BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERJEMAH
2. Penerbit Membuat Perjanjian dengan Penerjemah untuk
UUHC serta penjelasannya).
Berdasarkan perjanjian lisensi itu, penerbit juga dapat memerintahkan pihak lain dalam hubungan dinas ataup hubungan kerja atau berdasarkan pesanan untuk melaksanakan penerjemahan buku tersebut (lihat Pasal 8 UUHC).39
2. Penerbit Membuat Perjanjian dengan Penerjemah untuk Menerjemahkan Buku Terjemahan.
Ketentuan Pasal 12 ayat (1) UUHC No. 19 Tahun 2002 dapat dilihat bahwa perlindungan yang diberikan oleh Undang-Undang tidak hanya pada karya-karya atau ciptaan-ciptaan yang asli saja, akan tetapi juga terhadap karya-karya atau ciptaan- ciptaan yang bersifat turunan(derivatif)atau pengalihwujudan atau juga pengolahan.
Ciptaan dari hasil karya turunan atau pengolahan itu juga dilindungi sebagai hak cipta, sebab bentuk pengolahan itu merupakan suatu ciptaan yang baru dan
39
Hasil wawancara dengan Abdul Halim, Direktur PT. Ciputat Press Jakarta Selatan, Tanggal 20 April 2011.
tersendiri pula. Pemberian perlindungan dimaksud dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan aslinya.
Pihak yang mengelola hasil karya cipta secara turunan diharuskan pula untuk mendapatkan izin terlebih dahulu dari pemegang hak ciptaan asli atau si penerima haknya. Demikianlah halnya jika hendak menerjemahkan karya orang lain si penterjemah harus terlebih dahulu meminta izin dari si pemegang hak cipta aslinya..
Dilihat daari perspektif hukum hak kekayaan intelektual, khususnya hak cipta, karya-karya terjemahan juga diakui memiliki tingkat orisinalitas tersendiri sehingga layak mendapatkan perlindungan hak cipta yang terlepas dari perlindungan hak cipta terhadap karya aslinya. Dari ketentuan UU Hak Cipta tersebut di atas, setidaknya terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan terkait urusan hak cipta atas karya terjemahan ini.
Hal pertama adalah meskipun bukunterjemahan termasuk dalam objek perlindungan Hak Cipta, namun proses penerjemahan itu sendiri harus dilakukan dengan tetap menghormati Hak Cipta atas karya aslinya. Pasal 2 ayat 1 menyatakan Hak Cipta sebagai hak eksklusif pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya. Sebagaimana yang lebih lanjut diuraikan dalam Penjelasan terhadap Pasal 2 ayat 1 tersebut, “mengumumkan dan memperbanyak” di sini mencakup pula, antara lain, kegiatan menerjemahkan.
Hal kedua yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa buku terjemahan mendapatkan perlindungan Hak Cipta yang berdiri sendiri, terlepas dari perlindungan
Hak Cipta terhadap karya aslinya. Manakalah sebuah karya tulis habis masa perlindungan Hak Ciptanya dan memasuki public domain, maka konsekuensinya adalah semua orang bisa melakukan penerjemahan karya tersebut tanpa harus meminta ijin dari siapapun.
Pemberian hak penerjemahan ini merupakan salah satu “hak eksklusif” yang dimiliki oleh Pemegang Hak Cipta berkat Hak Ciptanya tersebut. Dalam melaksanakan hak eksklusif itu, terserah kepada si Pemegang Hak Cipta apakah hak penerjemahan yang diberikan berlaku eksklusif hanya kepada satu penerjemah untuk satu wilayah tertentu, atau memberikannya kepada banyak penerjemah sekaligus di suatu wilayah. Maka itu, jangan heran kalau menemukan banyak versi terjemahan atas suatu karya dimana semua versi tersebut mengklaim sebagai terjemahan resmi, atauauthorized translation.
Penerjemah terbagi atas 2 macam :
a. Penerjemah resmi yaitu penerjemah yang berada dibawah naungan instansi pemerintah atau instansi-instansi lainnya sehingga penerjemah ini tidak bebas melakukan penerjemahan karna dibawah sumpah.
b. Penerjemah tidak resmi yaitu penerjemah yang tidak dinaungi instansi manapun tapi tetap mempunyaiprofesionalisme yang bagus sehingga diakui hasil terjemahannya oleh pihak manapun layaknya penerjemah resmi. Dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penerjemah tidak resmi.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) hak cipta dapat beralih atau dialihkan haknya. Beralih atau dialihkan hak cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta notariil. Bentuk peralihan dapat dilakukan melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab-sebab yang lain yang dibenarkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Khusus dalam konteks yang terakhir dalam penjelasan UUHC No. 19 Tahun 2002 dikatakan bahwa sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, misalnya pengalihan yang disebabkan oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Dalam Penerbitan suatu buku untuk melindungi hak cipta dari siapapun atas penerbitan karya tulisnya maka harus diadakan perjanjian tertulis terlebih dahulu hal ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak penerjemah dan juga hak-hak penerbit. Bentuk kesepakatan antara penerjemah dengan penerbit dalam melakukan kerjasama penerbitan buku dituangkan dalam kontrak atau perjanjian yang disepakati para pihak. Isi perjanjian tersebut memuat hak-hak dan kewajiban bagi penerjemah dan penerbit, diantaranya hak penerbitan, tenggang waktu penerbitan, biaya yang menyangkut produksi dan pemasaran buku, jumlah buku yang akan diterbitkan, honorarium, jangka waktu perjanjian serta cara penyelesaian jika terjadi sengketa40
40
Hasil wawancara dengan Abdul Halim, Direktur PT. Ciputat Press Jakarta Selatan, Tanggal 20 April 2011.
B. Hubungan Hukum antara Penerbit dan Penerjemah dalam Penerbitan Buku Terjemahan.
Dengan lahirnya perjanjian yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan azas hukum kebebasan berkontrak yang menjadi dasar bagi lahirnya perjanjian antara penerjemah dan penerbit, yang dengan perjanjian penerbitan tersebut telah timbul hubungan hukum yaitu adanya hak dan kewajiban yang melahirkan aturan hukum untuk membuktikan tanggung jawab hukum bagi para pihak.
Di dalam pasal kesatu menjelaskan penerjemah diberi tanggung jawab untuk menerjemahkan buku berbahasa asing kedalam bahasa Indonesia.
Pasal kedua penerbit membatasi lingkup pekerjaan penerjemah seperti jenis dan ukuran fort hasil terjemahan, spasi dan paper size, penerjemah tidak berhak menyerahkan hasil terjemahan kepada pihak manapun selain penerbit yang membuat perjanjian ini baik sebelum atau sesudah terjemahan ini diselesaikan dan dibeli oleh penerbit, penerjemah juga mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki hasil terjemahan selama proses editing saat diketahui penerbit ada beberapa hal yang dipertanyakan materi isi naskah atau ada teks yang terlewatkan dalam proses penerjemahan sedang editing adalah tanggung jawab penerbit.
Pasal ketiga menerangkan bahwa jangka waktu pelaksanaan buku tersebut maksimal 2 (dua) bulan terhitung sejak perjanjian ini ditandatangani. Dan penerjemah tidak terikat jam normal dari penerbit.
Pasal keempat memuat bahwa penerjemah dan penerbit telah menyetujui royalty yang akan diterima oleh penerjemah dan royalty yang akan diterima tidak akan berubah seperti kesepakatan dari awal. Pasal kelima lanjutan dari pasal keempat bahwa pemberian royalty ini dilakukan dengan cara 2 (dua) tahap. Tahap pertama akan diberikan saat penandatanganan dan tahap selanjutnya akan diberikan pada saat naskah buku terjemahan diterima oleh penerbit dan penerbit diberi tenggang waktu pembayarannya yaitu 7 (tujuh) hari sejak naskah terjemahan diterima.
Pasal keenam menerangkan bahwa penerbit wajib mencantumkan nama penerjemah dalam buku terjemahan yang kan diterbitkan oleh penerbit dan penerjemah berhak mendapat buku yang akan dicetak oleh penerbit.
Penyelesaian sengketa antara penerbit dan penerjah diatur dalam pasal 7 dari perjanjian penerbitan ini yaitu pertama dengan cara musyawarah dan mufakat dan jika musyawarah dan mufakat tidak dapat menyelesaikan permasalahan diantara mereka, penerjemah dan penerbit sepakat membawanya ke Pengadilan Negeri.
Pasal 8 menerangkan bahwa keduabelah pihak setuju untuk selalu beritikad baik didalam pelaksanaan perjanjian penerbitan ini dan perjanjian ini dibuat tanpa tekanan berwujud dari pihak luar dan perjanjian ini dibuat dalam 2 (dua) rangkap dan masing-masing ditandatangani diatas materai cukup. Ganda pertama untuk penerjemah dan ganda kedua untuk penerbit.
Kreditur berhak atas prestasi yang diperjanjikan, dan debitur wajib melaksanakan prestasi dimaksud. Kalau demikian, intisari atau hakikat perjanjian
tiada lain dari pada prestasi. Jika undang-undang telah menetapkan “subjek” perjanjian, yaitu pihak kreditur yang berhak atas prestasi dan pihak debitur yang wajib melaksanakan prestasi, maka intisari atau “objek” dari perjanjian adalah prestasi itu sendiri.41Seperti yang diterangkan dalam pasal 8 penerbit dan penerjemah
sepakat untuk beritikad baik dalam pelaksanaan prestasi yang telah mereka sepakati. Sesuai dengan ketentuan pasal 1234 BW, prestasi yang diperjanjikan itu ialah untuk “menyerahkan” menyerahkan sesuatu” melakukan sesuatu atau “untuk tidak melakukan sesuatu”.
Tentang prestasi perjanjian harus dapat ditentukan adalah suatu yang logis dan praktis.42Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata syarat sah perjanjian adalah :
a. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian. Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadinya dengan berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. Cara-cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat dilakukan secara tegas maupun dengan tidak tegas, yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan. Sebagai cara kesepakatan penawaran dan penerimaan adalah :
1) Dengan cara tertulis 2) Dengan cara lisan
41M. Yahya harahap,Segi-Segi Hukum Perjanjian,Alumni, Bandung, 1986, hal. 10. 42Ibid,hal 10
3) Dengan symbol-simbol tertentu 4) Dengan berdiam diri.
Secara garis besar terjadinya kesepakatan tersebut secara tertulis dan tidak tertulis. Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta autentik.43
b. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian.
Kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah, walaupun usianya belum menikah. Khususnya untuk orang yang menikah sebelum usia 21 tahun tersebut, tetap dianggap cakap walaupun dia bercerai sebelum mencapai usia 21 tahun, jadi janda atau duda tetap dianggap cakap walaupun usianya belum mencapai 21 tahun.44
c. Ada suatu hal tertentu.
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi . prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan mengenai pokok perjanjian atau objek perjanjian ialah untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak. Jika pokok perjanjian atau objek perjanjian kabur, tidak jelas, sulit bahkan tidak mungkin dilaksanakan, maka perjanjian itu batal.45
43Ahmad Miru,Hukum Kontrak perancangan kontrak,Rajawali Pres, Jakarta, 2007, hal. 14 44Ibid.
d. Ada suatu sebab yang halal.46
Berdasarkan Pasal 1320 tujuan prestasi yang melahirkan perjanjian, harus memuat kausa yang sah atau kausa yang halal. Persetujuan yang mengisi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum dan nilai- nilai kesusilaan.47
Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat subjektif, karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian dapat dibatalkan. Tetapi jika tidak dimintakan pembatalan kepada hakim, perjanjian ini tetap mengikat pihak-pihak, walaupun diancam pembatalan sebelum lampau waktu lima tahun (Pasal 1454 KUHPerdata).
Syarat ketiga dan keempat Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat objektif, karena mengenai sesuatu yang menjadi objek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal. Kebatalan ini dapat diketahui apabila perjanjian tidak mencapai tujuan karena salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Kemudian diperkarakan ke muka hakim, dan hakim menyatakan perjanjian batal, karena tidak memenuhi syarat objektif.
Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
46Ibid.hal. 231.
Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak artinya perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya. Pihak-pihak harus menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang. Jika ada pihak yang melanggar perjanjian yang mereka buat, ia dianggap sama dengan melanggar undang-undang, sehingga diberi akibat hukum tertentu yaitu sanksi hukum. Jadi siapa yang melanggar perjanjian, ia dapat dituntut dan diberi hukuman seperti yang telah ditetapkan undang-undang (perjanjian).
Karena perjanjian itu adalah persetujuan kedua belah pihak, maka jika akan ditarik kembali atau dibatalkan adalah wajar jika disetujui oleh kedua belah pihak pula. Tetapi apabila ada alasan yang cukup menurut undang-undang , perjanjian dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak. Alasan-alasan yang ditetapkan oleh undang-undang itu yaitu perjanjian yang bersifat terus menerus berlakunya dapat dihentikan secara sepihak, perjanjian sewa rumah pasal 1587 KUHPerdata setelah berakhir sewa, perjanjian pemberian kuasa Pasal 1814 KUHPerdata, perjanjian pemberian kuasa Pasal 1817 KUHPerdata.
Pelaksanaan dengan itikad baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, perjanjian itu harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusiaan.
Seorang penerjemah menurut Undang-undang Hak Cipta untuk melaksanakan haknya menikmati hasil ciptaan melakukannya dengan pengalihan hak yang dimiliki
hak yang dialihkan pada dasarnya tiada lain adalah hak pengalihan hak eksklusif pencipta atas suatu ciptaan yang dapat berupa suatu karya tulis misalnya kepada penerbit. Penerbit yang kemudian akan mengeksploitasi ciptaan karya tulis seseorang pencipta dalam suatu jangka waktu tertentu. Caranya dengan mendayagunakan atau mengelola suatu karya cipta seorang penulis selanjutnya pihak lain memberi suatu imbalan sebagai kompensasi atas hak untuk mengeksploitasi suatu ciptaan karya tulis misalnya berupa royalti, honorarium, fee atau bentuk-bentuk imbalan lain yang disepakati bersama dalam suatu perjanjian. Salah satu dari berbagai jenis perjanjian yang mengatur pengalihan hak cipta suatu ciptaan khususnya karya tulis yang diterbitkan dalam wujud buku untuk dieksploitasi adalah perjanjian penerbitan buku antara penerjemah dengan penerbit buku.
Berdasarkan hasil penelitian lapangan para penerbit berpendapat bahwa : 1. Dalam Penerbitan suatu buku untuk melindungi hak cipta dari siapapun atas
penerbitan karya tulisnya maka harus diadakan perjanjian tertulis terlebih dahulu hal ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak penerjemah dan juga hak-hak penerbit.
2. Bentuk kesepakatan antara penerjemah dengan penerbit dalam melakukan kerjasama penerbitan buku dituangkan dalam kontrak atau perjanjian yang disepakati para pihak.
3. Isi perjanjian tersebut memuat hak-hak dan kewajiban bagi penerjemah dan penerbit, diantaranya hak penerbitan, tenggang waktu penerbitan, biaya yang
menyangkut produksi dan pemasaran buku, jumlah buku yang akan diterbitkan, honorarium, jangka waktu perjanjian serta cara penyelesaian jika terjadi sengketa48
C. Hak dan Tanggung Jawab Penerjemah dalam Pelaksanaan Penerbitan Buku Terjemahan.
1. Hak Penerjemah dalam Pelaksanaan Penerbitan Buku Terjemahan
Dua esensi hak yang terkandung dalam buku terjemahan : a. Hak Eksklusif Penerjemah.
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.49
Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangann yang berlaku.50
Ketentuan diatas menegaskan pengakuan hak yang dimiliki pencipta untuk melarang atau memberi izin menyewakan ciptaannya. Yang dimaksud dengan hak
48Hasil wawancara dengan Abdul Halim, Direktur PT. Ciputat Press Jakarta Selatan, Tanggal
20 April 2011.
49 Tim Lindsey, dkk, Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar, asian law group pty ltd
bekerjasama dengan penerbit alumni, bandung, 2006.
50 Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Graha Ilmu,
eksklusif adalah bahwa tidak ada orang lain boleh melakukan hak itu, kecuali dengan izin penerjemah.
Sebagai contoh beberapa hak eksklusif yang dimiliki penerjemah, adalah hak untuk :
1) Mengumukan atau memperbanyak ciptaan yang dilindunginya.
2) Mendistribusikan ciptaan yang telah diperbanyak dengan cara menjualnya, menitipjualkan (konsinyasi), menyewakan atau cara-cara lain51
Konsep pengumuman yang dianut dalam UUHC tahun 2002 adalah pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan acara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
Kemudian yang dimaksud dengan perbanyakan dalam konteks regulasi hak cipta ini adalah perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat subtansial dengan menggunakan bahan- bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer. Di samping itu, hak untuk memberikan izin, dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 lebih sering disebut dengan istilah lisensi. Lisensi yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau
pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.52
Kegiatan penerbitan buku yang memuat suatu ciptaan karya tulis, pada dasarnya merupakan suatu proses manufaktur yang dikelola oleh penerbit sebagai suatu badan usaha. Penerbit merupakan pihak yang mewujudkan suatu ciptaan karya tulis seorang penerjemah. Untuk keperluan menerbitkan buku, dana dan wawasan kewiraswastaan perlu dimiliki oleh penerbit.
Untuk menerbitkan suatu karya tulis, penerbit akan terlebih dahulu menyuntingnya. Baru kemudian akan melengkapinya dengan susunan perwajahan (lay-out) karya tulis (typhographical arrangement) pada sampul luar dan isi karya tulis, serta menyusun huruf-huruf cetaknya. Jika segala sesuatunya telah siap, karya tulis penerjemah dicetak disebuah percetakan yang dimilikinya sendiri atau dimiliki orang lain.
Khusus untuk susunan perwajahan karya tulis yang diciptakan penerbit dalam suatu buku yang diterbitkannya, UUHC 2002 menetapkan jangka waktu pearlindungannya dalam pasal 30 (2), sebagai berikut : ”Hak cipta atas susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.”
Penerbit sebagai suatu badan usaha yang melakukan proses manufaktur atau kegiatan penerbitan, harus dibedakan dengan badan usaha percetakan. Suatu badan
usaha percetakan. Suatu badan usaha percetakan semata-mata melakukan kegiatan memproduksi jasa cetak mencetak. Lain halnya dengan badan usaha penerbitan, selain melakukan kegiatan bisnis juga mempunyai tugas yang mengandung aspek- aspek idelalisme seperti digariskan dalam GBHN 1993 dengan ketentuan tentang masalah perbukuan yang dicantumkan dalam Bab “kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan”, butir 1 (kesejahteraan social) Sub. 12, yang berbunyi :
Penulisan, penerjemahan dan penggandaan buku pelajaran, buku bacaan, khususnya bacaan anak yang berisikan cerita rakyat, buku ilmu pengetahuan dan teknologi serta terbitan buku pendidikan lainnya, digalakkan untuk membantu peningkatan kualitas pendidikan dan memperluas cakrawala berfikir serta menumbuhkan budaya baca. Jumlah dan kualitasnya perlu terus ditingkatkan serta disebarkan merata diseluruh tanah air dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bersamaan dengan itu, dikembangkan iklim yang dapat mendorong penulisan dan penerjemahan buku dengan penghargaan yang memadai dan jaminan perlindungan hak cipta. Walaupun iklim kondusif seperti yang dikehendaki GBHN mengenai dunia perbukuan dan penerbitan belum tercapai sampai sekarang, tidak dapat disangkal bahwa peran penerbit sebagai motor dalam dunia buku-buku yang memuat karya- karya tulis dibidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni mempunyai fungsi yang esensinya ialah memberikan layanan informasi.
Penerbit yang menerbitkan buku-buku merupakan penyalur primer yang menyebarkan bahan-bahan tertulis diperbagai bidang tersebut diatas kepada masyarakat pemakai. Mereka mendapat bahan-bahan pustaka yang diterbitkan penerbit dengan cara membeli dan berlangganan. Didalam memberikan pelayanannya, penerbit bertanggung jawab atas pengadaan, pengorganisasian
pengawasan serta penyebarluasannya kepada penyalur-penyalur sekunder, yaitu perpustakaan-perpustakaan, toko-toko buku, dan para distributor buku.
Dalam menjalankan fungsinya itu, hendaknya penerbit buku bersikap transparan terhadapa semua pihak dan terbuka atas perkembangan baru dalam dunia penerbitan yang membawa horizon baru dalam menyongsong millennium baru.53
b. Hak Ekonomi dan Hak Moral Penerjemah
Hak eksklusif yang diberikan kepada pemegang hak cipta secara umum terhimpun dalam tiga bagian, seperti yang disampaikan oleh Prof. Abdulkadir Muhammad tersebut. Namun oleh beberapa pakar hak eksklusif ini mencoba untuk disistematiskan ke dalam bagian-bagian tertentu, dalam istilah yang lebih umum sering didengar adanya hak moral (moral right)dan hak ekonomieconomic right).
Menurut Jumhana bahwa perlindungan hukum harus ditekankan kepada pencipta dalam arti memberikan perlindungan hukum terhadap hasil karya atau ciptaan seorang pencipta. Seseorang dapat dikatakan tidak menjiplak, meniru bahkan membajak hasil karya cipta dari pencipta apabila dalam hal ini ada suatu perjanjian antara pencipta dengan yang ingin meniru atau menjiplaknya untuk dapat dikatakan bahwa suatu ciptaan itu benar-benar merupakan ciptaan dari pengarang itu sendiri maka dalam hukum Indonesia harus terlebih dahulu dapat dibuktikan dengan adanya pendaftaran merk dagang atau merk suatu jenis karya cipta di Departemen Kehakiman Perlindungan hukum hak cipta sebagai hak khusus atau tunggal merupakan hak monopoli pencipta terhadap suatu karya cipta hak tersebut meliputi dua aspek yaitu hak ekonomi dan hak moral.54
Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya hak ekonomi yang melekat pada pencipta meliputi hak
53Eddy damian,Loc.Cit,hal 177.
54Jumhana,Hak Kekayaan Intlektual Teori dan Praktek,Citra Aditya Bakti Bandung, 1999,