• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Faktor Dominan Pembentuk Tipologi

C. Pola Campuran (Polikultur)

4.2 Tipologi Hutan Rakyat

4.2.1. Penentuan Faktor Dominan Pembentuk Tipologi

Pembagian tipologi desa berdasarkan faktor biofisik dan sosial ekonomi setempat dengan desa sebagai unit pengamatan terkecil. Faktor biofisik yang diamati ada 9 peubah, terdiri dari 6 faktor biofisik dan 3 faktor sosial ekonomi.

Berdasarkan korelasi Spearman terdapat hubungan yang sangat nyata antara beberapa peubah terhadap keberadaan luas hutan rakyat di suatu desa (Tabel 11).

Peubah yang memiliki korelasi yang kuat dan bernilai positif terhadap luas hutan rakyat adalah rasio antara penggunaan lahan bukan sawah (non sawah), dan kelerengan lahan. Sedangkan yang memiliki korelasi tinggi tapi bernilai negatif adalah kepadatan penduduk, pendapatan penduduk, umur produktif, jarak ke hutan, kemampuan lahan, dan kerapatan jalan. Dari 9 faktor pada Tabel 11 tersebut yang memiliki nilai tiga terbesar korelasinya terhadapa luas hutan rakyat setiap desa adalah kelerengan lahan, kerapatan jalan, dan lahan bukan sawah.

Sedangkan yang tidak berkorelasi adalah jarak desa ke jalan besar terdekat.

Tabel 11 Korelasi Spearman antar peubah

**. Berkorelasi nyata pada level 0,01.

*. Berkorelasi nyata pada level 0,05.

No Peubah Hutan

Penjelasan lebih terperinci mengenai kondisi peubah-peubah dengan keberadaaan hutan rakyat sebagai berikut:

a. Kepadatan Penduduk

Merupakan peubah yang berhubungan negatif dengan luas hutan rakyat.

Hutan rakyat umumnya ditemukan pada wilayah berpenduduk rendah. Secara logis hal ini tentu demikian, kerena semakin sedikit penduduk berpeluang areal digunakan dengan penggunaan lain selain pemukiman seperti perkebunan dan lainnya. Kepadatan penduduk juga berkorelasi positif dengan peubah rasio umur produktif, sehingga semakin padat penduduk kemungkinan besar jumlah umur produktif juga ikut bertambah di suatu wilayah desa.

b. Rasio Rumah Permanen

Jumlah rumah permanen di suatu wilayah dalam penelitian ini diasumsikan sebanding dengan tingkat pendapatan penduduk. Semakin banyak jumlah rumah permanen, tingkat pendapatan penduduk semakin tingi. Hubungan antara pendapatan penduduk dengan potensi keberadaan hutan rakyat di suatu desa berkorelasi negatif. Hutan rakyat umumnya banyak ditemukan pada kondisi desa yang memiliki rata-rata pendapatan yang rendah. Hal ini disebabkan luasnya hutan rakyat pada kondisi lahan marginal yang tidak memiliki banyak alternatif kegiatan pertanian yang lebih produktif, sehingga pendapatan penduduk relatif tidak meningkat.

c. Rasio Umur Produktif

Rasio umur produktif merupakan peubah yang berhubungan negatif dengan luas hutan rakyat. Pengelolaan hutan rakyat tidak seintensif pengelolaaan pertanian dan perkebunan, sehingga ketika terjadi urbanisasi yang besar, banyak penduduk desa yang berada dalam usia produktif bekerja di kota.

Akhirnya kebanyakan penduduk yang tinggal di desa adalah orang-orang usia lanjut. Kondisi ini memungkinkan pemilihan menanam kayu-kayuan dibanding dengan pertanian intensif.

d. Kerapatan Jalan

Peubah ini berkorelasi dominan kedua setelah rasio kelerengan lahan terhadap keberadaan hutan rakyat di suatu desa. Desa yang memiliki kerapatan jalan

yang besar cenderung memiliki hutan rakyat yang sedikit. Kerapatan jalan berhubungan dengan kemajuan transportasi di suatu wilayah desa. Semakin maju desa memungkinkan banyaknya alternatif penggunaan lahan lain yang lebih produktif.

e. Penggunaan Lahan Bukan Sawah (Non Sawah)

Suharjito (2000) menyatakan bahwa umumnya lokasi hutan rakyat berada di wilayah areal lahan kering daerah atas (upland areas). Daerah tersebut merupakan daerah pertanian non sawah, yang biasa disebut dengan tegalan atau kebun. Tegalan atau kebun dalam pendataan statistik disebut dengan lahan pertanian non sawah. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa peubah ini berkorelasi positif dengan keberadaan hutan. Hal ini menunjukkan bahwa peubah ini bisa menjadi penanda untuk menduga potensi pengembangan hutan rakyat di suatu desa atau wilayah. Semakin luas penggunaan lahan pertanian non sawah maka semakin besar pula potensi pengembangan hutan rakyatnya.

f. Kemampuan Lahan

Berdasarkan sejarahnya, hutan rakyat terbentuk karena gerakan penghijauan pada daerah-daerah kritis (Hardjanto 2003). Oleh karena itu perkembangan hutan rakyat diduga dominan di wilayah-wilayah tidak subur. Hasil uji korelasi dengan luas hutan rakyat menunjukkan adanya korelasi negatif sehingga mendukung dugaan hutan rakyat berkembang di wilayah tidak subur.

g. Rasio Kelerengan Lahan

Peubah ini memiliki korelasi tertinggi diantara peubah lainnya. Ini menunjukkan bahwa hutan rakyat dominan berada di wilayah yang tidak datar, yakni berada di wilayah landai sampai curam. Hutan rakyat merupakan alternatif berikutnya ketika lahan tidak memungkinkan untuk ditanam tanaman pertanian atau budidaya lain yang lebih cepat menghasilkan.

Wilayah yang tidak memperoleh pengairan untuk sawah berada di wilayah-wilayah atas (upland areas) yang memiliki topografi lebih curam.

Hutan rakyat berkembang di daerah yang bertopografi curam.

h. Jarak ke Hutan Negara

Keberadaan hutan negara di dalam atau sekitar desa ternyata berpengaruh terhadap keberadaaan hutan rakyat. Semakin dekat areal hutan negara dengan suatu desa, maka umumnya semakin besar potensi hutan rakyat. Kondisi ini diduga karena faktor biofisik dan budaya. Wilayah hutan negara di Kabupaten Ciamis umumnya berada di daerah-daerah pegunungan dengan topografi curam dan kondisi assesibilitas yang sulit. Dengan kondisi biofisik demikian, alternatif penggunaan lahan tidak banyak sehingga penggunaan lahan dengan penanaman yang tidak intensif menjadi pilihannya. Ditinjau dari sudut budaya, masyarakat yang tinggal berdekatan dengan hutan sudah terbiasa dengan pengelolaan hutan dan umumnya terlibat langsung sebagai penggarap jika hutan tersebut hutan produksi. Sebagai penggarap di areal tumpangsari Perum Perhutani, petani sudah terbiasa dengan cara-cara menanam, memelihara, dan bahkan terlibat dalam kegiatan pemanenan sebagai buruh tebang. Kebiasaan ini sering juga diterapkan di lahan milik pribadi mereka.

Penyebaran bibit secara alam dari hutan negara ke lahan milik melalui angin dan binatang-binatang hutan diduga merupakan salah satu cara penyebaran alami, sehingga jenis-jenis tanaman yang biasa ada di hutan negara seperti jati, mahoni, dan pinus. tumbuh di lahan milik pribadi petani

i. Jarak ke Jalan

Hasil analisis korelasi menunjukkan jarak terdekat antar batas desa ke jalan provinsi (jalan kolektor) tidak berpengaruh nyata terhadap kondisi hutan rakyat di suatu desa dibanding peubah lainnya. Jalan besar merupakan jalur transportasi pengangkutan kayu ke luar wilayah. Peubah ini tidak berpengaruh nyata terhadap luas hutan rakyat. Wilayah dekat jalan besar memiliki keuntungan biaya pengangkutan menjadi murah, tetapi harga tanah menjadi lebih mahal. Sedangkan wilayah yang jauh dari jalan besar akan sebaliknya.

Berdasarkan analisis komponen utama (AKU), peubah-peubah yang digunakan diuji korelasinya dengan luas hutan rakyat di suatu desa. Hasil korelasi pada Tabel 12 diketahui bahwa dari 9 peubah yang dianalisis, hanya satu faktor yaitu jarak ke jalan besar yang secara statistik mempunyai korelasi kecil.

Dengan demikian, maka analisis lebih lanjut hanya menggunakan 8 peubah pendukung. Untuk mengetahui berapa banyak komponen utama yang akan digunakan, maka dipergunakan nilai kumulatif proporsi lebih dari 70%. Pada delapan komponen utama yang dihasilkan dapat dipotong sampai PC empat saja karena sudah mewakili proporsi keragaman yang cukup.

Tabel 12 Nilai komponen utama (PC) pada lima peubah dan nilai kumulatifnya Peubah PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 PC8 Kepadatan

Penduduk

0,340 -0,389 -0,523 0,115 -0,056 0,033 -0,627 0,223 Rumah permanen 0,146 -0,340 0,603 -0,108 -0,669 0,056 -0,114 0,156 Umur Produktif 0,371 -0,479 -0,284 0,107 -0,133 -0,083 0,668 -0,264 Non Sawah -0,441 -0,185 -0,018 0,457 -0,080 -0,661 0,068 0,338 Kelerengan lahan -0,491 -0,295 -0,100 -0,168 -0,149 -0,084 -0,281 -0,725 Jarak ke hutan 0,337 0,293 0,212 0,715 -0,074 -0,056 -0,199 -0,443 Kemampuan Lahan 0,185 0,520 -0,333 -0,325 -0,523 -0,450 -0,001 -0,055 Kerapatan Jalan 0,377 -0,164 0,341 -0,331 0,475 -0,582 -0,157 -0,128 Akar ciri (eigenvalue) 2,407 1,323 1,069 0,904 0,8463 0,5602 0,4969 0,3929 Proporsi 0,301 0,165 0,134 0,113 0,106 0,070 0,062 0,049 Kumulatif Proporsi 0,301 0,466 0,600 0,713 0,819 0,889 0,951 1,000

Dari 4 PC pada Tabel 12 dapat diketahui empat indeks desa di Kabupaten Ciamis yang didekati dari 8 faktor. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari peubah dominan yang membentuk komponen utamanya sebagai berikut :

- Pada PC1 menggambarkan indeks kelerengan lahan dan non sawah. Nilai ini menunjukkan dominan kelerengan lahan yang datar dengan kegiatan non persawahan yang rendah.

- Pada PC2 merupakan indeks kondisi kemampuan lahan yang menunjukkan kemampuan lahan yang tinggi.

- Wilayah PC3 merupakan indeks rumah permanen dan kepadatan penduduk yang merupakan peubah sosial ekonomi.

- Pada wilayah PC4 merupakan indeks jarak desa ke kawasan hutan negara.

PC4 menunjukkan nilai akar ciri yang tinggi pada jarak ke kawasan hutan yang semakin jauh.

Tabel 13 Banyaknya anggota setiap kombinasi dan kelompok

- *) Kombinasi Peubah yang digunakan :

- 8 Peubah = kelerengan lahan, kerapatan jalan, non sawah, jarak ke hutan, rasio umur produktif, kepadatan penduduk, kemampuan lahan, dan rasio rumah permanen.

- 7 Peubah = kelerengan lahan, kerapatan jalan, non sawah, jarak ke hutan, rasio umur produktif, kepadatan penduduk, dan kemampuan lahan

- 6 Peubah = kelerengan lahan, kerapatan jalan, non sawah, jarak ke hutan, rasio umur produktif, dan kepadatan penduduk

- 5 Peubah= kelerengan lahan, kerapatan jalan, non sawah, jarak ke hutan, dan rasio umur produktif

- 4 Peubah = kelerengan lahan, kerapatan jalan, non sawah, dan jarak ke hutan - 3 Peubah = kelerengan lahan, kerapatan jalan, dan non sawah

- 2 Peubah = kelerengan lahan dan kerapatan jalan

4.2.2. Pembentukan Tipologi 4.2.2.1 Jumlah Tipologi

Hasil klastering menggunakan semua alternatif kombinasi peubah mulai dari penggunaan 8 peubah sampai dengan 2 peubah, baik data asli maupun data hasil transformasi dengan analisis komponen utama dapat disajikan pada Tabel 13.

Pada Tabel 13 dapat diketahui bahwa penggunaan 5 kelompok dan 4 kelompok menghasilkan jumlah tipologi yang kurang efisien karena jumlah anggota sangat kecil dibawah 10 desa, kecuali satu yang menggunakan kombinasi PC123 dengan 4 kelompok. Sedangkan untuk 3 kelompok dan 2 kelompok terdapat 4 kombinasi

Dokumen terkait