• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN OUTSOURCING DI PT. PLN (persero) APJ KOTA SURAKARTA

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. PENERAPAN OUTSOURCING DI PT. PLN (persero) APJ KOTA SURAKARTA

Pasal 65 ayat 2 butir c dalam UU ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 mengatakan bahwa pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain merupakan kegiatan penunjang secara keseluruhan. Outsourcing dalam Indrajit, R.E dan Djokopranoto, R (2006:35) adalah penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga dengan tujuan untuk mendapatkan kinerja perusahaan yang professional dan berkelas dunia. Oleh karena itu, pemilihan pemberi jasa merupakan hal yang sangat vital. Diperlukan pemberi jasa yang menspesialisasikan dirinya pada jenis pekerjaan atau aktivitas yang akan diserahkan. Dengan demikian diharapkan bahwa kompetensi utamanya juga berada dijenis pekerjaan tersebut. Disertai pengendalian yang tepat. Pemberi jasa diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan.

Penulis simpulkan mengenai outsourcing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa, dimana perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A dengan membayar sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan B. Dan disertai dengan transfer sumber daya manusia dan peralatan penunjang.

Menurut pernyataan Andjar Riyanto (Spv. Sekretariat) PT. PLN (persero) APJ Surakarta, seperti berikut ini.

commit to user

“untuk jenis pekerjaan yang di outsourcing adalah untuk jenis pekerjaan non inti atau penunjang seperti customer service, security, cleaning service, office boy, staff administrasi, sekretaris, sopir, pemasangan kabel, tower, operator telepon dan jaringan.”

( Wawancara, juli 2010 pukul 13.00 WIB)

Jadi menurut Bapak Andjar Riyanto jenis pekerjaan yang di outsourcingkan di dalam PT. PLN (persero) APJ Surakarta adalah cleaning service, office boy, pemeliharaan taman, kurir, sopir, pemasangan tower dan jaringan, pengelolaan data dan jaringan, staff administrasi, Satpam, dan Sekretaris. Didalam UUK No. 13 tahun 2003 membahas mengenai masalah kerja kontrak dan outsourcing. Kedua sistem pekerjaan tersebut tidak sama, perbedaannya yaitu sistem kerja kontrak jenis pekerjaannya dapat dihitung volume kerjanya, tidak ada transfer sumber daya manusi maupun peralatan. Yang dibutuhkan oleh perusahaan pengguna yaitu jasa dari pekerja tersebut, bukan pekerja tersebut untuk diminta jasanya.

Tabel 4.1 Jenis pekerjaan Outsourcing di PT. PLN (persero) APJ Surakarta

NO JENIS PEKERJAAN KONTRAK OUTSOURCING

1 Cleaning Service x ü

2 Customer Service x ü

3 Perawatan Halaman Taman x ü

4 Pemasangan Tower dan Jaringan x ü

5 Pengelolaan data dan Jaringan x ü

6 Operator telepon x ü

7 Sekretaris x ü

commit to user

9 Securuty x ü

Tabel 4.2

Jenis Pekerjaan Kategori Outsourcing

NO JENIS PEKERJAAN KONTRAK OUTSOURCING

1 Cleaning Service ü x

2 Customer Service ü x

3 Perawatan Halaman Taman ü x

4 Pemasangan Tower dan Jaringan ü x

5 Pengelolaan data dan Jaringan x ü

6 Operator telepon x ü

7 Sekretaris x ü

8 Staff Administrasi x ü

9 Security x ü

Berdasarkan tabel di atas PT. PLN (persero) APJ Surakarta banyak penyimpangan yang dilakukan mengenai kategori jenis pekerjaan antara kontrak dengan outsourcing. Untuk di PT. PLN (persero) APJ Surakarta antara konsep sistem kerja kontrak dengan outsourcing pemahamannya masih rancu. Hal ini terbukti dengan banyaknya jenis pekerjaan yang seharusnya dikategorikan dalam sistem kontrak tetapi dimasukkan ke sistem outsourcing. Seperti cleaning servive, pemeliharaan taman, office boy, pemasangan tower dan jaringan. Status tenaga kerja seharusnya tenaga kerja kontrak tetapi di sini menjadi tenaga kerja outsourcing.

Tenaga kerja outsourcing mengerti bahwa hubungan kerja yang terjadi melalui kontrak kerja bukan dengan perusahaan tempat mereka bekerja

commit to user

melainkan dengan perusahaan penyedia melainkan dengan penyedia tenaga kerja. Sedangkan sistem outsourcing yang diterapkan di PT. PLN (persero) APJ Surakarta adalah mengacu pada peraturan No. 080.K/DIR/2008, 065.K/DIR/2009, dan 305.K/DIR/2010 tanggal 3 juli 2010 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa PT. PLN (Persero).

Berdasarkan pernyataan Andjar Riyanto (Spv. Sekretariat) PT. PLN

(persero) APJ kota Surakarta ini mengungkapkan bahwa

implementasi/penerapan sistem outsourcing di PT. PLN seperti berikut ini: “untuk penerapan sistem outsourcing di PT. PLN (persero) APJ Surakarta mengacu pada peraturan perusahaan NO. 080.K/DIR/2008, 065.K/DIR/2009, dan 305.K/DIR/2010 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa. Aturan mainnya yaitu dengan cara tender/penunjukkan langsung. Pihak PT. PLN (persero) membuka kriteria/jenis pekerjaan yang dibutuhkan kemudian mengundang para vendor/agen untuk mengukuti proses tender. Pihak PLN sudah memberikan rincian harga tiap kepala (di atas UMR kota solo) yang kemudian dilakukan proses lelang.”

(wawancara, juli 2010 pukul 11.00 WIB)

Setelah proses lelang/tender sudah dilakukan dan ditentukan jenis pekerjaan yang di outsourcingkan oleh pihak ketiga dalam hal ini vendor maka vendor mengirimkan tenaga kerjanya kepada PT. PLN seperti yang diminta.

Berikut ketentuan pengadaan barang dan jasa di PLN. Ketentuan pengumuman pengadaan barang dan jasa adalah sebagai berikut :

1) Pengumuman diumumkan dipapan pengumuman dan e-procurement PLN atau di satu surat kabar dengan jangkauan propinsi untuk nilai

commit to user

pekerjaan pengadaan barang dan jasa lebih besar Rp. 300.000.000,00- Rp. 5.000.000.000,00

2) Pengumuman di papan pengumuman dan e-procurement PLN dan di satu surat kabar dengan jangkauan nasional untuk nilai pekerjaan pengadaan barang dan jasa sebesar Rp. 5.000.000.000,00

3) Pengadaan barang dan jasa yang pemasukkan penawarannya melalui e-procurement PLN ( e-bidding dan e-auction) dapat diumumkan melalui e-procurement PLN.

Tantangan dalam pelaksanaan penyerahan sebagian pekerjaan kepada pihak ketiga ini adalah menentukan pekerjaan apa saja yang merupakan pekerjaan pokok, yang tidak dapat dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama, atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Selain membedakan antara pekerjaan pokok dan penunjang, hal lain yang perlu diperhatikan adalah perbedaan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Untuk itu perlu disusun suatu daftar pekerjaan yang menjadi pekerjaan utama dan yang bersifat terus-menerus di dalam perusahaan. Apabila ini sulit, dilakukan hal yang sebaliknya, yaitu dengan membuat daftar pekerjaan yang bukan pokok dan/atau dilakukan tidak terus-menerus di dalam perusahaan. Memang untuk pertama kali mungkin hal ini tidak mudah dikerjakan, tetapi apabila cara ini dapat diselesaikan dengan baik, ke depan akan sangat membantu perusahaan dalam melakukan penyerahan pekerjaan kepada pihak ketiga.

commit to user

bahwa sistem outsourcing diatur dalam proses pengadaan barang dan jasa. Pihak PLN mengartikan outsourcing sebagai bentuk pembelian, pembelian disini yaitu pembelian jasa. Sehingga sistem outsourcing dimasukkan dalam proses pengadaan barang dan jasa. Hal ini menurut penulis merupakan bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh PT. PLN karena tenaga kerja merupakan manusia bukan barang yang dapat diperjual-belikan secara mudah.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa terjadi kurangnya pemahaman konsep antara sistem outsourcing dengan kontrak sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan. Di sini yang dirugikan jelas tenaga kerjanya, mereka sebagai orang kecil dan membutuhkan pekerjaan, mau tidak mau harus mau menerima konsekuensi tersebut. Outsourcing disamakan dengan sistem kerja kontrak sehingga dapat dipastikan tenaga kerja memperoleh gaji/upah yang rendah/sesuai UMK, jika dijadikan koordinator/tingkat pendidikan tinggi akan ditambah Rp. 150.000,00/bulan. Tidak mendapatkan Hak cuti, pesangon, jamsostek, pensiun, jenjang karir, dan kepastian kerja tidak pasti.

commit to user

D. KESESUAIAN KAPASITAS KEMAMPUAN TENAGA KERJA OUTSOURCING YANG DIHARAPKAN OLEH PT. PLN (PERSERO) APJ KOTA SURAKARTA.

Tenaga kerja outsourcing merupakan tenaga kerja milik perusahaan penyedia tenaga kerja (vendor/agen) dan bekerja di perusahaan pengguna, disini PT. PLN. Vendor/agen ini merupakan rekanan bisnis dari perusahaan yang membutuhkan para tenaga kerja untuk bekerja di perusahaannya. sehingga para tenaga kerja tersebut harus memiliki kemampuan yang disyaratkan oleh user (PT. PLN (persero) APJ surakarta). untuk itu pihak vendor/rekanan harus melakukan seleksi yang ketat agar kualitas tenaga kerjanya baik.

Jika PT. PLN (persero) APJ Surakarta membutuhkan tenaga pengaman/ satpam maka perusahaan user membuka lowongan kepada vendor untuk menyediakan tenaga keamanan yang dibutuhkan oleh PT. PLN. Untuk mendapatkan vendor mana yang akan ditunjuk terlebih dahulu PT. PLN memberikan kualifikasi/kriteria tenaga keamanan yang dibutuhkan. Selain kriteria, harga dan reputasi vendor juga berpengaruh untuk dijadikan mitra bisnis. Walaupun sistem outsourcing di perusahaan ini melalui tender tetapi pihak perusahaan memberikan syarat-syarat tertentu kepada para agen/vendor agar kualitas tenaga kerjanya bagus.

Setelah syarat-syarat yang diminta PT. PLN terpenuhi maka vendor akan mengirimkan tenaga kerja outsourcing seperti yang diminta PT. PLN. Kemudian tenaga kerja tersebut diawasi/dikontrol kerjanya setiap hari untuk menilai kualitas tenaga kerja outsourcing tersebut apakah sudah sesuai

commit to user

dengan yang diharapkan. Jika pekerjaan yang dikerjakan oleh para tenaga kerja outsourcing tersebut baik dan PT. PLN puas dengan kinerjanya maka tenaga kerja tersebut akan diperpanjang untuk bekerja di PT. PLn (persero) APJ Surakarta sebagai tenaga kerja outsourcing.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Maya (staff Admninistrasi) sebagai berikut :

”saya bekerja di PLN sejak tahun 2007 sampai sekarang (2010) sebagai tenaga kerja outsourcing staff administrasi setelah melalui proses seleksi vendor. Kemudian dipekerjakan di PLN, di sini kinerjanya dinilai dan di awasi agar kinerja yang dihasilkan bagus, sesuai dengan kualifikasi waktu seleksi. Jika kinerjanya bagus kontraknya diperpanjang terus.”

(wawancara, Juli 2010 pukul 11.00 WIB)

Untuk jenis pekerjaan sebagai CSO (customer service operator). proses seleksinya sangat ketat, mulai dari agen/vendor, perwakilan pihak PT. PLN (persero) APJ surakarta, dan EO (event organizer) yang disewa oleh PT. PLN sehingga dapat dipastikan bahwa kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan sudah sesuai dengan standard yang diinginkan.

Setelah proses tender selesai dan deal harga, jumlah tenaga kerja, dan vendor yang dijadikan mitra maka disini akan terjadi transfer sumber daya manusia antara tenaga kerja milik vendor ke pihak PLN.

Hal ini sesuai pernyataan Oktaria Anjarsari seorang CSO karyawan PT. PLN (persero) APJ Surakarta, mengungkapkan sebagai berikut :

”Untuk menjadi CSO (customer service operator) proses seleksinya sangat ketat mas, mulai dari agen/vendor, perwakilan pihak PT. PLN (persero) APJ surakarta, dan EO (event organizer) yang disewa oleh PT. PLN (persero) APJ surakarta. Yang keterima juga sedikit ” (wawancara, juli 2010 pukul 14.00 WIB)

commit to user

Untuk proses seleksi/rekruitmen tenaga kerja dilakukan oleh agen/vendor yang sudah menjadi rekanan bisnis dengan perusahaan pengguna maupun pihak perusahaan pengguna juga ikut serta melakukan proses seleksi. Seleksi dilakukan dengan standar biasa, mulai dari administrasi, ter tulis dan wawancara. Tetapi ada juga yang lebih ketat, lebih banyak macam tesnya, bahkan ada evaluasi waktu pelatihan ditempat kerja. Hal tersebut tergantung pada jenis pekerjaan, semakin baik jenis pekerjaan maka proses seleksinya pun akan semakin ketat.

Ada salah satu kasus ketika PT. PLN membutuhkan seorang sekretaris, pihak PT. PLN tidak mau membuka lelang karena yang dibutuhkan hanya seorang saja. Kemudian pihak PLN memutuskan untuk mengambil beberapa tenaga kerja outsourcing yang sudah bekerja di perusahan PT. PLN (persero) untuk mengisi pos sebagai sekertaris. PT. PLN menyeleksi 3 tenaga kerja tersebut dan diberikan training selama 6 minggu untuk melihat siapa yang pantas mengisi pos tersebut. Setelah mendapatkan seseorang yang sesuai dengan standard PT. PLN maka tenaga kerja tersebut mengisi pos sebagai sekretaris tetapi statusnya masih sebagai tenaga kerja outsourcing.

Hal ini sesuai pernyataan Betty, seorang tenaga kerja outsourcing PT. PLN APJ Surakarta yang sebelumnya bekerja sebagai front office kemudian sekarang menjadi sekretaris.

”awalnya gini mas, tahun 2008 disini untuk pos sekretaris sebelumnya ditempati oleh pegaiwai tetap tetapi kemudian kosong,

commit to user

gak tau kenapa jadi kosong. Setelah kosong PT. PLN merekrut 3 karyawan outsourcing untuk di seleksi jadi sekretaris, pihak PLN tidak mau membuka tender pada pihak ketiga untuk mengurusi pos sekretaris ini. Proses seleksi dilakukan sendiri oleh pihak PLN selama 6 minggu. Statusnya masih tetap sebagai tenaga kerja outsourcing sampai sekarang 2010.”

(wawancara, juli 2010 pukul 12.00 WIB)

Selain melalui proses perekrutan tenaga kerja yang dioutsourcingkan di PT. PLN (persero) . Hal ini sesuai dengan pernyataan Erlin Fajarwati, tenaga kerja outsourcing operator telepon yang sudah bekerja sejak tahun 2006 dan kinerjanya bagus.

”saya menjadi tenaga kerja outsourcing di PT. PLN (persero) APJ Surakarta sejak tahun 2006 mas. Pada waktu itu tahun 2006 ada aturan dari pusat bahwa semua anggota koperasi PT. PLN (persero) akan dioutsourcingkan. Pada saat itu juga daripada tidak bekerja akhirnya bersedia menjadi tenaga kerja outsourcing di PT. PLN (persero). Sampai sekarang mas.tia setahun sekali kontrak kerja saya diperpanjang karena kinerja bagus.”

(wawancara, 02 september 2010 pukul 11.20 WIB)

Tenaga kerja outsourcing dikontrol oleh pihak PT. PLN (persero) APJ kemudian pihak PT. PLN menilai kinerja masing-masing tenaga kerja. Jika kinerjanya bagus maka pihak PT. PLN akan menghubungi vendornya tenaga kerja tersebut untuk dipertahankan untuk bekerja lagi di PT. PLN (persero) APJ Surakarta.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Andjar Riyanto (Spv. Sekretariat) PT. PLN (persero) APJ Surakarta berikut ini:

”jika kinerja tenaga kerja outsourcing tersebut baik dan rajin maka pihak manajemen PT. PLN akan memperpanjang kontrak. Dan menghubungi vendor untuk mempekerjakan tenaga kerja tersebut untuk melanjutkan kerjanya di PT. PLN (persero) APJ Surakarta.”

commit to user

(wawancara, 02 september 2010 pukul 11.20 WIB)

Dari fakta-fakta diatas dapat disimpulkan bahwa kesesuaian kapasitas kemampuan tenaga kerja outsourcing antara pihak vendor dengan user ditentukan melalui seleksi/perekrutan berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan dan yang paling penting adalah kualitas tenaga kerja ketika sudah bekerja, apakah sesuai dengan kriteria awal. Caranya yaitu PT. PLN (persero) mengkontrol kinerja para tenaga kerja outsourcing tersebut untuk menilai baik/buruk kinerjanya. Jika kinerja tenaga kerja outsourcing

menunjukkan hasil yang bagus selama bekerja di PT. PLN (persero) APJ maka akan diperpanjang lagi kontraknya. Jika kinerjanya tidak bagus akan diberhentikan dan meminta tenaga kerja yang baru dan berkompeten. Adanya koordinasi kedua belah pihak yang baik maka kinerja karyawan yang bekerja di PT. PLN (persero) APJ Surakarta sudah sesuai dengan apa yang diharapkan.

Gambar 4.3

Gambaran singkat kesesuaian tenaga kerja outsourcing yang diharapkan oleh PT. PLN (persero) APJ Surakarta.

PT. PLN (persero) APJ Surakarta membutuhkan staff administrasi dg syarat-syarat tertentu Seleksi tenaga kerja outsourcing oleh vendor Pihak vendor menyediakan tenaga kerja outsourcing yang diinginkan PT. PLN Pihak PT. PLN menilai kinerja tenaga kerja

§ Jika kinerja bagus akan di perpanjang kontrak/di pakai lagi.

§ Jika kinerja buruk tidak diperpanjang kontrak/ dikembalikan ke vendor

commit to user

E. KONDISI DAN PEMENUHAN HAK-HAK SOSIAL-EKONOMI TENAGA KERJA OUTSOURCING PT. PLN (PERSERO) APJ KOTA SURAKARTA

Hubungan industrial di Indonesia sepanjang perjalanannya sering menunjukkan bahwa tenaga kerja ditempatkan sebagai faktor produksi mirip sebagai faktor produksi yang dikonstruksikan Karl Marx. Outsourcing didefinisikan sebagai model kerja yang menambahkan unsur ’pelaksana perkerjaan’ diantara relasi buruh dan modal. (www.worldpress.com). Kondisi tersebut menjadikan hubungan ketenagakerjaan semakin kabur, dan memperlemah bergaining position (posisi tawar) tenaga kerja terhadap pemilik modal.

Dalam model kerja outsourcing adanya pergeseran ruang lingkup hubungan industrial. Awalnya yang terkenal dengan istilah tripartit atau hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah (jahelani, libertus 2008:77). Dalam model outsourcing menjadi empat lingkaran hubungan yaitu pekerja, perantara atau broker (perusahaan oustsourcing), perusahaan inti (pemilik modal) dan pemerintah. Outsourcing sebagai sebuah model ketenagakerjaan baru, melalui beberapa tahapan dalam perekrutan. Ketersediaan tenaga kerja yang tinggi di pasar tenaga kerja mengakibatkan turunnya harga tenaga kerja. Menurut Marx dalam jalil, abdul (2009:45) tersedianya tentara-tentara cadangan yang banyak mengakibatkan terjadinya penindasan terhadap hak-hak tenaga kerja. Eksploitasi, PHK dan lain sebagainya diputuskan secara sepihak oleh pemilik modal.

commit to user

Hubungan industrial dalam model kerja outsourcing, menjadikan tenaga kerja tidak mempunyai kejelasan dalam hubungan, berimbas pada tidak jelasnya posisi tenaga kerja bagaimana mereka menuntut hak-haknya. tenaga kerja dituntut untuk memenuhi persyaratan dalam outsourcing, jam kerja yang padat, upah yang tidak seimbang, tidak adanya kesempatan untuk bergabung dalam organisasi buruh, karena waktu yang habis dalam kontrak kerja. Pelanggaran terhadap perjanjian akan langsung berakibat pada pemberhantian secara langsung oleh manajemen perusahaan outsourcing. Dan digantikan oleh tenaga-tenaga outsourcing lainnya sebagai tentara-tentara cadangan.

Kondisi ini membebaskan industri-industri pengguna dari kewajiban-kewajiban terhadap tenaga kerja kecuali hanya memberikan upah dari kerja buruh. Menurut Komang Priambada (2008:31), pihak pengusaha berpendapat bahwa ” Dari mana pekerja itu direkrut, bagaimana datangnya dan lain-lain adalah bukan urusan kita sebagai pemakai” . Inilah satu kondisi yang memperlihatkan bahwa pekerja adalah barang dagangan dan outsourcing tidak lain hanyalah triffiking yang dilegalkan.

Hubungan industrial dalam sistem ousourcing sebagimana yang telah disebutkan diatas sangat merugikan tenaga kerja. Penolakan dan terjadinya konflik pekerja/buruh merupakan sebuah kegagalan poduk hukum dalam menampung dan mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada mereka. Terjadilah hubungan yang tidak sehat disatu sisi pengusaha diuntungkan dan

commit to user

dilain sisi tenaga kerja dirugikan yaitu mengenai hak-hak tenaga kerja outsourcing yang dibedakan antara hak sosial dan ekonomi.

a) Hak Ekonomi tenaga Kerja Outsourcing Hak mendapat upah

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja. Upah minimum adalah hak dasar setiap pekerja yang harus dipenuhi oleh pengusaha. Namun, UU tenaga kerja memberikan sedikit ruang gerak bagi pengusaha yang tidak mampu sehingga pengusaha yang bersangkutan dapat menunda pelaksanaan upah minimum tersebut. Upah minimum wajib diberikan oleh pengusaha kepada setiap pekerja pada saat pekerja tersebut bekerja kepadanya. Setiap tahun pemerintah menetapkan upah minimum regional (UMR/UMP) yang besarnya berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya. (Jehani, Libertus :15-16)

Berdasarkan surat perjanjian untuk pengadaan tenaga pengamanan (SATPAM) antara PT. PLN (persero) APJ Surakarta dengan PT. SandhyPutraMakmur mulai tanggal 30 April 2010, sebagai berikut :

Tabel 4.3

Harga per SATPAM di PT. PLN (persero) APJ Surakarta

NO LOKASI JML

PERSONAL

HARGA PER SATPAM

1 Kantor APJ Surakarta 8 1.124.334

2 UPJ Surakarta kota 6 1.124.334

commit to user

Sumber : dokomen perjanjian kerja PT. PLN (persero) APJ Surakarta 2010 Berdasarkan pernyataan Fendi Purnomo (kasubid SATPAM) sebagai berikut :

”saya mendapatkan gaji sebagai SATPAM sebesar Rp. 875.000,00/bulan dari vendor. Berhubung saya ditunjuk menjadi koordinator saya diberikan tambahan sebesar Rp. 150.000,”

(wawancara, 02 september 2010 pukul 11.20 WIB)

Berdasarkan data di atas harga sebenarnya dari PT. PLN (persero) APJ Surakarta seperti pada tabel di atas. Kemudian vendor memberikan gaji kepada para tenaga kerja outsourcing sesuai UMK masing-masing kota. Pihak vendor sudah membuat perjanjian kerja dengan PT. PLN kemudian Pihak vendor membuat perjanjian kerja dengan para tenaga kerja outsourcing. Pihak vendor mendapatkan keuntungan dari pemotongan gaji tersebut sebagai pihak penyedia tenaga kerja. Tenaga kerja outsourcing terpaksa menerima tawaran vendor tersebut, karena membutuhkan pekerjaan dan penghasilan. Walaupun gaji yang diterima dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

4 UPJ kartasura 4 1.102.015 5 UPJ Grogol 4 1.102.015 6 UPJ Sukoharjo 4 1.102.015 7 UPJ Wonogiri 4 994.738 8 Jatisrono 5 994.738 9 Sumberlawang 5 1.036.496 10 Sragen 4 1.036.496 11 Palur 4 1.089.776 12 Karanganyar 4 1.089.776 14 Manahan 6 1.124.334

commit to user Upah Lembur

Berdasarkan Andjar Riyanto (Spv. Sekretariat) PT. PLN (persero) APJ Surakarta berikut ini: Waktu kerja lembur adalah

1. Waktu kerja yang melebihi 7 jam sehari dan 40 jam per satu minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu.

2. Waktu kerja yang melebihi 8 jam sehari dan 40 jam per satu minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

3. Waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan oleh pemerintah

Menurut Totok Santosa (Staff Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta) Perhitungan upah lembur harus mengikuti tata cara berikut :

1. Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah per jam (Upj). 2. Cara menghitung upah 1 jam adalah 1/173 x upah sebulan. Angka

1/173 merupakan angka pasti berdasarkan keputusan Menakertrans No. 102 Tahun 2004.

3. Dasar perhitungan lembur sebagai berikut :

HARI KERJA HARI LIBUR

Jam ke-1 1,5 x UpJ Jam 1 s/d

ke-8

2 x UpJ

Jam ke-2 dan seterusnya

2 x UpJ Jam ke-9 3 x UpJ

Jam ke-10 dan seterusnya

4 x UpJ

Namun demikian ada juga perusahaan outsourcing yang melanggar ketentuan tersebut, yakni menghitung upah lembur hanya dikalikan tambahan jumlah jam kerja. Jadi seandainya lembur 5 (lima) jam, perhitungannya adalah (5xUpJ), seharusnya ( 1,5xUpj) + ( 4x2xUpJ). Tentu hal ini sangat merugikan tenaga kerja.

commit to user

Hal ini sesuai dengan pernyataan Oktaria (Customer service) sebagai berikut:

”disini ada jam lembur mas, jam lembur dimanfaatkan untuk menambah penghasilan karena gaji yang saya terima masih kurang. Menghitung upah lembur itu dihitungnya setiap satu jam sekali.” (wawancara, 02 september 2010 pukul 11.20 WIB)

Gaji Oktaria per bulan yaitu = Rp. 935.000,00. Kemudian ada lembur sampai jam 21.00 WIB. Selesai jam kerja Pukul 16.00 WIB jadi lembur 5 jam. Dan perhitungannya adalah 5/173 x 935.000 = Rp. 27.024,00.

Seharusnya menurut peraturan adalah (1,5x UpJ) + (4x2xUpJ) = (1,5x1/173x935.000) + (4x2x1/173x935.000) = (8.107)+(43.237) =

Rp. 51.344,00. Bu Oktaria seharusnya mendapatkan upah lembur sebesar Rp. 51.344,00 tetapi pada kenyataannya hanya mendapatkan Rp. 27.024,00. Begitu sedikitnya jumlah upah lembur yang didapatkan oleh para tenaga kerja outsourcing, sudah mendapatkan gaji pas-pasan, jam kerja yang panjang, masih juga dipotong upah lemburnya. Tenaga kerja sangat dirugikan dengan kenyataan yang ada.

Hak Yang Berkaitan Dengan Waktu Istirahat Dan Waktu Cuti

Waktu istirahat dan cuti diatur dalam perjanjian kerja. Peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Waktu istirahat adalah jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama empat jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. Cuti tahunan

commit to user

sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja

Dokumen terkait