• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Perlindungan Hukum terhadap Karyawan pada PT.Inalum dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja berdasarkan Undang-Undang dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja berdasarkan Undang-Undang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN PADA PT.INALUM DALAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

B. Penerapan Perlindungan Hukum terhadap Karyawan pada PT.Inalum dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja berdasarkan Undang-Undang dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja berdasarkan Undang-Undang

No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Aristoteles mengatakan bahwa manusa adalah “zoon politicon”, makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat. Oleh karena tiap anggota masyrakat sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum (rechtsbetrekkingen).51

Perbuatan hukum (rechtshandeling) diartikan sebagai setiap perbuatan manusia yang dilakukan dengan sngaja/atas kehendaknya untuk menimbulkan hak dan kewajiban yang akibatnya diatur oleh hukum.52

Hubungan hukum (rechtsbetrekkingen) diartikan sebagai hbungan antara dua orang atau lebih subjek hukum, hubungan mana terdiri atas ikatan antara individu dengan individu, antara individu dengan masyarakat atau antara

51R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2006, hlm.49.

52Ibid,.hlm.269.

masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Hubungan hukum ini hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak lain.53

Menurut CST Kansil, perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai sebagai subjek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subjek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.54

Perumusan prinsip perlindungan hukum ketenagakerjaan, harus terlebih dahulu memahami hakikat ketenagakerjaan. Kedudukan pekerja pada hakikatnya dapat ditinjau dari dua segi yuridis dan segi sosial ekonomis. Dari segi sosial ekonomis pekerja membutuhkan perlindungan hukum dari negara atas kemungkinan adanya tindakan sewenang-wenang dari pengusaha.55

Secara yuridis berdasarkan UUD 1945 Pasal 27, kedudukan tenaga kerja sama dengan pengusaha, namun secara sosial ekonomis kedudukan keduanya tidak sama karena kedudukan pengusaha lebih tinggi dari tenaga kerja. kedudukan tidak sederajat ini dalam hubungan kerja menimbulkan adanya kecenderungan pengusaha untuk berbuat sewenang-wenang terhadap tenaga kerja.56

53Ibid.

54C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989, hlm.102.

55Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hlm.8.

56Ibid,.hlm.9.

Penerapan mengenai perlindungan pada tenaga kerja dapat dikelompokkan bedasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakejaan perlindungan terhadap hak-hak tenaga kerja sebagai berikut:

1. Perlindungan Norma Kerja

Perlindungan ini dimaksud untuk memberi kepastian pekerja yang berkaitan dengan norma kerja yang meliputi waktu kerja, mengaso, waktu istirahat (cuti) lembur dan waktu kerja malam hari bagi pekerja wanita. Undan-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 78 menyebutkan apabila melebihi waktu kerja meliputi :

Pasal 78 ayat (1)

(1) Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:

a. Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan

b. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

(2) Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.

Berdasarkan pasal 80 pengusaha wajib memberikan kesempatan ynag secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melakanakn ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Willie Hammer seorang ahli dalam keselamatan dan kesehatan kerja mengatakan bahwa progam keselamatan dan kesehatan kerja di adakan karena 3 (tiga) alasan penting, yaitu:

a. Alasan berdasarkan prikemanusiaan

Pertama para manajer mengadakan pencegahan kecelakaan kerja atas dasar prikemanusiaan yang sesungguhnya, mereka melakukan demikian untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit, dan

pekerja yang menderita luka serta keluarganya sering diberi penjelasan mengenai akibat kecelakaan kerja.

b. Alasan berdasarkan Undang-Undang

Ada juga alasan yang mengadakan progam keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan undang-undang. Sekarang di Amerika Serikat terdapat Undang-Undang federal, Undang-Undang Negara bagian dan undang-Undang kota Praja tentang keselamatan dan kesehatan kerja, dan bagi mereka yang melanggar ketentuan akan dikenakan denda dan sanksi.

c. Alasan Ekonomis

Dengan tingginya biaya akibat kecelakaan bagi perusahaan, akhirnya mereka sadar pentingnya progam keselamatan dan kesehatan kerja(wilson, 2012). Demikian perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja adalah perlindungan yang berkaitan dengan prinsip keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu perlindungan yang bertujuan untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang diakibatkan hubungan kerja dalam lingkungan kerja.

Agar Undang-Undang keselamatan kerja ini dapat dilaksanakan tentunya harus ada kerja sama dengan pihak perusahaan. Bentuk kerja sama tersebut berupa tindakan-tindakan preventif dari pihak pengusaha dalam rangka menciptakan keselamatan ditempat-tempat kerja bagi tenaga kerja.

3. Perlindungan Tenaga Kerja 3.1 perlindungan Upah

setiap tenaga kerja berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan untuk mewujudkan penghasilan yang layak. Pemerintah menetapkan perlindungan dengan pengupahan bagi pekerja. Pengaturan pengupahan ditetapkan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.57

57Siswanto Sastrohardiwryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administrasi dan Operasional, cetakan kelima, Jakarta, PT Bumi Aksara, 2003, hlm 15.

Bedasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/Men/1999 jo Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/Men/2000 jangkauan wilayah berlakunya upah minimum meliputi:

a. Upah Minimum Provinsi (UMP) berlakunya diseluruh kabupaten atau kota dalam 1 (satu) wilayah Provinsi.

b. Upah Minimum Kabupaten atau Kota (UMK) berlaku dalam 1 (satu) wilayah Kabupaten atau Kota.58

Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1981 tentang Perlindungan Upah disebutkan bahwa:

Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut pertujuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dibayarakan atas dasar suatu perjanjian pengusaha dengan pekerja.

Upah tidak dibayar penuh apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan, hal ini terkait dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 Pasal 93 ayat (2) yaitu:

Pasal 93 ayat (2)

Pengusaha wajib membayar upah apabila :

a. Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

b. Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

c. Pekrja/buruh tidak masuk kerja karena pekerja/buruh menikha, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua mertua, anggoa keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;

d. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agama;

e. Pekerjaburuh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan kewajiban terhadap negara;

f. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak memperkerjaknnya, baik karena keslahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;

58Ibid,.

g. Pekerja/buruh melaksakanakan hak istirahat;

h. Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan

i. Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

(3) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf asebagai berikut:

a. Untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus persen) dari upah;

b. Untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah;

c. Untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan

d. Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

3.2 Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Jaminan Kecelakaan Kera

Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaanya. Iuran jaminan kecelakaan kerja ini sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha yang besarnya antara 0,24-1,74% dari upah kerja sebulan. Penyetoran iuan dilakukan oleh pengusaha kepada badan penyelenggara, dilakukan setiap bulan dan disetor secara luas paling lambat 15 bulan berikutnya. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas jaminan kecelakaan kerja berupa penggantian biaya berupa:59

a. Biaya pengankutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja kerumah sakit dan atau kerumahnya, termasuk biaay pengobatan pertama pada kecelakaan.

b. Biaya pemeriksaan dan atau perawatan selama dirumah sakit, termasuk rawat jalan.

59Lalu Husni, Op Cit, hlm.160.

c. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthose) dan atau alat ganti (prothose) bagi tenaga kerja yang anggota bandannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja.

2. Jaminan Kematian

Kematian yang mendaptkan santnan adalah kematian bagi tenaga kerja pada saat menjadi peserta Jamsostek. Besarnya jaminan kematian ini adalah 0,30% dari upah pekerja selama sebulan yang diatnggung sepenuhnya oleh Pengusaha.

Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 Pasal 22 disebutkan bahwa jaminan kematian dibayar sekaligus kepada janda atau duda atau anak yang meliputi:60

a. Santunan kematian sebesar Rp.1000.000,- (satu juta rupiah).

b. Biaya pemakaman sebesar Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah).

Jika janda atau duda atau anak tidak ada maka jaminan kematian dibayarkan sekaligus kepada keturunan sedarah yang ada dari tenaga kerja.

3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakn tugas dengans ebaik-baiknya. Iuran jaminan pemeliharaan kesehatan ini ditanggung pengusaha besarnya 6% dari upah tenaga kerja sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga da 3% sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga. Jaminan ini meliputi :61

a. Perawatan rawat jalantingkat pertama.

b. Rawat jalan tingkat lanjutan.

c. Rawat inap.

60Ibid,. hlm.163.

61Ibid,. hlm.164.

d. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan.

e. Penunjang diagnostik.

f. Pelayan khusus.

g. Pelayanan gawat darurat.

Iuran JPK dibayar oleh perusahaan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012 tentang Perubahan kedelapan atas Peraturan pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggraan Progam Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dengan perhitungan sebagai berikut

1) 3% (tiga persen) dari upah tenaga kerja (maks Rp.4.725.000,-) untuk tenaga kerja lajang.

2) 6% (enam persen) dari upah tenaga kerja (maks Rp.4.725.000,-) untuk tenaga kerja berkeluarga.

3) Dasar perhitungan persentase iuran dari upah setinggi-tingginya Rp.4.725.000,-

4. Jaminan Hari tua

Progam jaminan hari tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, hari tua, dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Progam jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau cacat total selama-lamanya dapat dilakukan dengan:62

a. Secara sekaligus apabila jumlah seluruh jaminan hari tua yang harus dibayarkan kurang dari Rp.3.000.000,- (tiga juta rupiah).

62Ibid,. hlm 168.

b. Secara berkala apabila seluruh jaminan hari tua yang harus dibayarkan mencapai Rp.3.000.000,-(tiga juta rupiah) atau lebih dilakukan paling lama 5 tahun ( Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993).

C. Upaya yang dilakukan oleh Karyawan pada PT. Inalum jika terjadi pelanggaran terhadap UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Masyarakat memiliki berbagai macam cara untuk menyelesaikan sengketa yang mereka hadapi, mulai dari penyelesaian oleh para pihak dengan bantuan orang lain atau pihak ketiga yang bersifat netral. Sedangkan perselisihan perburuhan terjadi tanpa didahului oleh suatu pelanggaran, umumnya disebabkan oleh :

1. Perbedaan menafsirkan hukum perburuhan, misalnya menyangkut masalah cuti melahirkan dan gugur kandungan. Menurut pengusaha, buruh atau pekerja wanita tidak berhak atas cuti penuh karena mengalami keguguran, tetapi menurut buruh hak cuti harus tetap diberikan dengan upah penuh meskipun pekerja hanya mengalami gugur kandungan atau pun melahirkan.

2. Terjadi karena ketidaksepahaman dalam perubahan syarat – syarat kerja, yaitu serikat pekerja menuntut kenaikan upah, uang makan, transport, tetapi pihak pengusaha tidak menyetujui.63

Upaya dalam menyelesaikan perselisihan apabila ada pelanggaran bisa melalui forum bipartie, dan apabila tidak puas bisa melalui mediator, konsiliator,

63Agusmidah, Op Cit, hlm.159.

atau arbitrase ataupun melalui penyelesaian hubungan industrial. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial mengharuskan setiap perselisihan hubungan industrial yang terjadi dapat diselesaikan terlebih dahulu melalui perundingan bipartie secara musyawarah mufakat.64

Penyelesaian secara bipartie sama dengan negosiasi, yaitu menyelesaikan sengketa oleh para pihak tanpa melibatkan pihak lain dengan tujuan mencari kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang harmonis dan kreatif. Rumusan ini memperlihatkan bahwa pihak yang berunding dalam forum bipartie adalah pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, dan pengusaha. Tidak adanya pihak ketiga dalam forum, menunjukkan proses yang dijalankan adalah negosiasi.

Ciri khas negosiasi adalah terdapat tawar – menawar antara para pihak, tawar – menawar tersebut bersifat relatif dan tergnatung pada beberapa hal, yaitu:65

a. Bagaimana kebutuhan terhadap pihak lawan;

b. Bagaimana kebutuhan para pihak lain;

c. Bagaimana alternatif kedua belah pihak; dan

d. Apa persepsi para pihak mengenai kebutuhan serta pilihan – pilihannya.

Mekanisme penyelesaian sengketa dengan perundingan bipartie yang diatur dalam UU No.2 Tahun 2004 tentang Perselishan Hubungan Indutrial adalah sebagai berikut :

64Ibid,.hlm.167.

65Ibid,.hlm.170.

1) Musyawarah untuk mufakat antara para pihak dengan membuat risalah yang ditandatangani oleh kedua pihak.

2) Jika tercapai kesepakatan, dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani kedua pihak. Perjanjian ini bersifat mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan.

3) Perjanjian bersama tersebut wajib didaftarkan kepada pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri setempat.

4) Bila perjanjian bersama tidak dilaksanakan, maka dapat diajukan permohonan kasasi kepada pengadilan hubungan industrial pengadilan negeri setempat.

Penyeleaian melalui mediasi ini dilakukan oleh seorang penengah. Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral membantu para pihak yang berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan.

Penyelesaian secara mediasi berdasarkan Undang – Undang No.2 Tahun 2004 dilakukan dengan cara sebagai berikut :66

1) Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan, mediator harus sduah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera megadakan sidang mediasi.

2) Mediator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang mediasi guna dimimnta dan didengar keterangannya.

3) Jika mencapai kesepakatana, harus dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan negeri diwilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

4) Jika tidak terjadi kesepakatan penyelesaian melalui mediasi, maka :

a. Mediator mengeluarkan anjuran tertulis. Anjuran tertulis tersebut selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak sidang mediasi pertama harus diampaikan kepada para pihak;

b. Para pihak waktu 10 (sepuluh) hari sejak menerima anjuran tersebut sudah harus memberikan jawaban kepada mediator;

66Ibid, hlm. 173-174.

c. Para pihak tidak memberikan pendapatnya , mereka diangap menolak anjuran tertulis.

5) Apabila perjanjian bersama yang telah didaftarkan tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajuka permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan negeri diwilayah perjanjian bersama yang didaftarkan untuk mendapatkan penetapan eksekusi.

6) Jika anjuran tertukis yang dibuat oleh mediator ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.

7) Mediator harus menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Penyelesaian konsiliasi ini dilakukan melalui seseorang atau beberapa orang atau badan, sebagaimana penengah (konsiliator) dengan mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak – pihak yang beselisih untuk meyelesaikan secara damai. Lingkup perselisihan yang dapat ditangani oleh mediator termasuk perselisihan hak, sedangkan konsiliator perselisihan yang tidak dapat ditangani.

Sedangkan melalui arbitrase, dengan adanya era demokratisasi dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, perlu diakomodir keterlibatan masyarakat dalam penyelesaian perselisihan hubungan indutrial melalui konsiliasi maupun arbitrase. Arbitrase adalah seseorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserhakan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak yang bersifat final. Penyelesaian melalui arbitrase harus dilakukan melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih. Kesepakatan untuk melimpahkan

penyelesaiannya melalui pihak ketiga yang disebut arbiter, pernah dikenal dalam UU No.22 Tahun 1957 sebagai mekanisme penyelesaian sukarela, perbedaan signifikan antara keduanya adalah bahwa arbiter dalam UU No.2 Tahun 2004 berasal dari pihak swasta yang diangkat dan disahkan oleh menteri sedangkan juru pisah atau arbiter dalam UU No.22 tahun 1957 diserahkan pada pilihan para pihak, dapat juga berasal dari pihak pegawai departemen perburuhan.67

67Agusmidah, Op Cit, hlm. 177.

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA