4.4. Analisis Data dan Interpretasi Data
4.4.6. Penerimaan terhadap Penyelesaian Konflik
Penerimaan pasangan informan 1 terhadap penyelesaian konflik yang digambarkan dalam film diterima sangat dominan. Hal ini dikarenakan pasangan informan 1 setuju dengan cara mereka mengambil keputusan untuk menyelesaikan praha yang sedang terjadi dalam rumah tanggga mereka. pasangan memaknai adegan tersebut bahwa mereka sudah bisa menerima kekurangan yang dimiiki oleh pasangannya masing-masing yang dalam hal ini kemandulan Rahmat. “yaa itu yang paling bisa menyelematkan rumah tangga ya itu ,, yaa Saling melengkapi menerima apa ada nya.”
Pasangan informan 1 juga mengatakan bahwa yang paling bisa menyelesaikan setiap masalah perkawinan mereka ya pasangan itu sendiri, karena mereka yang tahu keadaan yang terjadi dalam perkawinannya. Melihat hal tersebut peneliti bisa menemukan bahwa nama perkawinan itu merupakan antara suami dan istri, sebagaimana suami atau istri itu mengalami konflik yang dapat menyelesaikan adalah mereka bukan orang lain. Setiap keputusan yang diambil sudah dari kesepakatan mereka berdua.
Namun pasangan informan 1 sangat negosiasi melihat penyelesaian yang digambarkan pada rumah tangga Shinta dan Heru, dimana adegan tersebut menceritakan bahwa Shita sebagai seorang istri tidak bisa memberikan anak kepada suami nya. Ini yan membuat orang tua Heru meminta agar anaknya menceraika istrinya yaitu Shinta. Dalam hal ini pasangan informan 1 menerima dengan negosiasi sikap yang ditunjukan orang tua Heru yang mencampuri urusan rumah tangga mereka. “iyoo kayak zaman-zaman sekarang kalau lebih dengan pengertian gitu yang lebih apa ..orang – orang yang lebih sudah mengerti harus
75
Universitas Kristen Petra nya ngga akan kayak gitu, kalau aku sih sebenarnya tergantung pasangannya bukan orang tua”. Pasangan informan 1 melihat itu dilatarbelakangin oleh sikap orang tua si R yang tidak menuntut keturunan pada R dan P secara berlebihan meskipun orang tua R mereka berasal dari budaya batak yang terkenal dengan tuntutannya perihal keturunan, namun ketika ditanya hal tersebut R mengatakan” ya memang orang tua saya dari batak hanya karena sudah lama tinggal dikota besar sehingga dia tidak terlalu terlalu terpengaruh dengan hal-hal seperti itu “. Orang tua R tidak terlalu mencampuri urusan mereka, hanya pernah menasehati sesekali kata mereka, tapi intinya orang tua mereka sangat memahami keadaan mereka dan tidak memaksakan perihal keturunan tersebut.
Dilihat dari penjelasan informan 1 diatas, peneliti melihat bahwa apa yang digambarkan dalam media bahwa itulah sebuah realitas yang masih sebagian pasangan rasakan ketika orang tua mereka masih sangat mengutamakan budaya yang masih mereka anut dan tidak ada pilihan lain selain berpisah. Berbeda dengan orang-orang tua yang sudah tidak terlalu mementingkan budaya atau tuntutan sosial yang ada tetapi bisa memahami dengan kondisi yang ada. Sehingga mereka bersifat negosiasi.
Sementara pasangan informan 2 menerima penyelesaian konflik antara pasangan Rahmat dan Tata yang digambarkan dalam film tersebut diterima pasangan informan 2 secara negosiasi. Awalnya pasangan ini dapat menerima apa yang digambarkan dalam media, namun pasangan ini berpandangan lain ketika sudah dipengaruhi oleh realitas yang ada dilingkungan mereka, sehingga mereka berpandangan lain terhadap hal tersebut. Ketika pasangan suami istri menghadapi masalah yang bisa menyelesaikan hanya mereka berdua antara suami dan istri, namun pasangan informan 2 ini kembali dipengaruhi oleh realitas sosial dimana pasangan yang sudah menikah mereka pasti secara tidak langsung keluarga akan ikut dengan sendirinya. Maka dari itu pasangan informan 2 ini menerima hal tersebuat seara negosiasi dan itu dilatarbelakangi oleh lingkungan sekitar mereka yang kebanyakan orang tua tetap ikut andil dalam urusan rumah tangga anaknya.
Sedangkan adegan terhadap penyelesaian konflik yang digambarkan oleh pasangan Shinta dan Heru yang melibatkan orang tuanya diterima oleh pasangan
76
Universitas Kristen Petra informan 2 secara negosiasi. Hal tersebut dimaknai oleh pasangan informan 2 sebagai bentuk pengaruh budaya atau tradisi kita yang sudah melekat. Menurut pasangan informan 2 adegan yang digambarkan film tersebut di selalu menonjolkan orang tua pihak laki-lakinya maka dari itu A melihat bahwa itu pasti terkait dengan persoalan tradisi yang ada dibudaya kita yang mengaharuskan anak laki memiliki keturunan untuk meneruskan keluarga dari laki-laki itu sendiri. Seperti yang dijelaskan dalam situs yang membahas soal pasangan suami istri hala ini juga disampaikan dalam salah satu situs wishingbaby “Desakan untuk segera memiliki anak akan semakin tinggi jika seorang perempuan menikah dengan anak laki-laki yang merupakan anak tunggal dalam keluarga. Selain itu, jika suami mereka berasal dari suku tertentu yang menganggap bahwa anak adalah sebuah keharusan dalam pernikahan (“Pasangan Sulit dapat keturunan, par 11)
Dari penjelasan pasangan informan 2 khususnya A, hal ini dilatarbelakangjn oleh status si A sebagai anak tunggal dikeluarganya , sehingga membuat orang tuanya sempat mengkhawatirkannya ketika selama 6 tahun mereka tidak karuniai anak juga, namun hal tersebut tidak sampai se ekstrim yang terdapat dalam film, hanya saja orang tuanya tetap memantau pasangan informan 2. Maka dari itu peneliti dapat simpulkan bahwa tradisi masih memiliki peran dalam kaitanya dengan perihal keturunan. Sehingga itu yang membuat pasangan ini menerima itu secara negosiasi. Hal ini yang menjadikan banyak pasangan kemudian menjadi lebih tertekan dengan keinginan orang tuanya juga, sehingga tidak sedikt bahwa pasangan suami istri juga akhirnya harus bercerai karena hal tersebut.
Kondisi penyelesaian konflik ini peneliti temukan ketika melihat adegan dalam film tersebut dimana kedua informan menerima kondisi tersebut secara negosiasi, hal ini dikarenakan latar belakang masing-masing. pasangan informan 1 melihat itu sebagai bentuk budaya keluarga yang sudah diberikan kepada keluarga sehingga itu dipandang dari keluarga masing-masing tergantung keluarga tersebut menanggapi seperti apa hanya saja dalam hal ini. sedangkan pasangan informan 1 mengaku bahwa pemikiran orang tuanya jauh lebih terbuka dan bisa menerima
77
Universitas Kristen Petra masukan. Sedangkan pasangan informan 2 masih dipengaruhi oleh culture setting mempetimbangkan budaya timur.