• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

3.4 Analisis Data .1 Analisis deskriptif

4.2.2 Unit penangkapan ikan 1)Kapal Penangkapan Ikan

Kapal penangkap ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan penangkapan ikan di laut. Umumnya jenis perahu tanpa motor/perahu layar dan perahu motor tempel yang digunakan sebagai sarana untuk menangkap ikan di perairan laut Kabupaten Halmahera Utara (Gambar 3). Perahu tanpa motor biasanya digunakan untuk alat tangkap pancing ulur, jaring insang (gillnet) dan bubu, sedangkan perahu/kapal motor tempel digunakan untuk pengoperasian alat tangkap funai (huhate), pajeko (mini purse seine), giob (jaring lingkar) dan bagan perahu. Umumnya sebagain besar armada di Kabupaten Halmahera Utara sudah menggunakan motor, namun ukuran kapalnya masih dalam skala kecil (dibawah 5 GT). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa daerah penangkapan ikan (fishing ground) nelayan Halmahera Utara hanya terkonsentrasi di sekitar perairan pantai (dibawah 12 mil laut).

2) Alat penangkapan ikan

Secara umum, jenis teknologi penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Halmahera Utara adalah pancing ulur, rawai, mini purse

seine (pajeko), jaring insang hanyut, jaring insang tetap, jaring lingkar (giob),

dipergunakan tersebut masih relatif sederhana dan ukuran armadanya tidak berskala besar. Hanya untuk jenis teknologi penangkapan mini purse seine atau didaerah setempat dikenal dengan pajeko yang tingkat teknologinya relatif paling maju. Inipun jumlahnya masih terbatas dan umumnya merupakan paket-paket bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara yang diserahkan kepada beberapa kelompok nelayan. Teknologi penangkapan yang paling umum digunakan oleh nelayan Halmahera Utara adalah kelompok pancing, utamanya pancing ulur, kemudian diikuti oleh kelompok alat tangkap lain-lain, gill net, bagan dan mini purse seine. Jumlah alat tangkap per kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah alat tangkap per kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2007.

Jenis Alat Tangkap (unit)

Rawai Gill Net

Kecamatan Hand Line Huhate Hanyut Dasar Purse Seine Hanyut Tetap Bagan Bubu Tobelo Utara 39 21 - - - 19 8 - - Tobelo 54 5 - 12 5 24 17 - 32 Tobelo Tengah 112 - - 34 - 18 6 1 - Tobelo Selatan 138 - - 5 11 12 19 - Tobelo Timur 109 - - 5 2 3 6 1 - Galela Utara 96 2 2 17 1 8 15 - - Galela 63 1 - 10 2 7 32 - - Loloda Utara 72 - 6 14 22 - 18 Loloda Kepulauan 67 2 - 15 1 12 18 - 13 Morotai Utara 57 - - 30 32 - 38 Morotai Jaya 52 - - 17 1 8 21 - -

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara, 2008

Nelayan Halmahera Utara telah mengenal teknologi rumpon sebagai alat bantu dalam operasi penangkapan ikannya, utamanya adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap pajeko. Dengan rumpon, kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efisien dan efektif, karena rumpon berfungsi untuk mengumpulkan atau sebagai tempat berlindung ikan, sehingga daerah penangkapan dan keberhasilan operasinya menjadi lebih pasti.

3) Nelayan

Jumlah nelayan di wilayah Kabupaten Halmahera Utara tahun 2007 tercatat sebanyak 6.999 orang. Jumlah nelayan terbanyak berada di Kecamatan Loloda Kepulauan dan yang terendah berada di Kecamatan Morotai Selatan Barat, seperti tersaji pada Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah nelayan Halmahera Utara menurut kecamatan tahun 2007.

Kecamatan Pesisir Jumlah Nelayan

(Jiwa) Kecamatan Pesisir

Jumlah Nelayan (Jiwa)

Malifut 174 Galela Utara 267

Kao 116 Morotai Selatan 455

Kao Utara 441 Morotai Utara 75

Tobelo Timur 282 Morotai Selatan Barat 20 Tobelo Selatan 529 Morotai Timur 1.076

Tobelo Tengah 235 Morotai Jaya 550

Tobelo 78 Loloda Utara 54

Tobelo Utara 354 Loloda Kepulauan 2.117

Galela 176

Total 6.999

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara, 2008

4.2.3 Produksi hasil tangkapan

Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Halmahera Utara oleh nelayan setempat masih sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat pemanfaatannya pada tahun 2007 baru sekitar 14% dari MSY, walaupun menggunakan nilai estimasi potensi terkecil (86.660,6 ton/tahun). Produksi perikanan tangkap rendah ini diduga disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah maraknya penangkapan ikan illegal oleh nelayan Phillipina, teknologi penangkapan ikan yang relatif sederhana yang sangat tergantung dengan kondisi alam/cuaca, dan terbatasnya jaringan pasar, sehingga ikan sulit untuk dijual.

Hasil wawancara dengan para nelayan diketahui bahwa puncak musim penangkapan ikan di perairan sebelah timur Kabupaten Halmahera Utara adalah Bulan Maret – Juni, sedangkan di perairan sebelah utara adalah Bulan April – Agustus, dan untuk perairan sebelah Barat Kabupaten Halmahera Utara, puncak musim penangkapannya adalah Bulan Juni – Desember.

4.2.4 Pemasaran hasil tangkapan

Sistem pemasaran ikan di Kabupaten Halmahera Utara masih relatif sederhana, sehingga masih perlu dikembangkan dan dimodifikasi. Mekanisme pemasarannya adalah setelah mendaratkan hasilnya, nelayan menjual ke pedagang pengumpul (dibo-dibo) dan sekaligus pedagang eceran. Pedagang ini melakukan pembelian dari nelayan secara langsung. Kemudian, pedagang tersebut menjajakannya di pasar setempat atau ke daerah lain yang berdekatan.

Sebagian besar produk perikanan tangkap ini, dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di Kabupaten Halmahera Utara dan hanya sedikit yang dipasarkan ke luar kabupaten. Ikan yang akan dipasarkan ke luar kabupaten, umumnya dikirim melalui Pelabuhan Umum Tobelo untuk dikirim ke Manado dan Jakarta, bahkan ada yang diekspor. Kabupaten Halmahra Utara belum memiliki pasar ikan yang higienis sebagai pusat perdagangan ikan. Oleh karena itu, diharapkan kedepan perlu dibangun pasar ikan higienis, agar mutu komoditas perikanan lebih terjamin dan dapat dikontrol, serta mendapat harga yang layak, sehingga sistem pemasaran komoditas ikan berjalan secara efisien dan terpadu.

Gambar 3 Sistem pemasaran hasil tangkapan ikan di Kabupaten Halmahera Utara.

4.2.5 Prasarana perikanan tangkap

Sarana prasarana perikanan tangkap merupakan salah satu komponen utama penentu keberhasilan pembangunan di sektor perikanan. Secara umum sarana prasarana di Kabupaten Halmahera Utara masih terbatas sehingga perlu dilakukan

Nelayan

Pedagang pengumpul (dibo-dibo)

Pasar Wilayah Kabupaten Halmahera Utara Konsumen Pedagang Pengecer (bakul ikan) Wilayah Luar Kabupaten Halmahera

upaya untuk meningkatkan kapasitasnya baik dari kualitas maupun kuantitasnya. Kondisi eksisting sarana dan prasarana yang ada adalah: 1 unit Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tobelo, 2 unit Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yakni PPI Tilei dan PPI milik Prima Reva Indo, 3 unit pabrik es, 2 unit cold storage di PPP Tobelo, dan beberapa alat bantu penangkapan, berupa: 42 unit rumpon laut dangkal, 5 unit rumpon laut dalam, dan 15 unit lampu celup bawah air (Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara, 2008).

5 HASIL PENELITIAN

5.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) telah dilaksanakan Depertemen Kalutan dan Perikanan sejak tahun 2001 sampai dengan 2009 dan pelaksanaannya dibagi menjadi tiga periode, yaitu (1) periode inisiasi (2001-2003), (2) periode institusional (2004-2006), dan (3) periode diversifikasi (2007-2009). Periode inisiasi merupakan periode membangun, memotivasi, dan memfasilitasi masyarakat pesisir agar mampu memenfaatkan kelembagaan ekonomi (LEPP-M3) yang dibangun untuk mendukung pengembangan usaha produktif masyarakat pesisir. Periode institusional merupakan periode yang ditandai dengan upaya pengembangan dan penguatan LEPP-M3. Terakhir periode diversifikasi merupakan periode perluasan unit usaha koperasi LEPP-M3 (Kusnadi, 2009).

Program PEMP di Kabupaten Halmahera Utara telah diimplemetasikan sejak tahun 2004, 2006, 2007 dan 2008. Pada tahun 2004 PEMP di Kabupaten Halmahera Utara memasuki tahap inisiasi, yaitu tahap pengenalan program kepada masyarakat pesisir dan pemerintah daerah, serta pembentukan kelompok di tingkat masyarakat seperti: kelompok masyarakat pesisir (KMP), kelompok usaha bersama (KUB), unit pengelola kegiatan (UPK) dan lembaga ekonomi pengembangan pesisir mikro mitra mina (LEPP-M3). Pada tahun 2006 memasuki tahap institusional dengan menjadikan LEPP-M3 berbadan hukum koperasi dan penguatan kapasitas kelembagaan di tingkat masyarakat. Pada tahun 2007 hingga 2008 periode diversivikasi, LEPP-M3 tidak hanya mengelola DEP-PEMP saja tetapi mulai mengembangkan usahanya, seperti membangun unit usaha kedai pesisir.

Sejak tahun 2004 hingga 2009, PEMP telah menyalurkan dana ekonomi produktif sebesar 2,984,621,000 dan telah membantu penguatan permodalan usaha produktif 553 KMP yang terdiri dari KMP nelayan, KMP budidaya laut, dan KMP pedagang ikan. Bentuk bantuan PEMP bagi KMP nelayan adalah unit penangkapan ikan yang terdiri dari: jaring insang (gillnet), rawai dan pajeko (mini

5.1.1 Keragaan usaha penangkapan jaring insang (Gillnet)

Nelayan di Kabupaten Halmahera Utara pada umumnya bersifat turun menurun dan hanya mengandalkan kemampuan fisik. Tingkat pendidikan bukan merupakan keharusan untuk menjadi nelayan, namun yang penting adalah memiliki kemauan, keterampilan dan semangat kerja.

Berdasarkan ukuran armada penangkapan ikan sebagian besar armada perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera kurang dari 10 GT dan hasil operasi penangkapannya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (subsisten), maka nelayan Halmahera Utara masih dikategorikan ke dalam nelayan skala kecil.

Nelayan sebelum mendapat bantuan unit penangkapan gillnet sebagian besar adalah nelayan pancing ulur (handline) dan sebagian kecil buruh nelayan yang tidak memiliki unit penangkapan ikan. Umumnya nelayan handline bersifat subsisten dengan didukung unit penangkapan ikan sederhana berupa perahu dayung/layar dan alat tangkap berupa dua atau lebih unit pancing ulur.

Nelayan pancing ulur dengan menggunakan perahu dayung/layar maka jangkauan daerah penangkapan ikan nelayan handline terbatas sekitar perairan pantai yaitu sekitar kawasan perairan karang dekat tempat tinggal mereka. Waktu yang dibutuhkan untuk melaut hanya satu hari (one day fishing), sehingga menyebabkan penangkapan ikan di perairan pantai tersebut menjadi padat dan hasil tangkapan ikan menjadi rendah. Rata-rata hasil tangkapan ikan sebanyak 7 kg/trip dan rata-rata melaut 15 trip dalam sebulan. Jenis ikan target nelayan

handline yaitu ikan karang seperti kerapu (Ephynephelus sp), ekor kuning (Caesio

cuning), Kakap (Lates sp), ikan merah (Lutjanus sp) dan ikan demersal lainnya.

Dalam rangka pemberdayaan nelayan, sejak tahun 2004 hingga 2008 Pemerintah Daerah Halmahera Utara memberikan stimulan berupa unit penangkapan ikan secara bertahap untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan skala kecil. Salah satu bantuan unit penangkapan tersebut adalah jaring insang

(gillnet) bagi nelayan handline dan buruh nelayan sesuai dengan kebutuhan dan

kapasitas mereka. Bantuan unit penangkapan ikan ini diberikan dalam bentuk paket yang terdiri dari 2 piece gillnet (1 piece 45-55 meter), sebuah perahu ketinting 1 GT dan sebuah mesin ketinting 5,5 PK.

Gillnet merupakan alat tangkap yang selektif berupa lembar dinding jaring berbentuk empat persegi panjang. Gillnet yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis yaitu jaring insang hanyut (drift gillnet). Alat tangkap ini terdiri atas tali selambar, jaring, pelampung dan tali ris atas. Jaring gillnet terbuat dari bahan PA

monoethiline berbentuk segi empat dengan total tinggi jaring 6-8 m, panjang

10-15 m dengan ukuran mata jaring 2,0-2,5 inci, seperti disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Konstruksi gillnet di Kabupaten Halmahera Utara.

Perahu yang digunakan alat tangkap gillnet adalah ketinting bermesin

outboard dengan kekuatan 5,5 PK dan memakai bahan bakar bensin. Perahu

ketinting ini terbuat dari kayu dengan rata-rata panjang 5,0 meter, lebar 1,2 meter, dan dalam 0,7 meter. Alat tangkap gillnet ini dioperasikan oleh 2 orang dengan waktu operasi penangkapannya adalah satu hari (one day fishing).

Dengan perahu ketinting bermesin 5,5 PK, memungkinkan nelayan gillnet

menjangkau daerah penangkapan ikan di pulau-pulau kecil yang agak jauh dari tempat tinggal mereka. Rata-rata hasil tangkapan ikan sebanyak 18 kg per trip dan jumlah melaut dalam sebulan sebanyak 22 trip. Jenis ikan tangkapan target nelayan gillnet yaitu jenis ikan karang seperti seperti kerapu (Ephynephelus sp), ekor kuning (Caesio cuning), Kakap (Lates sp), ikan merah (Lutjanus spp) dan ikan demersal lainnya. Selain itu, jaring insang memungkinkan menangkap ikan pelagis yang memiliki sifat bergelombol atau berkelompok, seperti ikan kembung, layang, tongkol dan ikan pelagis lainnya.

Nelayan gillnet masih menjual hasil tangkapannya dengan harga ikan yang relatif rendah dari harga pasar ke pedagang pengumpul (dibo-dibo). Untuk jenis

10-15 m

2,0-2,5 inch

ikan karang dipukul rata 15.000 per kg. Hal ini disebabkan tempat pelelangan ikan TPI masih tidak berfungsi, sehingga nelayan tidak memiliki alternatif untuk menjual selain dibo-dibo. Selain itu, nelayan gillnet masih memiliki ketergantungan terhadap dibo-dibo, seperti untuk keperluan melaut (perbekalan, umpan dan BBM) masih difasilitasi oleh dbo-dibo.

Gambaran keragaan usaha perikanan tangkap sebelum dan sesudah menerima bantuan unit penangkapan gillnet disajikan pada Tabel 9.

Tabel 11 Keragaan usaha penangkapan ikan pancing ulur dan gillnet.

Usaha Penangkapan Ikan

No Uraian

Pancing Ulur Gillnet

1. Pekerjaan utama Nelayan Sambilan/

Buruh nelayan Nelayan

2. Jenis perahu (P =5 meter, L = 1,2

meter, dan D = 0,7 meter) Perahu dayung/layar

Perahu Ketinting bermesin 5,5 PK

3. ABK 2 2

4. Daerah Penangkapan Ikan Perairan karang

dekat tempat tinggal nelayan

Perairan karang di sekitar pulau-pulau

kecil 5. Rata-rata hasil tangkapan ikan per

trip (Kg) 7 18

6. Jumlah trip per bulan 15 22

7. Rata-rata biaya operasional per trip

(Rp) 27.500 153.000

8. Penjualan hasil tangkapan Dibo-dibo Dibo-dibo

Sumber : Data diolah 2009

5.1.2 Keragaan usaha penangkapan rawai dasar

Kelompok nelayan penerima bantuan unit penangkapan ikan rawai dasar sebelumya merupakan kumpulan nelayan yang tidak mempunyai alat penangkapan ikan (buruh nelayan) yang bekerja di juragan alat penangkapan rawai, nelayan pengangguran dan angkatan kerja baru.

Bantuan unit penangkapan ikan rawai dasar diberikan secara bertahap kepada nelayan pemohon yang sudah terseleksi. Bantuan unit penangkapan rawai ini diberikan dalam bentuk paket yang terdiri dari 2-5 basket rawai dasar, sebuah perahu motor tempel ukuran 2 GT dan sebuah mesin berdaya 16-24 PK.

Rawai dasar adalah salah satu alat penangkapan ikan-ikan yang hidup di perairan karang, yaitu sekitar terumbu karang. Rawai dasar untuk perairan karang

termasuk ke dalam rawai tetap (set long line). Rawai tetap adalah rawai yang salah satu ujung utama sebelah bawah diberi batu pemberat atau jangkar sehingga saat ini tetap dan tidak hanyut, sedangkan ujung lainnya diikatkan di pelampung atau perahu, konstruksi umum alat tangkap rawai seperti disajikan pada Gambar 5.

Sumber: Sainsbury (1971)

Gambar 5 Konstruksi umum rawai dasar di Kabupaten Halmahera Utara.

Perahu yang digunakan alat tangkap rawai bermesin outboard dengan kekuatan 16-24 PK. Perahu rawai ini terbuat dari kayu dengan rata-rata panjang 6.5 meter, lebar 1,5 meter, dan dalam 0,80 meter. Alat tangkap rawai ini dioperasikan oleh 4-6 orang dengan tugas yang berbeda-beda, yaitu seorang sebagai jurumudi merangkap fishing master, dan sisanya sebagai pemasangan umpan ke pancing, penebar pancing dan pangangkat hasil tangkapan. Waktu operasi penangkapan rawai dasar adalah satu hari per trip (one day fishing).

Setiap kelompok nelayan membawa 2-5 basket rawai, satu basket terdiri dari tiga utas tali utama dangan 45 tali cabang dan 45 mata pancing. Umpan yang digunakan adalah ikan lemuru (Sardinella longiceps), ikan malalugis/layang

(decapterus sp.) dan jenis ikan kecil lainnya dengan ukuran panjang umpan

berkisar antara 10 – 12 cm.

Daerah penangkapan ikan di perairan karang sekitar pulau-pulau kecil yang agak jauh tempat tinggal mereka. Rata-rata hasil tangkapan ikan sebanyak

500-600 kg per trip dan jumlah melaut dalam sebulan sebanyak 12 trip. Jenis ikan tangkapan target terdiri dari : ikan hiu, ikan tuna (Thunus sp) dan ikan karang seperti kerapu (Ephynephelus sp), ekor kuning (Caesio cuning), Kakap (Lates sp), ikan merah (Lutjanus spp) dan ikan demersal lainnya.

Nelayan rawai juga masih menjual hasil tangkapannya ke dibo-dibo dengan harga ikan dipukul rata tidak membedakan jenisnya dan relatif rendah dari harga pasar. Hal ini disebabkan tempat pelelangan ikan TPI masih tidak berfungsi, sehingga nelayan tidak memiliki alternatif untuk menjual selain dibo-dibo. Selain itu, nelayan rawai sangat tergantung terhadap dibo-dibo, seperti untuk keperluan melaut (perbekalan, umpan dan BBM) masih difasilitasi oleh dibo-dibo.

Sistem bagi hasil nelayan rawai yang berlaku sebelum menerima bantuan, yaitu: (1) hasil tangkapan dijual (pendapatan kotor); (2) pendapatan kotor dikurangi biaya operasional untuk mendapat laba bersih; dan (3) laba bersih dibagi untuk pemilik (juragan) 40% dan nelayan (ABK) 60% (Gambar 6). Sedangkan sistem bagi hasil sesudah menerima bantuan rawai, yaitu: (1) hasil tangkapan dijual (pendapatan kotor); (2) pendapatan kotor dikurangi biaya operasional untuk mendapat laba bersih; dan (3) laba bersih 100% menjadi bagian nelayan rawai (ABK) (Gambar 7).

Gambar 6 Sistem bagi hasil usaha perikanan rawai (pemilikan usaha perorangan/juragan). Produksi Biaya Operasional Pendapatan Bersih Pemilik UPI 40% Pendapatan Kotor ABK/Buruh Nelayan 60%

Gambar 7 Sistem bagi hasil usaha perikanan rawai (pemilikan usaha kolektif/kelempok).

Secara umum keragaan unit penangkapan ikan nelayan sebelum dan sesudah menerima unit penangkapan ikan rawai, disajikan pada Tabel 10.

Tabel 12 Keragaan usaha penangkapan ikan sebelum dan sesudah program bantuan unit penangkapan rawai.

Bantuan UPI Rawai

No Uraian

Sebelum Sesudah

1. Pekerjaan utama Buruh Nelayan Nelayan Pemilik

2. Jenis alat penangkapan ikan Rawai Rawai

3. Jenis perahu (P = 6,5 meter, L = 1,5 meter, dan D = 0,80 meter )

Kapal Motor Tempel

Kapal Motor Tempel

4 ABK 4-6 4-6

5. Daerah Penangkapan Ikan Perairan Pantai

sekitar ± 6 mil

Perairan Pantai sekitar ± 6 mil

6. Jumlah trip per bulan 12 12

7. Rata-rata jumlah tangkapan per trip (Kg)

244 244

8. Rata-rata biaya operasional per trip (Rp)

157.805 157.805

9. Bagi hasil (ABK) 60 % 100%

8. Penjualan hasil tangkapan Dibo-dibo Dibo-dibo

Sumber : Data diolah 2009

5.1.3 Keragaan usaha penangkapan pajeko (mini purse seine)

Nelayan mini purse seine (soma pajeko) sebelum mendapat bantuan unit penangkapan ikan sebagian besar adalah buruh nelayan pajeko dan sebagian kecil

Produksi

Biaya Operasional

Pendapatan Bersih Pendapatan Kotor

adalah nelayan pengangguran dan angkatan kerja baru. Statusnya sebagai buruh tentunya pendapatan meraka sangat rendah karena pendapatanya merupakan sisa bagi hasil setelah dipotong bagian rumpon (25% dari pendapatan bersih) dan pemilik kapal (37,5% dari pendapatan bersih). Sehingga bagian buruh nelayan (ABK) sebesar 37,5% dari pendapatan bersih, kemudian dibagi jumlah ABK rata-rata 20 orang atau setara 1,86%.

Untuk meningkatkan status nelayan buruh menjadi nelayan pemilik (mobilisasi veritkal), Pemerintah Daerah Halmahera Utara sejak tahun 2004 sampai 2008 telah memberikan unit penangkapan pajeko. Dengan pemberian bantuan unit penangkapan tersebut, diharapkan meningkatkan status mereka dari buruh nelayan menjadi nelayan pemilik pajeko dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan dan akhirnya bermuara pada perbaikan kesejahteraan nelayan. Hasil penelitian menunjukkan, nelayan pajeko menggunakan kapal penangkapan dengan tipe yang relatif sama, namun ukurannya relatif berbeda-beda. Sedangkan jaring purse seine yang digunakan mempunyai ukuran yang relatif sama. Panjang mini purse seine berkisar antara 200-400 meter dan dalam kantong 30-60 meter. Alat tangkap ini terdiri dari kantong (bunt), badan jaring, sayap, jaring pada pinggir badan jaring (selvedge), tali ris atas (floatline), tali ris bawah (leadline), pemberat (sinkers), pelampung (floats) dan cincin (purse rings), seperti disajikan pada Gambar 8.

Pengoperasian pajeko di perairan Halmahera Utara menggunakan alat bantu rumpon dan perahu lampu. Kapal dan perahu yang digunakan terbuat dari kayu. Ukuran panjang kapal berkisar antara 15-17 meter, lebar berkisar 2,5-4,0 meter dan dalam berkisar 1-1,5 meter. Kapasitas kapal pajeko berkisar antara 6 -10 GT dengan kekuatan mesin 120-160 PK (3-4 buah mesin Yamaha). Sedangkan perahu lampu memiliki panjang berkisar antara 3-5 meter, lebar antara 0,5-1 meter, dan dalam 0,5-0,8 meter.

Jumlah nelayan yang mengoperasikan pajeko berjumlah antara 15- 20 orang termasuk “tonaas”. Tonaas adalah orang yang memimpin operasi penangkapan

(fishing master). Waktu operasi alat tangkap pajeko di Kabupaten halmahera

hanya satu hari (one days fishing), berangkat menuju fishing ground (rumpon) pada sore hari dan kembali pada pagi hari. Oleh karena itu, Daerah penangkapan

pajeko masih terbatas sekitar 2- 3 mil laut dari garis pantai Halmahera Utara pada kedalam 150-200 meter. Daerah penangkapan ikan disekitar perairan pulau-pulau kecil tepatnya Kepulauan Tulunuo di utara perairan Halmahera Utara, dimana perairan tersebut semberdaya ikannya masih belum banyak disentuh oleh nelayan lainnya.

Gambar 8 Desain jaring pajeko di Kabupaten Halmahera Utara. Sumber: Karman 2008

Rata-rata hasil tangkapan ikan pajeko sebanyak 1700 kg per trip dan jumlah melaut dalam sebulan sebanyak 20 trip. Dalam setahun operasi penangkapan ini sebanyak 8 bulan dan sisanya 4 bulan lagi merupakan bulan paceklik. Pada bulan paceklik, nelayan tidak melaut karena pada bulan November sampai Februari sering terjadi badai (gelombang besar) dan pada bulan-bulan paceklik ini dimanfaatkan nelayan untuk memperbaiki unit penangkapan ikan.

Jenis ikan tangkapan dominan mini purse seine adalah jenis ikan pelagis kecil yang hidup berkelompok. Jenis-jenis ikan yang tertangkap, meliputi malalugis/layang (Decapterus sp), kembung (Rastrelliger sp), tongkol (Euthynnus

Dalam pemasaran hasil tangkapan mini purse seine, seperti halnya dengan alat tangkap lainnya tergantung dibo-dibo. Hal ini disebabkan tempat pelelangan ikan TPI masih tidak berfungsi, sehingga nelayan tidak memiliki alternatif untuk menjual selain ke dibo-dibo. Tentunya ikan hasil tangkapan relatif rendah rata-rata Rp 3000 kg untuk jenis ikan peralgis dan jauh berbeda dengan harga di pasar.

Sistem bagi hasil nelayan mini purse seine yang berlaku sebelum menerima bantuan, yaitu: (1) hasil tangkapan dijual (pendapatan kotor); (2) pendapatan kotor dikurangi biaya operasional dan bagi hasil 25% rumpon untuk mendapat laba bersih; dan (3) laba bersih dibagi untuk pemilik (juragan) 50% dan nelayan (ABK) 50% (Gambar 9). Sedangkan sistem bagi hasil sesudah menerima bantuan, yaitu: (1) hasil tangkapan dijual (pendapatan kotor); 2) pendapatan kotor dikurangi biaya operasional dan bagi hasil 25% rumpon untuk mendapat laba bersih; dan (3) laba bersih 100% menjadi bagian nelayan (ABK) (Gambar 10).

Gambar 9 Sistem bagi hasil usaha perikanan mini purse seine (pemilikan usaha perorangan/juragan).

Produksi

Biaya Operasional

Pendapatan Bersih

Pemilik UPI 50%

Pendapatan Kotor 25% untuk rumpon

Gambar 10 Sistem bagi hasil usaha perikanan mini purse seine (pemilikan usaha kolektif/kelempok).

Keragaan usaha penangkapan ikan oleh nelayan sebelum dan sesudah menerima unit penangkapan mini purse seine, disajikan pada Tabel 11.

Tabel 13 Keragaan usaha penangkapan ikan sebelum dan sesudah program bantuan unit penangkapan mini purse seine.

Bantuan UPI Mini purse seine

No Uraian

Sebelum Sesudah

1. Pekerjaan utama Buruh Nelayan Nelayan Pemilik

2. Jenis alat penangkapan ikan Pajeko/Mini

purse seine

Pajeko/Mini purse seine

3. Jenis perahu (P = 15-17 meter, L = 2,5-4,0 meter dan D = 1-1,5 meter

Kapal Motor Tempel

Kapal Motor Tempel

4 ABK 15-20 15-20

5. Daerah Penangkapan Ikan Perairan Pantai

sekitar ± 2-3 mil

Perairan Pantai sekitar ± 2-3 mil

6. Jumlah trip per bulan 20 20

7. Rata-rata jumlah tangkapan per trip (Kg) 1.700 1.700

8. Rata-rata biaya operasional per trip (Rp) 1.104.580 1.104.580

9. Bagi hasil untuk ABK 37,5 % 75%

10. Penjualan hasil tangkapan Dibo-dibo Dibo-dibo

Data: Diolah 2009

ABK/Buruh Nelayan 100% Produksi

Biaya Operasional

Pendapatan Kotor 25% untuk rumpon

5.2 Tingkat Pendapatan dan Kelayakan Usaha