Dengan kata lain, industri kecil yang modern itu mempunyai akses untuk
menjangkau sistem pemasaran yang relatif berkembang baik di pasar
domestikataupun di pasar ekspor. Industri kecil yang modern itu juga mempunyai
akses terhadap sumber informasi teknologi yang berkaitan dengan kebutuhannya.
2. Industri Kecil Tradisional
Industri kecil tradisional pada umumnya mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: (a) teknologi proses yang digunakan secara sederhana, (b) teknologi pada
Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang disediakan oleh Departemen Perindustrian
sebagai bagian program bantuan teknisnya kepada industri kecil, (c) mesin yang
digunakan dan alat perlengkapan modal lainnya relatif sederhana, (d) lokasinya di
daerah pedesaan, (e) akses untuk menjangkau pasar di luar lingkungan
langsungnya berdekatan terbatas.
Jumlah industri yang disebut sebagai industri kecil tradisional ini meliputi
sebagian besar industri kecil yang ada, mencapai 75 persen dari jumlah total di
Indonesia.
Adapun karakteristik industri kecil menurut Sjaifudian (1995) hampir selalu
diidentikkan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Dari segi kapital, industri kecil adalah industri yang nilai kapitalnya relatif
kecil, lambat melakukan ekspansi, tidak tahan dumping dan modal sering
terpakai untuk kebutuhan rumah tangga.
2. Dari segi personil, industri kecil adalah industri yang sering dilakukan secara
mandiri, tidak menuntut keterampilan yang tinggi, lemah latar belakang
bisnis maupun latar belakang akademisnya, lemah kaderisasi dan kurang
12 3. Dari segi manajemen, industri kecil adalah industri yang rentan terhadap
pesaing, pasif dan integrasi dalam perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan kontrol.
4. Dari segi sarana dan teknologi, menggunakan teknologi yang terbatas dan
seringkali out of date, mudah diungguli pesaing dan mengalami kesulitan
manajerial maupun finansial dalam pengembangan teknologi.
5. Dari segi sosial ekonomi dan pasar, sering mengalami kesulitan menembus
pasar yang lebih luas karena tidak standarnya produk dibanding dengan
produk industri besar.
6. Dari segi sistem produksi, memiliki produktifitas yang rendah, seringkali
menggantungkan diri pada pekerja keluarga yang tidak membayar dan sulit
mengembangkan desain produknya.
Karakteristik industri kecil menurut Direktorat Jenderal Industri Kecil (1999)
adalah:
1. Jumlahnya besar dan tersebar di seluruh pelosok tanah air.
2. Mencakup bagian terbesar dalam keluarga masyarakat golongan ekonomi
lemah.
3. Mampu mendorong proses pemerataan dan penanggulangan kemiskinan
karena mudah diakses oleh rakyat kecil dan masyarakat yang tergolong
miskin.
4. Mampu menggali dan memanfaatkan keunggulan komparatif dan
ketersediaan tenaga kerja dan sumberdaya.
13 Pada prinsipnya tidak ada perbedaan sifat dan karakteristik antara industri
kecil di pedesaan dengan industri kecil diperkotaan. Namun disebabkan adanya
perbedaan kondisi perekonomian perkotaan dan pedesaan, maka memunculkan
perbedaan antara industri kecil di perkotaan dan pedesaan.
Pertama, jumlah industri kecil di perkotaan yang mendapat kredit dari
bankdan yang memakai fasilitas-fasilitas bantuan lainnya dari pemerintah baik
secara langsung maupun tidak langsung lebih banyak daripada jumlah industri
kecil di pedesaan. Hal ini dapat dimengerti mengingat lokasi kelompok-kelompok
kecil industri di perkotaan lebih strategis, dekat dengan departemen-departemen
pemerintah dan bank-bank yang bersangkutan. Pengusaha-pengusaha kecil di
perkotaan dekat dengan pusat kegiatan pemerintah, sehingga bagi industri kecil
yang memerlukan bantuan lebih mudah dijangkau dibanding dengan industri kecil
di pedesaan yang jauh dari kota, terutama di daerah-daerah yang masih terisolasi.
Kedua, jumlah industri kecil di perkotaan yang memiliki keterkaitanproduksi
dengan industri besar dan sedang, misalnya lewat sistem subcontracting, bisa
diperkirakan lebih banyak daripada jumlah industri kecil di pedesaan yang
melakukan sistem usaha tersebut. Hal ini terjadi disebabkan industri besar dan
sedang umumnya berada di perkotaan sehingga lebih mudah bagi industri kecil di
perkotaan untuk melakukan bisnis dan kerjasama.
Ketiga, infrastruktur dan fasilitas-fasilitas lainnya diperkotaan yang diperlukan
untuk menunjang pengembangan suatu industri atau bisnis umumnya lebih baik
daripada di pedesaan. Jadi, sifat ketergantungan industri kecil pada fasilitas yang
ada di kota berbeda dengan sifat ketergantugan industri kecil pada fasilitas yang
14 Keempat, perbedaan-perbedaan di atas selanjutnya akan mengakibatkan
perbedaan antara industri kecil di pedesaan dengan industri kecil di perkotaan
dalam hal-hal lain seperti: laju pertumbuhan, tingkat keberhasilan, sifat berusaha,
cara kerja, tingkat fleksibilitas dalam menghadapi perubahan-perubahan ekonomi
(pasar), sifat dari masalah-masalah internal maupun eksternal yang dihadapi
pengusaha industri kecil, pola manajemen dan sistem organisasi yang diterapkan,
jenis serta kualitas barang yang dibuat dan cara pemasarannya.
2.4. Penelitian Terdahulu
2.4.1. Curahan Kerja
Keputusan setiap individu untuk mencari nafkah sangat dipengaruhi oleh
anggota rumahtangga yang lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh
Mangkuprawira (1985) di dua desa Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa
dalam mengalokasikan waktunya untuk berbagai kegiatan, tiap anggota keluarga
dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Faktor
faktor dari dalam keluarga meliputi usia/umur, jumlah tanggungan keluarga,
pengalaman kerja, pengetahuan, keterampilan, pendapatan kepala keluarga, dan
jenis kelamin. Faktor-faktor dari luar keluarga meliputi tingkat upah, harga
barang-barang, jenis pekerjaan, dan struktur sosial.
Menurut Siahaan (2008) Pekerja lebih banyak mengalokasikan waktu
kerja di dalam industri kecil sepatu. Pendapatan total (pendapatan di dalam
industri dan luar industri) meningkat dengan bertambahnya curahan kerja total
(curahan kerja di dalam industri dan luar industri). Curahan kerja di luar industri
dipengaruhi oleh upah di luar industri dan pengalaman kerja di luar industri. Hasil
15 industri dipegaruhi oleh upah suami dalam industri dan bahan baku kedelai.
Curahan kerja suami di luar industri dipengaruhi oleh pendapatan suami di luar
industri dan tingkat pendidikan suami. Curahan kerja istri didalam industri
dipengaruhi oleh upah istri di dalam industri dan tingkat pendidikan istri. Curahan
kerja istri di luar industri dipengaruhi oleh curahan kerja istri di dalam industri,
pendapatan istri di luar industri, umur istri dan tingkat pendidikan istri.
Hasil penelitian Irani (1998) memperlihatkan bahwa pengalaman kerja,
jenis kelamin, angkatan kerja keluarga, dan biaya bahan baku berpengaruh
terhadap curahan kerja di dalam industri tempe sedangkan pendapatan dari luar
berpengaruh terhadap curahan kerja di luar industri. Pada rumahtangga pengusaha
industri kecil tahu, curahan kerja di dalam industri dipengaruhi oleh umur,
pengalaman, dan jumlah produksi sedangkan curahan kerja di luar industri
dipengaruhi oleh penyerapan tenaga kerja di luar keluarga. Pada rumahtangga
pengusaha industri kecil tempe maupun tahu, curahan kerja di dalam dan di luar
industri tidak responsif terhadap perubahan semua variabel penjelasnya.
2.4.2. Pendapatan
Hasil penelitian Widiyanti (2007) menyatakan bahwa pendapatan rumah
tangga dari dalam industri tahu lebih besar daripada pendapatan rumahtangga dari
luar industri tahu. Pendapatan suami dari luar industri tahu memberikan kontribusi
terbesar terhadap pendapatan rumah tangga dari luar industri tahu. Hal ini
disebabkan karena curahan kerja suami di luar industri tinggi dan pendapatan
suami perjam dari luar industri tinggi, maka pendapatan suami dari luar industri
tinggi. Pendapatan istri di luar industri rendah. Hal ini disebabkan karena curahan
16 rendah. Total pendapatan rumahtangga lebih besar daripada total pengeluaran
rumahtangga sehingga masih terdapat kelebihan pendapatan yang dapat
digunakan untuk kebutuhan lainnya.
Hasil penelitian Indrawati (1997) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap pendapatan rumahtangga industri kecil batik adalah alokasi
waktu membatik dan luas penggunaan lahan pertanian. Peningkatan pendapatan
per potong batik merupakan salah satu usaha untuk memotivasi pembatik agar
lebih banyak mencurahkan waktu pada kegiatan membatik. Penambahan modal
kerja pembatik dan alokasi waktu untuk membatik itu sendiriakan meningkatkan
pendapatan rumahtangga industri kecil batik. Hasil penelitian Kesenja (2005)
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga
pemilik dan pekerja tepung tapioka hanya dipengaruhi oleh umur, upah pertanian,
upah pabrik, dan upah non-pertanian dan non-pabrik.
Hasil penelitian Selomata (2000) menyatakan bahwa pendapatan para
nelayan juragan dan pandega dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Pada
umumnya laki-laki mempunyai kesempatan yang lebih besar daripada perempuan
untuk mendapatkan pekerjaan karena dianggap memiliki kondisi tubuh yang lebih
kuat dibandingkan perempuan. Selain itu, pekerja laki-laki mempunyai waktu
yang lebih banyak bila dibandingkan pekerja perempuan dimana sebagian
waktunya dipakai untuk mengurus rumahtangga dan anak.
2.4.3. Konsumsi
Proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dapat dipakai
sebagai ukuran kesejahteraan rumahtangga. Semakin baik tingkat kesejahteraan
17 luar pangan akan semakin besar. Selain itu, semakin baik tingkat kesejahteraan
rumahtangga maka kualitas dankuantitas konsumsi rumahtangga akan semakin
tinggi. Setiap rumahtangga akan memprioritaskan pendapatannya untuk konsumsi
pangan kemudian selanjutnya untuk investasi dan tabungan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irani (1998) menunjukkan bahwa
pada industri kecil tempe, konsumsi rumahtangga pengusaha dipengaruhi oleh
pendapatan yang siap dibelanjakan, investasi pendidikan, dan tabungan tetapi
konsumsi hanya responsif terhadap perubahan pendapatan yang siap dibelanjakan.
Sedangkan pada industri kecil tahu, konsumsi dipengaruhi oleh jumlah anggota
keluarga, pendapatan yang siap dibelanjakan, dan investasi pendidikan tetapi tidak
responsif terhadap perubahan faktor-faktor tersebut. Menurut Mangkuprawira
(1985) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi dalam rumahtangga
terdiri dari faktor di dalam dan faktor di luar. Faktor-faktor di dalam rumahtangga
diantaranya adalah jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan
rumahtangga, adat istiadat, dan tingkat pendidikan ibu rumahtangga. Faktor-faktor
di luar rumahtangga diantaranya adalah harga-harga bahan makanan, tingkat upah,
dan tempat tinggal.
Hasil penelitian Madirini (1998) menunjukkan bahwa konsumsi barang
dan jasa rumahtangga pengusaha industri kecil pakaian jadi, dipengaruhi oleh
investasi pendidikan, pendapatan yang siap dibelanjakan, dan jumlah tanggungan
keluarga. Menurut Anggriani (1998) pola konsumsi pengusaha industri kecil kulit
dipengaruhi oleh variabel pendapatan yang siap dibelanjakan, investasi produksi,
18
2.4.4. Investasi
Menurut Simanjuntak (1998), investasi yang dilakukan oleh rumahtangga
dapat berupa modal fisik dan modal manusia. Investasi dalam modal manusia
dapat dilakukan melalui pendidikan, urbanisasi, dan peningkatan kesehatan.
Investasi dalam modal manusia ini bertujuan untuk memperoleh tingkat
penghasilan yang lebih tinggi sehingga tingkat konsumsi yang lebih tinggi dapat
tercapai.
Pada rumahtangga karyawan dan pegawai non staf di perkebunan,
investasi dipengaruhi oleh pendapatan yangsiap dibelanjakan, konsumsi, kredit,
suku bunga tabungan, jumlah aset, dan pendidikan (Purba, 1997). Sedangkan
Madirini (1998) menyatakan bahwa pada rumahtangga industri kecil pakaian jadi,
investasi dipengaruhi oleh pendapatan yang siap dibelanjakan, jumlah anak
sekolah, dan konsumsi. Pengeluaran rumahtangga di dua desa Kabupaten
Sukabumi dalam sektor pendidikan, mencirikan adanya investasi sumberdaya
manusia dalam kegiatan ekonomi rumahtangga guna meningkatkan kemampuan
kerja dan tingkat penghasilan seseorang di masa yang akan datang
(Mangkuprawira, 1985). Menurut Irani (1998) pada rumahtangga pengusaha
industri kecil tempe dipengaruhi oleh jumlah anak sekolah, pendapatan disposibel,
konsumsi, dan tabungan. Investasi pendidikan juga responsif terhadap perubahan
pendapatan disposabel, konsumsi, dan tabungan. Pada rumahtangga pengusaha
industri kecil tahu, investasi pendidikan dipengaruhi oleh pendapatan disposibel,
konsumsi, dan tabungan tetapi hanya responsif terhadap perubahan pendapatan
19
2.4.5. Tabungan
Pada umumnya masyarakat menabung dengan tujuan untuk bertransaksi
dan berjaga-jaga. Variabel utama yang menentukan seseorang akan menabung
adalah tingkat pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka
akan semakin besar kemampuannya untuk menyisakan pendapatan yang akan
digunakan untuk menabung. Sebaliknya, apabila semakin rendah tingkat
pendapatan seseorang maka akan semakin kecil kemampuannya untuk
menyisakan pendapatan yang akan digunakan untuk menabung. Hasil penelitian
Purba (1997) memperlihatkan bahwa tabungan rumahtangga karyawan dan
pegawai non staf di perkebunan dipengaruhi oleh pendapatan yang siap
dibelanjakan serta konsumsi barang dan jasa. Tabungan rumahtangga karyawan
ternyata responsif terhadap perubahan pendapatan yang siap dibelanjakan dan
konsumsi. Selometa (2000) menyatakan bahwa tabungan berkorelasi negatif
terhadap konsumsi karena semakin besar proporsi pendapatan yang digunakan
untuk mengkonsumsi barang dan jasa maka proporsi yang digunakan untuk
20
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Teori Alokasi Waktu
Pada teori ekonomi rumahtangga, Becker (1976) menyatakan
bahwarumahtangga adalah produsen sekaligus konsumen. Adapun asumsi
yangdigunakan dalam kegiatan konsumsi, bahwa kepuasan rumahtangga bukan
hanyadari barang dan jasa yang dapat diperoleh di pasar tetapi juga dari
berbagaikomoditi yang dihasilkan oleh rumahtangga. Fungsi kepuasan
rumahtangga dalammemaksimalkan kepuasannya, dapat dirumuskan sebagai
berikut:
U = U (X1, X2, X3, …, Xn) ... (1)
dimana:
U = total kepuasan
Xi = barang ke-i yang dikonsumsi, (i = 1, 2, 3, …, n)
Untuk memaksimumkan kepuasan, rumahtangga menghadapi kendala
anggaran atau pendapatan untuk membeli barang dan jasa di pasar. Kendala
anggaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
∑ ...(2)
dimana:
Pi = harga barang dan jasa X ke-i
Xi = barang dan jasa ke-i yang dibeli di pasar
I = pendapatan total
V = pendapatan lain selain hasil bekerja
21 Selanjutnya, Becker (1976) menyebutkan bahwa peningkatan tingkat upah
akan mengurangi rasio penggunaan waktu untuk menghasilkan berbagai barang.
Alokasi waktu untuk setiap kegiatan rumahtangga tidak saja ditentukan oleh
tingkat upah, tetapi juga oleh faktor-faktor lain seperti harga input. Beberapa
asumsi yang dipakai dalam teori ekonomi rumahtangga adalah sebagai berikut:
1. Waktu dan barang atau jasa merupakan unsur kepuasan.
2. Waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi
rumahtangga.
3. Rumahtangga bertindak selain sebagai konsumen juga sebagai produsen.
Bentuk sederhana fungsi kepuasan rumahtangga tersebut,
dapatdirumuskan sebagai berikut:
U = U (Zi, ..., Zm) ...……(3)
dimana:
Zi = komoditi yang dihasilkan rumahtangga, (i = 1, 2, …, m)
Dalam memaksimalkan kepuasan tersebut, rumahtangga dibatasi oleh
kendala produksi, waktu, dan pendapatan. Fungsi produksi rumahtangga dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Zi = fi (Xi , Ti) ...(4)
dimana:
Xi = barang dan jasa ke-i yang dibeli di pasar
Ti = jumlah waktu yang dipakai untuk memproduksi barang Z ke -i
Kendala pendapatan untuk membeli barang dan jasa di pasar dapat
dirumuskan sebagai berikut:
22 dimana:
Pi = harga barang dan jasa X ke-i yang dibeli di pasar
Tw = waktu yang digunakan untuk bekerja
W = upah per unit Tw
Kendala waktu untuk membeli barang dan jasa di pasar dapat dirumuskan sebagai
berikut:
∑ ...(6)
dimana:
Ti = jumlah waktu yang dipakai untuk memproduksi barang Z ke -i
Tc = jumlah waktu yang digunakan untuk konsumsi
T = total jumlah waktu yang tersedia
Tw = waktu yang digunakan untuk bekerja
Bagi suatu rumahtangga, waktu keseluruhan (total) yang dimiliki anggota
rumahtangga adalah tetap. Waktu tersebut dapat digunakan untuk bekerja di pasar,
bekerja di rumahtangga, dan waktu luang.
Dalam formulasi Becker (1976) di atas, belum memisahkan antara waktu
luang dan waktu bekerja di rumahtangga. Menurut Gronau (1977) menyatakan
bahwa teori tersebut tidak secara nyata menyentuh tentang produksi rumahtangga.
Pendapat Gronau (1977) bahwa terhapusnya waktu kerja di rumahtangga dalam
formulasi Becker (1976) disebabkan oleh kesulitan praktis dalam membedakan
antara pekerjaan rumahtangga (work at home) atau waktu luang (leisure), dan
asumsi bahwa perilaku rumahtangga untuk kegiatan rumahtangga dan waktu
23 Beberapa penelitian tentang penggunaan waktu (time budget atau time use)
memperoleh hasil bahwa waktu kerja di rumahtangga dan waktu luang
mempunyai reaksi yang berbeda terhadap lingkungan sosial ekonomi. Kemudian
(Gronau, 1977) memisahkan secara eksplisit antara waktu luang dan waktu
bekerja di rumahtangga. Konsumsi barang dan jasa (X) serta waktu luang (L)
secara maksimal di rumahtangga merupakan indikator kepuasan (Z), yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Z = Z (X, L)... (7)
Barang dan jasa yang dikonsumsi (X) tersebut dapat dibeli di pasar atau
dapat diproduksi di rumahtangga tetapi tidak mempengaruhi tingkat kepuasan.
Bila Xm merupakan konsumsi barang yang dapat dibeli di pasar maka konsumsi
total merupakan penjumlahan dari konsumsi barang yang dapat dibeli di pasar
dengan barang yang dapat diproduksi di rumahtangga (Xh), sehingga dapat
dirumuskan sebagai berikut:
X = Xm + Xh ...(8)
dimana:
Xm = barang dan jasa yang dibeli di pasar
Xh = barang dan jasa yang diproduksi rumahtangga
Rumahtangga dalam hal ini tidak hanya berlaku sebagai konsumen tetapi
juga sebagai produsen, dimana Xh dihasilkan dari bekerja di rumahtangga (H).
Fungsi produksi untuk barang dan jasa yang diproduksi di rumahtangga dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Xh = f (H) ... (9)
24 H = waktu untuk bekerja di rumahtangga
Rumahtangga dalam memaksimalkan kepuasannya (Z) akan dihadapkan
pada dua kendala, yaitu kendala anggaran dan kendala waktu. Adapun kendala
anggaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
Xm = W N + V ... (10)
dimana:
W = tingkat upah
N = waktu untuk bekerja di pasar
V = sumber penghasilan lainnya
Kendala waktu dapat dirumuskan sebagi berikut:
T = L + H + N ... (11)
Syarat yang diperlukan rumahtangga untuk memaksimalkan kepuasan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Z {[Xm+ f (H)], L} + (W N + V - Xm) + (T - L - H - N) ... (12)
Dimana: marjinal produk untuk bekerja di rumahtangga sama dengan marjinal
substitusi antara konsumsi barang dan konsumsi waktu, serta sama dengan harga
bayangan (W*) yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
= f ' = = W*...………... (13)
Jika individu bekerja di pasar tenaga kerja (N > 0) maka harga bayangan
(W*) akan sama dengan tingkat upah riil, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
= f ' = W* = W………... (14)
Kondisi tersebut dapat ditunjukkan pada Gambar 1, dimana kurva
25 yang dapat meningkatkan hasil produksi atau mendapatkan tambahan pendapatan
dari hasil tidak bekerja (T1V), maka kurva G1 T1 bergeser menjadi G2 T2.
Gambar 1. Kurva Alokasi Waktu, Produksi, dan Konsumsi
Pada titik A, dengan tingkat upah W0 anggota rumahtangga hanya bekerja
di rumah sebesar T1 L1 serta memproduksi barang dan jasa sebesar 0XH0 . Pada
titik ini, rumahtangga tidak bekerja di pasar sehingga waktu yang digunakan
26 mengkonsumsi barang dan jasa sama dengan yang diproduksinya (0X0 = 0XH0),
sehingga rumahtangga tidak membeli barang dan jasa di pasar. Pada titik ini,
rumahtangga tidak mendapatkan tambahan pendapatan selain dari bekerja di
rumah.
Pada titik B, tingkat upah mengalami kenaikan menjadi W1. Anggota
rumahtangga selain bekerja di rumah (T1L4) dan memproduksi barang dan jasa
sebesar 0XH1 juga bekerja di pasar (L1L4), sehingga waktu luang berkurang jika
dibandingkan dengan titik A, yaitu sebesar 0L1. Rumahtangga dengan tingkat
upah W1 akan mengkonsumsi barang dan jasa (0X1) lebih banyak dari
produksinya (titik E), sehingga rumahtangga dapat membeli barang dan jasa di
pasar sebesar XH1X1. Pada titik ini, rumahtangga akan mendapatkan tambahan
pendapatan dari hasil bekerja di pasar (W1L1L4) yang dapat digunakan untuk
membeli barang dan jasa di pasar tetapi tidak mendapatkan tambahan pendapatan
dari hasil tidak bekerja.
Pada titik C, dengan tingkat upah yang sama dengan titik A (W0),
rumahtangga juga hanya bekerja di rumah (T1L2) dan tidak bekerja di pasar,
sehingga waktu yang digunakan untuk istirahat lebih besar dibandingkan dengan
titik A, yaitu sebesar 0L2. Rumahtangga dengan tingkat upah W0 akan
mengkonsumsi barang dan jasa sama dengan yang diproduksinya (0X2 = 0XH2 ),
sehingga rumahtangga tidak membeli barang dan jasa di pasar. Pada titik ini,
rumahtangga akan mendapatkan tambahan lain dari hasil tidak bekerja (T1V)
misalnya dari sewa rumah dan lain-lain.
Pada titik D, dengan tingkat upah yang sama dengan titik B (W1),
27 0XH3 dan bekerja di pasar (L3L5). Waktu yang digunakan untuk istirahat
bertambah jika dibandingkan dengan titik B, yaitu 0L3. Rumahtangga akan
memproduksi barang sebesar 0XH3 (titik F) dengan tingkat upah W1
tetapimengkonsumsi pada titik D (pada kondisi teknologi produksi yang lebih
baik), sehingga rumahtangga mendapatkan tambahan pendapatan sejumlah
W1L3L5 dari hasil bekerja di pasar yang dapat digunakan untuk membeli barang
dan jasa di pasar.
Apabila antara titik A dengan titik B dibandingkan, maka perbedaan
tingkat upah akan menyebabkan perbedaan konsumsi barang dan jasa. Pada titik B
konsumsi barang dan jasa lebih banyak tetapi waktu yang digunakan untuk
beristirahat akan lebih sedikit. Begitu pula antara titik C dan titik D, konsumsi
barang pada titik D lebih banyak tetapi waktu untuk beristirahat lebih sedikit bila
dibandingkan pada titik C.
Pada tingkat upah yang sama pada titik A dan titik C, rumahtangga dapat
mengkonsumsi barang sama dengan yang diproduksinya. Pada titik C,
rumahtangga dapat mengkonsumsi barang lebih banyak dengan waktu untuk
beristirahat lebih besar dari titik A. Begitu pula antara titik B dan titik D,
konsumsi barang dan jasa serta waktu untuk beristirahat pada titik D lebih besar
daripada titik B (Gronau, 1977).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan
teknologi dan tingkat upah akan mempengaruhi alokasi waktu, produksi, dan
konsumsi dimana antara keputusan alokasi waktu, produksi, dan konsumsi saling
28
3.2. Model Dasar Ekonomi Rumahtangga
Ciri utama yang membedakan perilaku individu dan perilaku rumahtangga
sebagai konsumen adalah pada perilaku ekonomi rumahtangga, anggota
rumahtangga pada saat yang sama juga berperan sebagai konsumen sebagaimana
suatu perusahaan (Evenson, 1976). Model dasar ekonomi rumahtangga
dikembangkan oleh (Singh, et. al 1986) serta Barnum dan Squire (1978) dalam
mempelajari perilaku rumahtangga pertanian. Pada model tersebut, setiap siklus
produksi rumahtangga diasumsikan untuk memaksimalkan kepuasan. Adapun
fungsi kepuasan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
U = U (Xa,Xm, Xl) ... (15)
dimana:
Xa = konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga
Xm = konsumsi barang yang dibeli di pasar
Xl = konsumsi waktu luang
Rumahtangga dalam mencapai kepuasannya dihadapkan pada kendala
pendapatan, kendala waktu, dan kendala produksi. Adapun kendala pendapatan
tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pm Xm = Pa (Q - Xa) - W (L - F) ... (16)
dimana:
Pa = harga barang yang dihasilkan rumahtangga
Pm = harga barang dan jasa yang dibeli di pasar
(Q-Xa) = surplus produksi untuk dipasarkan
W = upah tenaga kerja
29 F = input tenaga kerja rumahtangga
Pada persamaan di atas, jika L > F maka rumahtangga akan menyewa
tenaga kerja tambahan untuk menjalankan usahanya tetapi jika L < F maka
rumahtangga akan menggunakan kelebihan tenaga kerja yang terdapat dalam
keluarga tersebut untuk mencari pekerjaan atau kegiatan lain.
Selain itu juga, rumahtangga juga dihadapkan pada kendala waktu.
Rumahtangga tidak dapat mengalokasikan waktu lebih banyak dari total waktu
yang tersedia bagi rumahtangga. Adapun kendala waktu yang dihadapi oleh
rumahtangga tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
T = Xl + F ... (17)
dimana:
T = total waktu rumahtangga
Xl = konsumsi waktu luang
Selain kendala pendapatan dan kendala waktu, rumahtangga juga
dihadapkan pada kendala produksi yang menggambarkan hubungan antara input
dan output yang dihasilkan. Adapun kendala produksi tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Q = q (L, A) …... (18)
dimana:
Q = produksi rumahtangga
L = total input tenaga kerja
A = jumlah faktor produksi lainnya (lahan)
Ketiga kendala yang dihadapi rumahtangga tersebut di atas dapat
30 kendala waktu menjadi kendala pendapatan akan menghasilkan bentuk kendala
tunggal, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pm Xm + Pa Xa + W Xl= W T + π ... (19)
dimana:
π = Pa Q (L, A) - W L, merupakan ukuran dari keuntungan produksi
Pada persamaan tersebut di atas, menyatakan bahwa sisi sebelah kiri
merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang, baik yang dibeli di pasar
(Xm) maupun yang diproduksi di pasar (Xa), serta waktu yang dikonsumsi (X1).
Pada sisi sebelah kanan merupakan pengembangan dari konsep
pendapatan penuh yang dikemukakan oleh (Becker, 1976) dimana nilai waktu
yang tersedia (WT) yang dimiliki rumahtangga diperlihatkan secara eksplisit.
Model dasar tersebut di atas kemudian dikembangkan dengan
memasukkan pengukuran keuntungan (PaQ – WL), dimana nilai tenaga kerja
dihitung berdasarkan upah pasar dan merupakan konsekuensi dari asumsi bahwa
rumahtangga merupakan penerima harga dalam pasar. Persamaan (15) dan
persamaan (19) merupakan inti dari model dasar ekonomi rumahtangga.
Model tersebut menyebutkan bahwa dalam memaksimalkan kepuasannya,
rumahtangga dapat memilih tingkat konsumsi dari barang (Xm dan Xa), waktu
luang (Xl), dan input tenaga kerja (L) yang digunakan untuk kegiatan produksi.
Kondisi syarat pertama (first order condition) untuk memaksimalkan penggunaan
input tenaga kerja dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pa( Q/ L) = W ... (20)
Pada persamaan (20) berarti rumahtangga akan menyamakan penerimaan
31 terdiri dari satu variabel endogen (L) sedangkan variabel endogen lainnya (Xa,
Xm,X1) tidak tampak, sehingga tidak mempengaruhi pilihan rumahtangga
untukpenggunaan input tenaga kerja (L) sebagai fungsi dari Pa, W, dan A, yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
L* = L* (W, Pa, A) ... (21)
Jika persamaan (21) disubstitusikan pada sisi sebelah kanan pada
persamaan (19), maka akan diperoleh persamaan yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Pm Xm + Pa Xa + W Xl = Y* ...(22)
dimana:
Y* = pendapatan penuh pada saat keuntungan maksimal
Berdasarkan persamaan (22), dapat diturunkan persamaan permintaan
terhadap konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga (Xa), konsumsi barang
yang dapat dibeli di pasar (Xm), dan konsumsi waktu luang (X1) sesuai kondisi
syarat pertama (first order condition), yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
U/ Xm= Pm ... (23)
U/ Xa= Pa ... (24)
U/ Xl= W ... (25)
dan
Pm Xm + Pa Xa + W Xl = Y* ... (26)
Pada persamaan tersebut di atas, konsumsi barang yang dihasilkan
rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm) dan konsumsi
waktu luang (Xl) dipengaruhi oleh harga, upah, dan pendapatan yang dapat
32 Xm = Xm (Pm, Pa, W, Y*) ... (27)
Xa = Xa (Pa, Pm, W, Y*) ... (28)
Xl = Xl (W, Pm, Pa, Y*) ... (29)
Pada persamaan tersebut di atas, permintaan tergantung pada harga,
tingkat upah, dan pendapatan. Pada rumahtangga petani, pendapatan ditentukan
oleh kegiatan produksi rumahtangga. Perubahan faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi akan merubah Y* dan pada akhirnya akan merubah
perilaku konsumsi. Sehingga dengan demikian tingkah laku konsumsi baik barang
dan jasa maupun waktu, tidak lepas atau saling terkait dengan tingkah laku
produksi. Sesuai dengan kondisi tersebut, maka model analisis yang digunakan
adalah model analisis simultan seperti yang telah dikemukakan oleh (Bagi dan
Singh 1974).
3.3. Model Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tenun Ulos
Perumusan model ekonomi rumahtangga pada industri kecil tenun ulos ini
mengacu pada model dasar ekonomi rumahtangga petani seperti yang telah
dikemukakan oleh (Singh, et. al. 1986), dimana model dasar ekonomi tersebut
juga dapat dikembangkan pada sektor-sektor lain. Pada rumahtangga industri kecil
tenun ulos, alokasi curahan pendapatan, alokasi waktu, dan pengeluaran
merupakan hal yang terkait antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat
dirumuskan pada model simultan sebagai berikut: Salah satu strategi rumahtangga
untuk mencapai tingkat pendapatan tertentu adalah dengan mengalokasikan
waktunya untuk berbagai pekerjaan, baik di dalam industri maupun di luar
industri. Fungsi dari curahan kerja tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
33 CKLI = f (UPKL, CKDI, JTK) ... (31)
CKT = f (CKDI, CKLI) ... (32)
dimana:
CKDI = curahan kerja di dalam industri
CKLI= curahan kerja di luar industri
PDI = pendapatan dari dalam industri
JTK = jumlah tanggungan keluarga
UPKL= upah di luar industri
TPK = tingkat pendidikan pekerja
CKT = curahan kerja total
Fungsi dari jumlah produksi dirumuskan sebagai berikut:
JPR = f ( CKDI, UMK) ... (33)
dimana:
JPR = Jumlah Produksi
CKDI = Curahan Kerja di Dalam Industri
UMK = Umur Pekerja
Keputusan produksi meliputi strategi untuk memperoleh tingkat
pendapatan tertentu. Pendapatan rumahtangga industri kecil tenun ulos secara
umum dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pendapatan dari dalam industri dan
pendapatan dari luar industri. Pendapatan total adalah jumlah antara pendapatan
dari dalam industri dan pendapatan dari luar industri. Pendapatan yang siap
dibelanjakan (disposable income) adalah pendapatan total setelah dikurangi pajak
dan pungutan lainnya. Fungsi dari pendapatan tersebut dapat dirumuskan sebagai
34 PDI = f (HJP, JPR) ... (34)
PLI = f (UPKL, CKLI, PKLI) ... (35)
PTR = f (PDI, PLI) ... (36)
DIK = f (PTR, PJK) ... (37)
dimana:
PDI = pendapatan dari dalam industri
HJP = harga jual per unit
JPR = jumlah produksi
PLI = pendapatan dari luar industri
UPKL = upah di luar industri
CKLI = curahan kerja di luar industri
PKLI = pengalaman kerja di luar industri
PTR = pendapatan total
DIK = pendapatan yang siap dibelanjakan ( disposable income)
PJK = pajak, iuran, dan pungutan lainnya
Selanjutnya, pendapatan rumahtangga tersebut akan dialokasikan untuk
memperoleh kepuasan rumahtangga melalui pengeluaran. Pengeluaran
rumahtangga meliputi konsumsi dan investasi. Pengeluaran untuk konsumsi
terdiri dari konsumsi pangan dan konsumsi non pangan, sedangkan pengeluaran
untuk investasi terdiri dari investasi pendidikan, investasi kesehatan dan investasi
sumberdaya manusia. Fungsi dari pengeluaran untuk konsumsi dan investasi
tersebut dirumuskan sebagai berikut:
KPP = f (DIK, TAB, JTA, JAR) ... (38)