• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Petani Kopi

Penerimaan adalah hasil perkalian antara produksi kopi petani dengan harga jual yang dinyatakan dalam rupiah. Harga jual produksi kopi di daerah penelitian sering mengalami fluktuasi pada waktu-waktu tertentu. Di daerah penelitian terdapat perbedaan harga kopi yang diterima oleh petani, hal ini disebabkan perbedaan kualitas hasil produksi antara petani kopi. Berdasarkan informasi dari petani kopi di daerah penelitian harga Kopi Arabika berkisar Rp 27.000/kg –

Rp30.000/ kg. Dari hasil yang diperoleh total produksi usahatani kopi adalah sebesar 29.172 Kg, dengan rata-rata produksi sebesar 729.3 Kg/ petani.

Tabel 15. Penerimaan Petani Kopi Per Petani dan Per Ha

No Penerimaan Petani Kopi Rata-Rata (Rupiah)

1 Per Petani 14,042,200.00

2 Per Hektar 41,557,507.94

Sumber: Analisis Data Primer, 2014 (Lampiran 19 dan 20)

5.4.2 Biaya Produksi Usahatani Kopi

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung, Biaya produksi terdiri dari biaya tetap (Fixed Cost) dimana penggunaanya tidak habis dalam satu masa produksi. Biaya yang termasuk biaya tetap adalah pajak, penyusutan alat dan bangunan. Selain biaya tetap terdapat juga biaya tidak tetap (Variable Cost) dimana penggunaanya habis dalam satu masa produksi. Biaya yang termasuk kedalam biaya tidak tetap adalah bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja.

Berikut ini merupakan komponen biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan usahatani :

a. Biaya Tetap

Biaya tetap yang dianalisis oleh peneliti diantaranya adalah biaya penyusutan alat dan Pajak yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Penyusutan Peralatan

Penyusutan Biaya peralatan yang dihitung meliputi penyusutan peralatan diantaranya terdiri atas cangkul, parang, sabit dan mesin semprot. Dimana, untuk rincian perhitungan dapat dilihat pada lampiran, sedangkan rata-rata besarnya

biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan oleh per petani kopi dan per hektar, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 16. Rata-Rata Biaya Tetap (penyusutan Peralatan) Usahatani Kopi Per Hektar dan Per Petani

No. Alat Biaya per petani (Rp) Biaya per hektar (Rp)

1 Cangkul 44,537.70 227,247.47

2 Sabit 12,062,50 61,758.75

3 Parang 12,344.44 63,424.44

4 Mesin Semprot 72,553.57 453,885.64

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2014 (Lampiran 9-12)

2. Pajak

Kegiatan usahatani kopi responden di Desa Dolokmargu, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, sebagian besar memiliki status kepemilikan lahan sendiri. Dengan status kepemilikan lahan tersebut petani juga membayar pajak untuk tanah mereka. Berdasarkan hasil yang diperoleh rata-rata pajak didapat sebesar Rp 11.440 per petani kopi dan sebesar Rp 30.699,52 per hektar.

Berdasarkan rincian besarnya komponen masing-masing biaya tetap yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha kopi untuk penyusutan alat dan pajak di peroleh hasil sebagai berikut .

Tabel 17. Biaya Tetap Usahatani Kopi Per Hektar dan Per Petani

No. Komponen Penyusutan Alat Pajak

Biaya per petani (Rp) Biaya per hektar (Rp) Biaya per petani (Rp) Biaya per hektar (Rp) 1 Rata-rata 141,498.21 806,316.29 11,440.00 30,699,52 2 Range 41,000.00-355,000.00 82,000.00-5,062,500.00 1,200.00-32,400.00 20,000.00-60,000.00

b. Biaya Variabel

Biaya variabel yang digunakan dalam kegiatan usahatani di Desa Dolokmargu, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri atas biaya bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Penjelasan umum untuk biaya variabel akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Bibit

Bibit dalam usaha tani kopi di Desa Dolokmargu, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, berasal dari jenis Sigarar Utang dan kopi jagur (USDA 762). Kebutuhan bibit tanaman kopi untuk jenis Kopi Sigarar Utang dengan jarak tanam 1,5 m X 2,0 m = 4.000. Dibandingkan dengan bibit yang berasal dari jenis kopi jagur (USDA 762) penggunaan bibit kopi Sigarar Utang lebih banyak untuk 1 ha lahan. Karena pada bibit kopi jagur jarak tanam ya

ng digunakan 2,0 m X 2,5 m = 2.500 bibit, jumlah bibit jenis kopi jagur lebih sedikit penggunaanya karena jarak tanam yang dibutuhkan tanamannya lebih besar. Pada umumnya harga bibit yang dibeli oleh petani kopi Rp 1000/ batang. Dalam satu hektar lahan penggunaan bibit di daerah penelitian rata-rata adalah 1.356 batang/ha, dengan biaya rata-rata sebesar Rp 1.356.043,65 / ha. Jumlah ini tergantung dari jarak tanam dan penyulaman yang digunakan petani.

2. Pupuk

Petani Kopi di Desa Dolokmargu, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, Menggunakan berbagai macam pupuk dalam kegiatan usahataninya, diantaranya pupuk Urea, TSP , dan NPK. Harga masing- masing pupuk tersebut diantaranya pupuk urea Rp 4.500/Kg, NPK Rp 6.000/Kg, dan TSP

Rp 3.500/Kg. Rata –rata biaya yang dikeluarkan dari penggunaan pupuk tersebut diantaranya untuk pupuk urea dibutuhkan biaya Rp 318.517,86/ Ha untuk pupuk TSP Rp 235.659,72/Ha dan untuk pupuk NPK Rp 1.075.779,76/Ha.

3. Pestisida

Petani Kopi di Desa Dolokmargu, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan pada umumnya memiliki masalah yang sama dengan tanaman kopi mereka. Tanaman kopi tersebut tidak dapat menghasilkan produksi yang maksimal karena buah tanaman kopi mengalami busuk sebelah. Petani di daerah penelitian belum menemukan solusi untuk mengatasi masalah tanaman kopi tersebut, namun meskipun demikian petani kopi di Desa Dolokmargu tetap menggunakan pestisida untuk melindungi tanaman kopi dari hama dan penyakit tanaman kopi. Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani kopi di daerah penelitian untuk pengendalian hama penyakit yang menyerang tanaman kopi adalah Rp 33.096,19 per hektar.

4. Tenaga Kerja

Petani kopi di Desa Dolokmargu pada umumnya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Namun pada masa-masa tertentu jumlah tenaga kerja dalam keluarga sering tidak cukup. Hal ini sering dialami petani pada masa pengolahan lahan dan panen besar. Untuk menutupi kekurangan tenaga kerja saat musim panen petani biasanya mengambil tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Namun demikian untuk mencari Tenaga Kerja Luar Keluarga di desa Dolokmargu juga tergolong sulit, karena pada umumnya petani di daerah penelitian sama-sama mengusahakan tanaman kopi. Didaerah penelitian jika petani menggunakan

tenaga kerja luar keluarga (TKLK) sistem pembayaran yang dilakukan petani adalah dengan pemberian upah harian. Upah tenaga kerja dilokasi penelitian ditetapkan sebesar Rp 50.000,- per hari untuk tenaga kerja wanita dan Rp 60.000,- per hari untuk tenaga kerja laki-laki.

Besarnya biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani dapat dilihat pada tabel 17 Sebagai berikut:

Tabel 18. Rata-rata biaya variabel usahatani kopi per petani dan per hektar

No. Komponen Biaya Per

petani (Rp) Biaya Per Hektar (Rp) Persentase Biaya Per petani (%) Persentase Biaya Per Hektar (%) 1 Bibit 371,000.00 1,356,043.65 20,8 18,16 2 Pupuk: NPK TSP Urea 302.000,00 61.250,00 96.450,00 1.075.779,76 235.659,72 318.517,86 16,9 3,45 5,41 14,4 3,15 4,26 3 Pestisida 11.526,67 33.096,19 0,64 0,44 4 Tenaga Kerja 938.010,42 4.446.753,72 52,69 59,56 Total 1.780.236 7.465.850,9 100 100 Sumber : Diolah dari Data Primer, 2014 (Lampiran 4-8 dan 18)

Berdasarkan hasil pada tabel 17, dapat diketahui bahwa biaya variabel tertinggi yang dikeluarkan petani di daerah penelitian adalah biaya upah tenaga kerja yaitu 52,69 % dari total biaya variabel per petani. Besar biaya variabel yang dikeluarkan per petani kopi tersebut yaitu Rp 938.010,42/petani dan Rp 4.446.753,72/Ha.

Hal ini disebabkan karena dalam kegiatan usahatani terdapat beberapa urutan kegiatan diantaranya mulai dari kegiatan pengolahan tanah, pemeliharaan, pemupukan, panen dan pasca panen. Masing- masing kegiatan tersebut membutuhkan jumlah tenaga kerja yang tidak sedikit sehingga biaya yang dikeluarkan oleh petani juga besar untuk masing-masing kegiatan diatas.

Berdasarkan rincian dari komponen biaya tetap dan biaya tidak tetap yang telah disebutkan diatas, dapat diperlihatkan rata-rata biaya produksi usahatani kopi per petani dan per hektar sebagai berikut:

Tabel 19. Rata-Rata Biaya Produksi Petani Kopi Per Petani dan Per Ha

No Biaya Per Petani Per Ha

FC (Fixed Cost) Rp VC (Variable Cost) Rp FC (Fixed Cost) Rp VC(Variable Cost) Rp 1. Rata-Rata 152,938.21 1,008,049.58 837,015.82 5,551,279.10 2. Range 49,100.00-370,000.00 269,275.00-2,558,750.00 112,000.00-5,122,500.00 1,518,541.67-21,008,125.00 Sumber : Diolah dari Data Primer, 2014 (Lampiran 21 dan 22)

Dari tabel 18dapat diketahui bahwa rata-rata biaya tetap per petani Rp 152,938.21 dan biaya tidak tetap per petani Rp 1,008,049.58. Sedangkan rata-rata biaya tetap per hektar Rp 837,015.82 dan biaya tidak tetap per hektar Rp 5,551,279.10.

5.4.3. Pendapatan Usahatani Kopi

Pendapatan merupakan selisih dari total penerimaan yang diperoleh petani dikurangi dengan jumlah biaya produksi selama proses produksi berlangsung. Berikut ini diperlihatkan rata-rata pendapatan bersih petani kopi di daerah penelitian:

Tabel 20.Rata-Rata Pendapatan Bersih Petani Kopi Per Petani dan Per Hektar

No Pendapatan Bersih Petani Kopi Rata-Rata (Rupiah)

1 Per Petani 12,881,212.20

2 Per Hektar 35,169,213.02

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2014 (Lampiran 21 dan 22)

Dari tabel diatas dapat diketahui pendapatan per petani sebesar Rp 12.881.212,20 per tahun. Pendapatan tersebut merupakan pendapatan bersih petani yang sudah ditambahkan dengan upah Tenaga Kerja Dalam Keluarga (Net Family Income).

Apabila upah tenaga kerja dalam keluarga dikeluarkan dari pendapatan bersih keluarga (Net Family Income), hal ini menandakan Petani kopi bertindak sebagai manajer murni dalam usaha taninya. Sebaliknya upah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yang ditambahkan kedalam (net income) dianggap sebagai pendapatan keluarga yang diupah dalam usahataninya sendiri. Ini disebut juga dengan pendapatan bersih keluarga (Net Family Income).

Berdasarkan pendapatan bersih petani kopi di daerah penelitian, dapat dilihat kesejahteraan petani kopi di daerah penelitian melalui, Indikator kemiskinan menurut BPS (2005) Yang dijelaskan dengan 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin. Jika minimal 9 (sembilan) indikator terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin (RTM). Indikator tersebut adalah:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan

3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumpia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 10.Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari

11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik

12.Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya

13.Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/ hanya SD

14.Tidak memiliki tabungan

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di daerah penelitian hanya terdapat 2 indikator yang terpenuhi dari 14 indikator yang menjadi kategori rumah tangga miskin. Yaitu sebagian petani kopi di daerah penelitian masih memiliki dinding tempat tinggal dari kayu, tembok tanpa diplester, dan sumber air minum berasal dari sumur bor bantuan pemerintah. Hal ini menandakan bahwa petani kopi di daerah penelitian tergolong sejahtera.

Dokumen terkait