SKRIPSI
Pengaruh Manajemen Risiko dan Audit Internal terhadap Keputusan Pemberian Kredit Pada Perusahaan Perbankan di Kota Medan
OLEH
Doddy Dwi Abdillah Ritonga 110503249
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Pernyataan
Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Manajemen Risiko dan Audit
Internal terhadap Keputusan Pemberian Kredit Pada Perusahaan Perbankan di
Kota Medan” adalah benar karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas
akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas
dan benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh
Universitas Sumatera Utara.
Medan, April 2015
Doddy Dwi Abdillah
Ritonga
ABSTRAK
PENGARUH MANAJEMEN RISIKO DAN AUDIT INTERNAL TERHADAP KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT DI PERUSAHAAN
PERBANKAN DI KOTA MEDAN
Manajemen Risiko dan Audit Internal sangat berkaitan langsung dengan
Keputusan Pemberian Kredit. Pemberian kredit tidak terlepas dari risiko.
Manajemen Risiko dan Audit Internal dapat melindungi bank untuk menghindari
risiko yang timbul dari kredit yang diajukan oleh debitur bank tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Manajemen Risiko
dan Audit Internal terhadap Keputusan Pemberian Kredit. Sampel penelitian
penelitian ini adalah 5 perusahaan perbankan yang berada di kota Medan. Dimana
metode yang digunakan adalah purposive sampling yaitu penetapan sampel
berdasarkan kriteria tertentu. Jenis data yang digunakan adalah data primer
dengan cara membagikan kuesioner kepada staff perkreditan berjumlah 50
responden. Teknis analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Linear
Berganda dengan menggunakan software SPSS.
Secara parsial, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Manajemen Risiko
dan Audit Internal tidak berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pemberian
Kredit, sedangkan secara simultan Manajemen Risiko dan Audit Internal
berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pemberian Kredit.
ABSTRACT
EFFECT OF RISK MANAGEMENT AND INTERNAL AUDIT DECISION ON LENDING IN BANKING IN MEDAN
Risk Management and Internal Audit are directly related to Decision on
Lending. Credit can not be separated from risk. Risk Management and Internal
Audit can protect banks to avoid risk arising
This research aims to determine the effect of Risk Management and
Internal Audit Decision on Lending. Specified number of samples were 5 banking
company in Medan. The method of sampling is purposive sampling which devine
as a sample of taking method which take an object by certain criteria. This
research using primary data by questionnaires to staff credit totaling 50 respondents.
Analysis using multiple linear regression using SPSS Software.
Partially , the results of this study indicate that the Risk Management and Internal Audit does not significantly influence Lending Decisions , while simultaneously Risk Management and Internal Audit significantly influence Lending Decisions
Kata Pengantar
Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pedoman Penyusunan
Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), Manajemen Risiko, Audit Internal
dan Rencana Bisnis Bank terhadap Keputusan Pemberian Kredit Pada Perusahaan
Perbankan di Kota Medan”, disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penulisan skripsi ini Penulis telah belajar dan berusaha
semampunya untuk membuat skripsi ini berkualitas dan bermanfaat bagi orang
lain. Namun sebagai seorang manusia biasa Penulis menyadari adanya
kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga masih jauh dari kesempurnaan.
Dengan hati dan pikiran yang terbuka, Penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun agar karya ilmiah maupun Penulis dapat menjadi lebih
baik di masa mendatang.
Selama proses penyusunan skripsi ini, peneliti banyak memperoleh bimbingan,
dorongan semangat dan, nasihat, dan bantuan lain baik secara moril maupun
materiil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ak, CA selaku Dekan Fakultas
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, MM, Ak selaku Sekretaris
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Ketua Program Studi S1
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan
Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Program Studi S1
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. M. Lian Dalimunthe M.Ec, Ac selaku dosen pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan petunjuk, pengarahan,
bimbingan dan bantuan dari awal sehingga selesainya skripsi ini.
5. Bapak Drs. Hasan Sakti Srg. M.Si, Ak selaku dosen penguji yang telah
membantu dalam memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan
skripsi ini.
6. Pimpinan Bank BNI, Bank BRI, Bank BTN, Bank Mandiri dan Bank
Sumut yang telah membantu dalam pengisian kuesioner dalam penulisan
skripsi ini.
7. Orang tua penulis dan teman-teman penulis yang telah memberikan doa
dan dukungan yang tulus baik secara moril maupun materiil selama
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata semoga skripsi ini berguna bagi pembaca dan dapat dipergunakan
untuk menambah pengetahuan dan bahan masukan bagi peneliti selanjutnya.
Medan, April 2015
Doddy Dwi Abdillah Ritonga
DAFTAR ISI
PERNYATAAN... i
ABSTRAK... ii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1Latar Belakang Masalah... 1
1.2Perumusan Masalah... 5
1.3Tujuan Penelitian... 5
1.4Manfaat Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7
2.1 Tinjauan Teoritis... 7
2.1.1 Penerapan Manajemen Risiko... 7
2.1.2 Penerapan Audit Internal... 19
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu... 39
2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis... 40
2.3.1 Kerangka Konseptual... 40
2.3.2 Hipotesis... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 42
3.1 Jenis Penelitian... 42
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 42
3.3 Definisi Operasional Variabel... 42
3.4 Skala Pengukuran Variabel... 46
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian... 46
3.6 Jenis Data... 50
3.8 Teknik Analisis Data... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN... 60
4.1 Uji Kualitas Data... 60
4.2 Uji Asumsi Klasik... 64
4.3 Uji Hipotesis... 70
BAB V PENUTUP... 77
5.1 Kesimpulan... 77
5.2 Keterbatasan Penelitian... 77
5.3 Saran... 78
DAFTAR PUSTAKA... 79
DAFTAR TABEL
No. Tabel
Judul
Halaman
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu... 39
3.1 Metode dan Skala Pengukuran... 46
3.2 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian... 47
3.2 Operasional Variabel Penelitian... 57
4.1 Uji Validitas Variabel Manajemen Risiko... 61
4.2 Uji Validitas Variabel Audit Internal... 61
4.3 Uji Validitas Keputusan Pemberian Kredit... 62
4.4 Uji Realibilitas Kuesioner... 63
4.5 Uji Normalitas... 64
4.6 Uji Multikolinearitas... 67
4.7 Uji Autokorelasi... 68
4.8 Koefisien Determinasi... 71
4.9 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)... 72
4.10 Uji Signifikansi Parsial (Uji t)... 73
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar
Judul
Halaman
2.1 Kerangka Konseptual... 40
4.1 Normal Probability Plot untuk Pengujian Asumsi Normalitas... 65
4.2
Histogram untuk Pengujian Asumsi Normalitas... 66DAFTAR LAMPIRAN
No. Tabel
Judul
Halaman
1 Kuesioner Penelitian... 81
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan, sebagaimana diatur dalam
Undang-undang No.23 Tahun 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No.3 Tahun 2004 tentang Perbankan, “Bank didefinisikan
sebagai badan usaha yang menghimpun atau menyalurkan dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan atau deposito dan menyalurkannya dalam bentuk kredit
atau bentuk lainnya dalam rangka menaikkan taraf hidup orang banyak”. Oleh
karena itu, diperlukan sebuah ketentuan Self Regulatory Banking agar bank
melaksanakan secara konsisten ketentuan intern dalam melaksanakan kegiatan
operasionalnya. Self Regulatory Bank terbagi atas : Pedoman Penyusunan
Kebijaksanaan Perkreditan Bank, Pelaksanaan Good Corporate Governance,
Penerapan Manajemen Risiko, Audit Internal, dan Rencana Bisnis Bank.
Sebagaimana dijelaskan dalam undang-undang No. 7 Tahun 1992 “Kredit
yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya
bank harus dapat memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat”. Bank dalam
memberikan kredit harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan
kredit. Dalam prosedur pemberian kredit bank harus melakukan analisis kredit
dengan cara 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, dan Collateral) dan 7P
(Personality, Party, Perpose, Prospect, Payment, Profitabillity , dan Protection)
Satu diantara risiko yang muncul dalam dunia perbankan adalah risiko
kredit, dampak dari risiko tersebut dapat mengakibatkan kredit macet. Menurut
Kasmir (2014) suatu kredit dikatakan macet apabila memenuhi kriteria antara lain:
a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang
telah melampaui 270 hari; atau
b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru;
c. Dari segi hukum dan kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada
nilai yang wajar.
Oleh karena itu, diperlukan adanya regulasi yang ketat dalam perbankan
karena demikian luasnya risiko kredit bagi bank tersebut. Bank harus dapat
meminimalkan kerugian dan bila perlu mendapatkan keuntungan dari risiko
tersebut.Penerapan Manajemen Risiko dapat memberikan gambaran kepada bank
mengenai kemungkinan kerugian bank di masa datang, meningkatkan metode dan
proses pengambilan keputusan yang sistematis yang didasarkan atas ketersediaan
informasi mengenai risiko dalam rangka meningkatkan daya saing bank.
Menurut Pedoman Standar Manajemen risiko bagi bank umum yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia, penerapan manajemen risiko adalah kecukupan
prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha Bank tetap
dapat terkendali(manageable) pada batas/limit yang dapat diterima dan
menguntungkan bank. Regulasi yang memuat mengenai manajemen risiko
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.5/22 tahun 2003 tentang Sistem
Pengendalian Intern bagi Bank Umum menyatakan bahwa pengendalian intern
merupakan suatu mekanisme pengawasan yang ditetapkan oleh manajemen bank
secara berkesinambungan (on going basis), guna untuk (1) menjaga dan
mengamankan harta kekayaan bank, (2) menjamin tersedianya laporan yang lebih
akurat, (3) menignkatkan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, (4)
mengurangi dampak keuangan//kerugian penyimpangan termasuk
kecurangan/fraud dan pelanggaran aspek kehati-hatian, (5) meningkatkan
efektivitas organisasi dan meningkatkan efisiensi biaya.
Menurut Firdaus (2006) dalam “Peranan Audit Internal Dalam Menunjang
Efektivitas Pengendalian Internal Pemberian Kredit” menyimpulkan bahwa
pengendalian internal pemberian kredit yang dilaksanakan PT. Bank X telah
efektif karena telah mencapai tujuan dari pengendalian internal pemberian kredit
yaitu: keandalan pelaporan keuangan pemberian kredit, efektivtas dan efsiensi
pemberian kredit dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan kredit.
Menurut survei yang dilakukan Bank Indonesia pertumbuhan kredit pada
Triwulan ke IIImengalami perlambatan. Faktor utama penyebab perlambatan ini
adalah rendahnya permintaan pembiayaan dari nasabah, kenaikan suku bunga, dan
meningkatnya risiko pemberian kredit. Survei mengkoreksi proyeksi pertumbuhan
kredit 2014 dari 18,2% (yoy) menjadi 14,4% (yoy). Angka proyeksi tersebut lebih
rendah dibandingkan realisasi pertumbuhan kredit 2013 sebesar 21,8% dan juga
Indonesia yang sebesar 15 - 17%. Adanya faktor-faktor eksternal tersebut dapat
mempengaruhi kinerja bank dan operasional bank. Melalui PBI No.12 tahun 2010
Bank Indonesia mengeluarkan aturan agar melakukan revisi rencana bisnis bank.
Revisi tersebut disusun agar rencana bisnis bank tersusun secara realistis dan
tercapainya target bisnis bank itu sendiri.
Menurut Lestari (2006) dalam Analisis Penerapan Manajemen Risiko
dalam Pengelolaan Risiko Kredit dan Risiko Operasional pada PT. Bank Mestika
Dharma menyatakan bahwa penerapan manajemen risiko kredit pada PT. Bank
Mestika Dharma telah sesuai dengan PBI No. 5/8/PBI/2003.
Menurut penelitian yang dilakuakan oleh Eviyanti (2011) mengenai
Peranan Audit Internal Dalam Mengatasi Risiko Penjualan Secara Kredit Pada
PT. Thamrin Brothers Palembang menyimpulkan bahwa Audit Internal sudah
mempunyai kedudukan yang independen terhadap bagian-bagian yang
diperiksanya terutama penjualan kredit.
Hasil penelitian Putri (2010) menemukan hasil yaitu penerapan
manajemen risiko perbankan berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan
pemberian kredit dan Penerapan audit internal berpengaruh negatif terhadap
kebijakan pemberian kredit kredit pada perusahaan perbankan yang berada di
wilayah Tangeramg dan DKI Jakarta.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik
untuk meneliti masalah Penerapan Self Regulatory Bank terhadap Keputusan
“Pengaruh Penerapan Manajemen Risiko dan Audit Internal terhadap Keputusan Pemberian Kredit Pada Beberapa Bank di Kota Medan”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah Manajemen Risikodan Audit Internal berpengaruh secara parsial
terhadap dalam Keputusan Pemberian Kredit?
2. Apakah Pedoman PenerapanManajemen Risiko dan Audit
Internalberpengaruh secara simultan terhadap Keputusan Pemberian Kredit?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dan
Audit Internalberpengaruh secara parsial terhadap Keputusan
Pemberian Kredit
2. Untuk mengetahui apakah Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dan
Audit Internalberpengaruh secara simultan terhadap Keputusan
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis
Hasil penelitian ini bermanfaat dengan menambah wawasan penulis
bagaimana pengaruh Self Regulatory Bank terhadap Kebijakan
Pemberian Kredit.
2. Perusahaan (Bank)
Hasil diharapkan sebagai bahan informasi dan masukan bagi
perusahaan mengenai kebijakan pemberikan kredit
3. Penelitian Selanjutnya
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Tinjauan Teoritis
2.1.1. Penerapan Manajemen Risiko
Pengertian Risiko
Menurut Kamus Perbankanyang diterbitkan oleh Institut Bankir Indonesia
(1999) risiko adalah tingkat kemungkinan terjadinya kerugian yang harus
ditanggung dalam pemberian kredit, penanaman investasi, atau transaksi lain
yang dapat berbentuk harta, kehilangan keuntungan, atau kemampuan
ekonomis, antara lain, karena adanya perubahan suku bunga, kebijakan
pemerintah, dan kegagalan usaha.
Menurut Masyhud Ali (2006) risiko adalah peluang (kemungkinan)
terjadinya bencana atau kerugian. Jika dilihat dari sudut perbankan risiko
didefinisikan sebagai peluang dari kemungkinan terjadinya situasi yang
memburuk (bad outcome).Definisi tersebut berarti bahwa risiko hanya
berkaitan dengan situasi dimana suatu hasil yang negatif (negative
outcome)dapat setiap saat terjadi dan kejadian tersebut dapat diperkirakan
(estimated). Banyak perisitiwa yang dapat berimbas pada terjadinya kerugian
bagi bank itu sendiri. Peristiwa terus dapat berasal dari internal ataupun luar
bank itu sendiri. GARP (Global Association of Risk Professionals) dan
a. Risk Event didefinisikan sebagai terjadinya sebuah kejadian yang dapat
menimbulkan potensial for loss (a bad outcome).
b. Risk Loss didefinisikan dengan mengacu pada kerugian-kerugian yang
terjadi sebagai konsekuensi langsung maupun tidak langsung dari risk
event tersebut. Kerugian yang ditimbulkan dapat berupa kerugian
finansial maupun kerugian nonfinansial.
Risiko yang dihadapi perbankan menurut Basel Accord II dalam
Masyhud Ali (2006) terdiri atas 4 jenis, yaitu:
a. Risiko pasar (Market Risk) adalah risiko kerugian pada posisi portofolio trading pada on dan off balance sheet (neraca dan rekening
administratif) yang muncul sebagai akibat dari terjadinya perubahan
harga pasar asset dan liabilities bank tersebut. Perubahan harga tersebut
merupakan akibat terdapatnya perubahan faktor pasar yaitu tingkat suku
bunga, nilai tukar mata uang, harga pasar saham, dan sekuritas serta
harga komoditas.
b. Risiko Kredit (Credit Risk) adalah risiko dari kemungkinan terjadinya kerugian bank sebagai akibat dari tidak dilunasinya kembali kredit yang
diberikan bank kepada debitur maupun counterparty lainnya. Penetapan
teknik dan kebijakan risiko kredit dikenal dengan credit risk mitigation,
yang meliputi: menyusun peringkat (grading models), manajemen
(securitization), collateral,cash flow monitoring, dan manajemen
pemulihan (recovery management)
c. Risiko Operasional (Operational Risk) adalah risiko terjadinya kerugian bagi bank yang diakibatkan oleh ketidakcukupan atau
kegagalan proses di dalam manajemen bank, sumber daya manusia, dan
sistem. Unsur-unsur risiko yang berkaitan dengan risiko operasional
meliputi : proses internal bank (internal processes), sumber daya
manusia, sistem, peristiwa eksternal (external events), dan persyaratan
hukum regulatori (legal and regulatory requirements).
d. Risiko Lainnya meskipun sesuai dengan ketentuan Basel Accord II Framework, tidak dimuat dalam regulasi sebagai bagian dari
perhitungan kecukupan modal. Namun sesungguhnya jenis-jenis risiko
ini tetap penting karena dipertimbangkan dalam perhitungan risk-based
capital perbankan. Risiko lainnya itu meliputi : Risiko Bisnis (Business
Risk), Risiko Strategi (Strategic Risk), dan Risiko Reputasi
(Reputational Risk).
Pengertian Manajemen Risiko
Manajemen risiko sebagaimana telah dirumuskan di dalam pasal 1
angka (5) Peraturan Bank Indonesia No.11/25/PBI/2009 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh usaha bank. Dari hal di atas
dapat disimpulkan bahwa risiko tidak hanya cukup dihindari namun juga
harus dihadapi cara-cara yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
risiko tersebut. Risiko dapat terjadi kapan saja, agar risiko tidak
mengganggu kegiatan perusahaan, risiko harus dikelola dengan baik.
Menurut Widigdo Sukarman manajemen risiko adalah keseluruhan
sistem pengelolaan dan pengendalian risiko yang dihadapi oleh bank yang
terdiri dari seperangkat alat, teknik, proses manajemen (termasuk
kewenangan dan sistem dan prosedur operasional) dan organisasi yang
ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas dan tingkat kesehatan
bank yang telah ditetapkan dalam Corporate Plan atau rencana strategis
bank lainnya sesuai dengan tingkat kesehatan bank yang berlaku.
Menurut William T. Thornhill dalam Tampubolon (2004) manajemen
risiko adalah sebuah displin pengelolaan yang tujuannya adalah untuk
memproteksi aset dan laba sebuah organisasi dengan mengurangi potensi
kerugian sebelum hal tersebut terjadi.
Fungsi dan Tujuan Manajemen Risiko
a. Menentukan arah dan risk appetite dengan mengkaji ulang secara
berkala dan menyetujui risk exposure limits yang mengikuti strategi
b. Menetapkan limit, biasanya mencakup pemberian kredit, penempatan
non-kredit, asses liability management, trading dan kegiatan lain
seperti derivatif dan lain-lain.
c. Menetapkan kecukupan prosedur pemeriksaan untuk memastikan
adanya integritasi pengukuran risiko, kontrol sistem pelaporan, dan
kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang berlaku.
Proses Manajemen Risiko
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia yang telah dijelaskan diatas, Proses
Manajemen Risiko meliputi:
A. Identifikasi Risiko
Tujuan dilakukannya identifikasi risiko adalah untuk mengidentifikasi
seluruh jenis risiko yang melekat pada setiap aktivitas fungsional yang
berpotensi merugikan Bank. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menerapkan identifikasi risiko antara lain:
1. Bank harus mengidentifikasi risiko kredit yang melekat pada
seluruh produk dan aktivitasnya. Identifikasi risiko kredit tersebut
merupakan hasil kajian terhadap karakteristik risiko kredit yang
melekat pada aktivitas fungsional tertentu, seperti perkreditan
(penyediaan dana), treasury dan investasi, dan pembiayaan
perdagangan.
2. Untuk kegiatan perkreditan dan jasa pembiayaan perdagangan,
dan khususnya kemampuan membayar secara tepat waktu, serta
jaminan atau agunan yang diberikan.
3. Untuk kegiatan treasury dan investasi, penilaian risiko kredit harus
memperhatikan kondisi keuangan counterparty, rating, karakteristik
instrumen, jenis transaksi yang dilakukan dan likuiditas pasar serta
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi risiko kredit.
B. Pengukuran Risiko
1. Bank harus memiliki prosedur tertulis untuk melakukan pengukuran
risiko yang memungkinkan untuk:
a. Sentralisasi eksposur on balance sheet dan off balance sheetyang
mengandung risiko kredit dari setiap debitur atau perkelompok
debitur dan atau counterparty tertentu mengacu pada konsep
single obligor
b. Penilaian perbedaan kategori tingkar risiko kredit dengan
menggunakan kombinasi aspek kualitatif dan kuantitatif data dan
pemilihan kriteria tertentu.
c. Distribusi informasi hasil pengukuran risiko secara lengkap untuk
tujuan pemantauan oleh satuan kerja terkait.
2. Sistem pengukuran risiko kredit sekurang-kurangnya
a. Karakteristik setiap jenis transaksi risiko kredit, kondisi keuangan
debitur/counterpary serta persyaratan dalam perjanjian kredit
seperti dalam jangka waktu dan tingkat bunga
b. Jangka waktu kredit (maturity profile) dikaitkan dengan
perubahan potensial yang terjadi di pasar
c. Aspek jaminan, agunan dan/atau garansi
d. Potensi terjadinya kegagalan membayar (default), baik
berdasarkan hasil penilaian pendekatan konvensional maupun
hasil penilaian pendekatan yang menggunakan proses
pemeringkatan yang dilakukan secara intern (internal risk rating)
3. Bagi Bank yang menggunakan teknik pengukuran risiko dengan
pendekatan internal risk rating harus melakukan validasi data secara
berkala.
4. Parameter yang digunakan dalam pengukuran risiko kredit antara lain
meliputi:
a. Non Performing Loans (NPLs)
b. Konsentrasi kredit berdasarkan peminjam dan sektor ekonomi
c. Kecukupan agunan
d. Pertumbuhan kredit
e. Non performing portofolio treasury dan investasi (non kredit)
f. Komposisi portofolio treasury dan investasi (antar bank, surat
berharga dan penyertaan)
h. Transaksi pembiayaan perdagangan yang default
i. Konsentrasi pemberian fasilitas pembiayaan perdagangan.
5. Mark to Market pada Transaksi Risiko Kredit Tertentu
Untuk mengukur risiko kredit yang disebabkan transaksi over the
counter atau pada suatu pasar tertentu, khususnya pasar transaksi
derivatif, maka bank harus menggunakan metode penilaian mark to
market.
Eksposur risiko kredit harus diukur dan dikinikan
sekurang-kurangnya setiap bulan atau lebih intensif khususnya apabila portofolio
debitur atau kelompok usaha debitur sangat signifikan dan atau
volatilitas parameter pasar yang digunakan untuk menilai mark to
market mengalami perubahan/fluktuasi.
Limit kredit yang dialokasikan untuk satu debitur atau kelompok
debitur harus diuji berdasarkan penilaian mark to market sedangkan
faktor risiko harus digunakan untuk memperhitungkan perubahan
kondisi pasar dan pengaruh replacement cost.
6. Penggunaan Credit Scoring Tools
a. Bank dapat menggunakan sistem dan metodologi
statistik/probabilistik untuk mengukur risiko yang berkaitan
dengan jenis tertentu dari transaksi risiko kredit, seperti credit
scoring tools.
- Melakukan kaji ulang secara berkala terhadap akurasi model
dan asumsi yang digunakan untuk memproyeksikan kegagalan
(defaults)
- Menyesuaikan asumsi dengan perubahan yang terjadi pada
kondisi internal dan eksternal.
c. Apabila terdapat eksposur risiko yang besar atau transaksi yang
relatif kompleks maka proses pengambilan keputusan transaksi
risiko kredit tidak hanya didasarkan pada sistem tersebut sehingga
harus didukung sarana pengukuran risiko kredit lainnya.
d. Bank harus mendokumentasikan kredit seperti asumsi, data dan
informasi yang digunakan pada sistem tersebut, termasuk
perubahannya, serta dokumentasi tersebut selanjutnya dikinikan
secara berkala.
e. Penerapan sistem ini harus:
- Mendukung proses pengambilan keputusan dan memastikan
kepatuhan terhadap ketentuan pendelegasian wewenang
- Independen terhadap kemungkinan rekayasa yang akan
mempengaruhi hasil (score-ouputs) melalui prosedur pengamanan
yang layak dan efektif
- Dilakukan kaji ulang oleh satuan kerja atau pihak yang
independen terhadap satuan kerja yang mengaplikasikan sistem
tersebut.
Bank harus mengembangkan dan menerapkan sistem informasi
dan prosedur untuk memantau kondisi setiap debitur atau counterparty
pada seluruh portofolio kredit bank. Sistem pemantauan
sekurang-kurangnya memuat ukuran-ukuran dalam rangka:
1. Memastikan bahwa Bank mengetahui kondisi keuangan terakhir dari
debitur atau counterparty
2. Memantau kepatuhan terhadap persyaratan dalam perjanjian kredit
atau kontrak transaksi risiko kredit
3. Menilai kecukupan agunan dibandingkan dengan kewajiban debitur
atau counterparty
4. Mengidentifikasi ketidaktepatan pembayaran dan
mengklasifikasikan kredit bermasalah secara tepat waktu
5. Menangani dengan cepat kredit bermasalah.
Bank juga harus melakukan pemantauan eksposur risiko kredit
dibandingkan dengan limit risiko kredit yang telah ditetapkan, antara lain
dengan menggunakan kolektibilitas atau internal risk rating. Pemantauan
eksposur kredit tersebut harus dilakukan secara berkala dan terus
menerus oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko dengan cara
membandingkan risiko kredit aktual dengan limit risiko yang ditetapkan.
Untuk keperluan pemantauan eksposur risiko kredit, Satuan Kerja
Manajemen Risiko harus menyusun laporan mengenai perkembangan
risiko kredit secara berkala, termasuk faktor-faktor penyebabnya, yang
Prinsip pokok dalam penggunaan internal risk rating adalah sebagai
berikut:
1. Prosedur penggunaan sistem internal risk rating harus
diinformasikan dan didokumentasikan
2. Sistem ini harus dapat mengidentifikasi secara dini perubahan profil
risiko yang disebabkan oleh penurunan potensialmaupun akrual dari
risiko kredit
3. Sistem internal risk rating harus dievaluasi secara berkala oleh pihak
yang independen terhadap satuan kerja yang mengaplikasikan
interna risk rating tersebut
4. Apabila Bank menerapkan internal risk rating untuk menentukan
kualitas aset dan besarnya provisi, harus terdapat prosedur formal
yang memastikan bahwa penetapan kualitas aset dan provisi dengan
internal rating adalah lebih prudent atau sama dengan ketentuan
yang berlaku
5. Laporan yang dihasilkan oleh internal risk rating, seperti laporan
kondisi portofolio kredit disampaikan secara berkala kepada Direksi.
D. Sistem Informasi Manajemen Risiko
Dalam rangka meningkatkan efektivitas proses pengukuran risiko
kredit, bank harus memiliki sistem informasi manajemen yang
menyediakan laporan dan data secara akurat dan tepat waktu untuk
Sistem informasi manajemen tersebut juga harus menghasilkan
laporan atau informasi dalam rangka pemantauan eksposur aktual
terhadap limit yang ditetapkan dan pelampauan eksposur limit risiko
yang perlu mendapat perhatian dari direksi.
Sistem informasi manajemen juga harus menyediakan dara secara
akurat dan tepat waktu mengenai jumlah seluruh eksposur kredit
peminjam individual dan counterparties, portofolio kredit serta laporan
pengecualian limit risiko kredit. Bank harus memiliki sistem informasi
yang memungkinkan Direksi untuk mengidentifikasi adanya konsentrasi
risiko dalam portofolio kreditnya.
E. Pengendalian Risiko
Bank harus menetapkan suatu sistem penilaian (internal credit
reviews) yang independen dan berkelanjutan terhadap efektivitas
penerapan proses manajemen risiko kredit. Kaji ulang tersebut
sekurang-kurangnya memuat evaluasi proses administrasi perkreditan, penilaian
terhadap akurasi penerapan internal risk rating, dan efektivitas
pelaksanaan satuan kerja yang melakukan pemantauan kualitas kredit
individual.Kaji ulang tersebut harus dilakukan oleh satuan kerja yang
independen terhadap satuan kerja yang melakukan transaksi risiko kredit.
Bank harus memastikan bahwa satuan kerja perkreditan dan
transaksi risiko kredit lainnya telah dikelola secara memadai dan
eksposur risiko kredit tetap konsisten dengan limit yang ditetapkan dan
menerapkan pengendalian intern untuk memastikan bahwa
penyimpangan terhadap kebijakan, prosedur, dan limit telah dilaporkan
tepat waktu kepada Direksi atau pejabat terkait untuk keperluan tindakan
perbaikan. Dan bank harus memiliki prosedur pengelolaan penanganan
kredit bermasalah termasuk sistem deteksi kredit bermasalah secara
tertulis dan menerapkannya secara efektif.
2.1.2. Penerapan Audit Internal
Pengertian Audit Internal
Menurut Sukrisno Agoes (2004:221), internal audit (pemeriksaan intern)
adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan,
baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun
ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan
ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketenruan-ketentuan dari ikatan
profesi yang berlaku.
Menurut A Statement of Basic Auditing Concept (ASOBAC) dalam Halim
(2001:1) audit internal adalah:
“Suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti
secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang tindakan dan kejadian ekonomi
untuk menentukan tingkat asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah
ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang
Laporan keuangan terdiri dari asersi manajemen yang merupakan hal
penting sebagai pedoman auditor lainnya dalam pengumpulan bukti audit.
Auditing Standard Boards (ASB) mengakui 5 kategori asersi laporan
keuangan sebagai berikut:
a. Keberadaan atau Keterjadian (Existence or Occurence)
Berkaitan dengan apakah aktiva atau kewajiban entitas benar-benar ada pada
tanggal tertentu dan transaksi yang dicatat benar-benar telah terjadi selama
periode tertentu.
b. Kelengkapan (Completeness)
Berkaitan dengan apakah semua transaksi dan akun yang harus diajukan
dalam laporan keuangan benar-benar telah dicantumkan.
c. Hak dan Kewajiban (Right and Obligation)
Berkaitan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang merupakan
kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
d. Penilaian atau Alokasi (Valuation or Allocation)
Berkaitan dengan apakah komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan beban
telah dicantumkan dalam laporan keuangan dengan jumlah yang semestinya.
e. Penyajian dan Pengungkapan (Presantation and Discloure)
Berkaitan dengan apakah komponen tertentu laporan keuangan telah
Menurut Boynton (2003:6) bahwa audit dapat diklasifikasikan berdasarkan
tujuan dilaksanakannya audit. Dalam hal ini tipe audit terbagi dalam tiga
kategori, yaitu:
a. Financial Statement Audit
Audit laporan keuangan merupakan penilaian atas suatu perusahaan atau
badan hukum lainnya sehingga dapat dihasilkan pendapat yang independen
tentang laporan keuangan yang relevan, akurat, lengkap dan disajikan secara
wajar.
b. Compliance Audit
Audit kepatuhan mencangkup menghimpun dan mengevaluasi bukti dengan
tujuan untuk menentukan apakah kegiatan financial maupun operasi tertentu
dari suatu entitas sesuai dengan kondisi, aturan, dan regulasi yang telah
ditentukan.
c. Operational Audit
Audit operasional meliputi penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai
kegiatan operasional organisasi dalam hubungannya dengan tujuan pencapaian
efisiensi, efektivitas, maupun keekonomisan operasional.
Dalam melaksanakan suatu audit, pada umumnya jenis auditor dibedakan atas:
a. Auditor Independen adalah auditor yang melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Biasanya
terdapat pada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang pada umumnya
b. Auditor Internal adalah auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas
utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat
dimana ia bekerja.
c. Auditor Pemerintah biasanya terdapat dibeberapa lembaga ataupun badan yang bertanggung jawab secara fungsional atas pengawasan
terhadap kekayaan/ keuangan negara. Diantaranya, Badan Pengawas
Keuangan dan Pengembangan (BPKP) dan Inspektorat Jendral (Itjen)
pada Departemen Pemerintah.
Tujuan dan Fungsi Audit Internal
Menurut Sukrisno Agoes (2004:222), tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh
internal auditor adalah membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen)
dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa,
penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, internal auditor harus melakukan kegiatan-kegiatan
berikut:
a. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan dari
sistem pengendalian manajemen, pengendalian intern dan pengendalian
operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif
dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
b. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur
c. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan
dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian,
kecurangan dan penyalahgunaan.
d. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam
organisasi dapat dipercaya.
e. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang
diberikan oleh manajemen.
f. Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektifitas.
Ikatan Akuntan Indonesia telah menetapkan dan mengesahkan standar
auditing sebagai berikut:
a. Standar Umum Internal Auditor
1. Internal auditor harus memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang
cukup sebagai auditor sehingga hasil kerjanya handal dan dapat
dipercaya.
2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, audit wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
b. Standar Pelaksanaan Tugas
4. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten
5. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian internal harus
diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan
lingkup pengujian yang akan dilakukan.
6. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.
c. Standar Pelaporan
7. Laporan audit harus menyatakan bahwa laporan keuangan yang disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
8. Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang didalamnya prinsip
akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan
keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi
yang diterapkan dalam periode sebelumnya.
9. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai.
10.Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan
keuangan secara keseluruhan.
Fungsi dan Ruang Lingkup Audit Internal
Fungsi audit internal adalah sebagai alat bantu bagi manajemen untuk
menilai efisien dan keefektifan pelaksanaan struktur pengendalian intern
memberi nilai tambah bagi manajemen yang akan dijadikan landasan
mengambil keputusan atau tindak selanjutnya.
Ruang Lingkup audit internal menurut The Institute of Internal Auditors
(IIA) yang dikutip oleh Boynton (2001:983) Ruang lingkup audit internal
harus mencakup kecukupan dan efektivitas sistem kinerja organisasi dalam
melaksanakan tanggung jawab yang ditugaskan: 1. keandalan dan menyokong
informasi; 2. sesuai dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum, peraturan
dan kontak; 3. pengamanan aktiva; 4. penggunaan sumber daya yang
ekonomis dan efisien; 5. tercapainya target yang ditetapkan dan tujuan
program operasi.
Untuk melaksanakan tugasnya, auditor internal mempunyai batasan
ruang lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan, oleh sebab itu menurut
Cashin (1997) dalam Firdaus (2006) mengemukakan ruang lingkup audit
internal sebagai berikut:
1. Kepatuhan (compliance)
Merupakan salah satu unsur audit internal yang bertujuan untuk menentukan
dan mengawasi apakah pelaksanaan aktivitas perusahaan telah dilaksanakan
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan.
2. Verifikasi (verification)
Verifikasi merupakan aktivitas pemeriksaan terhadap dokumen, catatan dan
laporan apakah hal-hal tersebut telah mencerminkan keadaan yang
sebenarnya. Umumnya verifikasi dilakukan atas:
b. Aktiva, Hutang serta modal dan hasil operasi perusahaan.
3. Evaluasi (evaluation)
Kegiatan ini merupakan tanggung jawab internal auditor yang paling penting
dan paling sulit diukur hasilnya. Evaluasi mencakup dua fungsi, yaitu
penilaian terhadap pelaksanaan dari berbagai tingkat manajemen dan penilaian
terhadap pengendalian internal yang berjalan dalam perusahaanya.
2.1.3 Keputusan Pemberian Kredit
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar dengan adanya istilah
kredit, baik itu kredit rumah, kredit usaha, kredit modal kerja, kartu kredit dan
sebagainya. Kredit tersebut dapat diartikan sebagai penundaan pembayaran
oleh pihak yang penerimaan uang atau suatu barang kepada pihak yang
memberikan uang atau barang tersebut dengan perjanjian telah disepakati
sebelumnya.Kredit dalam neraca bank merupakan penggunaan dana, namun
bagi perusahaan kredit merupakan suatu bantuan dari pihak bank sebagai
sumber dana.
Menurut Moh. Tjoekam (1991:1), kata “kredit” berasal dari bahasa Latin
yaitu credere yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Menurut
undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 11, kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kredit yang diberikan oleh bank ataupun lembaga penyalur kredit lainnya
didasarkan oellh kepercayaan, sehingga pemberian kredit akan diberikan bila
benar-benar diyakini bahwa calon peminjam dapat mengembalikan
kepercayaan tersebut tepat waktu dan syarat-syarat lain yang disepakati antara
peminjam dan kreditor. Dengan demikian, kredit memiliki beberapa unsur,
yaitu:
a. Kepercayaan, adalah keyakinan dari kreditur bahwa kepercayaan yang
diberikan baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar
diterima kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang.
Dalam hal ini, terdapat keterlibatan dua pihak, yaitu pemberi kredit
(kreditur) dan penerima kredit (debitur).
b. Waktu, adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi
dengan kontraprestasi yang akan diterima dimasa mendatang. Dalam hal
unsur waktu ini, terdapat pengertian nilai uang, bahwa uang yang ada pada
saat ini lebih tinggi dari yang akan diterima dimasa yang akan datang.
c. Risiko, adalah suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari
adanya jangka waktu yang memisahkan prestasi dengan kontraprestasi
yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit diberikan,
semakin besar tingkat risikonya. Hal ini karena adanya unsur
ketidakpastian dimasa mendatang, yang akan menyebabkan munculnya
d. Prestasi, adalah objek kredit yang dalam praktiknya tidak hanya berbentuk
uang tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa. Namun dikarenakan
kehidupan saat ini tidak terlepas dari adanya uang, maka
transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uang yang sering kita jumpai dalam
perkreditan.
e. Adanya unsur bunga atau margin sebagai kompensasi bagi pemberi kredit
merupakan perhitungan atas beberapa komponen seperti biaya modal (cost
of fund), biaya umum (overhead cost), biaya atau premi risiko dan
lain-lain.
Dalam pemberian kredit, unsur kepercayaan tidak terbatas pada
penerima kredit, tetapi terjaganya kepercayaan akan kejujuran dan
kemampuan dalam mengembalikan pinjaman itu tepat pada waktunya. Oleh
karena itu, seseorang atau perusahaan yang akan menentukan kredit harus
mempunyai kredibilitas atau kelayakan seseorang untuk memperoleh kredit.
Kredibilitas tersebut harus memenuhi lima syarat yang biasa dikenal dengan
istilah 5C’s principles yaitu:
a. Character
Bahwa calon nasabah debitur mempunyai watak, moral, dan sifat-sifat
pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemauan dari calon
ini dapat diperoleh bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan
informasi dari usaha-usaha sejenis.
b. Capacity
Kemampuan calon nasabah debitur untuk mengelola jegiatan usahanya
dan mampu melihat prospek masa depan, sehingga usahanya dapat
memberikan keuntungan yang menjamin bahwa ia mampu melunasi
utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan.
Pengukuran kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan, misalnya pendekatan materiil, yaitu melakukan penilaian
terhadap keadaan neraca, laporan laba rugi, dan arus kas (cash flow)
usaha dari beberapa tahun terakhir. Melalui pendekatan ini, tentu dapat
diketahui pula mengenai tingkat solvabilitas, likuiditas dan rentabilitas
usaha serta tingkat risikonya. Pada dasarnya untuk menilai capacity
seseorang didasarkan pada pengalamannya di dunia bisnis yang
dihubungkan dengan pendidikan dari calon nasabah debitur, serta
kemampuan dan keunggulan perusahaan dalam melakukan persaingan
usaha dengan pesaing lainnya.
c. Capital
Analisis modal untuk dapat menggambarkan capital structure, analisis
ini tidaklah hanya melihat besar atau kecilnya modal, akan tetapi
difokuskan bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh peminjam
Modal dapat terdiri dari modal saham, pinjaman bank, pinjaman pihak
ketiga lainnya.
d. Collateral
Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang
merupakan saran pengaman (back-up) atas risiko yang mungkin terjadi
atas debitur dikemudian hari, misalnya terjadi kredit macet. Jaminan ini
diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit, baik utang pokok
maupun bunganya.
e. Condition of Economy
Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara
umum dan kondisi sektor usaha pemohan kredit perlu memperoleh
perhatian dari bank untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi
yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.
Selain konsep atau prinsip 5C diatas, dalam prakteknya bank juga
menerapkan dasar penilaian lain yang disebut dengan 5P’s principles
yaitu:
a. Personality
Bank mencari data mengenai kepribadian calon debitur seperti
riwayat hidup, hobi, pengalaman berbisnis, social standing, dan lain
sebagainya. Hal ini ditentukan untuk persetujuan kredit yang
diajukan oleh debitur.
Selain mengenal kepribadian (personality) dari calon debitur, bank
juga harus mencari data mengenai tujuan atau penggunaan kredit
tersebut sesuai line of business kredit bank yang bersangkutan.
c. Prospect
Dalam hal ini, bank harus melakukan analisis dengan cermat
mengenai bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit
apakah mempunyai prospek dikemudian hari ditinjau dari aspek
ekonomi dan kebutuhan masyarakat.
d. Payment
Bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan jelas
mengenai kemampuan dari pemohon kredit untuk melunasi utang
kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang telah disepakati.
e. Party
Bank perlu menggolongkan calon debiturnya menjadi beberapa
golongan menurut character, capacity dan capital. Penggolongan ini
akan memberikan arah analisis bagaimana harus bersikap.
Selain konsep atau prinsip 5C dan 5P diatas, bank juga menerapkan
dasar penilaian lain yang sering disebut 3R yaitu:
a. Returns
Penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh debitur setelah
menutupi pinjaman serta sekaligus memungkinkan pula usahanya
untuk berkembang.
b. Repayment
Suatu perhitungan terhadap kemampuan dan jadwal serta jangka
waktu pengembalian kredit.
c. Risk Bearing Activity
Sampai sejauh mana ketahanan debitur untuk menanggung risiko
kegagalan apalagi menanggung suatu hal yang tidak diinginkan.
Dalam hal ini, termasuk kemampuan bank menanggung risiko
sebagai kreditur, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dengan
cara meminta collelateral dari debitur.
Kebijakan perkreditan (loan policy) menurut Hampel dan Simpson
(1991) dalam Putri (2010:35) adalah:
“The policy should in turn reflect the bank’s lending philosopy and culture, indicating prorities, specifying prosedures and means of monitoring lending activity. Loan policy should obtain three result:
1. Produce sound and collectible loan
2. Provide profitable investment of bank funds
3. Encourage extension of credit that meet the legitimate needs of the bank’s
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kebijakan kredit adalah
kemampuan bank dalam menyalurkan kredit kepada debitur yang dapat
menimbulkan keuntungan bagi bank itu sendiri. Pelaksanaan kredit
mempunyai berbagai masalah yang cukup sulit sehingga diperlukan
peraturan-peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis dalam
pelaksanaan kredit berlangsung, dalam penetapan kebijakan kredit perlu
a. Azas Likuiditas
Azas yang mengharuskan bank untuk tetap dapat menjaga
likuiditasnya, karena suatu bank yang rasio likuiditasnya rendah
akan berdampak pada hilangnya kepercayaan nasbahanya sendiri.
b. Azas Solvabilitas
Usaha pokok perbankan yaitu menerima simpanan dana dari
masyarakat dan disalurkan dalam bentuk kredit.
c. Azas Rentabilitas
Bank mengharapkan untuk memperoleh laba dari aktivitas usahanya.
Laba diperoleh dari perkreditan selisih antara pendapatan dana dengan
biaya dana.
Berdasarkan uraian diatas, tujuan dari penetapan kebijakan kredit
menurut Muljono (2001:20) yaitu:
a. Untuk penyediaan saran penjagaan atau pengamatan terhadap set bank
dan dana yang disimpan oleh para deposan secara memadai,
maksudnya agar dana yang telah ditanamkan ke dalam bank tersebut
dapat dikembangkan hingga dapat memperoleh reurn yang optimal.
b. Sebagai dasar pedoman kerja dalam menghadapi perkembanngan
perekonomian khususnya yang menyangkut kegiatan perbankan,
maksudnya sebagai unit perekonomian sudah tentu tidak dapat
melepaskan diri dari setiap perkembangan yang terjadi pada kegiatan
c. Sebagai pedoman bagi para pejabat kredit bank dalam menyelesaikan
tugasnya.
d. Sebagai dasar untuk melaksanakan pengawasan, karena policy
merupakan decision made in advance yaitu sebagai tolak ukur dari
apa-apa yang harus dilaksanakan oleh para petugas dilapangan.
Menurut Kasmir (2014) Aspek-aspek yang perlu diperhatikan
menyangkut calon debitur adalah:
a. Aspek Hukum (Yuridis)
Dalam aspek ini yang dinilai adalah masalah legalitas badan usaha
serta izin-izin yang dimiliki perusahaan yang mengajukan kredit.
Penilaian dimulai dengan akte pendirian perusahaan sehingga dapat
diketahui siapa pemiliknya dan besarnya modal masing-masing
pemilik.
b. Aspek Pemasaran
Dalam aspek ini yang dinilai adalah permintaan terhadap produk
yang dihasilkan sekarang ini dan dimasa yang akan datang
prospeknya bagaimana.
c. Aspek Teknis/Operasi
Penilaian mengenai keteknisan meliputi segi teknik fisik dari
perusahaan calon debitur dimana sasarannya adalah untuk
baik itu kualitas, jumlah kapasitas, ukuran maupun kepentingan
kalkulasi biaya atau kebutuhan modal kerja perusahaan.
d. Aspek Keuangan
Aspek yang dinilai adalah sumber-sumber dana yang dimiliki untuk
membiayai usahanya dan bagaimana penggunaan dana tersebut.
e. Aspek Sosial Ekonomi
Aspek ini menganalisis dampaknya terhadap perekonomian dan
masyarakat umum.
Menurut Putri (2010:45) ketentuan-ketentuan batas maksimum fasilitas
kredit yang akan diperkenankan diberikan kepada satu debitur atau
kelompok debitur adalah sebagai berikut:
a. Batas Maksimum Pemberian Kredit oleh Bank kepada nasabahnya
adalah:
1. 20% dari modal sendiri bagi satu debitur
2. 50% dari modal sendiri bank bagi debitur grup dengan prinsipnya
bahwa kredit yang diberikan kepada satu anggota grup tidak boleh
lebih dari 20% dan untuk anggota grup tidak boleh 50%.
3. Ketentuan ini berlaku pula bagi cabang bank yang bersangkutan
yang beroperasi di luar negeri.
b. Pemberian fasilitas kredit kepada perusahaan yang sebagian
1. Perusahaan yang kepemilikannya 50% atau lebih dimiliki bank,
batas maksimum kredit adalah 10% dari penyertaan bank pada
perusahaan yang bersangkutan.
2. Perusahaan yang kepemilikannya kurang dari 50% dimiliki oleh
bank batas maksimum kredit adalah 20% dari modal sendiri bank.
3. Batas maksimum kredit untuk seluruh perusahaan sebagaimana
dimaksud diatas adalah 50% dari modal sendiri bank.
c. Bank diperkenankan pula memberikan kredit kepada:
1. Anggota direksi dan pegawai dengan maksimum sebesar
kemampuan pengembalian dari pendapatan yang berasal dari bank
yang bersangkutan.
2. Anggota komisaris yang bukan pemegang saham dengan maksimal:
a. 5% dari modal sendiri bank bagi individu atau perusahaan yang
dimilikinya.
b. 15% dari modal sendiri bank bagi komisaris yang bersangkutan
beserta grup perusahaan yang dimilikinya.
3. Pemegang saham dengan maksimal:
a. 10% dari jumlah penyertaannya bagi bank pemegang saham
atau bagi perusahaan yang dimilikinya.
b. 25% dari penyertaannya pada bank dalam hal kredit kepada
pemegang saham beserta grup perusahaan yang dimilikinya.
a. Jangka waktu (maturity)
Penggolongan kredit menurut jangka waktu dapat dibedakan:
1. Kredit jangka pendek (short-term loan)
Kredit jangka pendek adalah kredit yang jangka waktu
pengembaliannya kurang dari satu tahun. Kredit ini biasanya
untuk membiayai kelancaran operasi perusahaan seperti kredit
modal kerja.
2. Kredit jangka menengah (medium-term loan)
Kredit jangka menengah adalah kredit yang jangka waktu
pengembaliannya 1 s/d 3 tahun. Biasanya kredit ini untuk
menambah modal kerja misalnya untuk membiayai pengadaan
bahan baku. Kredit jangka menengah juga dapat pula dalam
bentuk kredit investasi.
3. Kredit jangka panjang (long-term loan)
Kredit jangka panjang adalah kredit yang jangka waktu
pengembaliannya melebihi 3 tahun. Kredit ini biasanya untuk
membiayai sutu proyek, perluasan usaha atau rehabilitasi.
b. Bentuk Jaminan (Collateral)
Dilihat dari barang jaminan, kredit dapat dibedakan:
1. Kredit dengan jaminan (secured loan)
c. Segmen Usaha
Sektor industri yang dibiayai oleh bank biasanya dibagi lagi menjadi
segmen-segmen usaha lainnya seperti: perdagangan, otomotif,
farmasi, tekstil dan lain-lain.
d. Tujuan Kredit
Kredit dapat dibedakan menurut tujuannya yaitu:
1. Kredit Komersil (commercial loan)
Kredit yagn diberikan untuk memperlancar kegiatan usaha
nasabah dibidang perdagangan. Kredit komersil meliputi antara
lain: kredit leveransir, kredit untuk usaha pertokoan, kredit ekspor
dan lain sebagainya.
2. Kredit Konsumtif (consumer loan)
Kredit yang diberikan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan
debitur yang bersifat konsumtif. Kredit ini biasanya meliputi
kredit membeli barang atau kebutuhan lainnya seperti kredit
properti, kredit motor, kredit mobil dan lain sebagainya.
3. Kredit Produktif
Kredit yang diberikan oelh bank dalam rangka membiayai
kebutuhan modal kerja debitur sehingga dapat memperlancar
produksi misalnya pembelian bahan baku, pembayaran upah,
biaya pengepakan, biaya pemasaran dan lain sebagainya.
e. Penggunaan Kredit
1. Kredit Modal Kerja
Kredit Modal Kerja adalah kredit yang diberikan oleh bank untuk
menambah modal kerja debitur.
2. Kredit Investasi
Kredit Investasi adalah kredit yang diberikan bank kepada debitur
untuk digunakan melakukan investasi dengan membeli
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan replikasi penelitian dari Putri (2010). Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada objek penelitiannya.
Peneliti sebelumnya melakukan penelitian pada perusahaan perbankan yang
berada di wilayah Tangerang dan DKI Jakarta sedangkan Penulis melakukan
penelitian pada perusahaan perbankan yang berada di Kota Medan.
Hasil penelitian Putri (2010) menemukan hasil yaitu penerapan
manajemen risiko perbankan berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan
pemberian kredit dan Penerapan audit internal berpengaruh negatif terhadap
kebijakan pemberian kredit kredit pada perusahaan perbankan yang berada di
wilayah Tangeramg dan DKI Jakarta.
Nama Peneliti
Judul Penelitian Variabel yang
2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1 Kerangka Konseptual
Untuk memperjelas dan mempermudah pemahaman penelitian, maka perlu
dijelaskan suatu kerangka konseptual sebagai landasan dalam pemahaman.
Kerangka Konseptual adalah penjelasan tentang hubungan antar variabel
yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan latar
belakang, tinjauan teoritis dan penelitian terdahulu maka kerangka konseptual
dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Dalam ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia telah ditetapkan
Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank yang merupakan paduan
bagi bank dalam menyusun kebijakan perkreditannya, yang
sekurang-kurangnya mengatur hal-hal pokok mengenai prinsip kehati-hatian dalam
perkreditan, organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan persetujuan Gambar 2.1
Variabel Independen Variabel Dependen
Audit Internal Manajemen Risiko
kredit, dokumentasi atau administrasi kredit dan pengawasan terhadap kredit
bermasalah. Oleh karena itu, bank diwajibkan memiliki standar yang jelas
dan tegas dengan mengandung unsur pengawasan internal pada semua
tahapan dalam pemberian kredit. Sehingga bank akan bertanggung jawab
dalam melaksanakan perkreditan yang telah dibuatnya sendiri, yang
merupakan ketentuan internal bagi bank sendiri (self regulation).
Penerapan Manajemen risiko dalam Tampubolon (2004) memiliki tujuan
untuk memproteksi aset dan laba sebuah organisasi demgam menguragi
potensi kerugian sebelum hal tersebut terjadi. Manajemen risiko dalam
keputusan pemberian kredit dapat mengukur dan mengawasi risiko yang
timbul dari risiko kredit, kontrol sistem laporan dan kepatuhan terhadap
kebijakan dan prosedur yang berlaku.
Penerapan Audit internal menurut Eviyanti (2011) Audit internal tidak
hanya berperan sebagai pengawas dengan melakukan pemeriksaan tetapi
audit internal juga berperan sebagai konsultan dengan cara memberikan
rekomendasi berdasarkan fakta temuan dan memastikan audit internal dapat
melakukan tindak lanjut dari hasil temuan tersebut dalam hal ini menyangkut
bidang kredit.
2.3.2 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan tentatif yang merupakan dugaan apa saja
yang sedang kita amati dalam usaha untuk memahamainya. Hipotesis
diambil berdasarkan latar belakang, tinjauan teoritis dan kerangka konseptual
adalah:
H1: Manajemen Risiko dan Audit Internal berpengaruh secara parsial
terhadap Keputusan Pemberian Kredit
H2: Manajemen Risiko dan Audit Internal berpengaruh secara simuktan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif-kausal. Menurut Sugiyono
(2003:14) penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh ataupun juga hubungan antara dua variabel atau lebih.
Penelitian ini mempunyai tingkatan tertinggi dibandingkan deskriptif dan
komparatif karena dengan penelitian ini dapat dibangun suatu teori yang
dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala.
Hubungannya bisa simetris, kausal dan interaktif. Dalam penelitian ini
hubungan yang digunakan adalah hubungan kausal, yaitu hubungan sebab
akibat, salah variabel (independen) mempengaruhi variabel lain (variabel
dependen).
3.2Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah beberapa perusahaan perbankan yang berada di Kota Medan. Dan waktu penelitian adalah 2 Februari- 28 Maret 2015
3.3Definisi Operasional Variabel
Menurut Brown (1998:7) dalam Sarwono (2006:37) variabel “is something
that may vary or differ” atau variabel adalah merupakan simbol atau konsep
yang diasumsikan seperangkat nilai sehingga diperoleh informasi, kemudian
ditarik kesimpulannya. Operasional variabel adalah sebuah konsep yang
yang dimaksudkan untuk memastikan agar variabel yang diteliti secara jelas
dapat ditetapkan indikatornya.
a. Variabel independen (X)
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus atau variabel
yang mempengaruhi variabel lain. Variabel ini merupakan variabel yang
diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan
hubungannya dengan suatu gejala yang akan diobservasi atau variabel
dependen (Y). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen
adalah sebagai berikut:
1. Manajemen Risiko (X2)
Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur
yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh usaha bank. Untuk
mengukur penerapan manajemen risiko, kuesioner yang digunakan
merupakan kuesioner yang diadopsi dari Putri (2010) terdiri dari 11
pertanyaan. Metode pengukuran yang digunakan adalah metode
skala likert yang menggunakan 5 poin penilaian, yaitu (1) sangat
tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) ragu-ragu, (4) setuju, (5) sangat
setuju.
2. Audit Internal (X3)
Audit Internal adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian
internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan
manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap
peraturan pemerintah dan ketenruan-ketentuan dari ikatan profesi
yang berlaku. Untuk mengukur penerapan audit internal, kuesioner
yang digunakan merupakan kuesioner yang diadopsi dari Putri
(2010) terdiri dari 10 pertanyaan. Metode pengukuran yang
digunakan adalah metode skala likert yang menggunakan 5 poin
penilaian, yaitu (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3)
ragu-ragu, (4) setuju, (5) sangat setuju.
b. Variabel dependen (Y)
Variabel ini dapat memberikan reaksi atau respons jika dihubungkan
dengan variabel independen. Variabel dependen merupakan variabel
yang diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan
oleh variabel independen. Pada penelitian ini yang menjadi variabel
dependen adalah sebagai berikut:
Keputusan Pemberian Kredit
Kebijakan kredit adalah ketentuan yang harus dipedomani bank
dalam menyalurkan kredit kepada debitur yang dapat menimbulkan
keuntungan bagi bank itu sendiri. Untuk mengukur Keputusan
Pemberian Kredit, kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner
yang diadopsi dari Putri (2010) terdiri dari 8 pertanyaan. Metode
pengukuran yang digunakan adalah metode skala likert yang
menggunakan 5 poin penilaian, yaitu (1) sangat tidak setuju, (2)
3.4Skala Pengukuran Variabel
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert.Skala
likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam
kuesioner dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam
berbagai survei. Metode yang digunakan ini dikembangkan oleh Rennis
Likert. Dalam skala likert ini, responden menentukan tingkat persetujuan
terhadap pernyataan dengan lima pilihan. Dalam penelitian ini
pengukurannya akan digolongkan ke dalam lima kategori, yaitu:
Tabel 3.1
Metode Skala dan Pengukurannya
Sangat
Sumber: Indrianto dan Supomo, 2002
3.5Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Indrianto dan Soepomo (1997), populasi adalah
sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyao
karakteristik tertentu. Penelitian ini mengambil objek pada orang-orang yang
berada bagian manajemen risiko, audit internal dan perkreditan di beberapa
perusahaan perbankan di Sumatera Utara.
Populasi dalam penelitian adalah perusahaan perbankan yang
berada di Kota Medan sebanyak 55 bank. Metode pengambilan sampel
sampel berdasarkan suatu kriteria dengan pertimbangan tertentu. Adapun
kriteria sampel yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Bank yang menjadi objek penelitian merupakan bank umum
konvensional.
2. Bank yang menjadi objek penelitian merupakan bank yang dimiliki oleh
pemerintah pusat maupun daerah.
Tabel 3.2
Daftar Populasi dan Sampel Penelitian
No Nama Perusahaan
13
35
Bank Panin X -
36
Bank Pasar X -
3.6Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif. Data kuantitatif adalah
data yang disajikan bukan dalam bentuk bilangan-bilangan (non-numerik).
Data nominal dan data ordinal merupakan contoh data kuantitatif.
Pada penelitian ini data yang digunakan termasuk data cross-section. Data
cross-section adalah sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu
dalam satu kurun waktu saja.
3.7Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer, yaitu:
Data Primer (Primary Data)
Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan
atau suatu organisasi secara langsung dari objek yang diteliti dan untuk
kepentingan studi yang bersangkutan. Data primer dapat berupa observasi,
keusioner dan wawancara.
Data primer dikumpulkan dengan metode survei dengan menggunakan
kuesioner yang dibuat oleh penulis. Kuesioner ini dibuat berdasarkan
beberapa referensi dan kemudian dijadikan dalam bentuk pertanyaan oleh
penulis. Tingkat persetujuan responden dalam kuesioner dinyatakan dalam
skala likert (likert scale).Kemudian kuesioner ini dikirimkan kepada