• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Metode Bayes

2.2.1 Penentuan Sebaran Prior

Dugaan parameter menggunakan pendekatan bayes membutuhkan informasi prior mengenai parameter-parameter tersebut. Informasi prior didapatkan berdasarkan opini dari peneliti yang bersangkutan atau berdasarkan penelitian sebelumnya. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menentukan informasi prior ini adalah konjugasi, dimana posterior mudah didapatkan karena posterior memiliki bentuk (form) yang sama dengan prior (Liu, 2001). Sebaran prior pada parameter di

semua lingkungan didefinisikan sebagai sebaran normal dengan nilai tengah nol dan ragam sesuai dengan kondisi yang diinginkan (Edwards and Jannink, 2006).

Sebaran prior berikut yang digunakan untuk komputasi dengan metode bayes pada model dengan interaksi:

(

, 2

)

2.2.2. Sebaran Posterior

Sebaran prior merefleksikan pengetahuan atau keyakinan peneliti tentang parameter, yang pada umumnya informasi ini tersedia (Moore, 1997). Sedangkan sebaran posterior merupakan refleksi dari perbaikan nilai parameter setelah dilakukan observasi contoh. Atau dengan perkataan lain, sebaran posterior merupakan kombinasi antara informasi awal tentang parameter dengan informasi tentang parameter tersebut yang dibawa oleh data observasi. Sebaran posterior merangkum informasi tentang semua nilai yang tidak pasti (termasuk parameter yang tidak terobservasi, hilang, latent, maupun data yang tidak terobservasi) dalam analisis bayes (Gelman, 2002). Data yang dibentuk sebagai likelihood digunakan sebagai bahan untuk memperbaharui informasi prior menjadi sebuah informasi posterior yang siap untuk digunakan sebagai bahan inferensia. Secara analitik, fungsi kepekatan posterior diperoleh dari perkalian antara prior dengan likelihood.

prior likelihood

posterior∝ ×

Sebaran untuk (Yijk |θ) adalah:

(

yijk |θ

)

~ N

(

ηij,σ2

)

dengan ηij =μ+τijij dan θ didefinisikan sebagai

(

μ,τi,γ j,δij,σ2

)

. Sehingga didapat Likelihoodnya sebagai berikut:

( ) ( ) ( )

Sebaran posterior bersama adalah (Liu,2001):

Sebaran posterior dari masing-masing parameter diperoleh dari perkalian antara prior dari parameter dengan likelihood (Liu, 2001).

• Sebaran posterior untuk μ

• Sebaran posterior untuk τi

( ) ( ) ( )

• Sebaran posterior untuk γj

( ) ( ) ( )

• Sebaran posterior untuk δij

2.3. Gibbs Sampling

Gibbs sampling adalah suatu teknik untuk membangkitkan peubah acak dari sebaran (marjinal) secara tidak langsung, tanpa perlu menghitung fungsi kepekatannya (Casella & George, 1992). Dengan menggunakan teknik Gibbs sampling, kita dapat menghindari perhitungan yang sulit. Gibbs sampling merupakan salah satu metode untuk membangun algoritma Markov Chain Monte Carlo (MCMC). Algoritma MCMC diimplementasikan dengan cara mengambil contoh berulang-ulang dari p sebaran posterior bersyarat [θ12, ..., θp], ..., [θp1, ..., θp−1] (Albert, 2007). Gibbs Sampling bisa diterapkan apabila distribusi probabilitas bersama (joint probability distribution) tidak diketahui secara eksplisit, tetapi distribusi bersyarat (conditional distribution) dari tiap-tiap variabel diketahui.

Algoritma Gibbs sampling bisa dituliskan sebagai berikut:

1. Tentukan nilai awal

(

1( )0 ( )0

)

0 θ , ,θp

θ = K

2. Ulangi langkah berikut untuk l= 1,2,…,M

Bangkitkan Θ1( )l+1 dari

(

( ) ( ) p( )l

)

Fungsi kepekatan f,,f2,…,fp disebut distribusi bersyarat penuh yang digunakan untuk simulasi. Walaupun dalam dimensi tinggi semua simulasi adalah univariate.

Masalah utama yang menjamin kesuksesan implementasi simulasi menggunakan MCMC dalah jumlah iterasi yang diperlukan sampai rantai markov mendekati kondisi stasioner (panjang periode burn-in). Sebanyak 100 – 1000 iterasi sudah cukup sebagai periode burn-in jika kita gunakan dugaan MKT atau penduga kemungkinan maksimum (PKM) sebagai nilai awal (Liu,2001).

2.4. Bias dan MSE

Penduga parameter yang dihasilkan, diharapkan memiliki tingkat ketepatan yang tinggi dimana secara rata-rata nilainya sesuai dengan nilai parameter. Penduga seperti ini disebut penduga tak bias. Bias dari penduga dapat diukur sebagai berikut (Lebanon, 2006): Bias

( ) ( )

δˆ =Eδˆ δ.

Ada hal yang lebih penting dalam mengukur kinerja penduga selain hanya dengan ketidakbiasan. Mean Square Error (MSE) merupakan salah satu indikator terpenting dalam mengevaluasi presisi dari suatu penduga. MSE dapat mengukur error yang dihasilkan dari suatu penduga. Nilai MSE adalah sebagai berikut

( ) ( )

δˆ δˆ δ var

( )

δˆ

( )

δˆ

MSE E 2⎟= +Bias2

⎠⎞

⎜⎝

= ⎛ − .

2.5. Analisis AMMI

Analisis AMMI merupakan gabungan dari sidik ragam pada pengaruh aditif dengan analisis komponen utama pada pengaruh multiplikatif. Pengaruh multiplikatif diperoleh dari penguraian interaksi genotipe dengan lokasi menjadi komponen utama interaksi (KUI). Interpretasi analisis AMMI menggunakan biplot.

2.5.1. Pemodelan Analisis AMMI

Langkah awal untuk memulai analisis AMMI adalah melihat pengaruh aditif genotipe dan lokasi masing-masing menggunakan sidik ragam dan kemudian dibuat bentuk multiplikatif interaksi genotipe x lokasi dengan menggunakan analisis komponen utama. Bentuk multiplikatif diperoleh dari penguraian interaksi genotipe dengan lokasi menjadi komponen utama interaksi (KUI). Penguraian pengaruh interaksi genotipe dengan lokasi mengikuti persamaan sebagai:

ij sjm vim j1 ....

i1s 1v

δij= λ + + λ +φ

m =

ij jn in n m

1 n

s

v φ

λ +

=

dengan:

m = banyaknya KUI yang nyata pada taraf 5%,

sehingga persamaan model linier percobaan multilokasi dengan analisis AMMI menjadi:

dengan:

yijk = respon dari genotipe ke-i pada lokasi ke-j dalam kelompok ke-k

μ = nilai rata-rata umum

τi = pengaruh genotipe ke-i, i=1,2,….g

ρk(j) = pengaruh kelompok ke-k tersarang pada lokasi ke-j, k=1,2….r

γj = pengaruh lokasi ke-j, j=1,2…l

λn = nilai singular untuk komponen bilinier ke-n, λ1λ2...λm

vin = pengaruh ganda genotipe ke-i melalui komponen bilinier ke-n s = pengaruh ganda lokasi ke-j melalui komponen bilinier ke-n jn

φij = sisaan dari pemodelan linier

ε = pengaruh sisaan dari genotipe ke-i dalam kelompok ke-k yang dilakukan di ijk

lokasi ke-j

n = banyaknya KUI yang dipertahankan dalam model

2.5.2. Perhitungan Jumlah Kuadrat

Pengaruh aditif genotipe dan lokasi dihitung sebagaimana umumnya pada analisis ragam, tetapi berdasarkan pada data rataan per genotipe x lokasi. Pengaruh ganda genotipe dan lokasi pada interaksi diduga dengan

...

. . ..

. y y y

y

zij = ijij +

sehingga jumlah kuadrat interaksi dapat diturunkan sebagai berikut:

( )

) ' ( )

( . .. .. ... 2

. 2

zz teras r

y y y y r z r GL

JK ij i j

j i

ij

=

+

=

=

∑ ∑

εijk ij sjn vin m

1 j n k(j) μ i

yijk ∑ n + +

+ = + + +

= τ ρ γ

λ

φ

Berdasarkan teorema pada aljabar matriks bahwa teras dari suatu matriks sama dengan jumlah seluruh akar ciri matriks tersebut, tr

(

nAn

)

=

iλi , maka jumlah kuadrat untuk pengaruh interaksi komponen ke-n adalah akar ciri ke-n pada pemodelan bilinier tersebut

( )

λn , jika analisis ragam dilakukan terhadap rataan per genotipe x lokasi. Jika analisis ragam dilakukan terhadap data sebenarnya maka jumlah kuadratnya adalah banyak ulangan kali akar ciri ke-n

( )

rλn . Pengujian masing-masing komponen ini dilakukan dengan membandingkannya terhadap kuadrat tengah galat gabungan.

2.5.3. Penguraian Nilai Singular

Penguraian nilai singular matriks dugaan pengaruh interaksi digunakan untuk menduga pengaruh interaksi genotipe x lokasi. Penguraian dilakukan dengan memodelkan matriks tersebut sebagai perkalian matriks :

Z = U L A’

Dengan Z adalah matriks data terpusat, berukuran g x l; L adalah matriks diagonal akar dari akar ciri positif bukan nol dari Z’Z, berukuran m x m. Kolom-kolom matriks A adalah vektor ciri-vektor ciri dari matriks Z’Z, A merupakan matriks ortonormal; dan U berupa matriks ortonormal, dirumuskan sebagai :

U = Z A L-1

2.5.4. Nilai Komponen AMMI

Pengaruh ganda genotipe ke-i diduga melalui unsur-unsur matriks A pada baris ke-i kolom ke-n, sedangkan penduga dari pengaruh ganda lokasi ke-j adalah elemen matriks U pada baris ke-j kolom ke-n dengan kendala 2 s2jn 1

vin = =

untuk n= 1,2….,m dan ' 0

sjn j jns in'

i inv v = =

untuk n≠n. Unsur-unsur

diagonal matriks L merupakan penduga untuk λn.

Skor komponen ke-n untuk genotipe ke-i adalah kvin

λn dan untuk lokasi ke-j adalah 1 ksjn

λn . Penduga untuk interaksi genotipe dengan lokasi diperoleh dari perkalian nilai komponen genotipe dan nilai komponen lokasi. Dengan mendefinisikan L (0 k ≤ k 1≤ ) sebagai matriks diagonal yang unsur-unsur diagonalnya berupa elemen-elemen matriks L dipangkatkan k. Demikian juga untuk

matriks L −1 k dan G=ULk serta H=AL1k, maka hasil penguraian nilai singular dapat ditulis dalam bentuk :

GH'

Z=

Sehingga dugaan nilai komponen untuk genotipe adalah kolom-kolom matriks G dan dugaan nilai komponen untuk lokasi adalah kolom-kolom matriks H. Nilai k yang digunakan pada analisis AMMI adalah ½.

2.5.5. Penentuan Banyaknya Komponen AMMI

Metode yang digunakan untuk menentukan banyaknya Komponen Utama Interaksi (KUI) yang dipertahankan dalam model AMMI (Gauch, 1988 dalam Mattjik 2000) yaitu :

1.Metode Keberhasilan Total (postdictive success)

Metode ini berhubungan dengan kemampuan suatu model tereduksi untuk menduga data yang digunakan dalam membangun model tersebut.

Banyaknya komponen AMMI sesuai dengan banyaknya sumbu KUI yang nyata pada uji-F analisis ragam. Untuk sumbu KUI yang tidak nyata digabungkan dengan sisaan. Metode ini diusulkan oleh Gollob (1986) yang selanjutnya direkomendasikan oleh Gauch (1988). Tabel analisis AMMI (Tabel 2.3) merupakan perluasan dari tabel penguraian jumlah kuadrat interaksi menjadi beberapa jumlah kuadrat KUI.

Tabel 2. 3. Tabel analisis ragam AMMI

Sumber Db JK

Lingkungan l-1 JKL

Blok(Lingk.) l(r-1) JKB

Genotipe g-1 JKGen

Gen*Lingk. (l-1)(g-1) JK(L*G)

KUI-1 g+l-1-2(1) JKKUI-1

KUI-2 g+l-1-2(2) JKKUI-2

... ... ...

KUI-m g+l-1-2(m) JKKUI-m

Sisaan Pengurangan JKSisaan

Galat gab. l(g-1)(r-1) JKG

2.Metode Keberhasilan Ramalan (predictive success)

Metode ini berhubungan dengan kemampuan suatu model dugaan untuk memprediksi data lain yang sejenis tetapi tidak digunakan dalam membangun model tersebut (data validasi).

Penentuan banyaknya sumbu komponen utama dilakukan dengan validasi silang yaitu membagi data menjadi dua kelompok, satu kelompok untuk membangun model dan kelompok lain dipakai untuk validasi (menentukan kuadrat selisih).

Teknik ini dilakukan berulang-ulang, pada tiap ulangan dibangun model dengan sumbu komponen utama. Banyaknya KUI terbaik adalah model dengan rataan akar kuadrat tengah sisaan (root means square different= RMSPD) terkecil.

( )

l g

x x RMSPD

g i

l j

ij ij

. ˆ

1 1

∑∑

2

= =

=

2.5.6. Selang Kepercayaan Elips

Selang kepercayaan Elips adalah selang kepercayaan pada biplot dengan pusat (0,0) untuk identifikasi genotipe stabil.

Gambar1. 1. Biplot AMMI-2

Proses pembuatan elips menggunakan formulasi sebagai berikut :

( )

(

n 2

)

Fp,n p( )α

n 1 n 2

± −

= i

ri λ dengan :

ri : panjang jari-jari, i=1 untuk jari-jari panjang, i=2 untuk jari-jari pendek n : banyaknya pengamatan (genotipe + lingkungan)

λi2 : akar ciri ke-i dari matriks koragam (S) skor komponen genotipe lingkungan

r2

r2

r1

r1 0.0 0.0

KUI2

KUI1

Tidak Stabil

KUI1

KUI2

Stabil

λi : nilai singular dari matriks koragam (S) KUI1 dan KUI2

( )α 2 , 2n

F : nilai sebaran F dengan db1=2 dan db2=n-2 pada taraf α =5 % Sehingga rumus diatas dapat disederhanakan sebagai berikut :

( )

(

n 2

)

F2,n 2( )α

n 1 n 2

± −

= i

ri λ

III. METODOLOGI 3.1. Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis, data pertama adalah data yang dibangkitkan dalam program simulasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melihat kinerja dari penduga parameter diberbagai kondisi yang akan dievaluasi.

Data kedua adalah data riil yang digunakan untuk penerapan yang merupakan data dari percobaan internasional untuk gandum yang dilakukan oleh program CIMMYT (International Maize and Wheat Improvement Center) serta data dari hasil penelitian oleh Konsorsium padi Nasional, yaitu Penelitian Interaksi antara Genotipe dengan Lingkungan pada galur harapan padi sawah.

3.1.1 Desain Data Simulasi

Data simulasi dibangun dari model percobaan multilokasi dengan ragam contoh di setiap lokasi diasumsikan sama. Parameter yang dibutuhkan untuk membangkitkan data dalam simulasi ini adalah nilai tengah hasil produksi, pengaruh faktor genotipe, keragaman lokasi percobaan kecil (σγ2j =1) dan keragaman lokasi percobaan sedang(σγ2j =5), keragaman interaksi kecil (σδ2ij =1) dan keragaman interaksi sedang (σδ2ij =5), serta keragaman galat (σε2 =1). Faktor genotipe diasumsikan tetap, sesuai dengan kondisi pada data riil. Dalam simulasi ditentukan jumlah lokasi percobaan sebanyak 20, dibuat simulasi 100 set data.

3.1.2 Deskripsi Data riil

Data percobaan gandum yang dilakukan pada 12 genotipe yang ditanam di empat lokasi dengan 4 blok pada dua tahun berturut-turut yaitu tahun 2005 dan tahun 2006. Pada Tabel 3.2 disajikan genotipe gandum yang dgunakan dalam percobaan.

Tabel 3. 1. Daftar Genotipe Gandum

Kode Genotipe Kode Genotipe Kode Genotipe A 350356 E 350411 I Bonanza B 350361 F 400090 J Fedearroz C 350405 G 400094 K Fortaleza D 350406 H 400099 L Progreso

Percobaan tanaman padi menggunakan 14 galur padi dimana 11 galur (1 galur berasal dari BATAN, 5 galur dari BB Padi, 1 galur dari Biogen, dan 4 galur dari IPB), dengan 3 varietas pembanding (Gilirang, INPARI1, dan Ciherang) yang ditanam pada 21 lokasi. Tujuan dari penyelenggaraan pertanaman ini adalah untuk mengevaluasi keragaan fenotipik dari galur-galur generasi lanjut padi sawah pada lingkungan pengujian yang bervariasi. Pada Tabel 3.2 disajikan galur-galur padi sawah yang dgunakan dalam percobaan. Sedangkan pada Tabel 3.3 disajikan daftar lokasi percobaan untuk tanaman padi.

Tabel 3. 2. Daftar Galur-Galur Padi Sawah

No GALUR ASAL

1 IPB-3 (IPB97-F-20-2-1) IPB 2 BIO-1-AC-BLB/BLAS-05 BIOGEN 3 B10531E-KN-14-3-0-LR-B376-1 BB-PADI 4 OBS 1735/PSJ BATAN 5 BP11252-2-PN-12-2-2-2-1-7-MR-6 BB-PADI 6 BIO-8-AC-BLB-05 BIOGEN 7 OBS 1740/PSJ BATAN 8 IPB-6 (IPB107-F-8-3) IPB 9 BP3300-2C-2-3 BB-PADI 10 OBS 1739/PSJ BATAN 11 B10531E-KN-14-1-0-LR-B375-12 BB-PADI

12 CIHERANG CHECK

13 INPARI 1 CHECK

14 CIMELATI CHECK

Tabel 3. 3. Daftar Lokasi Percobaan

No Lingkungan No Lingkungan No Lingkungan 1 Asahan1 8 Ngawi2 15 Pusakanagara2

2 Bali1 9 NTB1 16 Pesawaran2

3 Bali2 10 NTB2 17 Purworejo1

4 Bantul2 11 Probolinggo2 18 Rangkasbitung2 5 Bantaeng1 12 Pasar miring1 19 Tabanan1 6 Marmada2 13 Purworejo2 20 Takalar2 7 Ngawi1 14 Pusakanagara1 21 Taman Bogo2

Ket: 1=musim tanam pertama; 2=musim tanam kedua

Melalui pengujian ini diharapkan dapat diidentifikasi galur-galur yang memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan tumbuh yang luas maupun lingkungan tumbuh spesifik (dilihat dari aspek iklim, jenis tanah, kondisi cekaman biotik dan abiotik). Galur-galur yang memiliki potensi hasil tinggi dan memiliki keunggulan

“daya adaptasi” yang “menonjol” akan diajukan sebagai calon varietas unggul baru.

Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan “Rancangan Acak Kelompok 3 ulangan”. Setiap galur ditanam pada petak berukuran 4 m x 5 m. Tanam dilakukan pada saat umur bibit 21 hari, sebanyak 1 bibit per rumpun, dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm.

Pada Tabel 3.4. dijelaskan peubah-peubah yang diamati dalam percobaan Tanaman Padi 2008 yang dilakukan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi Jawa Barat.

Tabel 3. 4. Peubah yang diamati

Karakteristik Tanaman Singkatan Keterangan Bentuk rumpun tanaman BTK RUMP Penilaian visual terhadap tipe

tanaman dilihat dari

kompak/berseraknya pertunasan, tegak/terkulainya daun.

Tinggi tanaman (cm) TING Diukur dari pangkal batang sampai ujung malai tertinggi, pada semua sampel rumpun tanaman untuk data malai produktif

Ketegapan Tanaman (Skore) VIG Vigor (ketegapan tanaman).

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan secara serempak mempengaruhi vigor (misal kecepatan penyembuhan akibat cekaman tanam pindah, kecepatan pertunasan, jumlah anakan

maksimum, dll.).

Umur berbunga 50% (hari) BUNGA 50 Dihitung jumlah hari mulai dari tanggal sebar sampai 50 % dari rumpun berbunga

Jumlah Malai/m2 #MALAI Hitung jumlah malai yang ada pada rumpun tanaman pada petak contoh seluas 1 m2 yang ada ditengah-tengah petak percobaan

Bobot 1000 butir B1000B Timbang 1000 butir gabah isi dan ukur kadar airnya segera setelah

Karakteristik Tanaman Singkatan Keterangan

penimbangan. Dengan data kadar air pada saat penimbangan tersebut, hitung berat 1000 butir gabah pada kadar air 14%.

Gabah Isi/malai #GABSI Hitung jumlah gabah isi dari 3 rumpun contoh yang diambil secara acak pada arah diagonal petak percobaan; kemudian bagi dengan jumlah malai dari 3 rumpun contoh tersebut.

Gabah hampa/malai #GABHAM Hitung jumlah gabah hampa dari 3 rumpun contoh yang diambil secara acak pada arah diagonal petak percobaan; kemudian bagi dengan jumlah malai dari 3 rumpun contoh tersebut.

Hasil Gabah (kg/ha) HASIL Buat petak contoh bersih, dengan memisahkan satu baris rumpun tanaman di sekeliling petak

percobaan. Timbang hasil panen dari semua rumpun yang ada pada petak contoh bersih percobaan. Ukur kadar air segera setelah penimbangan hasil panen tersebut.

Kadar air K.A Kadar air pada saat penimbangan.

Tingkat Penerimaan Fenotipik (skore)

PACP Lakukan penilaian kenampakan seluruh tanaman terutama “malai”

pada saat menjelang panen (fase matang fisiologis)

Kerebahan (skore) Kerebahan Nilai tingkat kerebahan tanaman pada saat kerebahan tanaman muncul

Ketahanan/Toleransi

terhadap: Hama & penyakit Cekaman Lingkungan Sub optimal

BLB, RTV, BPH, BL, Fe, dst

Lakukan pengamatan respon

tanaman terhadap berbagai cekaman hama/penyakit/keracunan dengan menggunakan skore sesuai SES (IRRI, 1996)

3.2. Metode Pendugaan Parameter.

Pendugaan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan algoritma Gibbs sampling. Nilai awal yang digunakan adalah nilai dugaan pengaruh interaksi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil.

Misalkan θl untuk l= 1,…,m adalah contoh yang dibangkitkan dengan Gibbs sampling untuk model percobaan multilokasi. Rataan dari contoh digunakan untuk menduga μ,τ,γ, dan δ (Liu, 2001).

( )

=

= m

l l m

1

~ 1 μ

μ

( )

=

= m

l l m i i

1

~ 1 τ

τ

( )

=

= m

l l m j j

1

~ 1 γ

γ

( )

=

= m

l l ij m ij

1

~ 1 δ

δ

3.2.1. Metode Pendugaan Parameter Data Simulasi

Data simulasi yang dibangun menggunakan model multilokasi digunakan untuk mengukur kinerja dari dugaan parameter menggunakan metode Bayes.

Pendugaan parameter model multilokasi pada data simulasi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Data simulasi dibangun dari model yijk =μ+τijijijk

2. Hitung dugaan parameter model percobaan multilokasi dengan MKT:

a.

∑∑∑

= = =

= a

i b j

r k

yijk

abr 1 1 1 ˆ 1

μ

b. τˆii −μ c. γˆjj −μ

d. δˆijij −μ−τi −γj

3. Gunakan nilai dugaan pada nomor 2 (μˆ,τˆi,γˆjˆij) sebagai nilai awal untuk menduga parameter model menggunakan Gibbs sampling.

4. Bangkitkan sebaran posterior untuk θ=(μˆ,τˆi,γˆjˆij) menggunakan Gibbs sampling.

5. Rataan dari sebaran posterior yang dibangkitkan pada nomor 4 digunakan untuk menduga μ,τ,γ, dan δ, dimana:

a.

( )

=

= m

l l m

1

~ 1 μ

μ

b.

( )

=

= m

l l i m i

1

~ 1 τ

τ

c.

( )

=

= m

l l m j j

1

~ 1 γ

γ

d.

( )

=

= m

l l m ij ij

1

~ 1 δ

δ

3.2.2. Metode Pendugaan Parameter Data Riil

Data percobaan tanaman padi yang digunakan merupakan data produksi padi yang dikumpulkan selama 2 tahun. Untuk itu, pendugaan parameternya dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Tentukan informasi prior dimana nilainya didapat dari peneltian sebelumnya (jika tersedia), atau dari data itu sendiri.

2. Hitung dugaan parameter model percobaan multilokasi dengan MKT:

a.

∑∑∑

= = =

= a

i b j

r k

yijk

abr 1 1 1 ˆ 1

μ

b. τˆii −μ c. γˆjj −μ

d. δˆijij −μ−τi −γj

3. Gunakan nilai dugaan pada nomor 2 (μˆ,τˆi,γˆjˆij) sebagai nilai awal untuk menduga parameter model menggunakan Gibbs sampling.

4. Bangkitkan sebaran posterior untuk θ=(μˆ,τˆi,γˆjˆij) menggunakan Gibbs sampling.

5. Rataan dari sebaran posterior yang dibangkitkan pada nomor 4 digunakan untuk menduga μ,τ,γ, dan δ, dimana:

a.

( )

=

= m

l l m

1

~ 1 μ

μ

( )

= m l

~ τ

τ

c.

( )

=

= m

l l m j j

1

~ 1 γ

γ

d.

( )

=

= m

l l ij m ij

1

~ 1 δ

δ

3.3. Kriteria Evaluasi

Nilai dugaan terhadap pengaruh interaksi dievaluasi menggunakan dua kriteria yaitu bias untuk mengukur keakuratan dugaannya, serta MSE untuk mengakur presisi dari dugaannya. Dalam statistik, bias sebuah penduga adalah selisih dari nilai harapan dugaan dengan nilai yang akan diduga, sedangkan Mean Squared Error (MSE) sebuah penduga adalah nilai yang diharapkan dari kuadrat error. Error yang ada menunjukkan seberapa besar perbedaan hasil dugaan dengan nilai yang akan diduga. Perbedaan itu terjadi karena adanya keacakan pada data atau karena penduga tidak mengandung informasi yang dapat menghasilkan dugaan yang lebih akurat

( ) ( )

δˆ =Eδˆ δ

Bias

( ) ( )

δˆ δˆ δ var

( )

δˆ

( )

δˆ

MSE E 2⎟= +Bias2

⎠⎞

⎜⎝

⎛ −

=

MSE = Mean Squared Error

Setelah nilai Bias dan MSE dari kedua metode didapatkan, maka akan dilakukan perbandingan terhadap nilai bias dan MSE.

• Jika nilai biasBayes < biasMKT maka metode Bayes memiliki performa lebih baik dibandingkan metode MKT karena memiliki keakuratan yang lebih tinggi.

• Sebaliknya, jika nilai biasBayes > biasMKT maka metode Bayes memiliki performa lebih buruk dibandingkan metode MKT karena tingkat keakuratannya lebih rendah.

• Jika nilai MSEBayes < MSEMKT maka metode Bayes memiliki performa lebih baik dibandingkan metode MKT karena tingkat kesalahan yang dihasilkan oleh metode Bayes relatif lebih kecil.

• Sebaliknya, jika MSEBayes > MSEMKT maka metode Bayes memilki performa lebih buruk dibandingkan metode MKT karena tingkat kesalahan yang dihasilkan oleh metode Bayes relatif lebih besar.

3.4. Simulasi.

Kinerja dari penduga bayes untuk pengaruh interaksi dievaluasi dengan melakukan simulasi. Simulasi dilakukan untuk mengukur keakuratan dan presisi dari penduga parameter. Agar hasil dari simulasi tersebut dapat mencerminkan keadaan lapang yang sebenarnya, parameter dalam simulasi tersebut sebaiknya dapat menggambarkan kondisi riil, sehingga akan lebih baik jika parameter tersebut dibangun berdasarkan data yang diperoleh dari lapang. Algoritma gibbs sampling dilakukan sebanyak l=1000 untuk membangkitkan sebaran posterior dari masing-masing parameter dengan periode in sebanyak 100, dan l=5000 dengan burn-in sebanyak 1000. Yang dimaksud burn-burn-in disburn-ini adalah jumlah iterasi yang diperlukan sampai sebaran posterior yang dibangkitkan mendekati kondisi stasioner.

Tahapan simulasi:

1. Tetapkan nilai-nilai parameter berikut : μ, σγ2, 2

δij

σ ,σε2ασσ 2. Bangkitkan τi, γj, εijk, dan δij

3. Dapatkan nilai Y berdasarkan model yijk =μ+τijijijk

4. Hitung nilai dugaan parameter dengan metode MKT (μˆ,τˆi,γˆj,δˆij,σˆ2), gunakan sebagai nilai awal untuk masuk ke algoritma gibbs sampling 5. Hitung dugaan parameter model dengan metode bayes menggunakan

algoritma gibbs sampling

i. Tentukan nilai awal θ0 =

(

μ( ) ( )0,τi0 ,γ( )j0,δij( )0 ,σ2(0)

)

ii. Ulangi langkah berikut untuk l= 1,2,…,1000

a) Bangkitkan μ( )l dari

(

| ( )1, ( )l1, ij( )l1 , 2( )l1

)

j l

i γ δ σ

τ μ π

μ ~

6. Hitung nilai rataan dari masing-masing sebaran posterior, gunakan nilai rataan ini sebagai penduga parameter model multilokasi

(

μ~,τ~i ,γ~j~ij

)

7. Evaluasi keakuratan penduga interaksi dengan mengukur besarnya bias 8. Evaluasi presisi penduga interaksi dengan mengukur besarnya MSE .

3.5. Penerapan.

Data percobaan gandum dan padi digunakan untuk menerapkan metode Bayes dalam pendugaan parameter model AMMI. Tahapannya sebagai berikut:

1. Menentukan informasi prior

a. Pada data gandum, informasi prior diperoleh dari data tahun 2005 b. Pada data padi, informasi prior diperoleh dari data tersebut

2. Data Tahun Kedua digunakan untuk analisis AMMI dan mengevaluasi kestabilan genotipe

a. Duga parameter model AMMI (μˆ,τˆi,γˆjˆij) serta ragam (σ2) dengan MKT

b. Gunakan dugaan MKT sebagai nilai awal untuk menghitung dugaan parameter dengan metode Bayes

(

μ~,τ~i ,γ~j,δ~ij ,σ~2

)

c. Susun Matriks interaksi

= Θ

mn m

m

n n

δ δ

δ

δ δ

δ

δ δ

δ

~

~

~

~

~

~

~

~

~

2 1

2 22 21

1 12 11

K M O M M

K K

d. Gunakanmatriks interaksi untuk analisis AMMI e. Tentukan genotipe stabil berdasarkan metode AMMI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Simulasi

Simulasi dilakukan dengan empat kondisi data, yaitu kondisi 1 (σγ2j =1 dan

=

2 δij

σ 1), kondisi 2 (σγ2j =1 dan σδ2ij =5), kondisi 3 (σγ2j =5 dan σδ2ij =1), dan kondisi 4 (σγ2j =5 dan σδ2ij =5). Pada masing-masing kondisi, Gibbs sampling untuk membangkitkan sebaran posterior dilakukan dengan N=1000 dengan burn-in=100 serta N=5000 dengan burn-burn-in=1000.

Bias

Keterangan:

______ : Bayes - - - : MKT

Gambar 4. 1. Bias dan MSE dugaan interaksi kondisi 1 (a) Bias N=1000 dan burn-in=100; (b) MSE N=1000 dan burn-burn-in=100; (c) Bias N=5000 dan burn-in=1000; (d) MSE N=5000 dan burn-in=1000

Performa dugaan interaksi menggunakan metode Bayes dan MKT pada berbagai kondisi keragaman lokasi dan interaksi disajikan pada Gambar 4.1 – Gambar 4.4.

Pada kondisi 1 dimana keragaman lokasi dan keragaman interaksi kecil ( 2 =

γj

( )

δˆ

( )

δˆ

var MKT

MSE = +Bias2 dan MSEBayes=var

( )

δ~ +Bias2

( )

δ~ dapat dilihat pada Gambar 4.1. Terlihat bahwa pola bias dan MSE dengan N=1000 maupun N=5000 tidak berbeda, sehingga dalam hal ini penggunaan N=1000 dirasa cukup untuk dapat menggambarkan performa kinerja dari penduga interaksi, karena hasil simulasinya sudah relatif stabil. Bias MKT dan bias Bayes berpusat di nilai tengah nol. Ini berarti bahwa dalam hal ketidakbiasan, penduga MKT maupun penduga Bayes sama baiknya. Pola bias dari penduga Bayes secara umum memiliki keragaman yang lebih kecil dibandingkan dengan bias dari penduga MKT, yang ditunjukkan dengan bentuk kurva bias MKT yang lebih lebar dibandingkan kurva bias Bayes. Hal ini merupakan indikasi bahwa penduga Bayes lebih stabil dibandingkan dengan penduga MKT. Begitu pula dengan nilai MSE, terlihat bahwa secara umum kurva MSE penduga Bayes berada disebelah kiri kurva penduga MKT, yang berarti bahwa penduga Bayes memiliki nilai MSE yang lebih kecil dibandingkan dengan MSE yang dihasilkan penduga MKT. Penduga Bayes memiliki performa lebih baik dibandingkan penduga MKT karena tingkat kesalahan

MSE = +Bias2 dan MSEBayes=var

( )

δ~ +Bias2

( )

δ~ dapat dilihat pada Gambar 4.1. Terlihat bahwa pola bias dan MSE dengan N=1000 maupun N=5000 tidak berbeda, sehingga dalam hal ini penggunaan N=1000 dirasa cukup untuk dapat menggambarkan performa kinerja dari penduga interaksi, karena hasil simulasinya sudah relatif stabil. Bias MKT dan bias Bayes berpusat di nilai tengah nol. Ini berarti bahwa dalam hal ketidakbiasan, penduga MKT maupun penduga Bayes sama baiknya. Pola bias dari penduga Bayes secara umum memiliki keragaman yang lebih kecil dibandingkan dengan bias dari penduga MKT, yang ditunjukkan dengan bentuk kurva bias MKT yang lebih lebar dibandingkan kurva bias Bayes. Hal ini merupakan indikasi bahwa penduga Bayes lebih stabil dibandingkan dengan penduga MKT. Begitu pula dengan nilai MSE, terlihat bahwa secara umum kurva MSE penduga Bayes berada disebelah kiri kurva penduga MKT, yang berarti bahwa penduga Bayes memiliki nilai MSE yang lebih kecil dibandingkan dengan MSE yang dihasilkan penduga MKT. Penduga Bayes memiliki performa lebih baik dibandingkan penduga MKT karena tingkat kesalahan

Dokumen terkait