• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. PEMBUATAN MIE BASAH JAGUNG

2. Penelitian Utama Pembuatan Mie Basah Jagung

Penelitian utama pembuatan mie basah jagung ini dilakukan dengan merujuk pada penelitian pendahuluan, yaitu membuat mie basah jagung dengan pemberian tekanan selama bahan berada di dalam ekstruder. Kemudian mie basah jagung yang dihasilkan diukur tingkat KPAP, elongasi, kekerasan dan warna yang selanjutnya dibandingkan dengan karakteristik mie basah terigu yang berada di pasaran pada umumnya.

Pengukuran karakteristik mie basah belum memiliki standar yang digunakan secara universal (Kruger 1996). Menurut Hou dan Krouk (1998), karakteristik fisik mie yang terpenting adalah KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan) dan persen elongasi. Oleh karena itu, mie basah terbaik yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan memiliki nilai elongasi yang tinggi dan KPAP/cooking loss yang rendah mendekati atau lebih baik dari mie basah terigu.

a. KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan)

KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan) menunjukkan banyaknya padatan dalam mie basah yang keluar ke dalam air selama proses pemasakan. KPAP merupakan salah satu parameter mutu yang penting karena berkaitan dengan kualitas mie setelah dimasak. Selama pemasakan, padatan yang hilang disebabkan oleh terlepasnya amilosa pada untaian mie ke air perebus mie. Akibatnya air rebusan mie tampak keruh.

Nilai KPAP dinyatakan sebagai perbandingan berat padatan yang terlepas per berat sampel dan dinyatakan dalam satuan persen (%). Hou dan Kruk (1998) menyatakan KPAP merupakan parameter terpenting untuk produk–produk mie basah yang diperdagangkan dalam bentuk matang. Nilai KPAP yang diinginkan adalah yang relatif kecil. Nilai KPAP yang rendah menunjukkan bahwa mie memiliki kualitas yang baik.

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 Nusant 4. N il a i K P A P ( % ) Gambar 17 beri basah jagung. Gambar 17 N m Berdasark berkisar antara 4 jagung yang terb terendah dimiliki Nusantara 1. Be bahwa nilai KPA 0.05 (Lampiran bahwa KPAP mi keempat mie bas mie basah jagun memiliki nilai KP

Pada pen diambil dari Pas terdahulu menge berbahan baku t mie basah terigu garam 1% dan 0 KPAP sebesar 1

antara 1 NT 10 Bisi 16 Jaya Prima 4.67a

5.56b

6.70c

8.61d 8.90d

Mie basah jagung

erikut memperlihatkan besarnya nilai KPAP k

Nilai KPAP mie basah jagung (superscrip menunjukkan sampel berbeda nyata pada taraf α arkan Gambar 17 diketahui bahwa KPAP mie ba 4.67-8.90%. KPAP mie jagung tertinggi dimilik rbuat dari tepung jagung varietas Prima (8.90%) iki oleh mie jagung yang terbuat dari tepung jagun

erdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA, PAP kelima mie basah jagung berbeda nyata pa n 3a). Dari uji lanjutan Duncan (Lampiran 3b) mie basah jagung Nusantara 1 berbeda nyata den asah jagung lainnya pada taraf α 0.05. Begitu p ung NT 10 dan Bisi 16. Mie basah jagung Jaya KPAP yang tidak berbeda nyata pada taraf α 0.05 enelitian ini diukur pula nilai KPAP mie basah t asar Anyar Bogor dengan KPAP sebesar 5.59%. genai desain proses pembuatan dan formulasi tepung jagung oleh Rianto (2006) menggunak igu yang dibuat dengan formulasi 100% terigu, 0.3% baking powder menghasilkan mie terigu de r 10.84%. Oleh karena itu pada penelitian ini

83 d kelima mie ipt berbeda α 0.05). basah jagung liki oleh mie ) dan yang ung varietas A, diketahui pada taraf α b) diketahui engan KPAP pula halnya a dan Prima 05. terigu yang . Penelitian i mie basah akan standar gu, 30% air, dengan nilai i digunakan

84 standar mie basah terigu dengan kisaran nilai KPAP 5.59-10.84%. Berdasarkan hal tersebut, kelima mie basah jagung yang diamati memiliki nilai KPAP dalam kisaran standar (kecuali mie basah Bisi 16) sehingga dikatakan berpotensi untuk dibuat menjadi mie. Mie basah jagung Bisi 16 memiliki KPAP sebesar 4.56%, berada di bawah kisaran standar yang ada. Mie ini tetap dikategorikan mie yang berkualitas baik karena memiliki KPAP yang rendah. Dari kelima nilai KPAP mie yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kelima mie basah jagung memiliki nilai KPAP yang tergolong rendah dan masuk dalam kisaran KPAP mie basah terigu.

Nilai KPAP dipengaruhi oleh banyaknya amilosa yang terdispersi dalam air. Semakin banyak amilosa yang terdispersi dalam air, maka padatan yang terlarut ketika proses pemasakan akan semakin banyak pula. Mie jagung Nusantara 1 dan NT 10 memiliki nilai KPAP yang rendah menunjukkan jumlah amilosa yang dikeluarkan selama proses pemasakan mie sedikit. Selain itu, rendahnya KPAP juga dipengaruhi proses pembuatan mie. Pembuatan mie dengan tingkat gelatinisasi yang tinggi dan tekanan yang cukup dapat menghasilkan struktur mie yang kompak sehingga akan menurunkan KPAP mie. KPAP yang tinggi dapat disebabkan oleh kurang optimumnya matriks pati tergelatinisasi dalam mengikat pati yang tidak tergelatinisasi (Kurniawati 2006) .

Berdasarkan karakteristik tepung jagung, mie basah jagung Nusantara 1 memiliki nilai KPAP yang rendah di duga disebabkan oleh kandungan amilosa, breakdown viscosity, dan kelarutannya. Tepung jagung Nusantara 1 memiliki kandungan amilosa 23.94% bb. Menurut Guo et al. (2003) tepung terigu dengan kandungan amilosa 21-24% akan menghasilkan kualitas mie yan baik. Tepung jagung ini memiliki sifat amilografi dengan breakdown viscosity yang rendah (32.50 BU). Menurut Beta and Corke (2001), breakdown viscosity yang rendah menunjukkan bahwa pasta pati stabil terhadap pemasakan, oleh karena kestabilannya terhadap pemanasan, maka mie yang dihasilkan memiliki KPAP yang rendah. Selain itu, rendahnya KPAP pada mie jagung Nusantara 1 diperkirakan juga disebabkan oleh kelarutannya yang rendah (6.76%). Hal

85 ini menandakan bahwa selama pemasakan partikel amilosa yang lepas dari untaian mie cukup rendah. Menurut Winarno (2008), amilosa dapat terdispersi dalam air panas, meningkatkan granula-granula yang membengkak dan masuk ke dalam cairan disekitarnya.

Mie basah jagung NT 10 juga menunjukkan nilai KPAP yang rendah. Hal diduga disebabkan oleh kandungan amilosa, viskositas maksimum, dan setback viscosity pada tepung jagungnya. Tepung jagung NT 10 memiliki kandungan amilosa sebesar 24.16% yang menurut Guo et al. (2003) kandungan amilosa ini masih termasuk dalam kisaran tepung yang dapat menghasilkan mie yang berkualitas baik. Tepung jagung NT 10 memiliki sifat amilografi, yaitu viskositas maksimum yang tinggi dan setback viscosity yang bernilai positif. Viskositas maksimum tepung jagung ini memiliki nilai yang terbesar dibandingkan tepung jagung lainnya, yaitu 510 BU. Menurut Narpinder (2002), viskositas yang tinggi memberikan KPAP yang rendah pada produk mie. Tepung jagung NT 10 memiliki setback viscosity yang bernilai positif. Hal ini menunjukkan kecenderungan pasta mengalami retrogradasi (Munarso, 1996). Menurut Waniska et al. (1999), amilosa yang beretrogradasi akan menghasilkan mie dengan cooking loss yang rendah.

Mie basah jagung Bisi 16 memiliki nilai KPAP yang juga cukup rendah dan berada dalam kisaran KPAP terigu diduga disebabkan oleh sifat fungsional patinya yaitu hot paste viscosity yang cukup tinggi (305.00 BU) dan set back viscosity yang bernilai positif dan cukup tinggi (292.50 BU). Menurut Jin et al. (1994) diacu dalam Beta and Corke (2001), hot paste viscosity yang tinggi menunjukkan cooking loss yang rendah dan eating quality yang baik pada mie karena viskositas yang tinggi berhubungan dengan ketahanan terhadap gaya yang diberikan (shear). Set back viscosity yang bernilai positif dan cukup tinggi menandakan sifat pati yang cenderung beretrogradasi. Hal ini dikehendaki pada produk mie.

Mie basah jagung Prima dan Jaya memiliki niai KPAP yang tinggi dibandingkan ketiga mie basah jagung lainnya, tetapi masih berada dalam kisaran standar mie terigu. Mie basah jagung Jaya dan Prima memiliki

86 bahan baku tepung jagung dengan kandungan amilosa sebesar 21.53% bb dan 22.31% bb yang menurut Guo et al. (2003) kandungan amilosa ini masih termasuk dalam kisaran tepung yang dapat menghasilkan mie yang berkualitas baik. Tepung jagung Prima dan Jaya memiliki viskositas maksimum yang cukup tinggi (462.00 BU dan 475.00 BU) dan hot paste viscosity yang tinggi (370.00 BU). Menurut Narpinder (2002), viskositas yang tinggi memberikan KPAP yang rendah pada produk mie. Jin et al. (1994) diacu dalam Beta and Corke (2001) menyatakan bahwa hot paste viscosity yang tinggi menunjukkan cooking loss yang rendah dan eating quality yang baik pada mie karena viskositas yang tinggi berhubungan dengan ketahan terhadap gaya yang diberikan (shear).

b. Persen Elongasi

Elongasi menggambarkan kemampuan mie untuk meregang (memanjang) dari ukuran awal pada saat menerima tekanan dari luar. Pengukuran elongasi dilakukan dengan menggunakan alat Rheoner. Elongasi dinyatakan dalam satuan persen (%). Pada penelitian lanjutan ini persen elongasi diukur dengan dua metode perlakuan awal, yaitu untaian mie dicelup sebanyak 3 kali dalam air panas dan untaian mie direndam air panas selama 5 menit. Perlakuan celup diidentikan dengan penggunaan mie pada penyajian mie ayam, sedangkan metode rendam air panas diidentikan pada penggunaan mie pada penyajian mie bakso.

Berdasarkan Gambar 18 diketahui bahwa persen elongasi celup mie basah jagung berkisar antara 98.78-116.23%. Persen elongasi tertinggi dimiliki oleh mie basah jagung yang terbuat dari tepung jagung varietas NT 10 (116.23%) dan yang terendah dimiliki oleh mie basah jagung yang terbuat dari tepung jagung varietas Bisi 16 (98.78%). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA diketahui bahwa elongasi celup kelima mie basah jagung berbeda nyata pada taraf signifikansi α 0.05 (Lampiran 4a). Melalui uji lanjut Duncan (Lampiran 4b) diketahui bahwa mie basah jagung NT 10 memiliki persen elongasi celup yang berbeda nyata dengan keempat mie basah jagung lainnya pada taraf signifikansi α 0.05. Begitu

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 NT 10 103.80 116 E lo n g a si ( % )

pula halnya mie Jaya, dan Prima pada taraf signifi

Gambar 18 P m Gambar 1 panas mie basah elongasi tertingg jagung varietas basah jagung ya Berdasarkan has rendam air pana signifikansi α 0. 5b) diketahui ba berbeda nyata d signifikansi α 0.0 jagung Bisi 16, N panas yang tidak

Berdasark terlihat bahwa dibandingkan de

10 Bisi 16 Nusantara 1 Jaya Prima 80c

94.64a 95.17a 95.72a 100.22b

116.23c

98.78a

105.09b 104.25b 105.3

Mie basah jagung rendam air panas celup

ie basah jagung Bisi 16. Mie basah jagung Nu a memiliki persen elongasi celup yang tidak berb ifikansi α 0.05.

Persen elongasi mie basah jagung (superscrip menunjukkan sampel berbeda nyata pada taraf α r 18 juga memperlihatkan bahwa persen elongasi sah jagung berkisar antara 94.40-103.80% deng ggi dimiliki oleh mie basah jagung yang terbuat d s NT 10 (103.80%) dan yang terendah dimiliki yang terbuat dari tepung jagung varietas Bisi 16 asil analisis sidik ragam ANOVA diketahui bahw nas kelima mie basah jagung berbeda nyata 0.05 (Lampiran 5a). Melalui uji lanjut Duncan bahwa elongasi rendam air panas mie basah jagu

dengan keempat mie basah jagung lainnya 0.05. Begitu pula halnya mie basah jagung Prima.

, Nusantara 1, dan Jaya memiliki persen elongasi ak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 0.05. arkan dua perlakuan sebelum pengukuran elo

a persen elongasi rendam air panas lebi dengan persen elongasi celup. Hal ini disebabkan

87 05.32b Nusantara 1, erbeda nyata ript berbeda α 0.05). si rendam air ngan persen t dari tepung iki oleh mie 6 (94.40%). hwa elongasi a pada taraf n (Lampiran gung NT 10 pada taraf a. Mie basah si rendam air elongasi ini, bih rendah n oleh panas

88 yang diterima oleh mie yang direndam air panas lebih besar dari pada mie yang dicelup, sehingga menurunkan daya ikat pati dan pada akhirnya menurunkan elongasi mie.

Penelitian ini juga mengukur elongasi dari standar mie basah terigu yang diperoleh dari Pasar Anyar Bogor dan diperoleh bahwa mie basah terigu ini memiliki persen elongasi celup sebesar 118.47% dan persen elongasi rendam air panas sebesar 107.35%. Penelitian terdahulu mengenai desain proses pembuatan dan formulasi mie basah berbahan baku tepung jagung oleh Rianto (2006) menggunakan standar mie basah terigu yang dibuat dengan formulasi 100% terigu, 30% air, garam 1% dan 0.3% baking powder menghasilkan mie terigu denga nilai elongasi sebesar 98.4%. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan standar mie basah terigu dengan kisaran persen elongasi 98.4%-118.47%. Berdasarkan hal tersebut seluruh mie basah jagung yang dihasilkan memiliki persen elongasi yang berada dalam kisaran persen elongasi mie basah terigu untuk parameter elongasi celup. Hal ini menandakan bahwa mie basah jagung lebih baik diperlakukan dengan pencelupan dalam air panas sebanyak 3 kali dibandingkan dengan direndam air panas selama 5 menit. Perendaman air panas selama 5 menit mengakibatkan untaian mie terpapar panas lebih banyak sehingga cenderung merusak tekstur mie basah jagung. Oleh karena kelima mie basah jagung memiliki kisaran persen elongasi yang sesuai dengan standar mie terigu, kelima mie basah jagung ini layak dikatakan berpotensi diolah menjadi mie.

Persen elongasi ini dipengaruhi oleh sifat amilografi (sifat gelatinisasi) dan tekanan yang diberikan. Persen elongasi yang tinggi dapat disebabkan oleh kuatnya ikatan pati akibat proses gelatinisasi yang diberikan karena banyaknya pati yang tergelatinisasi. Selain itu, tekanan yang diberikan menyebabkan sifat kohesif antar pati tergelatinisasi dengan partikel lainnya semakin meningkat sehingga meningkatkan persen elongasi.

Berdasarkan karakteristik tepung jagung, mie basah jagung NT 10 memiliki persen elongasi yang tinggi di duga disebabkan oleh kandungan

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 Prim 73. k e k e ra sa n ( g f)

amilosa dan prof viscosity. Tepun untuk menghasil memiliki viskos menunjukkan pa sehingga mening juga bernilai pos lebih dapat mem

c. Kekerasan Kekerasa mie basah jagu Rheoner dan d didefinisikan se menggambarkan kurva (peak), nila

Seperti y dianalisis memil dengan nilai ke terbuat dari tepun terendah dimilik jagung varietas P Gambar 19 N m rima NT 10 Nusantara 1 Jaya Bisi 16 73.25a 185.00b 217.13c 235.63cd 248.88

mie basah jagung

rofil amilografinya yaitu viskositas maksimum d ung jagung NT 10 memiliki kandungan amilosa silkan mie yang baik. Selain itu tepung jagung N ositas maksimum yang cukup tinggi (510 BU pati yang tergelatinisasi memiliki daya pengikat ngkatkan elongasi mie. Setback viscosity tepung j ositif, artinya cenderung mengalami retrogradasi mpertahankan bentuknya untuk tidak cepat patah/

san merupakan salah satu parameter yang mendu gung. Kekerasan mie basah jagung diukur de

dinyatakan dalam satuan gram force (gf). sebagai peak tertinggi, yaitu gaya maksim an gaya probe untuk menekan mie. Semakin ting

ilai kekerasan mie basah jagung akan semakin tin yang terlihat pada Gambar 19, mie basah jag

iliki nilai kekerasan yang berkisar antara 73.25 kekerasan tertinggi dimiliki oleh mie basah jag

ung jagung varietas Bisi 16 (244.88 gf) dan nilai iki oleh mie basah jagung jagung yang terbuat d s Prima (73.25 gf).

Nilai kekerasan mie basah jagung (superscrip menunjukkan sampel berbeda nyata pada taraf α

89 .88d

dan setback sa optimum NT 10 juga U). Hal ini at yang baik g jagung ini asi, sehingga h/putus. dukung mutu dengan alat . Kekerasan simal yang inggi puncak tinggi pula. jagung yang 5-248.88 gf jagung yang lai kekerasan t dari tepung ript berbeda α 0.05).

90 Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 6a) diketahui bahwa nilai kekerasan kelima mie basah jagung berbeda nyata pada taraf α 0.05. Melalui uji lanjut Duncan (Lampiran 6b) diketahui bahwa mie basah jagung NT 10 memiliki nilai kekerasan yang berbeda nyata dengan nilai kekerasan mie basah jagung lainnya pada taraf signifikansi α 0.05. Kekerasan mie basah jagung Bisi 16 tidak berbeda nyata dengan kekerasan mie basah jagung Jaya. Kekerasan mie basah jagung Jaya juga tidak berbeda nyata dengan kekerasan mie basah jagung Nusantara 1. Kekerasan mie basah Prima berbeda nyata dengan kekerasan keempat mie basah jagung lainnya pada taraf signifikansi α 0.05.

Penelitian ini juga mengukur kekerasan dari standar mie basah terigu yang diperoleh dari Pasar Anyar Bogor dan diperoleh bahwa mie basah terigu ini memiliki kekerasan sebesar 120.00 gf. Penelitian terdahulu mengenai desain proses pembuatan dan formulasi mie basah berbahan baku tepung jagung oleh Rianto (2006) menggunakan standar mie basah terigu yang dibuat dengan formulasi 100% terigu, 30% air, garam 1% dan 0.3% baking powder menghasilkan mie terigu dengan nilai kekerasan sebesar 2388.70 gf. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan standar mie basah terigu dengan kisaran nilai kekerasan 120.00- 2388.70 gf. Berdasarkan hal tersebut seluruh mie basah jagung yang dihasilkan memiliki nilai kekerasan yang berada dalam kisaran kekerasan mie basah terigu kecuali mie basah jagung Prima. Oleh karena mie basah jagung NT 10, Bisi 16, Nusantara1, dan Jaya memiliki kisaran nilai kekerasan yang sesuai dengan standar mie terigu yang digunakan, mie basah jagung ini layak dikatakan berpotensi diolah menjadi mie.

Nilai kekerasan pada produk mie basah jagung ini dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin tepung jagung dan proses gelatinisasi. Mie basah jagung Bisi 16 memiliki kekerasan yang tinggi dperkirakan akibat kandungan amilosanya yang tinggi, yaitu mencapai 29.80% bb. Menurut Guo et al. (2003), mie yang terbuat dari tepung yang mengandung amilosa yang tinggi, akan menghasilkan mie dengan kekerasan, chewiness, dan gumminess yang tinggi. Selain itu, kekerasan yang tinggi pada mie jagung

91 Bisi 16, diperkirakan juga disebabkan oleh profil gelatinisasinya, yaitu cold paste viscosity (viskositas setelah holding 50oC 10 menit) yang tinggi yaitu 650 BU. Menurut Beta and Corke (2001), cold paste viscosity berkorelasi positif dengan kekerasan sehingga cold paste viscosity yang tinggi menunjukkan mie yang memiliki kekerasan yang tinggi.

d. Warna Mie Basah Jagung

Warna mie basah jagung diamati secara kuantitatif menggunakan Chromameter CR-200 dengan metode Hunter yang memberikan tiga nilai pengukuran L, a, dan b. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan sampel. Semakin cerah sampel yang diukur, maka nilai L akan mendekati 100. Sebaliknya semakin gelap sampel, nilai L akan mendekati 0. Nilai a merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran merah-hijau. Bila a bernilai positif, sampel cenderung berwarna merah. Sebaliknya, bila a bernilai negatif maka sampel cenderung berwarna hijau. Nilai b merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran kuning-biru. Bila b bernilai positif, sampel cenderung berwarna kuning dan bila b bernilai negatif maka sampel cenderung berwarna biru (Hutching 1999). Hasil pengukuran warna pada mie basah jagung dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Warna lima mie basah jagung dan mie terigu

No Varietas jagung L a b 1 NT 10 39.18 -0.18 136.03 2 Bisi 16 57.09 1.93 239.28 3 Nusantara 1 46.20 0.84 284.01 4 Jaya 45.85 0.85 341.23 5 Prima 46.29 -0.59 161.30 6 Mie terigu 66.00 -2.35 1109.06

Berdasarkan Tabel 20, diketahui bahwa tingkat kecerahan warna lima jenis mie basah jagung yang dihasilkan berkisar antara 39.18-57.09 yang diamati dari nilai L. Mie basah jagung yang memiliki kecerahan tertinggi adalah mie basah jagung yang terbuat dari tepung jagung varietas Bisi 16 dengan nilai L sebesar 57.09 dan mie basah jagung yang memiliki tingkat kecerahan terendah adalah mie basah jagung yang terbuat dari

92 tepung jagung varietas NT 10 dengan nilai L sebesar 39.18. Mie basah terigu memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi dibandingkan kelima warna mie jagung dengan nilai L sebesar 66.00.

Hasil analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 7b) menunjukkan bahwa kecerahan warna kelima mie basah jagung dan mie basah terigu berbeda nyata pada taraf signifikansi α 0.05. Melalui uji lanjut Duncan (Lampiran 7b) diketahui bahwa kecerahan warna mie basah jagung NT 10 dan Bisi 16 berbeda nyata pada taraf signifikansi α 0.05. Sedangkan mie basah jagung Nusantara 1, Jaya, dan Prima memiliki tingkat kecerahan warna yang tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 0.05.

Besarnya nilai a pada mie basah jagung yang terbuat dari tepung jagung varietas NT 10 dan Prima menunjukkan bahwa mie basah jagung cenderung berwarna hijau karena nilai a yang bernilai negatif, sedangkan mie basah jagung yang terbuat dari jagung varietas Bisi 16, Nusantara 1, dan Jaya cenderung berwarna merah ditunjukan dengan nilai a yang bernilai positif. Mie basah terigu yang digunakan sebagai standar memiliki nilai a yang negatif dan bernilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai a dari kelima mie basah jagung. Pada mie jagung, nilai a teringgi dimiliki oleh mie basah jagung Bisi 16 (1.93) nilai a terkecil dimiliki oleh mie basah jagung Prima (-0.59).

Besarnya nilai b dari seluruh mie basah jagung menunjukkan bahwa mie basah jagung tersebut berwarna kuning. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa semua mie basah jagung memiliki nilai b yang positif, artinya semua mie basah jagung cenderung berwarna kuning. Nilai b tertinggi dimiliki oleh mie basah jagung yang terbuat dari tepung jagung varietas Jaya (341.23) dan yang terendah dimiliki oleh mie basah jagung yang terbuat dari tepung jagung varietas NT 10 (136.03). Hasil pengukuran ini sesuai dengan pengamtan secara visual dimana mie basah jagung yang terbuat dari tepung jagung NT 10 terlihat lebih pucat dibandingkan dengan mie basah jagung yang terbuat dari tepung jagung varietas lainnya. Mie basah terigu memiliki nilai b yang jauh lebih tinggi dibandingkan nilai b kelima jenis mie basah jagung, yaitu sebesar 1109.06.

93 Artinya mie basah terigu berwarna lebih kuning dibandingkan dengan warna mie basah jagung. Warna kuning pada mie terigu ini disebabkan karena pada proses pembuatannya menggunakan pewarna buatan seperti tartrazine yellow, sedangkan pada mie basah jagung, warna kuning disebabkan oleh kandungan pigmen alaminya.

Warna kuning pada mie jagung disebabkan oleh adanya pigmen xantofil yang terdapat pada jagung. Xantofil termasuk ke dalam pigmen karotenoid yang memiliki gugus hidroksil. Pigmen xantofil yang utama adalah lutein dan zeaxanthin, yaitu mencapai 90% dari total pigmen karotenoid di dalam jagung. Kandungan pigmen xantofil yang terdapat pada jagung rata-rata sebesar 23 mg/kg dengan kisaran 12-36 mg/kg, sedangkan total karoten rata-rata sebesar 2.8 mg/kg (Watson 2003). Perbedaan warna tiap jenis mie basah jagung yang dihasilkan diduga disebabkan oleh faktor genetik dan perbedaan kandungan pigmen xantofil serta total karoten dalam jagung yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan mie.

Warna kuning pada kelima mie basah jagung yang dibuat terlihat pada Gambar 20. Warna kuning ini ada secara alami pada mie basah jagung menjadi keunggulan tersendiri karena tidak lagi membutuhkan zat pewarna pada proses pembuatannya dan memenuhi kriteria kesukaan konsumen terhadap mie yang berwarna kuning. Masyarakat Indonesia pada umumnya lebih menyukai mie yang berwarna kuning karena

Dokumen terkait