• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL PENELITIAN

5.3 Strategi Peningkatan Usaha Pendapatan Ikan

5.3.3 Penentuan strategi peningkatan pendapatan nelayan

Total Faktor Internal 1 2,63

Hasil analisis tabel EFAS menunjukkah bahwa faktor eksternal utama yang mempengaruhi peningkatan pendapatan nelayan, yaitu: (1) potensi SDI belum dimanfaatkan optimal dengan skor 0,55; (2) prospek perikanan tangkap dengan skor 0,45; (3) pangsa pasar perikanan terbuka dengan skor 0,40; dan (4) Peluang BPR Nelayan dengan skor 0,33. Sedangkan ancaman yang utama, yaitu: (1) harga ikan yang rendah dengan skor 0,55; (2) ketergantungan terhadap dibo-dibo dengan skor 0,52; (3) kegitan penangkapan ikan yang merusak dengan skor 0,50; dan (4) koordinasi antar sektor masih lemah dengan skor 0,34.

Total skor pada matrik EFAS sebesar 2,6 ≥ 2,5 artinya sistem mampu merespon situasi eksternal yang ada. Dengan kata lain, jika semua peluang dapat dimanfaatkan dengan optimal akan dapat mengatasi berbagai ancaman tersebut.

5.3.3 Penentuan strategi peningkatan pendapatan nelayan

Untuk menentukan alternatif strategi kebijakan peningkatan usaha penangkapan ikan, pemerintah daerah dan masyarakat pesisir dapat menggunakan kekuatan-peluang yang dimiliki dan meminimalkan kelemahan-ancaman yang

dihadapi. Berdasarkan analisis IFAS dan EFAS dirumuskan alternatif strategi kebijakan bagi peningkatan pendapatan nelayan dengan menggunakan analisis matriks SWOT, seperti disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Matriks SWOT peningkatan usaha panangkapan ikan di Kabupaten Halmahera Utara.

Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weakness) 1) Dukungan pemerintah

daerah (S1)

1) Lemahnya akses pemasaran (W1)

2) Tenaga kerja cukup banyak (S2)

2) Kapasitas SDM nelayan masih rendah (W2) 3) Dukungan masyarakat

pesisir (S3)

3) Sarana Prasarana pendukung belum memadai (W3) 4) Dukungan Kelembagaan

masyarakat lokal (S4)

5) Permodalan lembaga keuangan masih rendah (W4)

Peluang (Opportunities) Strategi SO : Strategi WO : 1) Potensi SDI belum

dimanfaatkan optimal (O1)

1) Pengembangan skala usaha perikanan tangkap

2) Bantuan unit penangkapan ikan 2) Prospek perikanan tangkap menjanjikan (O2) 3) Pengembangan jaringan pasar

4) Pembinaan dan pelatihan 3) Pangsa pasar hasil

perikanan terbuka (O3) 4) Peluang BPR Nelayan

(O4)

5) Pembangunan sarana prasarana pendukung usaha peraikanan tangkap Ancaman (Threats) Strategi ST : Strategi WT : 1) Harga ikan rendah (T1)

2) Ketergantungan terhadap dibo-dibo (T2)

6) Pengembangan jaringan pasar

3) Kegiatan penangkapan ikan bersifat merusak dan IUU (T3)

8) Penegakan Hukum

4) Koordinasi antar sektor masih rendah (T4)

7) Peningkatkan kerjasama antar sektor terkait untuk mendukung usaha perikanan tangkap

Hasil matriks SWOT menunjukkan bahwa ada tujuh alternatif strategi kebijakan peningkatan pendapatan nelayan di Kabupaten Halmahera Utara. Namun untuk strategi pengembangan skala usaha perikanan tangkap mencakup bantuan unit penangkapan ikan, maka menjadi enam rumusan strategi meliputi: 1) Alternatif 1, pengembangan skala usaha perikanan tangkap.

2) Alternatif 2, pembinaan dan pelatihan.

3) Alternatif 3, pembangunan sarana prasarana pendukung usaha perikanan tangkap.

Eksternal Faktor

Internal Faktor

4) Alternatif 4, pengembangan jaringan pasar. 5) Alternatif 5, penegakan hukum.

6) Alternatif 6, peningkatkan kerjasama antar sektor terkait untuk mendukung usaha perikanan tangkap.

Setelah berbagai alternatif strategi dianalis menggunakan matrik SWOT, tahap terakhir adalah tahap pengambilan keputusan. Tahap pengambilan keputusan adalah memilih strategi terbaik sesuai dengan kondisi internal dan eksternal suatu sistem. Untuk menentukan skala prioritas dari ketujuh alternatif strategi kebijakan dilakukan analisis matrik Quantitative Strategic Planning

Matrix (QSPM). Berdasarkan hasil analisis matrik QSPM (lihat Tabel 22)

diperoleh skala prioritas strategi kebijakan sebagai berikut:

1) Prioritas ke-1, pengembangan skala usaha perikanan tangkap dengan skor 6,94.

2) Prioritas ke-2, pembangunan sarana prasarana pendukung usaha perikanan tangkap dengan skor 6,75.

3) Prioritas ke-3, pengembangan jaringan pasar dengan skor 6,64. 4) Prioritas ke-4, pembinaan dan pelatihan dengan skor 5,61. 5) Prioritas ke-5, penegakan hukum dengan skor 5,28.

6) Prioritas ke-6, peningkatkan kerjasama antar sektor terkait untuk mendukung usaha perikanan tangkap dengan skor 5,12.

Tabel 22 Analisis matriks QSPM penentuan skala prioritas alternatif strategi kebijakan peningkatan usaha peangkapan ikan.

Alternatif Strategi

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4 Alternatif 5 Alternatif 6 Bobot

AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS

Peluang O1 0.14 4.00 0.55 3.00 0.41 4.00 0.55 4.00 0.55 4.00 0.55 3.00 0.41 O2 0.11 4.00 0.45 3.00 0.34 4.00 0.45 4.00 0.45 3.00 0.34 3.00 0.34 O2 0.13 4.00 0.54 3.00 0.40 4.00 0.54 4.00 0.54 3.00 0.40 3.00 0.40 O4 0.11 4.00 0.44 3.00 0.33 4.00 0.44 3.00 0.33 3.00 0.33 1.00 0.11 Ancaman T1 0.14 2.00 0.27 2.00 0.27 3.00 0.41 4.00 0.55 2.00 0.27 2.00 0.27 T2 0.13 2.00 0.26 3.00 0.39 4.00 0.52 4.00 0.52 1.00 0.13 2.00 0.26 T3 0.12 3.00 0.37 4.00 0.50 1.00 0.12 1.00 0.12 1.00 0.12 2.00 0.25 T4 0.11 2.00 0.23 1.00 0.11 2.00 0.23 3.00 0.34 2.00 0.23 4.00 0.46 Kekuatan S1 0.20 4.00 0.82 4.00 0.82 4.00 0.82 4.00 0.82 4.00 0.82 4.00 0.82 S2 0.19 4.00 0.75 2.00 0.38 3.00 0.56 3.00 0.56 2.00 0.38 2.00 0.38 S3 0.20 4.00 0.79 3.00 0.60 4.00 0.79 4.00 0.79 4.00 0.79 3.00 0.60 S4 0.15 4.00 0.61 2.00 0.30 4.00 0.61 4.00 0.61 3.00 0.45 3.00 0.45 Kelemahan W1 0.08 4.00 0.30 2.00 0.15 2.00 0.15 2.00 0.15 2.00 0.15 1.00 0.08 W2 0.06 3.00 0.19 4.00 0.25 3.00 0.19 2.00 0.13 2.00 0.13 1.00 0.06 W3 0.07 3.00 0.20 3.00 0.20 4.00 0.26 2.00 0.13 2.00 0.13 2.00 0.13 W4 0.05 3.00 0.16 3.00 0.16 2.00 0.11 1.00 0.05 1.00 0.05 2.00 0.11 Total 6.94 5.61 6.75 6.64 5.28 5.12 Prioritas 1 4 2 3 5 6 Keterangan:

a. Alternatif 1, Pengembangan skala usaha perikanan tangkap b. Alternatif 4, Pengembangan jaringan pasar

c. Alternatif 2, Pembinaan dan pelatihan d. Alternatif 5, Penegakan Hukum

e. Alternatif 3, Pembangunan sarana prasarana pendukung usaha

peraikanan tangkap

6.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan

Sebagian besar nelayan di Kabupaten Halmahera Utara termasuk skala kecil dengan ukuran armada penangkapan ikan kurang dari 10 GT dan bersifat subsisten. Oleh karena itu, produktifitas nelayan di Kabupaten Halmahera Utara sangat rendah. Untuk meningkatkan produktifitas nelayan skala kecil Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara memberikan program permberdayaan nelayan berupa gillner, rawai dan pajeko (mini purse seine).

Nelayan sebelum mendapat bantuan unit penangkapan gillnet sebagian besar adalah nelayan pancing ulur (handline) dan sebagian kecil buruh nelayan yang tidak memiliki unit penangkapan ikan. Umumnya nelayan handline bersifat subsisten dengan didukung unit penangkapan ikan sederhana berupa perahu dayung/layar dan alat tangkap berupa dua atau lebih unit pancing ulur.

Kenaikan pendapatan yang tinggi pada nelayan gillnet ini disebabkan terjadi peningkatan produksi yang mencolok dari 7 kg/trip dan jumlah trip 15 trip per bulan (sebelum mendapat bantuan unit penangkapan) menjadi 18 kg/trip dan jumlah trip sebanyak 22 trip per bulan (setelah mendapat bantuan unit penangkapan), seperti tersaji pada Tabel 11. Kondisi ini mungkin terjadi sebagai dampak lompatan teknologi (frogging) unit penangkapan ikan, yaitu yang semula nelayan hanya menggunakan alat tangkap pancing ulur (handline) dan perahu dayung/layar berubah menjadi nelayan yang menggunakan alat tangkap gillnet

dan perahu ketitinting bermesin 5,5 PK. Kondisi ini memungkinkan nelayan menjangkau fishing ground yang lebih jauh disekitar perairan karang dekat pulau-pulau kecil dimana daerah penangkapan ikan tersebut tingkat upaya penangkapannya masih relatif sedikit dan sumberdaya ikannya masih cukup tersedia.

Dalam upaya kenaikan pendapatan nelayan mini purse seine dan rawai setelah mendapat bantuan unit penangkapan, bukan disebabkan peningkatan produksi penangkapan tetapi lebih karenakan berubahnya status dari buruh nelayan menjadi nelayan pemilik. Perubahan status tersebut, otomatis merubah sistem bagi hasil yang semula dari laba bersih ada bagian juragan/pemilik unit

penangkapan sebesar 50% untuk pemilik mini purse seine dan 40% pemilik rawai. Setelah mendapat bantuan unit penangkapan ikan, bagian hasil juragan/pemilik unit penangkapan menjadi spenuhnya bagian kelompok (kepemilikan bersama) sehingga laba bersih menjadi 100% bagi kelompok nelayan mini purse seine dan neyalan rawai. Hal ini menunjukkan pemberian bantuan unit penangkapan ikan memberikan dampak mobilitas vertical nelayan, yaitu berubah status dari buruh nelayan menjadi pemilik kapal (pengusaha) (Satria 2001).