• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.2 Penerapan Audit Internal

Pengertian Audit Internal

Menurut Sukrisno Agoes (2004:221), internal audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketenruan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku.

Menurut A Statement of Basic Auditing Concept (ASOBAC) dalam Halim (2001:1) audit internal adalah:

“Suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan”.

Laporan keuangan terdiri dari asersi manajemen yang merupakan hal penting sebagai pedoman auditor lainnya dalam pengumpulan bukti audit. Auditing Standard Boards (ASB) mengakui 5 kategori asersi laporan keuangan sebagai berikut:

a. Keberadaan atau Keterjadian (Existence or Occurence)

Berkaitan dengan apakah aktiva atau kewajiban entitas benar-benar ada pada tanggal tertentu dan transaksi yang dicatat benar-benar telah terjadi selama periode tertentu.

b. Kelengkapan (Completeness)

Berkaitan dengan apakah semua transaksi dan akun yang harus diajukan dalam laporan keuangan benar-benar telah dicantumkan.

c. Hak dan Kewajiban (Right and Obligation)

Berkaitan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.

d. Penilaian atau Alokasi (Valuation or Allocation)

Berkaitan dengan apakah komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan beban telah dicantumkan dalam laporan keuangan dengan jumlah yang semestinya. e. Penyajian dan Pengungkapan (Presantation and Discloure)

Berkaitan dengan apakah komponen tertentu laporan keuangan telah digolongkan, diuraikan dan diungkapkan dengan sebagaimana mestinya.

Menurut Boynton (2003:6) bahwa audit dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan dilaksanakannya audit. Dalam hal ini tipe audit terbagi dalam tiga kategori, yaitu:

a. Financial Statement Audit

Audit laporan keuangan merupakan penilaian atas suatu perusahaan atau badan hukum lainnya sehingga dapat dihasilkan pendapat yang independen tentang laporan keuangan yang relevan, akurat, lengkap dan disajikan secara wajar.

b. Compliance Audit

Audit kepatuhan mencangkup menghimpun dan mengevaluasi bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan financial maupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan kondisi, aturan, dan regulasi yang telah ditentukan.

c. Operational Audit

Audit operasional meliputi penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai kegiatan operasional organisasi dalam hubungannya dengan tujuan pencapaian efisiensi, efektivitas, maupun keekonomisan operasional.

Dalam melaksanakan suatu audit, pada umumnya jenis auditor dibedakan atas: a. Auditor Independen adalah auditor yang melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Biasanya terdapat pada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang pada umumnya mengambil peran sebagai auditor eksternal atas perusahaannya.

b. Auditor Internal adalah auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.

c. Auditor Pemerintah biasanya terdapat dibeberapa lembaga ataupun badan yang bertanggung jawab secara fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan/ keuangan negara. Diantaranya, Badan Pengawas Keuangan dan Pengembangan (BPKP) dan Inspektorat Jendral (Itjen) pada Departemen Pemerintah.

Tujuan dan Fungsi Audit Internal

Menurut Sukrisno Agoes (2004:222), tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh internal auditor adalah membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, internal auditor harus melakukan kegiatan-kegiatan berikut:

a. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan dari sistem pengendalian manajemen, pengendalian intern dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.

b. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.

c. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.

d. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.

e. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen.

f. Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas.

Ikatan Akuntan Indonesia telah menetapkan dan mengesahkan standar auditing sebagai berikut:

a. Standar Umum Internal Auditor

1. Internal auditor harus memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor sehingga hasil kerjanya handal dan dapat dipercaya.

2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan.

3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, audit wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. b. Standar Pelaksanaan Tugas

4. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi yang semestinya.

5. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian internal harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

6. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.

c. Standar Pelaporan

7. Laporan audit harus menyatakan bahwa laporan keuangan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

8. Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang didalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya.

9. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai.

10.Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan.

Fungsi dan Ruang Lingkup Audit Internal

Fungsi audit internal adalah sebagai alat bantu bagi manajemen untuk menilai efisien dan keefektifan pelaksanaan struktur pengendalian intern perusahaan, kemudian memberikan hasil berupa saran atau rekomendasi dan

memberi nilai tambah bagi manajemen yang akan dijadikan landasan mengambil keputusan atau tindak selanjutnya.

Ruang Lingkup audit internal menurut The Institute of Internal Auditors (IIA) yang dikutip oleh Boynton (2001:983) Ruang lingkup audit internal harus mencakup kecukupan dan efektivitas sistem kinerja organisasi dalam melaksanakan tanggung jawab yang ditugaskan: 1. keandalan dan menyokong informasi; 2. sesuai dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum, peraturan dan kontak; 3. pengamanan aktiva; 4. penggunaan sumber daya yang ekonomis dan efisien; 5. tercapainya target yang ditetapkan dan tujuan program operasi.

Untuk melaksanakan tugasnya, auditor internal mempunyai batasan ruang lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan, oleh sebab itu menurut Cashin (1997) dalam Firdaus (2006) mengemukakan ruang lingkup audit internal sebagai berikut:

1. Kepatuhan (compliance)

Merupakan salah satu unsur audit internal yang bertujuan untuk menentukan dan mengawasi apakah pelaksanaan aktivitas perusahaan telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan. 2. Verifikasi (verification)

Verifikasi merupakan aktivitas pemeriksaan terhadap dokumen, catatan dan laporan apakah hal-hal tersebut telah mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Umumnya verifikasi dilakukan atas:

b. Aktiva, Hutang serta modal dan hasil operasi perusahaan. 3. Evaluasi (evaluation)

Kegiatan ini merupakan tanggung jawab internal auditor yang paling penting dan paling sulit diukur hasilnya. Evaluasi mencakup dua fungsi, yaitu penilaian terhadap pelaksanaan dari berbagai tingkat manajemen dan penilaian terhadap pengendalian internal yang berjalan dalam perusahaanya.

2.1.3 Keputusan Pemberian Kredit

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar dengan adanya istilah kredit, baik itu kredit rumah, kredit usaha, kredit modal kerja, kartu kredit dan sebagainya. Kredit tersebut dapat diartikan sebagai penundaan pembayaran oleh pihak yang penerimaan uang atau suatu barang kepada pihak yang memberikan uang atau barang tersebut dengan perjanjian telah disepakati sebelumnya.Kredit dalam neraca bank merupakan penggunaan dana, namun bagi perusahaan kredit merupakan suatu bantuan dari pihak bank sebagai sumber dana.

Menurut Moh. Tjoekam (1991:1), kata “kredit” berasal dari bahasa Latin yaitu credere yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 11, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Kredit yang diberikan oleh bank ataupun lembaga penyalur kredit lainnya didasarkan oellh kepercayaan, sehingga pemberian kredit akan diberikan bila benar-benar diyakini bahwa calon peminjam dapat mengembalikan kepercayaan tersebut tepat waktu dan syarat-syarat lain yang disepakati antara peminjam dan kreditor. Dengan demikian, kredit memiliki beberapa unsur, yaitu:

a. Kepercayaan, adalah keyakinan dari kreditur bahwa kepercayaan yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterima kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. Dalam hal ini, terdapat keterlibatan dua pihak, yaitu pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur).

b. Waktu, adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dimasa mendatang. Dalam hal unsur waktu ini, terdapat pengertian nilai uang, bahwa uang yang ada pada saat ini lebih tinggi dari yang akan diterima dimasa yang akan datang. c. Risiko, adalah suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari

adanya jangka waktu yang memisahkan prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit diberikan, semakin besar tingkat risikonya. Hal ini karena adanya unsur ketidakpastian dimasa mendatang, yang akan menyebabkan munculnya unsur risiko.

d. Prestasi, adalah objek kredit yang dalam praktiknya tidak hanya berbentuk uang tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa. Namun dikarenakan kehidupan saat ini tidak terlepas dari adanya uang, maka transaksi- transaksi kredit yang menyangkut uang yang sering kita jumpai dalam perkreditan.

e. Adanya unsur bunga atau margin sebagai kompensasi bagi pemberi kredit merupakan perhitungan atas beberapa komponen seperti biaya modal (cost of fund), biaya umum (overhead cost), biaya atau premi risiko dan lain- lain.

Dalam pemberian kredit, unsur kepercayaan tidak terbatas pada penerima kredit, tetapi terjaganya kepercayaan akan kejujuran dan kemampuan dalam mengembalikan pinjaman itu tepat pada waktunya. Oleh karena itu, seseorang atau perusahaan yang akan menentukan kredit harus mempunyai kredibilitas atau kelayakan seseorang untuk memperoleh kredit. Kredibilitas tersebut harus memenuhi lima syarat yang biasa dikenal dengan istilah 5C’s principles yaitu:

a. Character

Bahwa calon nasabah debitur mempunyai watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemauan dari calon nasabah debitur untuk memenuhi dan menjalankan usahanya. Informasi

ini dapat diperoleh bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi dari usaha-usaha sejenis.

b. Capacity

Kemampuan calon nasabah debitur untuk mengelola jegiatan usahanya dan mampu melihat prospek masa depan, sehingga usahanya dapat memberikan keuntungan yang menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan. Pengukuran kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan materiil, yaitu melakukan penilaian terhadap keadaan neraca, laporan laba rugi, dan arus kas (cash flow) usaha dari beberapa tahun terakhir. Melalui pendekatan ini, tentu dapat diketahui pula mengenai tingkat solvabilitas, likuiditas dan rentabilitas usaha serta tingkat risikonya. Pada dasarnya untuk menilai capacity seseorang didasarkan pada pengalamannya di dunia bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dari calon nasabah debitur, serta kemampuan dan keunggulan perusahaan dalam melakukan persaingan usaha dengan pesaing lainnya.

c. Capital

Analisis modal untuk dapat menggambarkan capital structure, analisis ini tidaklah hanya melihat besar atau kecilnya modal, akan tetapi difokuskan bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh peminjam tersebut agar dana yang dipinjam tersebut dapat berjalan secara efektif.

Modal dapat terdiri dari modal saham, pinjaman bank, pinjaman pihak ketiga lainnya.

d. Collateral

Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan saran pengaman (back-up) atas risiko yang mungkin terjadi atas debitur dikemudian hari, misalnya terjadi kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit, baik utang pokok maupun bunganya.

e. Condition of Economy

Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohan kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.

Selain konsep atau prinsip 5C diatas, dalam prakteknya bank juga menerapkan dasar penilaian lain yang disebut dengan 5P’s principles yaitu:

a. Personality

Bank mencari data mengenai kepribadian calon debitur seperti riwayat hidup, hobi, pengalaman berbisnis, social standing, dan lain sebagainya. Hal ini ditentukan untuk persetujuan kredit yang diajukan oleh debitur.

Selain mengenal kepribadian (personality) dari calon debitur, bank juga harus mencari data mengenai tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai line of business kredit bank yang bersangkutan.

c. Prospect

Dalam hal ini, bank harus melakukan analisis dengan cermat mengenai bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit apakah mempunyai prospek dikemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan masyarakat.

d. Payment

Bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan jelas mengenai kemampuan dari pemohon kredit untuk melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang telah disepakati.

e. Party

Bank perlu menggolongkan calon debiturnya menjadi beberapa golongan menurut character, capacity dan capital. Penggolongan ini akan memberikan arah analisis bagaimana harus bersikap.

Selain konsep atau prinsip 5C dan 5P diatas, bank juga menerapkan dasar penilaian lain yang sering disebut 3R yaitu:

a. Returns

Penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh debitur setelah mendapatkan kredit, apakah hasil tersebut cukup memadai untuk

menutupi pinjaman serta sekaligus memungkinkan pula usahanya untuk berkembang.

b. Repayment

Suatu perhitungan terhadap kemampuan dan jadwal serta jangka waktu pengembalian kredit.

c. Risk Bearing Activity

Sampai sejauh mana ketahanan debitur untuk menanggung risiko kegagalan apalagi menanggung suatu hal yang tidak diinginkan. Dalam hal ini, termasuk kemampuan bank menanggung risiko sebagai kreditur, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dengan cara meminta collelateral dari debitur.

Kebijakan perkreditan (loan policy) menurut Hampel dan Simpson (1991) dalam Putri (2010:35) adalah:

The policy should in turn reflect the bank’s lending philosopy and culture, indicating prorities, specifying prosedures and means of monitoring lending activity. Loan policy should obtain three result:

1. Produce sound and collectible loan

2. Provide profitable investment of bank funds

3. Encourage extension of credit that meet the legitimate needs of the bank’s Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kebijakan kredit adalah kemampuan bank dalam menyalurkan kredit kepada debitur yang dapat menimbulkan keuntungan bagi bank itu sendiri. Pelaksanaan kredit mempunyai berbagai masalah yang cukup sulit sehingga diperlukan peraturan-peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis dalam pelaksanaan kredit berlangsung, dalam penetapan kebijakan kredit perlu diperhatikan 3 azas pokok yaitu:

a. Azas Likuiditas

Azas yang mengharuskan bank untuk tetap dapat menjaga likuiditasnya, karena suatu bank yang rasio likuiditasnya rendah akan berdampak pada hilangnya kepercayaan nasbahanya sendiri. b. Azas Solvabilitas

Usaha pokok perbankan yaitu menerima simpanan dana dari masyarakat dan disalurkan dalam bentuk kredit.

c. Azas Rentabilitas

Bank mengharapkan untuk memperoleh laba dari aktivitas usahanya. Laba diperoleh dari perkreditan selisih antara pendapatan dana dengan biaya dana.

Berdasarkan uraian diatas, tujuan dari penetapan kebijakan kredit menurut Muljono (2001:20) yaitu:

a. Untuk penyediaan saran penjagaan atau pengamatan terhadap set bank dan dana yang disimpan oleh para deposan secara memadai, maksudnya agar dana yang telah ditanamkan ke dalam bank tersebut dapat dikembangkan hingga dapat memperoleh reurn yang optimal. b. Sebagai dasar pedoman kerja dalam menghadapi perkembanngan

perekonomian khususnya yang menyangkut kegiatan perbankan, maksudnya sebagai unit perekonomian sudah tentu tidak dapat melepaskan diri dari setiap perkembangan yang terjadi pada kegiatan perekonomian yang mengelilinginya.

c. Sebagai pedoman bagi para pejabat kredit bank dalam menyelesaikan tugasnya.

d. Sebagai dasar untuk melaksanakan pengawasan, karena policy merupakan decision made in advance yaitu sebagai tolak ukur dari apa-apa yang harus dilaksanakan oleh para petugas dilapangan.

Menurut Kasmir (2014) Aspek-aspek yang perlu diperhatikan menyangkut calon debitur adalah:

a. Aspek Hukum (Yuridis)

Dalam aspek ini yang dinilai adalah masalah legalitas badan usaha serta izin-izin yang dimiliki perusahaan yang mengajukan kredit. Penilaian dimulai dengan akte pendirian perusahaan sehingga dapat diketahui siapa pemiliknya dan besarnya modal masing-masing pemilik.

b. Aspek Pemasaran

Dalam aspek ini yang dinilai adalah permintaan terhadap produk yang dihasilkan sekarang ini dan dimasa yang akan datang prospeknya bagaimana.

c. Aspek Teknis/Operasi

Penilaian mengenai keteknisan meliputi segi teknik fisik dari perusahaan calon debitur dimana sasarannya adalah untuk mendapatkan hasil produk yang dikehendaki sesuai dengan rencana,

baik itu kualitas, jumlah kapasitas, ukuran maupun kepentingan kalkulasi biaya atau kebutuhan modal kerja perusahaan.

d. Aspek Keuangan

Aspek yang dinilai adalah sumber-sumber dana yang dimiliki untuk membiayai usahanya dan bagaimana penggunaan dana tersebut. e. Aspek Sosial Ekonomi

Aspek ini menganalisis dampaknya terhadap perekonomian dan masyarakat umum.

Menurut Putri (2010:45) ketentuan-ketentuan batas maksimum fasilitas kredit yang akan diperkenankan diberikan kepada satu debitur atau kelompok debitur adalah sebagai berikut:

a. Batas Maksimum Pemberian Kredit oleh Bank kepada nasabahnya adalah:

1. 20% dari modal sendiri bagi satu debitur

2. 50% dari modal sendiri bank bagi debitur grup dengan prinsipnya bahwa kredit yang diberikan kepada satu anggota grup tidak boleh lebih dari 20% dan untuk anggota grup tidak boleh 50%.

3. Ketentuan ini berlaku pula bagi cabang bank yang bersangkutan yang beroperasi di luar negeri.

b. Pemberian fasilitas kredit kepada perusahaan yang sebagian kepemilikannya dimiliki ileh bank berlaku ketentuan:

1. Perusahaan yang kepemilikannya 50% atau lebih dimiliki bank, batas maksimum kredit adalah 10% dari penyertaan bank pada perusahaan yang bersangkutan.

2. Perusahaan yang kepemilikannya kurang dari 50% dimiliki oleh bank batas maksimum kredit adalah 20% dari modal sendiri bank. 3. Batas maksimum kredit untuk seluruh perusahaan sebagaimana

dimaksud diatas adalah 50% dari modal sendiri bank. c. Bank diperkenankan pula memberikan kredit kepada:

1. Anggota direksi dan pegawai dengan maksimum sebesar kemampuan pengembalian dari pendapatan yang berasal dari bank yang bersangkutan.

2. Anggota komisaris yang bukan pemegang saham dengan maksimal: a. 5% dari modal sendiri bank bagi individu atau perusahaan yang

dimilikinya.

b. 15% dari modal sendiri bank bagi komisaris yang bersangkutan beserta grup perusahaan yang dimilikinya.

3. Pemegang saham dengan maksimal:

a. 10% dari jumlah penyertaannya bagi bank pemegang saham atau bagi perusahaan yang dimilikinya.

b. 25% dari penyertaannya pada bank dalam hal kredit kepada pemegang saham beserta grup perusahaan yang dimilikinya.

a. Jangka waktu (maturity)

Penggolongan kredit menurut jangka waktu dapat dibedakan: 1. Kredit jangka pendek (short-term loan)

Kredit jangka pendek adalah kredit yang jangka waktu pengembaliannya kurang dari satu tahun. Kredit ini biasanya untuk membiayai kelancaran operasi perusahaan seperti kredit modal kerja.

2. Kredit jangka menengah (medium-term loan)

Kredit jangka menengah adalah kredit yang jangka waktu pengembaliannya 1 s/d 3 tahun. Biasanya kredit ini untuk menambah modal kerja misalnya untuk membiayai pengadaan bahan baku. Kredit jangka menengah juga dapat pula dalam bentuk kredit investasi.

3. Kredit jangka panjang (long-term loan)

Kredit jangka panjang adalah kredit yang jangka waktu pengembaliannya melebihi 3 tahun. Kredit ini biasanya untuk membiayai sutu proyek, perluasan usaha atau rehabilitasi.

b. Bentuk Jaminan (Collateral)

Dilihat dari barang jaminan, kredit dapat dibedakan: 1. Kredit dengan jaminan (secured loan)

c. Segmen Usaha

Sektor industri yang dibiayai oleh bank biasanya dibagi lagi menjadi segmen-segmen usaha lainnya seperti: perdagangan, otomotif, farmasi, tekstil dan lain-lain.

d. Tujuan Kredit

Kredit dapat dibedakan menurut tujuannya yaitu: 1. Kredit Komersil (commercial loan)

Kredit yagn diberikan untuk memperlancar kegiatan usaha nasabah dibidang perdagangan. Kredit komersil meliputi antara lain: kredit leveransir, kredit untuk usaha pertokoan, kredit ekspor dan lain sebagainya.

2. Kredit Konsumtif (consumer loan)

Kredit yang diberikan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan debitur yang bersifat konsumtif. Kredit ini biasanya meliputi kredit membeli barang atau kebutuhan lainnya seperti kredit properti, kredit motor, kredit mobil dan lain sebagainya.

3. Kredit Produktif

Kredit yang diberikan oelh bank dalam rangka membiayai kebutuhan modal kerja debitur sehingga dapat memperlancar produksi misalnya pembelian bahan baku, pembayaran upah, biaya pengepakan, biaya pemasaran dan lain sebagainya.

e. Penggunaan Kredit

1. Kredit Modal Kerja

Kredit Modal Kerja adalah kredit yang diberikan oleh bank untuk menambah modal kerja debitur.

2. Kredit Investasi

Kredit Investasi adalah kredit yang diberikan bank kepada debitur untuk digunakan melakukan investasi dengan membeli barang- barang modal.

Dokumen terkait