BAB III : TINJAUAN UMUM TERHADAP INNOVATION STORE
3. Penerapan Informasi Terhadap Produk
Memberikan informasi merupakan kewajiban pelaku usaha yaitu informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta
memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
Selain informasi yang benar merupakan hak konsumen, informasi yang
tidak benar dari pelaku usaha juga merupakan salah satu jenis cacat produk (cacat
peringatan atau intruksi).81 Cacat peringatan atau intruksi adalah cacat barang
karena tidak dilengkapi dengan peringatan-peringatan tertentu atau intruksi
penggunaan tertentu.82
Penyampaian informasi kepada konsumen merupakan hal yang sangat
penting agar konsumen tidak salah terhadap gambaran suatu produk tertentu.
Penyampaian informasi terhadap konsumen tersebut dapat berupa representasi,
peringatan, maupun yang berupa instruksi.83
81
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2006), hal. 71
82
Ibid.
83
Pentingnya representasi yang benar terhadap barang dan/atau jasa karena kerugian yang sering dialami oleh konsumen di Indonesia adalah misrepresentasi. Misrepresentasi tersebut disebabkan karena konsumen tergiur oleh iklan-iklan atau brosur-brosur produk tertentu, sedangkan iklan atau brosur tersebut tidak selamanya memuat informasi yang benar, karena pada umumnya hanya menonjolkan kelebihan produk yang dipromosikan, sedangkan kelemahan produk tersebut ditutup-tutupi.84 Selain penerapan melalui representasi, penerapan informasi yang harus ada
dalam sebuah produk kecantikan adalah peringatan atau intruksi. Peringatan
dibuat untuk menjamin keadaan yang akan datang yang diakibatkan oleh suatu
produk. Pemberian peringatan kepada konsumen memegang peranan penting
dalam kaitan dengan keamanan suatu produk. Misalnya peringatan pada bungkus
rokok, bahwa merokok dapat mengakibatkan kanker, serangan jantung, impotensi,
dan gangguan kehamilan dan janin.
Peringatan ini ditujukan agar para konsumen yang merokok tahu akan
bahaya dari merokok tersebut, sehingga mereka dapat mencegah dan melindungi
dirinya sendiri. Penerapan informasi melalui peringatan merupakan pelengkap
dari proses produksi, hal ini berarti tugas pelaku usaha tidak berakhir hanya
dengan menempatkan suatu produk dalam sirkulasi.85
Kelalaian menyampaikan peringatan terhadap konsumen dalam hal produk
yang bersangkutan memungkinkan timbulnya bahaya tertentu yang akan
menimbulkan tanggung gugat bagi produsen.86 Pembebanan tanggung gugat ini
84
Ibid.
85
Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya dengan Perlindungan Konsumen, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 73
86
hanya akan dibebankan apabila produsen tersebut mempunyai pengetahuan atau
dapat mempunyai pengetahuan tentang adanya kecenderungan bahaya produk.87
Selanjutnya penerapan informasi melalui intruksi. Intruksi ini digunakan
untuk menjamin penggunaan produk tersebut. Biasanya, intruksi penggunaan
dicantumkan pada kemasan produk tersebut. Pencantuman intruksi atau prosedur
pemakaian suatu produk merupakan kewajiban pelaku usaha, sebaliknya
kewajiban konsumen adalah membaca atau mengikuti petunjuk informasi atau
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa.
Banyak cara yang dilakukan pelaku usaha dalam memberikan informasi
suatu produk kepada konsumen. Mulai dari pemberian informasi melalui iklan,
brosur, surat kabar, website, dan pemberian informasi secara langsung.
Innovation Store menggunakan berbagai media masa seperti iklan di
televisi, brosur, surat kabar maupun internet untuk memberikan informasi terkait
produk yang mereka tawarkan. Innovation Store juga menggunakan metode free
trial, beauty consultation, dan penjelasan secara langsung kepada calon konsumen sebagai bentuk penerapan informasi produk kecantikan impor.88
Penyampaian informasi oleh Innovation Store melalui iklan ditelevisi, baik
tv swasta, tv kabel maupun tv daerah ditujukan untuk menarik minat konsumen
dalam membeli produk kecantikan impor. Di dalam iklan yang ditayangkan,
Innovation Store menawarkan dan menjelaskan produk yang mereka jual serta
cara kegunaan, manfaat produk, dan harga.
87
Ibid.
88
Melalui surat kabar dan brosur biasanya Innovation Store hanya
memberikan informasi terkait promosi produk-produk yang sedang di diskon. Hal
ini ditujukan agar calon konsumen tertarik untuk datang langsung ke took dan
membeli produk yang sedang diskon.
Penyampaian informasi selanjutnya, dilakukan dengan representasi. Dalam
pemberian informasi secara langsung ini, Innovation Store menjelaskan secara
rinci produk yang mereka tawarkan, mulai dari manfaat, bahan-bahan yang
digunakan, cara pakai, dan peringatan. Innovation Store juga memberikan fasilitas
free trial dan beauty consultan agar konsumen semakin tahu kegunaan dari
produk kecantikan tersebut, dan tahu produk kecantikan apa yang cocok dengan
jenis kulitnya. Hal ini ditujukan agar konsumen merasa puas dengan penyampaian
informasi yang diberikan oleh pelaku usaha.
Namun masih banyak pelaku usaha yang tidak menerapkan informasi
secara benar, jelas dan jujur. Terutama penerapan informasi melalui iklan. Sering
ditemukan bahwa konsumen tidak puas terhadap produk yang diiklankan karena
terdapat perbedaan kondisi, harga, fasilitas, mutu, sebagaimana yang dilihatnya
melalui iklan.89
Hal ini tentu saja dapat mengakibatkan kerugian bagi konsumen, dan
konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban pelaku usaha yang terlibat dalam
kegiatan periklanan tersebut.90
89
Dedi Harianto, Op.Cit, hal. 32
90
Informasi yang paling penting selanjutnya adalah informasi yang terdapat
di dalam label suatu produk kecantikan. Untuk produk kecantikan impor
sekalipun, harus sudah menggunakan bahasa Indonesia agar konsumen dapat
membacanya dan mengerti kegunaan, manfaat dan peringatan di dalam produk
kecantikan impor tersebut.
Menurut Pasal 3 Ayat (2) Undang-undang Nomor 69 Tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan menyebutkan bahwa setiap produk harus disertakan
dengan label yang sekurang-kurangnya memuat keterangan tentang:
a. nama produk;
b. daftar bahan yang digunakan; c. berat bersih atau isi bersih
d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia;
e. tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.
Banyak produk kecantikan impor yang beredar di pasaran namun tidak
memiliki penjelasan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Biasanya produk
kecantikan impor ini adalah produk kecantikan impor ilegal atau palsu.
Sesuai dengan Pasal 2 Ayat (3) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan No. HK.03.1.23.12.10.11983 tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata
Cara Pengajuan Notifikasi (selanjutnya disebut dengan Peraturan Kepala BPOM
tenntang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi, dimaksudkan bahwa
penandaan produk kecantikan harus menggunakan bahasa Indonesia untuk
informasi berupa:
a. keterangan kegunaan;
b. cara penggunaan;
Sangat jelas bahwa penerapan informasi merupakan hal sangat penting
dilakukan oleh pelaku usaha, terutama pelaku usaha produk kecantikan impor, dan
menjadi kewajiban bagi konsumen untuk membaca dan mengikuti petunjuk yang
ada. Konsumen pun harus aktif dalam bertanya mengenai bahan, manfaat, dan
cara pakai produk kecantikan tersebut. Hal ini ditujukan agar konsumen dan
pelaku usaha tidak ada yang merasa dirugikan.
B. Produk Kecantikan Impor yang Beredar di Indonesia 1. Pengertian Produk Kecantikan Impor
Konsumen maupun pelaku usaha sering sekali menggunakan kata produk
kecantikan dengan kata kosmetik, bahkan konsumen lebih sering menekankan
kata produk kecantikan langsung pada nama produk tersebut, misalnya shampoo,
sabun, bedak, conditioner dan sebagainya.
Kosmetik merupakan bagian dari produk kecantikan, maka dari itu produk
kecantikan memiliki arti yang luas. Produk kecantikan mencakup seluruh alat-alat,
bahan-bahan yang dipakai untuk merawat, memperbaiki, melindungi dan
memperindah tubuh.91 Mulai dari alat mandi, supplement untuk kulit, masker
wajah, cream wajah, kosmetik, bedak, alat make-up, parfume atau
wangi-wangian, deodorant, sampai dengan cat kuku. Berbeda dengan kosmetik yang
lebih sempit ruang lingkupnya, kosmetik hanya melindungi dan memperindah
kulit wajah saja.92
91
Reyno Apriliant, Loc.Cit
92
Produk kecantikan dapat diartikan juga sebagai alat kecantikan didalam
Kamus Besar Bahasa Indoneia (KBBI). Menurut KBBI “alat kecantikan adalah benda atau ramuan yang dipakai untuk memperindah wajah, kulit, mata dan
sebagainya seperti bedak, cat bibir, cat kuku, maskara.”
BPOM menggunakan kata kosmetik sebagai pengganti kata produk
kecantikan. Dalam Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik, disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan kosmetik adalah
“Bahan atau seduan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar
tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.”
Pengertian Impor menurut KBBI adalah “pemasukan barang dan
sebagainya dari luar negeri.” Menurut Pasal 1 Angka 1 Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.2995
tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetik, kosmetik impor adalah “kosmetik
yang dibuat oleh industri di luar negeri yang dimasukkan dan diedarkan di
wilayah Indonesia.”
Menurut Peraturan Kepala BPOM tentang Kriteria dan Tata Cara
Pengajuan Notifikasi, kosmetika impor adalah “kosmetika yang dibuat oleh
industri kosmetika di luar negeri, sekurang-kurangnya dalam kemasan primer.”
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara produk kecantikan impor
produk kecantikan, namun di dalam skripsi ini istilah yang digunakan adalah
produk kecantikan untuk menujukkan arti yang lebih luas.
2. Pengaturan Hukum Terhadap Produk Kecantikan
Sama halnya dengan BPOM, berbagai peraturan perundang-undangan pun
juga menggunakan istilah kosmetik sebagai pengganti istilah produk kecantikan.
Tidak semua pelaku usaha dapat membuat produk kecantikan yang kualitasnya
sesuai dengan standar dan tidak membahayakan konsumen. Oleh karena itu
pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI dan BPOM telah menyusun
berbagai peraturan prundang-undangan sebagai pedoman dalam memproduksi,
memasukkan, dan mengedarkan produk kecantikan.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang produk kecantikan
antara lain:
a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
c. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan
d. Peraturan Menteri Kesehatan No. 220/Menkes/Per/XI/1976 tentang
Produksi dan Peredaran Kosmetik
e. Peraturan Menteri Kesehatan No. 236/MenKes/Per/XI/1977 tentang Izin
Produksi
f. Keputusan Menteri Kesehatan No. 85/MenKes/SK/III/1981 tentang
g. Keputusan Menteri Kesehatan No. 85/MenKes/SK/1981 tentang
Penggunaan Kodeks Kosmetika Indonesia sebagai Persyaratan Mutu
Bahan Kosmetik
h. Peraturan Menteri Kesehatan No. 359/Menkes/PerIX/1983 tentang Bahan
yang Boleh dan Tidak Diperbolehkan dalam Kosmetik
i. Keputusan Menteri Kesehatan No.965/MenKes/SK/XI/1992 tentang Cara
Produksi Kosmetika yang Baik
j. Peraturan Menteri Kesehatan No. 140/Menkes/Per/III/1990 tentang Wajib
Daftar Alat Kesehatan, Kosmetika dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga
k. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1176/MenKes/Per/VIII/2010 tentang
Notifikasi Kosmetika
l. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK/00.05.4.1745 tentang Kosmetik
m. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK/00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan
Kosmetik yang Baik
n. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK/00.05.4.2995 tentang Pengawasan Pemasukan
Kosmetik
o. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
p. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK/00.05.4.4974 tentang Pengawasan dan Pemasukan
Bahan Kosmetik
q. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK/03.1.23.12.10.12450 tentang Persyaratan Teknis
Kosmetika
r. Keputusan Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen
Kesehatan RI NO. 178/C/SK/1986 tentang Tata Cara Pendaftaran Baru
dan Pendaftaran Ulang Kosmetik dan Alat Kesehatan
Sangat jelas bahwa pemerintah Indonesia sudah cukup memberikan
perlindungan bagi konsumen dan pelaku usaha melalui berbagai peraturan
perundang-undangan, terutama yang mengatur tentang produk kecantikan.
Peraturan perundang-undangan itu mengatur mulai dari bahan yang digunakan,
tata cara produksi, pemeliharaan alat, uji standarisasi, pengawasan, pemasukan
sampai dengan cara mengedarkannya.
Meskipun perangkat undang-undang kesehatan yang mengatur tentang
kosmetik telah ada, sampai saat ini masih ditemukan pelanggaran atau
penyalahgunaan. Bentuk penyalahgunaan yang umum terjadi dalam suatu produk
kosmetik adalah penggunaan bahan kimia berbahaya atau zat adiktif sebagai
komposisi campuran di dalam kosmetik yang dilakukan oleh produsen nakal.93
Zat adiktif sebagaimana dimaksud Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan
93
Bidan Tringani Damanik dkk, Persepsi Remaja Putri di Kota Ambon tentang Resiko Terpapar Kosmetik Berbahaya dan Perilakunya dalam Memilih dan Menggunakan Kosmetik, Jurnal Berita Kedokteran masyarakat, vol. 27, no. 1 Tahun 2011
meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas
yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi
dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.
Adanya peraturan mengenai produk kecantikan ini tidak dimaksudkan
untuk membatasi pelaku usaha dalam mengembangkan produknya, melainkan
untuk meningkatkan kualitas dari produk tersebut, sehingga tidak ada pihak yang
merasa dirugikan.
3. Pemberian izin edar dan pengawasan terhadap produk kecantikan impor
Setiap produk kecantikan hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin
edar dari Menteri Kesehatan. Sesuai dengan Permenkes No.
1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika, pasal 3 disebutkan
“setiap kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar berupa notifikasi, dikecualikan bagi kosmetika yang digunakan untuk penelitian dan
sampel kosmetika untuk pameran dalam jumlah terbatas dan tidak
diperjualbelikan.”
Produk kecantikan yang akan diedarkan harus memenuhi kriteria dan
persyaratan yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan, produk
kecantikan harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:94
a. keamanan yang dinilai dari bahan kosmetika yang digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kosmetika yang dihasilkan tidak mengganggu atau membahayakan kesehatan manusia,
94
Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Kepala BPOM tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi
baik digunakan secara normal maupun pada kondisi penggunaan yang telah diperkirakan;
b. kemanfaatan yang dinilai dari kesesuaian dengan tujuan penggunaan dan klaim yang dicantumkan;
c. mutu yang dinilai dari pemenuhan persyaratan sesuai CPKB dan bahan kosmetika yang digunakan sesuai dengan Kodeks Kosmetika Indonesia, standar lain yang diakui, dan ketentuan peraturan perundangundangan;
d. dan penandaan yang berisi informasi lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan.
Pada Pasal 2 Ayat (3) Peraturan Kepala BPOM tentang Kriteria dan Tata
Cara Pengajuan Notifikasi, dimaksudkan bahwa penandaan produk kecantikan
harus menggunakan bahasa Indonesia untuk informasi berupa
a. keterangan kegunaan;
b. cara penggunaan;
c. peringatan dan keterangan lain yan dipersyaratkan.
Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik, produk
kecantikan atau komestik yang diproduksi dan/atau diedarkan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta
persyaratan lain yang ditetapkan.
b. Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik.
c. Terdaftar pada dan mendapat izin edar dari BPOM.
Dalam rangka pengawasan, BPOM memiliki sistem Pengawasan Obat dan
dan mengawasi produk-produk termasuk untuk melindungi kemanan, keselamatan
dan kesehatan konsumennya baik di dalam negeri maupun luar negeri.95
BPOM dalam menjalankan sistem pengawasan yang komperhensip,
dengan melakukan pengawasan semenjak awal proses suatu produk hingga
produk tersebut beredar ditengah masyarakat, melalui SisPom tiga lapis yaitu:96
a. Sub-sistem pengawasan produsen yaitu sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik agar setiap bentuk penyimpangan dari standart mutu dapat diditeksi sejak awal, Produsen bertanggung jawab secara hukum, atas mutu dan keadaan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sanksi, baik administratif maupun pro-justicia.
b. Sub-sistem pengawasan konsumen yaitu sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Dengan adanya sub-sistem pengawasan konsumen, makan konsumen dapat melindungi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi persyaratan. Hal ini erat kaitannya dengan hak dan kewajiban konsumen yang diatur di dalam UUPK.
c. Sub-sistem pengawasan pemerintah dan BPOM yaitu melalui pengaturan dan standarisasi, penilaian keamanan, khasiat, dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia, inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakkan hukum. Pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi bagi masyarakat.
Komoditas produk yang diawasi oleh BPOM memiliki karakteristik
diantaranya yaitu:97
a. High Risk;
95
Sistem Pengawasan Obat dan Makanan, http://www.pom.go.id ( diakses pada tanggal 4 februari 2015)
96
Ibid.
97
b. Hajat hidup orang banyak;
c. Produk range yang luas;
d. Volume yang sangat besar beredar dilintas propinsi dan lintas negara;
e. Economic size minimal dua ratus triliyun rupiah.
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan tidak
dijelaskan secara rinci apa saja bentuk-bentuk pengawasan yang dilakukan
terhadap produk kecantikan impor.
Pada Pasal 7 Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat Makanan Nomor
HK.00.05.42.2995 tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetik (selanjutnya disebut
dengan Peraturan Kepala BPOM tentang PPK), menyebutkan “dalam rangka pengawasan importir, distributor, industri kosmetik dan atau industri farmasi yang
memasukkan kosmetik wajib melakukan pendokumentasian distribusi kosmetik.”
Sesuai dengan Pasal 35 ayat (1) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik
(selanjutnya disebut dengan Keputusan Kepala BPOM tentang kosmetik),
pengawasan dilakukan oleh Kepala Badan, mencakup pelaksanaan fungsi
sekurang kurangnya standarisasi, penilaian, sertifikasi, pemantauan, pengujian,
pemeriksaan, penyidikan. Pemeriksaan tersebut terkait dengan kegiatan produksi,
impor, peredaran, penggunaan, dan promosi kosmetik.
Untuk melakukan pemeriksaan, kepala badan pengawasan obat dan
makanan menunjuk pemeriksa yang memiliki wewenang untuk:98
98
a. memasuki setiap tempat yang digunakan atau diduga digunakan dalam kegiatan produksi, impor, distribusi, penyimpanan, pengangkutan, dan penyerahan kosmetik untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan produksi, impor, distribusi, penyimpanan, pengangkutan dan penyerahan kosmetik;
b. melakukan pemeriksaan dokumen atau catatan lain yang memuat atau diduga memuat keterangan mengenai kegiatan produksi, impor, distribusi, penyimpanan, pengangkutan dan penyerahan kosmetik termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut;
c. memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha atau dokumen lain.
BAB IV
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS HAK INFORMASI TERHADAP
PRODUK KECANTIKAN IMPOR
A. Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Atas Hak Informasi Terhadap Produk Kecantikan Impor
Penyampaian informasi kepada konsumen merupakan hal yang sangat
penting agar konsumen tidak salah terhadap gambaran suatu produk tertentu,
karena dengan pemberian informasi yang tidak benar, maka dapat menyebabkan
kerugian baik secara materi maupun fisik kepada konsumen.
Dalam pelaksanaannya, banyak sekali pelaku usaha yang kurang
memperhatikan pemberian informasi kepada konsumen. Dan sebaliknya, para
konsumen kurang perduli dengan informasi produk yang akan di gunakan.
Pada saat melakukan penawaran kepada konsumen, pelaku usaha akan
memberikan informasi yang belum tentu dapat dipastikan kebenarannya, karena
dalam pelaksanaannya di masyarakat, pelaku usaha lebih banyak memberikan
informasi bahwa produk yang dijual sangat bagus dan tidak memiliki kekurangan
apapun. Hal itu ditujukan agar konsumen tertarik untuk membeli produk tersebut.
Di era perdagangan bebas ini, pelaku usaha akan berusaha mendapatkan
keuntungan yang besar tanpa memikirkan resiko yang akan dialami oleh
membahayakan tubuh, terutama produk kecantikan impor. Maraknya peredaran
produk kecantikan impor yang berbahaya dan ilegal membuat masyarakat resah,
namun tetap ingin membelinya karena rasa penasaran.
Innovation Store sebagai salah satu distributor resmi produk kecantikan
impor yang telah terdaftar di BPOM mengakui bahwa dalam pelaksanaannya
pelaku usaha sering melakukan penawaran yang dilebih-lebihkan.99 Hal ini
ditujukan agar menarik minat konsumen. Namun pada saat proses pembuatan
produk kecantikan dan pendaftaran di BPOM tetap sesuai dengan prosedur yang
telah diatur oleh Peraturan Perundang-Undangan.
Banyak cara yang dilakukan pelaku usaha dalam memberikan informasi
suatu produk kepada konsumen. Mulai dari pemberian informasi melalui media
elektronik, media cetak, dan pemberian informasi secara langsung.
Innovation Store menggunakan berbagai media masa seperti iklan di
televisi, brosur, surat kabar maupun internet untuk memberikan informasi terkait
produk yang mereka tawarkan. Innovation Store juga menggunakan metode free
trial (gratis mencoba) beauty consultation (konsultasi kecantikan), dan penjelasan secara langsung kepada calon konsumen sebagai bentuk penerapan informasi
produk kecantikan impor.100
Produk kecantikan impor yang dijual oleh Innovation Store sudah
menggunakan bahasa Indonesia, baik di dalam label pada kemasan, maupun
berupa etiket yang terdapat di dalam kotak kemasan. Penggunaan bahasa
99
Reyno Apriliant, Loc.Cit
100
Indonesia merupakan hal sangat penting agar memudahkan pengguna dalam
memakai produk kecantikan tersebut. Pemberian tanda peringatan dan tanggal
kadaluwarsa juga merupakan hal yang sangat penting yang harus ada dalam
produk kecantikan impor. Hal tersebut ditujukan agar konsumen mengetahui
hal-hal apa saja yang tidak boleh dilakukan dan mengetahui kapan produk tersebut
sudah tidak layak pakai.
Dalam pelaksanaanya, banyak sekali pelaku usaha yang menjual produk
kecantikan impor, namun tidak memuat keterangan sebagai informasi di labelnya.
Apabila ada informasi, namun tidak berbahasa Indonesia.101 Hal ini sering terjadi