commit to user
i
i
PENERAPAN SISTEM
OUTSOURCING
DAN HAK-HAK
SOSIAL-EKONOMI TENAGA KERJA
OUTSOURCING
DI KOTA SURAKARTA
(Studi kasus di PT. PLN (persero) APJ Kota Surakarta)
SKRIPSI
Disusun Guna Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Administrasi
Di susun oleh :
AGUS PANCAWIBOWO
D 0106026
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
i
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diterima dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Pada hari : Selasa
Tanggal : 02 November 2010
Panitia Penguji
Ketua : Drs. Sukadi, M.Si ( )
NIP 192708201976031001
Sekretaris : Drs. Muchtar Hadi, M.Si. ( )
NIP 195303201985031002
Penguji : Drs. Agung Priyono, M.Si. ( )
NIP 195504231981031002
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Dekan
commit to user
i
iiiii
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pembimbing
Drs. Agung Priyono, M.Si.
commit to user
i
ivv
MOTTO
“Semua impian kita dapat menjadi nyata, jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya.
(Irwanti Melati )
“All our dreams can come true, if we have the courage to pursue them”
(Walt Disney)
“Fokus pada satu keinginan memungkinkan pencapaian banyak keinginan”
(Mario Teguh)
"We'll Never Walk Alone “ (Liverpool)
“Ada 3 kalimat untuk menjadi sukses : lebih tau dari orang lain, kerja lebih dari orang lain, dan berharap kurang dari orang lain. (Three sentences for getting success: know more than others, work more than others and expect less than
other)”
(William Shakesphere)
“Apapun yang pikiran anda dapat bayangkan dan dapat percaya, dapat anda capai. (Whatever your mind can conceive and can believe, it can achieve)”
commit to user
v
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya kecilku ini aku persembahkan untuk:
1. Bapak dan Ibuku, atas semua doa, kasih sayang, pengertian dan
pengorbanan yang diberikan untukku.
2. Adikku, Dwi YahyaWibowo
3. Kakakku, Elfrida Nino Aristachy dan Briant Nino Aditya
4. Keluarga besarku, atas doa dan dukungan yang diberikan sehingga
aku bisa melalui semua tantangan dalam meraih mimpiku.
5. Honeyku, Irwanti Melati, Terima kasih atas doa, dukungan, dan
kasih sayang yang kau berikan untukku.
6. Sahabatku (Khabib Sholeh, Kusuma Sakti, Antonius Awang,
Franciscus Arya, Bram Ardianto, Tri Margono, Nasichun Aviv
Aluwi, Shan Anul Hasani, Danar Aditya Sahar, dan Ari Mukti).
Terimakasih atas persahabatan yang tulus yang kalian berikan
untukku.
7. Teman-teman Low Profile dan Kos Sumadi.
8. Teman-teman Administrasi Negara angkatan 2006. Semoga
commit to user
v
vii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur atas rahmad dan karunia illahi Robbi, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penerapan Sistem Outsourcing Dan
Hak-Hak Sosial Ekonomi Tenaga Kerja Outsourcing (Studi Kasus Di PT PLN (Persero) APJ Surakarta). Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi di di Program Studi Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, maka pada kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan khusus kepada:
1. Drs. Agung Priyono, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis selama ini.
2. Bapak Andjar Riyanto (Spv. Sekretariat) PT PLN (Persero) APJ Surakarta, Bapak Agus Supriyadi dan Ronny Hermawan perwakilan PT. Mulyo Agung Solo dan PT. Sandhy Putra Makmur, yang memberikan informasi dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Sudarto, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi, Drs. Supriyadi SN., SU. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, Drs. Sukadi, M.Si selaku pembimbing akademik, Papa dan Mama, Irwanti Melati dan Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang menuju kearah perbaikan skripsi ini akan penulis perhatikan. Sebagai kata penutup, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan Program Studi Ilmu Administrasi Negara, serta bagi pihak-pihak yang memerlukannya
Surakarta, Oktober 2010
commit to user
A. Latar Belakang Masalah……….…....………..
commit to user
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi PT PLN (Persero) APJ Surakarta…….…...
B. Deskripsi Vendor...
C. Penerapan sistem outsourcing di PT. PLN (persero)
APJ Surakarta...
D. Kesesuaian kapasitas kemampuan tenaga kerja outsourcing
yang dinginkan PT. PLN (persero) APJ Surakarta
kepada perusahaan penyedia tenaga kerja...
E. kondisi dan pemenuhan hak-hak sosial ekonomi tenaga
kerja outsourcing antara pihak penyedia dengan (Persero)
commit to user
i
ixx
APJ Surakarta……….
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……….
B. Saran ..……….………
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
95
107
commit to user
x
x
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Tabel Halaman
1.1 Penduduk usia angkatan kerja menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin di kota surakarta tahun 2008………. 3
1.2 Penduduk bekerja menurut jenis pekerjaan dan jenis kelamin
kota surakarta tahun 2008………... 3
2.1 Perbedaan pokok antara kontrak jasa dengan outsourcing... 32
2.2 Jenis pekerjaan yang inti (core bisnis) dengan penunjang
PT. PLN... 40
4.1 Jenis pekerjaan outsourcing di PT. PLN (persero) APJ
Surakarta ... 85
4.2 Jenis pekerjaan kategori outsourcing... 86
4.3 Harga SATPAM antara PT. Sandhy PutraMakmur dengan
commit to user
x
xii
DAFTAR GAMBAR
Tabel Judul Gambar Halaman
2.1 Konsep tenaga kerja kontrak ... 26
2.2 Konsep outsourcing... 31
2.3 Kerangka berpikir Penerapan sistem dan hak-hak
social-ekonomi tenaga kerja outsourcing di PT PLN (Persero) APJ
Surakarta ...…….. 53
4.1 Struktur organisasi PT. Sandhy Putra Makmur …………...… 83
4.2 Struktur organisasi PT. Mulyo Agung Solo……...………. 84
4.3 Gambaran kesesuaian kapasitas tenaga kerja outsourcing
commit to user
x
xiiii
ABSTRAK
AGUS PANCAWIBOWO. D0106026. PENERAPAN SISTEM OUTSOURCING DAN HAK-HAK SOSIAL-EKONOMI TENAGA KERJA OUTSOURCING DI KOTA SURAKARTA (Studi kasus di PT. PLN (persero) APJ Surakarta). Skripsi. Program Studi Administrasi Negara. Jurusan Ilmu Administrasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2010. 119 Hal.
Penulisan penelitian yang berjudul Penerapan sistem outsourcing dan hak-hak tenaga kerja outsourcing di kota Surakarta (studi kasus di PT. PLN (persero) APJ Surakarta) yang bertujuan untuk mengetahui proses implementasi outsourcing, penyimpangan penggunaan tenaga kerja outsourcing dan mengetahui hak-hak sosial-ekonomi tenaga kerja outsourcing dari peraturan ketenagakerjaan dan keputusan direksi PLN pada tenaga kerja di PT. PLN (persero) APJ Surakarta.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif studi kasus. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan narasumber, fakta-fakta yang ditemukan di lokasi penelitian, dan arsip/ dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Teknik penarikan sampel menggunakan purposive sampling dan snowball sampling. Purposive sampling digunakan ketika peneliti menetapkan narasumber yaitu tenaga kerja outsourcing PT PLN (Persero) APJ Surakarta. Snowball sampling digunakan untuk menentukan siapa narasumber selanjutnya yang mengetahui permasalahan penelitian setelah tenaga kerja outsourcing PT PLN (Persero) APJ Surakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode trianggulasi data. Analisis data pada penelitian ini dengan menggunakan model analisis interaktif.
commit to user
x
xiiiiii
ABSTRACT
AGUS PANCAWIBOWO. D0106026. THE IMPLEMENTATION OF OUTSOURCING SYSTEM AND SOSIAL ECONOMIC RIGHTS OF OUTSOURCING LABOUR IN SURAKARTA CITY ( A Study Case at PT.PLN (Persero) APJ Surakarta). Thesis. State Administrative Departement. Departement of Administrative Science. Sosial and Political Science Faculty. Sebelas Maret University. Surakarta. 2010. Page 116.
Writing the research, entitled the implementation of outsourcing system and social economic rights outsourcing labour in the city of Surakarta (A Study Case at PT.PLN (Persero) APJ Surakarta) which aims to determine the implementation of outsourcing process, the diversion in the use of labour outsourcing and to know the social economic rights of outsourcing labour from the rule of labour and PT. PLN decisionin PT. PLN Persero APJ Surakarta.
The research methodology used in this research is study case qualitative descriptive research method. Sources of data in this study obtained by interviews with resources person the facts found in the research location and archives/ documents related to research. The sampling technique uses a purposive sampling and snowball sampling. Purposive sampling is used when researcber establish resources person, that is, outsourcing labour at PT. PLN Persero APJ Surakarta. Snowball sampling Is used to determine who the next resource person who knows the problematica of the research after outsourcing labour PT PLN ( Persero) APJ Surakarta. Techniques Collecting data used in this study is interview, observation and documents review. The validity of the data used in this research is triangulation data method. Analysis of the data in this study uses an interactive model.
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Ditengah derasnya arus persaingan bisnis, para pengusaha diharuskan
untuk meraih keunggulan kompetitif untuk dapat bertahan dalam dunia usaha.
Berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi
perusahaan, salah satunya dengan mengurangi jumlah sumber daya manusia yang
ada. Dalam perampingan sumber daya manusia yang ada, perusahaan umumnya
memlilih untuk merekrut para pekerja melalui Outsourcing Dan Kerja Kontrak,
disamping melakukan enrichment job pada pegawai tetap yang ada. Hal ini dinilai
lebih efisien, terutama dalam konteks biaya Sumber Daya Manusia perusahaan.
Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian
beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia
jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi
serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak. Dalam hukum ketenagakerjaan
di Indonesia (Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan) , outsourcing diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan
penyediaan jasa tenaga kerja.
Outsourcing tidak dapat dipandang secara jangka pendek saja, dengan
menggunakan outsourcing perusahaan pasti akan mengeluarkan dana lebih
sebagai management fee perusahaan outsourcing. Outsourcing harus dipandang
commit to user
bidang tenaga kerja, organisasi, benefit dan lainnya. Perusahaan dapat fokus pada
kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi dalam pasar,
dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat penunjang (supporting) dialihkan
kepada pihak lain yang lebih profesional.
Wacana mengenai outsourcing di Indonesia, bukan merupakan hal yang
baru dalam perusahaan, khususnya dalam hal Hubungan Industrial. Hampir setiap
tanggal 1 Mei (Mayday), yaitu saat hari Buruh, hampir semua organisasi
masyarakat maupun serikat pekerja menolak hal tersebut karena dinilai tidak
manusiawi dan hanya menyengsarakan para tenaga kerja. Selain itu, sistem kerja
tersebut dinilai merugikan para pekerja karena tidak memberikan jaminan dalam
bentuk apapun selama mereka bekerja.
Berbicara mengenai Hubungan Industrial, tidak terlepas adanya tripartit,
yaitu: pekerja, pengusaha dan pemerintah. Dalam hal outsourcing ini, nampaknya
belum ada garis tengah antara pengusaha dan pekerja yang ditengahi oleh
pemerintah. Pemerintah hendaknya memberikan definisi yang jelas untuk sistem
alih daya (outsourcing) yang ada pada Undang-undang No.13/2003 tentang
Ketenagakerjaan, untuk mengatur penerapan sistem penggunaan tenaga kerja itu
oleh perusahaan, karena dalam pasal 59 dan 64 belum diterangkan secara jelas,
bagaimana mekanisme sistem kerja kontrak dan outsourcing, sehingga banyak
terjadi kesalahpahaman konsep antara keduanya.
Sebagaimana diketahui tingkat pengangguran di indonesia cukup tinggi,
sebesar 9,43 juta orang atau 8,46% pada bulan februari 2008 (Biro Pusat Statistik,
commit to user
nasional (SAKERNAS) tahun 2008 jumlah penduduk kota Surakarta yang berusia
15 tahun keatas tercatat 418.201 orang. Total terdiri dari 201.809 pnduduk
laki-laki dan 216.392 orang penduduk perempuan. Untuk tingkat pengangguran di kota
surakarta tahun 2008 mencapai 9,57% (BPS kota surakarta 2008), mengakibatkan
daya tawar tenaga kerja yang rendah. Berdasarkan tabel 1.1 dibawah jumlah
pengangguran di kota Surakarta tahun 2008 mencapai 26.574 orang. Dimana dari
26.574 penganggur, 67,49% adalah penganggur laki-laki dan 32,51% adalah
penganggur perempuan.
Tabel 1.1
Penduduk usia angkatan kerja menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin di
kota Surakarta tahun 2008
Jenis kegiatan Jenis kelamin jumlah
Laki-laki Perempuan
1 2 3 4
Bekerja 140.622 110.479 251.101
56,00% 44,00% 100%
Pengangguran 17.934 8.640 26.574
67,49% 32,51% 100%
Angkatan kerja
158.556 119.119 277.675
57,10% 42,90% 100%
Sumber : data disosnakertrans
Tabel 1.2
Penduduk Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Dan Jenis Kelamin di Kota
commit to user
Golongan pokok jabatan Pencari kerja Lowongan pekerjaan
Laki-sumber : Dinsosnakertrans tahun 2008
Para penganggur ini terpaksa menerima tawaran pemberi kerja (vendor)
meskipun tidak sesuai dengan persyaratan yang seharusnya. Dalam hal ini
pertimbangan moral para agen memainkan peran yang penting sehubungan
dengan pengelolaan tenaga kerja. Menghadapi perilaku agen yang tidak
bertanggung jawab, tenaga kerja tidak berdaya. mereka tidak mampu
memperbaiki posisinya sendiri, terpaksa mengalami berbagai hal yang tidak
menyenangkan. Realitas yang terjadi, banyak agen yang tidak membayar gaji
commit to user
menguntungkan tenaga kerja, tidak memberikan jaminan masa depan,
perlindungan kerja yang kurang, dan lain-lain.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menjadi
dasar hukum bagi perusahaan penyedia tenaga kerja maupun perusahaan
pengguna jasa tenaga kerja outsourcing. PT. PLN (persero) APJ Surakarta
mempunyai kebijakan yang mengatur mengenai outsourcing, dengan peraturan
direksi PLN No. 305.K/DIR/2010 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa.
Jenis pekerjaan yang di outsourcing di PT. PLN (persero) APJ Surakarta
antara lain : SATPAM, kurir, cleaning service, customer service operator,
operator telepon, pengelolaan data dan pengelolaan jaringan, staff administrasi,
sekretaris, pemasangan jaringan dan tower. Pihak perusahaan penyedia tenaga
kerja/vendor memiliki tenaga kerja yang sudah berkompeten dibidangnya
masing-masing kemudian disalurkan kepada perusahaan pengguna jasa tenaga kerja
outsourcing.
Masalah konsep outsourcing seharusnya harus dipahami secara mendalam
baik dari perusahaan penyedia maupun perusahaan pengguna (PT. PLN). Pada
kenyataannya PT. PLN kurang memahami konsep dasar dari outsourcing itu
sendiri. Antara jenis pekerjaan kontrak dengan outsourcing masih agak rancu
pemahamannya. Sehingga banyak jenis pekerjaan yang sebenarnya masuk dalam
kategori kontrak ternyata dimasukkan kedalam kategori outsourcing. Seperti
misalnya, cleaning service, pemasangan jaringan listrik, pemasangan tower, dan
perawatan taman. Padahal jenis pekerjaan tersebut masuk kategori kerja kontrak,
commit to user
Selain mengenai konsep outsourcing dengan kerja kontrak, terdapat
penyimpangan-penyimpangan lainnya seperti, sistem outsourcing diatur dalam
peraturan pengadaan barang dan jasa. Peraturan direksi No. 305.K/DIR/2010
tentang pedoman pengadaan barang dan jasa. Hal ini berati manusia/tenaga kerja
outsourcing disamakan seperti barang/jasa. Tenaga kerja hanya diambil jasanya,
tanpa mempedulikan nasib kesejahteraan, kesehatan, dan hak-hak lainnya.
Tenaga kerja outsourcing statusnya adalah milik vendor sehingga urusan
gaji/hak-hak tenaga kerja menjadi urusan vendor. Di sini kebanyakan terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh vendor dengan memberikan
gaji yang sangat rendah/ bahkan dipotong/tidak sesuai dengan surat perjanjian
kerja. Upah yang dipotong Sebuah perusahaan yang memiliki usaha di bidang
penyedia tenaga kerja, tentu saja akan berfikir soal keuntungan. Keuntungan yang
diterima dari perusahaan semacam ini sumbernya apa lagi kalau bukan dalam
bentuk komisi. Sumber dari komisi inilah yang berasal dari pemotongan upah
yang seharusnya diterima penuh oleh tenaga kerja.
Dalam banyak kasus tenaga kerja yang dioutsourcing, biasanya jam kerja
mereka lebih panjang yaitu dengan cara kerja lembur. Alasan mereka sangat
sederhana, ingin mendapatkan jumlah upah yang lebih baik dan mereka tahu
upahnya pasti dipotong. Bisa dibayangkan, betapa beratnya volume dan beban
kerja yang mereka lakukan sementara imbalannya tidak diterima secara utuh
akibat pemotongan upah tadi. Di sinilah bentuk ekploitasi terhadap pekerja terjadi.
commit to user
memberikan sejumlah kompensasi kepada tenaga kerja yang bersangkutan kendati
ia telah bekerja dan mengabdi untuk waktu yang cukup lama.
Hal tersebut terjadi karena Pengusaha merasa bahwa tenaga kerja yang
bersangkutan adalah bukan pekerjanya karena tidak ada ikatan apapun selain
dalam bentuk kontrak kerja. Lebih celaka lagi, manakala tenaga kerja yang
bersangkutan dikembalikan ke Perusahaan penyedia (vendor) dan ternyata tidak
ada tempat baginya untuk dipekerjakan di tempat lain, maka nasibnya akan
menjadi semakin tidak jelas dan sudah pasti akan berujung pada PHK. Ini berarti
pula bahwa dalam sistem outsourcing tidak memberikan kepastian terhadap
kelangsungan kerja dalam waktu yang lama serta terhadap masa depan tenaga
kerja. Tenaga kerja jangan berharap akan dapat menikmati masa pensiun dengan
sejumlah uang pensiun sebagai hasil kerjanya selama bertahun-tahun.
Para tenaga kerja outsourcing tidak mempunyai perlindungan yang
memadai karena perjanjian kerja antara outsourcer dengan outsourcee atau agen
tidak tetap. Akibatnya tenaga kerja juga tidak bisa menjadi tenaga kerja tetap
meski sudah beberapa tahun bekerja. itulah alasannya, sehingga muncul dua
tuntutan yang kuat dari para tenaga kerja pada waktu memperingati hari buruh
internasional, 1 Mei 2010 yang lalu, yakni (1) hapuskan sistem kontrak, dan (2)
tolak outsourcing.
Survey pada beberapa tenaga kerja outsourcing menunjukkan bahwa gaji
mereka banyak yang dipotong karena sebagian masuk keperusahaan agen.
sebagai contoh, seorang customer service disebuah di PT. PLN (persero) APJ
commit to user
diinformasikan sebelumnya yakni Rp. 1.800.000,00/bulan, karena sisanya masuk
perusahaan agen. Hal ini masih lebih baik karena kontrak bersifat terbuka, bagian
agen dan karyawan jelas jumlahnya. kenyataan karyawan di agen lain lebih
mempihatinkan. Kontrak tidak terbuka, karyawan hanya tahu diberi upah sekitar
UMR/UMK ditambah sedikit uang jabatan, tanpa jamsostek, dan dokumen
kontrak hanya disimpan agen. UMK kota surakarta tahun 2010 sebesar Rp.
785.000,00.
Tenaga kerja outsourcing merupakan pihak yang paling dirugikan dalam
suatu perjanjian kerja, karena apabila terjadi pemutusan hubungan kerja oleh
perusahaan, maka tenaga kerja outsourcing tidak mendapatkan hak-hak normatif
sebagaimana layaknya tenaga kerja, walaupun masa kerja sudah bertahun-tahun.
Masa kerja buruh outsourcing tidak merupakan faktor penentu, karena tiap tahun
kontrak kerjasama dapat diperbarui, sehingga masa pengabdian dimulai lagi dari
awal saat terjadi kesepakatan kontrak kerja antara perusahaan dengan pekerja.
Dengan adanya perusahaan yang melakukan sistem outsourcing
menciptakan ketidakpastian kerja, apalagi peningkatan karir. tenaga kerja
outsourcing juga kehilangan kesempatan berserikat, karena baik secara terbuka
maupun terselubung, perusahaan pengerah maupun pengguna tenaga kerja
melarang mereka untuk berserikat dengan resiko kehilangan pekerjaan. Adanya
outsourcing ini membuat posisi tawar tenaga kerja semakin lemah karena tidak
ada kepastian kerja, kepastian upah, jaminan sosial, jaminan kesehatan, pesangon
jika di PHK, dan tunjangan-tunjangan kesejahteraan lain. Hal ini akan memberi
commit to user
menambah atau mengurangi kesempatan kerja pada calon tenaga kerja melalui
kerjasamanya dengan para agen.
Masalah saat ini adalah outsourcing diterapkan menyimpang dari praktek
outsourcing yang sesungguhnya. Dalam hal ini satu perusahaan penyedia tenaga
kerja menjadi pemasok bagi perusahaan lain sebagai pengguna tenaga kerja. Tidak
hanya itu saja outsourcing yang semula untuk melakukan pekerjaan yang tidak
masuk dalam kategori kegiatan inti perusahaan (core activity) saat ini justru ada
yang menggunakan tenaga kerja outsourcing untuk melakukan pekerjaan inti.
Akibat dari praktek ini tenaga kerja menjadi tidak jelas hak-haknya, termasuk
mengenai pengupahan, hak berserikat, hak atas jaminan pekerjaan, hak atas
juminan social, dan sebagainya.
Di samping itu saat ini Indonesia belum siap untuk menerapkan
outsourcing dikarenakan kondisi pasar kerja yang masih tidak berpihak pada
tenaga kerja. Dari sisi hukum permintaan dan penawaran tenaga kerja jelas bahwa
posisi tawar tenaga kerja sangat lemah sehingga apabila outsourcing diterapkan
maka pemerintah harusnya menetapkan instrument hukum yang jelas untuk
membatasi dan mengawasi praktek outsourcing sehingga tidak mengarah pada
perdagangan tenaga kerja/human trafficking in person for labor dan perbudakan
gaya baru. Dalam pelaksanaannya, sistem outsourcing sering kali terjadi
perselisihan, terutama antara pengusaha dan pekerja. tenaga kerja outsourcing
merasa ada hak-haknya yang tidak dipenuhi, sedangkan pengusaha merasa telah
commit to user B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang hendak dikaji sebagai berikut :
1. Bagaimana proses penerapan outsourcing PT. PLN (persero) APJ kota
surakarta?
2. Bagaimana kesesuaian kapasitas kemampuan tenaga kerja outsourcing
dengan yang diharapkan oleh perusahaan pengguna tenaga kerja?
3. Bagaimana kondisi tenaga kerja outsourcing yang bekerja di PT. PLN
(persero) APJ kota surakarta, dan apakah hak-hak social-ekonomi
terpenuhi?
C. Tujuan Penelitian
Bertolak dari rumusan masalah diatas, maka penelitian ini dilakukan
guna mencapai tujuan berupa:
1. Tujuan Operasional
~ Untuk mengetahui proses penerapan outsourcing PT. PLN (persero)
APJ kota surakarta.
~ Untuk mengetahui kesesuaian kapasitas kemampuan tenaga kerja
outsourcing dengan yang diharapkan oleh perusahaan pengguna
tenaga kerja
~ Untuk mengetahui kondisi dan pemenuhan hak-hak sosial-ekonomi
commit to user 2. Tujuan Individu
Untuk memenuhi salah satu persyaratan akademis guna memperoleh gelar
kesarjanaan Strata 1 di Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi perusahaan yang melakukan outsourcing, diharapkan dapat
menggunakan pengetahuan dan pemahaman tentang manfaat dan resiko
outsourcing tersebut untuk memperbaiki atau merubah kerjasama yang
dijalankan dengan agen.
2. Bagi perusahaan penerima kerja (agen), diharapkan dapat digunakan untuk
mengembangkan usahanya dan memantabkan eksistensinya tanpa harus
merugikan pihak lain.
3. Bagi masyarakat luas, pengetahuan dan pemahaman tentang manfaat dan
resiko outsourcing bisa digunakan untuk mempersiapkan diri jika mereka
akan masuk kedunia kerja atau memilih bidang usaha.
4. Bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan, informasi dan pemahaman
konsep outsourcing tersebut bisa digunakan sebagai landasan dalam
membuat kebijakan yang berhubungan dengan kerjasama antar perusahaan
dan perlindungan terhadap masalah ketenagakerjaan yang terkait.
5. Didang keilmuan, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai acuan dalam
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
Unsur penelitian yang paling besar peranannya adalah teori, dengan
teori peneliti mencoba menerangkan fenomena sosial yang menjadi pusat
perhatiannya. Kerlinger dalam Sugiyono (2008:52) menjelaskan teori adalah
serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi, dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep. Teori perlu disusun secara sistematis.
Dibawah ini, penulis menguraikan beberapa konsep/teori yang dapat
mendukung dan menjelaskan arahan penelitian ini, yang dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu:
1) Implementasi kebijakan
2) Konsep outsourcing
commit to user 1) Implementasi Kebijakan
a) implementasi
Dalam Kamus Webster, implementasi diartikan sebagai to provide the
means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to
give practical effect to (menimbulkan dampak/ akibat terhadap sesuatu) (Joko
Widodo, 2008:86). Implementasi adalah satu proses yang terarah dan
terkoordinasi, melibatkan banyak sumber daya yang ada dalam organisasi.
Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab, Solichin Abdul (2004:81)
menjelaskan makna implementasi sebagai berikut:
“Mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan/ legislasi kebijakan publik, baik
itu menyangkut usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa.”
Wahab, Solichin Abdul menegaskan bahwa secara garis besar fungsi
dari implementasi adalah untuk membentuk suatu hubungan yang
memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan diwujudkan
sebagai “outcome” (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan (2004: 81).
Kebijakan yang umumnya masih abstrak berupa pernyataan-pernyataan umum
commit to user
program-program yang lebih operasional yang kesemuanya dimaksudkan
untuk mewujudkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran yang telah
dinyatakan dalam kebijakan tersebut.
Joko Widodo (2008: 88) mendefinisikan implementasi adalah suatu
proses yang melibatkan sejumlah sumber yang termasuk manusia, dana, dan
kemampuan organisasional yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta
(individual atau kelompok). Proses ini dilakukan guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya
Dari definisi diatas juga dapat disimpulkan bahwa implementasi
adalah penerapan atau pelaksanaan dari suatu rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya atau tindakan yang nyata dari rencana yang telah ditetapkan.selain
definisi implementasi hal yang perlu mendapat perhatian adalah bilamana
implementasi dinilai berhasil. Terhadap keberhasilan implementasipun tidak
ada ceriteria yang berlaku mutlak dan umum, sebab pada situasi dan kondisi
tertentu dan kemungkinan tidak berlaku.
b) Kebijakan
Harold D.Laswel dan Abaham Kaplan ( dalam Wahab, Solichin
Abdul, 2004:3) memberi arti kebijakan sebagai berikut :
” a projected program of goals, values and practices ”
( ”suatu program pencapaian tujuan, nilai- nilai dan praktek yang terarah ”)
Asmara Rasataya mengemukakan kebijakan sebagai suatu taktik dan
commit to user c) Implementasi kebijakan
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan adalah serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh seseorang
atau sekelompok orang yang mempunyai tujuan tertentu untuk memecahkan
suatu masalah tertentu.
d) Teori Implementasi Kebijakan
1)Teori George C.Edwards III (1980)
Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi
oleh empat variabel, yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi, struktur
birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama
lain.
1. Komunikasi
Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementator
mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan
sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target
group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan
dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama
sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi
commit to user
Faktor Penentu Implementasi menurut Edward III Komunikasi
Sumberdaya
Implementasi
Disposisi
Struktur Birokrasi
Sumber : Edwards III, 1980: 148 dalam Indiahono,D (2009:33)
2. Sumber daya
Apabila isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konstiten,
dan implementator kekurangan sumber daya untuk melaksanakan
makan implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya bisa
berwujud SDM, yakni kompetensi implentator, dan sumber daya
finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi
kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggl di
kertas menjadi dokumen saja.
3. Disposisi
Dispososi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki leh kompetitor
commit to user
memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan
kbijakan dengan baik seperti apa yang yang diinginkan oleh pembuat
kebijakan. Ketika implementor mrmiliki sikap atau perspektif yang
berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi
kebijakan juga menjadi tidak efektif.
4. Struktur birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadp implementasi kebijakan.
Salah satu dari aspek struktur yang terpenting dari setiap organisasi
adalah adanya prosedur operasi yang standar (SOP). SOP menjadi
pedoman penting bagi setiap implementator untuk bertindak. Struktur
organisasi yang terlalu panjang akan cenderung memperlemah
pengawasan dan menimbulkan red-tape yakni prosedur birokrasi yang
rumit dan kompleks. Ini menyebabkan aktivitas organisasi tidak
fleksibel.
2)Teori Merilee S. Grindle (1980)
Keberhasilan implementasi menurut Grindle dalam Indiahono,D
(2009:31) dipengaruhi oleh dua variabel besar yakni :
1. Variabel isi kebijakan
a)Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam
isi kebijakan
commit to user
c)Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah
kebijakan
d)Apakah letak sebuah program sudah tepat
e)Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan
implemntatornya dengan rinci
f) Apakah sebuah program didukung sumberdaya yang
memadai
2. Variabel lingkungan implementasi
a)Sebarapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang
dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi
kebijakan
b)Krakter institusi dan rezim yang sedang berkuasa
c)Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
Implementasi sebagai Proses Politik dan Administrasi
Tujuan yang
Tujuan Kebijakan Implementasi Kebijakan dipengaruhi
oleh :
a. Isi Kebijakan
1. Kepentingan kelompok sasaran 2. Tipe manfaat
3. Kepatuhan dan daya tanggaap
commit to user
3) Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975)
Model implementasi kebijakan menurut van Meter dan Van Horn dalam Indiahono,D (2009:40)
Disposisi implementor adalah mencakup 3 hal yang penting yakni
a) Respon implementor terhadap kebijakan yang akan
mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan
b) Kognisi yakni pemahamannya terhadap kebijakan
c) Intensitas disposisi implementor yakni preferensi nilai yang
dimiliki oleh implementor Ukuran dan tujuan
kebijakan
Komunikasi antar organisasi dankegiatan pelaksanaann
Sumber daya
Karakteristik badan
pelaksana Disposisi pelaksana
Lingkungan ekonomi social politik
commit to user
4) Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)
variabel-variabel yang mempengaruhi proses implementasi
Sumber : dalam Wahab, Solichin Abdul, 2004:81 Mudah atau tidaknya masalah dikendalikan :
Tahap-tahap dalam proses implementasi (VARIABEL TERGANTUNG)
Output kebijakan kepatuhan terhadap dampak nyata dampak output perbaikan
Dari badan-badan kelompok sasaran output kebijakan kebijakan sebagaiana mendasar Variable diluar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses implementasi :
1. Kondisi sosio ekonomi dan teknologi 2. Dukungan public
3. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok pemilih 4. Dukungan dari pejabat atasan 5. Komitmen dan keterampilan
kepemimpinan pejabat-pejabat Kemampuan kebijaksanaan untuk
menstrukturkan proses implementasi :
1. Kejelasan dan konstitensi tujuan 2. Digunakannya teori kausal yang memadai 3. Ketepatan alokasi sumber daya 4. Keterpaduan hireakidalam dan antara
lembaga pelaksana
5. Aturan-aturan keputusan dan badan pelaksana
commit to user 2) Konsep Outsourcing
a) Definisi Konsep
1. Perusahaan Pengguna (user)
Adalah perusahaan yang memiliki pekerjaan dan memerlukan jasa
perusahaan lain untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya.
2. Perusahaan Pemborong
Adalah perusahaan yang mengerjakan pekerjaan perusahaan lain.
Dalam menjalankan kegiatannya, perusahaan pemborong memiliki
hubungan kerja dengan pekerja, sedangkan hubungan antara
perusahaan pengguna dan pemborong hanyalah terkait dengan
pekerjaan yang diborongkan tersebut.
3. Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja
Adalah perusahaan yang menyediakan pekerja untuk bekerja pada
perusahaan pengguna.diperusahaan penyedia tenaga kerja, tenaga
kerja menjalankan tugas-tugas yang diberikan perusahaan
pengguna, sedangkan system pembayaran upah dilakukan oleh
perusahaan pemberi kerja kepada perusahaan penyedia tenaga
kerja, lalu perusahaan penyedia membayar upah kepada para
tenaga kerja.
4. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk
commit to user (dalam Nurachmad ST, Much 2009:13)
5. Outsourcing pekerjaan yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan
(perusahaan pemborong)
6. Outsourcing pekerja tidak dapat diterapkan perjanjian
pemborongan kerja karena yang dialihkan adalah tugas tenaga
kerjanya. Maksudnya, bagian fungsi-fungsi tersebut dari
perusahaan dikerjakan oleh pekerja dari luar perusahaan, dimana
pekerja tersebut terikat hubungan dengan perusahaan outsourcing
yang kegiatan usahanya adalah menyediakan jasa tenaa kerja.
(biasanya meliputi cleaning service, tenaga keamanan)
7. Tenaga kerja outsourcing adalah tenaga kerja yang dimanfaatkan
oleh perusahaan untuk memproduksi atau melaksanakan suatu
pekerjaan pada perusahaan tersebut, yang diperoleh melalui
perusahaan penyedia tenaga kerja. Misalnya seorang tenaga kerja
yang bernama A melamar kepada perusahaan outsourcing
perusahaan X. Kemudian dari perusahaan X ia dikirimkan ke
perusahaan Y, yaitu perusahaan pengguna tenaga kerja outsourcing
untuk bekerja sebagai tenaga administrasi. Meskipun ia bekerja di
perusahaan dan melaksanakan tugas untuk perusahaan Y, A tetap
berstatus sebagai tenaga kerja perusahaan X. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa perusahaan Y tidak mempunyai hubungan
commit to user
padanya, hubungannya hanya melalui perusahaan penyedia tenaga
kerja outsourcing.
b) Kerja Permanen atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT)
Kerja permanen adalah hubungan kerja yang tidak ditetapkan jangka
waktunya. Menurut Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003, hubungan kerja terjadi
karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh, dari
redaksi pasal ini dapat diambil pengertian, pertama unsur utama pembentuk
hubungan kerja adalah perjanjian kerja atau dengan kata lain syarat agar dapat
dikatakan adanya hubungan kerja adalah adanya perjanjian kerja. Dengan
demikian untuk mengetahui pola hubungan kerja yang ada harusnya merujuk
pada perjanjian kerja, termasuk mengenai jangka waktu perjanjian. Pasal 56
ayat (1) UUK menyebutkan bahwa Perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu
tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Membaca Pasal ini saja akan
menimbulkan penafsiran bahwa ada kebebasan para pihak untuk membuat
perjanjian kerja apakah berupa PKWTT atau PKWT, padahal sesungguhnya
tidaklah demikian oleh karena dalam pasal-pasal berikutnya dapat ditemukan
bahwa ternyata ada kondisi dan syarat yang ditentukan agar suatu hubungan
kerja dapat dilakukansecara permanen maupun berjangka waktu. Hubungan
kerja permanen dilakukan apabila:
§ Pekerjaan yang sifatnya terus menerus dan tidak terputus-putus;
commit to user
§ Pekerjaan itu merupakan bagian dari suatu proses produksi dalamsatu
perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.
Sedangkan pekerjaan yang bukan musiman adalah
§ Pekerjaan yang tidak tergantung cuaca atau suatu kondisi
tertentu.(Penjelasan Pasal 59 ayat (2) UU 13 TAhun 2003).
§ Selain itu PKWTT juga dapat terjadi apabila dalam suatu hubungan
kerja tidakmencantumkan jangka waktu dalam PKWT maka secara
otomatis hubungan kerja itu menjadi PKWTT.
§ Dalam Pasal 57 ayat (2) yang menyatakan bahwa:
“perjanjian kerja untuk waktu tertentu (istilah UU adalah PKWT) yang
dibuat tidak tertulis dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu
tidak tertentu.”
c) Tenaga kerja Kontrak
Definisi Contracting/kontrak dalam Indrajit, R.E dan Djokopranoto, R
(2006:35) adalah bentuk penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga
yang paling sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama. Biasanya ini
menyangkut kegiatan yang sederhana atau jenis layanan tingkat rendah,
seperti pembersihan kantor, pemeliharaan rumput, dan halaman/kebun. Selain
bersifat sederhana dapat juga yang sifatnya dapat dihitung volume
pekerjaannya. Langkah ini adalah langkah jangka pendek, hanya mempunyai
arti taktis. Langkah ini juga bukan merupakan bagian dari strategi perusahaan
commit to user
karena sifat pekerjaan yang sangat sederhana maka pemilihan pemberi jasa
bukan merupakan masalah serius, dengan latihan sebentar dapat melakukan
pekerjaan tersebut.
Pekerjaan kontrak adalah hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja
untuk melakukan pekerjaan tertentu dan dalam waktu tertentu. Mengapa
dikatakan demikian oleh karena dalam hubungan kerja ini jenis pekerjaan dan
jangka waktu pekerjaan memang telah ditentukan secara khusus dalam UU.
Jenis pekerjaan yang dapat di PKWT menurut Pasal 59 ayat (1) ditentukan
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu, yaitu yang dalam hal ini ditentukan yaitu:
a) Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b) Pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c) Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Selain itu dalam Penjelasan Pasal 59 ayat (2) menyebutkan bahwa suatu
pekerjaan yang dikategorikan sebagai pekerjaan yang bersifat tetap (pekerjaan
yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan
bagian dari suatu proses produksi) dapat masuk dalam kategori pekerjaan
musiman apabila tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena
adanya suatu kondisi tertentu sehingga dapat menjadi objek PKWT. Ketentuan
commit to user
dengan Pasal 56 ayat (2) yang menentukan bahwa PKWT adalah Perjanjian
kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas :
a) Jangka waktu; atau
b) Selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Kekaburan yang timbul adalah bahwa dari pasal 56 ayat (2) PKWT dapat
dibuat berdasarkan jangka waktu ataupun berdasarkan pada selesainya
pekerjaan itu. Jika PKWT dapat dibuat berdasarkan jangka waktu maka yang
kemudian terjadi adalah PKWT diterapkan pada jenis pekerjaan yang bukan
dikategorikan dalam Pasal 59 ayat (1) dan (2) di atas, akibatnya di lapangan
dapat ditemukan adanya praktek PKWT yang menyimpang di mana pekerja
dengan status pekerja kontrak juga melakukan pekerjaan-pekerjaan yang biasa
dilakukan oleh para pekerja/buruh dengan status PKWTT/permanen.
Secara singkat gambaran konsep tenaga kerja kontrak sebagai berikut :
commit to user
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja kontrak
merupakan tenaga kerja yang statusnya bekerja untuk vendor dan oleh vendor
dipekerjakan di perusahaan pengguna ( PT. PLN) sebagai cleaning service,
yang sebelumnya sudah terjadi kesepakatan antara perusahaan pengguna
dengan vendor mengenai volume pekerjaan dan kesepakatan harga. Dan
masalah gaji/jumlah tenaga kerja menjadi tanggung jawab vendor.
d) Outsourcing
Istilah outsourcing berasal dari kata ”out” dan ”source” yang berarti
sumber dari luar (pihak ketiga) untuk bertanggung jawab terhadap proses atau
jasa yang sebelumnya dilakukan oleh perusahaan. Bisa juga didefinisikan
sebagai membeli barang atau jasa yang sebelumnya disediakan secara internal
(Swink, 1999; Smith et al, 1996; Lankford and Parsa, 1999; Elmuti and
kathwala,2000; dalam Franceschini et al.,2003).
Outsourcing dalam Indrajit, R.E dan Djokopranoto, R (2006:35) adalah
penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga dengan tujuan untuk
mendapatkan kinerja perusahaan yang professional dan berkelas dunia. Oleh
karena itu, pemilihan pemberi jasa merupakan hal yang sangat vital.
Diperlukan pemberi jasa yang menspesialisasikan dirinya pada jenis pekerjaan
atau aktivitas yang akan diserahkan. Dengan demikian diharapkan bahwa
kompetensi utamanya juga berada dijenis pekerjaan tersebut. Disertai
pengendalian yang tepat. Pemberi jasa diharapkan mampu memberikan
commit to user
Di dalam Undang-Undang tidak menyebutkan secara tegas mengenai
istilah outsourcing. Tetapi pengertian outsourcing dapat dilihat dalam
ketentuan Pasal 64 Undang-Undang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003,
yang isinya menyatakan bahwa outsourcing adalah suatu perjanjian kerja yang
dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, dimana perusahaan tersebut
dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
Dalam Małgorzata Koszewska Autex Research Journal, Vol. 4, No4, December 2007 sebagai berikut :
“In the literal sense, outsourcing denotes utilisation of external resources. It occurs when the execution of tasks, functions and processes hitherto fulfilled in-house is commissioned to an external provider specialising in a given area on the basis of long-term co-operation”.
Outsourcing adalah sebuah pola kerja dengan cara mendelegasikan operasi
dan manajemen harian dari suatu proses bisnis/kerja pada pihak lain di luar
perusahaan yang menjadi penyedia jasa outsourcing. Dengan demikian dalam
outsourcing terjadi pendelegasian tugas dari perusahaan pemberi kerja pada
perusahaan lain selaku penerima kerja untuk melakukan suatu pekerjaan yang
diperlukan perusahaan pemberi. Atau dengan kata lain outsourcing atau alih
daya merupakan proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari
perusahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan induk. Perusahaan
diluar perusahaan induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun instansi lain
yang diatur dalam suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing dalam regulasi
commit to user
(non--core business unit) atau secara praktek semua lini kerja bisa dialihkan
sebagai unit outsourcing. (Sumber : “Seputar Tentang Tenaga outsourcing”,(
http://malangnet.wordpress.com)
Tetapi outsourcing tidak sekedar mengontrakkan secara biasa, tetapi jauh
melebihi itu. Maurice F. Greaver II dalam Indrajit, R.E dan Djokopranoto, R
(2006:2) memberikan definisi outsourcing sebagai berikut :
“ Outsourcing is the act of transferring some of a company’s recurring internal activities and decision rights to outside provider, as set forth in a contract. Because the activities are recurring and a contract is used, outsourcing goes beyond the use of consultants. As a matter of practise, not only are the activities transferred, but the factor of production and decision rights often are, too. Factors of production are the resources that make the activities occur and include people, facilities, equipment, technology, and the other asset. Decision rights are the responsibility for making decisions over certain elements of the activities transferred.”
Menurut Shreeveport Management Consultancy dalam Indrajit, R.E dan
Djokopranoto, R (2006:2), outsourcing adalah
“ The transfer to a third party of the continuous management responsibility for the provision of a service governed by a service level agreement “ .
Menurut Ángel García-Crespo, Ricardo Colomo-Palacios, Juan Miguel
Gómez-Berbís, Myriam Mencke. 2009. Dalam International Journal of
Management Innovation Systems seperti berikut ini :
commit to user
Outsourcing dapat diterapkan disektor manufacturing, cleaning service,
security, catering, transportasi, operator mesin, keuangan, staff administrasi,
pelayanan service, dan teknologi komunikasi. Untuk outsourcing dapat dibedakan
menjadi 3 kategori yaitu outsourcing pekerjaan, outsourcing pekerja/personel, dan
tenaga kerja outsourcing. Untuk sektor cleaning service, catering dan security itu
masuk dalam kategori outsourcing pekerja (perosel).
Dari berbagai pengertian diatas maka dapat ditarik suatu definisi operasional
mengenai outsourcing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan
pengguna jasa dengan perusahaan penyedia jasa, dimana perusahaan pengguna
jasa meminta kepada perusahaan penyedia jasa untuk menyediakan tenaga kerja
yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan pengguna jasa dengan membayar
sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan penyedia jasa.
Pengertian outsourcing yang digunakan oleh peneliti yaitu memborongkan
atau mendelegasikan satu bagian atau beberapa bagian dari kegiatan perusahaan
kepada perusahaan penyedia jasa eksternal. Misal perjanjian kerja antara
perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa,
dimana perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga
kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A dengan membayar sejumlah
commit to user
Secara singkat Gambaran konsep outsourcing
Gambar 2.2
e) Kontrak jasa
Kontrak jasa yaitu pemberian pekerjaan atau penyerahan pekerjaan
tertentu kepada pihak ketiga, di luar perusahaannya sendiri, dengan
persyaratan dan pembayaran tertentu telah lama sekali dikenal, jauh sebelum
konsep outsourcing diperkenalkan. Kesamaan antara kontrak jasa dengan
outsourcing yaitu : 1) keduanya merupakan penyerahan atau pemberian
Perusahaan pengguna
Setelah proses negosiasi selesai, pihak vendor yang ditunjuk menjadi rekanan kemudian menyediakan 10 tenaga kerja (staff administrasi). Disini ada transfer sumber daya manusia
Perusahaan pengguna (user) menghubungi para vendor untuk menyediakan tenaga kerja staff administrasi. Dengan bernegosiasi mengenai masalah harga per orang.
Tenaga kerja (staff administrasi) statusnya sebagai tenaga kerja
outsourcing milik vendor A dan
commit to user
pekerjaan pada pihak ketiga di luar organisasi perusahaan sendiri, 2) bahwa
pemberian pekerjaan tersebut disertai dengan syarat pembayaran dan
syarat-syarat lain, 3) bahwa keduanya mempunyai batasan yang jelas mengenai
pekerjaan apa yang diberikan, dan 4) keduanya mempunyai batas waktu
tertentu.
Tabel 2.1
Perbedaan pokok antara kontrak jasa dengan outsourcing.
NO Kontrak jasa Outsourcing
1 Mempunyai tujuan sekedar menyelesaikan pekerjaan tertentu
Mempunyai tujuan strategis jangka panjang
2 Sekedar menyerahkan tugas pada tugas pihak ketiga
Ingin menyerahkan pada pihak lain yang lebih profesional
3 Mungkin tidak dapat/tidak sempat mengerjakan sendiri
Ingin berkonsentrasi pada bisnis utama
4 Hubungan pemberi kerja dengan kontraktor jangka pendek
Hubungan bersifat jangka panjang
5 Umumnya tidak menyangkut transfer sumber daya manusia
Sering kali disertai dengan transfer sumber daya manuasia
6 Hubungan pemberi kerja dengan kontraktor sekedar hubungan kerja biasa
Hubungan pemberi kerja dengan kontraktor berkembang menjadi hubungan kemitraan bisnis
7 Tujuan lebih bersifat jangka pendek
Jangka panjang
8 Umumnya tidak menyangkut transfer peralatan atau asset perusahaab
Sering kali disertai dengan transfer peralatan atau perusahaan
commit to user f) Ketentuan outsourcing di Indonesia
Pelaksanaan strategi outsourcing di Indonesia diatur dalam
undang-undang ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 64,65,dan 66. Pasal 64
merupakan dasar diperbolehkannya strategi outsourcing, pasal 65 tentang
teknis pelaksanaan outsourcing dan pasal 66 mengenai persyaratan yang harus
dipenuhi perusahaan penyedia jasa (agen). Berikut bunyi pasal-pasal tersebut.
Pasal 59
1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk
pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a) pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu
yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c) pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d) pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan
baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan
atau penjajakan.
2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk
pekerjaan yang bersifat tetap.
3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau
diperbaharui.
4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu
commit to user
boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1
(satu) tahun.
5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu
tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian
kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya
secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan
setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari
berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan
perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu)
kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4),
ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja
waktu tidak tertentu.
8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 64
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
commit to user Pasal 65
1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
lain dilaksanakan melalui perjanjian pem borongan pekerjaan yang
dibuat secara tertulis. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada
perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b) dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung
dari pemberi pekerjaan;
c) merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara
keseluruhan; dan
d) tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
berbentuk badan hukum.
2) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada
perusahaan lain sebagaimana dimak-sud dalam ayat (2)
sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja
pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
commit to user
4) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara
tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang
dipekerjakannya.
5) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat
didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian
kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59.
6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja
pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih
menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi
pekerjaan.
7) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi
pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan
kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan
hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).
Pasal 66
1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak
boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan
pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses
produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang
commit to user
2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau
kegiatan yang tidak berhubungan lang-sung dengan proses
produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a) adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh;
b) perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja
sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja
untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian
kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak;
c) perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta
perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh; dan
d) perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan
perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia
jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat
pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang
berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan.
4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
commit to user
maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan
kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.
g) Pekerjaan Utama (Core Business) dan Pekerjaan Penunjang (Non
Core Business) dalam Perusahaan sebagai Dasar Pelaksanaan
Outsourcing.
Berdasarkan pasal 66 UU No.13 Tahun 2003 outsourcing (Alih Daya)
dibolehkan hanya untuk kegiatan penunjang, dan kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi. Kesamaan interpretasi ini
penting karena berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan outsourcing (Alih
Daya) hanya dibolehkan jika tidak menyangkut core business. Dalam
penjelasan pasal 66 UU No.13 tahun 2003, disebutkan bahwa :
”Yang dimaksud dengan kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.” Interpretasi yang diberikan undang-undang masih sangat terbatas
dibandingkan dengan kebutuhan dunia usaha saat ini dimana penggunaan
outsourcing (Alih Daya) semakin meluas ke berbagai lini kegiatan perusahaan.
Konsep dan pengertian usaha pokok atau core business dan kegiatan
penunjang atau non core business adalah konsep yang berubah dan
commit to user
Young dalam Komang Priambada (2008:78) mengatakan bahwa ada empat
pengertian yang dihubungkan dengan core activity atau core business.
Keempat pengertian itu ialah :
· Kegiatan yang secara tradisional dilakukan di dalam perusahaan.
· Kegiatan yang bersifat kritis terhadap kinerja bisnis.
· Kegiatan yang menciptakan keunggulan kompetitif baik sekarang
maupun di waktu yang akan datang.
· Kegiatan yang akan mendorong pengembangan yang akan datang,
inovasi, atau peremajaan kembali.
Interpretasi kegiatan penunjang yang tercantum dalam penjelasan UU
No.13 tahun 2003 condong pada definisi yang pertama, dimana outsourcing (Alih
Daya) dicontohkan dengan aktivitas berupa pengontrakan biasa untuk
memudahkan pekerjaan dan menghindarkan masalah tenaga kerja. Outsourcing
(Alih Daya) pada dunia modern dilakukan untuk alasan-alasan yang strategis,
yaitu memperoleh keunggulan kompetitif untuk menghadapi persaingan dalam
rangka mempertahankan pangsa pasar, menjamin kelangsungan hidup dan
commit to user Tabel 2.2
Jenis pekerjaan yang inti (core bisnis) dengan penunjang PT. PLN
NO PEKERJAAN UTAMA PEKERJAAN PENUNJANG
1. Menyediakan tenaga listrik. Cleaning service, pemeliharaan
taman.
2 Memberikan pelayanan kepada
pelanggan.
Sopir, Kurir, operator telepon,
pengelolaan data dan jaringan.
3 Manajerial. Staff administrasi, pemasangan
tower, jaringan listrik, sekretaris,
dan Satpam.
3) Hak-hak Sosial-Ekonomi Tenaga Kerja
Hak dasar tenaga kerja adalah hak-hak yang sifatnya fundamental,
antara lain menyangkut hak atas kesempatan yang sama untuk bekerja dan
menempati posisi tertentu dalam pekerjaan (non diskriminasi), hak
berorganisasi, hak memperoleh pekerjaan yang layak, dan sebagainya, tidak
semua hak dasar menjadi hak normatif, Contohnya hak jaminan untuk bekerja.
Hak normatif tenaga kerja adalah hak-hak tenaga kerja yang sudah
diatur berdasarkan undang-undang seperti hak atas upah, hak atas jaminan
sosial, hak atas cuti dan istirahat, hak berserikat.
a) Hak ekonomi tenaga kerja
Di dalam Pasal 27 ayat (2) Perubahan UUD 1945 ditentukan :
commit to user
kemanusiaan”. Dalam Pasal 28D ayat (2) Perubahan UUD 1945 ditentukan:
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan danperlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja. Selanjutnya khusus mengenai
perekonomian diatur dalam Pasal 33 Perubahan UUD 1945 yaitu:
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersamaberdasar atas asas
kekeluargaan.
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjagakeseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Penelusuran dalam kepustakaan ditemukan bahwa hak asasi manusia
bidang ekonomi adalah hak yang berkaitan dengan akitivitas perekonomian,
perburuhan, hak memperoleh pekerjaan, perolehan upah dan hak ikut serta
dalam serikat buruh.
Hak mendapatkan pekerjaan dan penghasilan
Sebagaimana tertera dalam pasal 31 UU No 13 tahun 2003, setiap
pekerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan
pekerjaan, memilih jenis pekerjaan yang sesuai, pindah dari satu perusahaan
keperusahaan lain, dan memperoleh penghasilan, baik didalam maupun luar
commit to user
seorang pun berhak memaksa seseorang untuk melakukan atau meninggalkan
pekerjaannya, semua tergantung pada dirinya sendiri.
Hak mendapat upah
Kewajiban dari perusahaan sebagai akibat dari timbulnya hubungan
kerja adalah membayar upah. Secara umum upah adalah pembayaran yang
diterima buruh selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan
pekerjaan (Asyhadie, Zaeni 2008:75). Sedangkan menurut Totok Santosa
(staff dinas tenaga kerja kota surakarta) upah adalah segala macam bentuk
penghasilan (carning), yang diterima buruh/pegawai (tenaga kerja) baik
berupa uang ataupun barang dalam jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan
ekonomi.”
Agar tenaga kerja outsourcing dapat hidup dengan layak maka
diatur perlindungan hukum mengenai upah sesuai dengan Pasal 27 ayat (2)
undang-Undang dasar 1945 yaitub :
“Setiap warga negara berhak atas pekerjaan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Pasal ini dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu pada pasal 1 angka 30 upah adalah “hak
pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha/pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan
dan dibayar menurut perjanjian kerja, kesepakatan, atau perundang-undangan,
termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan