• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGADAAN BAHAN BAKU DAN BAHAN BAKAR  1. Bahan Baku

Dalam dokumen LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN.docx (Halaman 36-47)

PROSES PEMBUATAN SEMEN PORTLAND DI PT.SEMEN TONASA

4.1 PENGADAAN BAHAN BAKU DAN BAHAN BAKAR  1. Bahan Baku

Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan semen adalah  batu kapur(Lime Stone), Pasir silica, tanah liat. Sebagai bahan penunjang umumnya digunakan Gypsum. Batu kapur dan tanah liat diperoleh dengan  penambangan sendiri di daerah sekitar pabrik.

a.  Batu kapur 

Kebutuhan batu kapur di pabrik mencapai 21.000 ton perhari, untuk  memenuhi kebutuhan tersebut, batu kapur ditimbang dari bukit Biring ere yang berada di sekitar lokasi pabrik. Batu kapur ini memiliki kandungan CaCO3 kurang lebih 82%. Persediaan batu kapur diperkirakan dapat mencukupi lebih kurang dari 100 tahun mendatang.

Penambangan batu kapur dilakukan dengan Sytem  benching(tangga), tujuannya untuk keamanan dan kemudahan dalam

system penambangan.

* Pemetaan

Pemetaan dilakukan untuk mengetahui Tofografi daerah yang akan ditambang. Data Tofografi ini berguna untuk menentukan kedalaman lubang yang akan di bor.

* Penyiapan Area Kerja

Penyiapan area kerja dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah cleaning, yakni pembersihan semak dan pohon dengan menggunakan  boldoser dan chin saw. Tahap kedua adalah stripping yang bertujuan

untuk membersikan lapisan humus dan tanah di area penambangan.

* Persiapan Peledakan

Persiapan peledakan diawali dengan pembuatan lubang peledakan menggunakan crawl air drill dengan diameter mata bor 3,5 dan 5,5 in. Satu set lubang, terdiri atas 20 lubang, jarak antara mata bor adalah 3-4 meter, kedalaman lubang antara 6-18 meter. Tahap selanjutnya terdiri dari

1.ANFO, Yaitu bahan peledak yang merupakan campuran Ammonium nitrat dan fuel oil dengan perbandingan berat (94:6)%

2. Dinamit ammonium giletin (domatin).

3. Detonator, digunakan untuk menyulut dinamit.

Batu kapur yang telah diledakkan dipindahkan ke drum truk, selanjutnya batu kapur tersebut dijauhkan ke loading dengan

meluncurkannya pada rock sliding. Diloading are diharapkan batu kapur  yang berukuran besar sudah pecah-pecah sehingga akan mengurangi  beban crusher.

a. Pengecilan ukuran ( crushing)

Crushing adalah penghancuran bongkahan-bongkahan batu kapur   berukuran besar hasil penambangan hingga berukuran lebih kecil dari 2,5

inci, crusher yang di gunakan adalah crusher impact ini mempunyai kapasitas berkisar antara 1325-1826 ton/jam. Keluaran dari crusher  dibawah kegudang dengan menggunakan Belt Conveyor.

 b. Pengadaan tanah liat

Tanah liat diambil dari deposit yang berada disekitar pabrik, penggalian tanah liat tidak memerlukan ledakan seperti halnya pada penambangan  batu kapur. Setelah dilakukan pembersihan tanaman dan pengpasan lapisan humus dan bulldoser. Tanah liat dapat langsung dipindahkan ke drum truk, Selanjutnya tanah liat digunakan sebagai sumber aluminium dan besi dan kadarnya sekitar 29% dan 10 %.

c. Pengadaan pasir Silika

Pasir silica diambil dari daerah lain yang masih dalam satu propinsi seperti didaerah Bone. Cara pengecilan ukuran dan pengangkutan ke lokasi pabrik sama dengan tanah liat.

d. Pengadaan Gypsum

Gypsum untuk keperluan pabrik terdiri dari gypsum sintetis dari PT. Petrokimia Gresik dan Gypsum alam dari Thailand. Kebutuhan gypsum adalah adalah 720 ton/hari.

4.2 Pengolahan Batu Bara

Batu bara merupakan bahan bakar padat yang banyak digunakan pada industri semen. Hal ini disebabkan karena :

1. Pertimbangan Internal

Perubahan peralatan dengan menggunakan batu bara dari minyak tidak  terlalu mahal

Sebagian batu bara yang terbakar dapat menjadi abu yang dapat ikut menjadi semen sehingga menambah produk 

Harga batu bara relative lebih murah dari bahan bakar minyak 

2. Pertimbangan Eksternal

Cadangan batubara masih cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Batu bara yang dipakai dalam operasi PT Semen Tonasa adalah  batu bara yang berasal dari Kalimantan Selatan dan sebagian berasal dari

Sebelum batu bara digunakan sebagai bahan pembakar material dalam kiln, perlu dikeringkan dan digiling sampai ke halusan tertentu, disamping itu harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan seperti kadar air, kadar sulfur, kadar abu, nilai kalor dan sebagainya.

Pengeringan Batu Bara

Pengeringan dimaksudkan untuk pengurangan kadar air dari 18% menjadi 4% sebelum digiling. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan rotary drayer yang terpisah dengan unit mill dan  berkapasitas 30 ton/jam.

Batu bara yang diangkut dengan truk ke gudang batu bara didatangkan dari luar. Dalam bentuk butiran dan bongkahan. Batu bara dari gudang diangkut oleh loader untuk dimasukkan ke dalam hopper.

Dari hopper batu bara diangkut ke coal drayer. Sebagai pemanas digunakan gas panas yang berasal dari tungku yang menggunakan batu  bara sebagai bahan bakar (700oC) , selanjutnya batu bara diangkut ke coal

mill untuk proses penggilingan.

Penggilingan Batu Bara

Penggilingan batu bara yang telah dikeringkan dilakukan dengan menggunakan system terbuka. Alat penggiling yang dipakai di Tonasa II dan III adalah peralatan bekas dari alat giling Tonasa I yang berkapasitas 21,5 ton/jam, yang telah direnovasi dan ditingkatkan kapasitasnya menjadi 30 ton/jam.

Penggilingan batu bara terdiri atas tiga kamar, masing-masing kamar  mempunyai komposisi grinding media yang berbeda, hasil yang keluar  dari coal mill diharapkan mempunyai kehalusan :

1. 10 % lolos ayakan 0,2 mm 2. 15% tertahan ayakan 0,09 mm.

Kualitas Batu Bara

Kualitas batu bara sangat berpengaruh pada proses pembakaran dalam tanur putar. Batu bara yang akan digiling, dipilih berdasarkan  parameter sebagai berikut :

- Nilai kalor : 5.500 – 6.500 kcal/kg - kadar abu : <15%

- Zat terbang : 34 – 45% - kadar sulfur : <1% - kadar air : <18%

- ukuran partikel : 5 cm

Batu bara hasil gilingan diisyaratkan :

1. Kehalusan 0,09 mm sebanyak 15% tertahan (Residu) 2. Kadar air 4%

3. Suhu dijaga tidak lebih dari 65oC 4. Lama penyimpanan maksimum 8 jam

4.3 Penggilingan Bahan Baku (Raw Mill)

Proses penggilingan bahan baku ini dikerjakan oleh unit penggilingan  bahan mentah. Tujuan dari proses ini adalah untuk memproduksi tepung  bubuk bahan baku dengan kualitas atau standar yang dibutuhkan untuk 

umpan tanur putar / kiln dengan ukuran yang diinginkan dan pencampuran  bahan baku yang homogen.

 Bahan Baku Pembuatan Semen Portland Tipe I, yaitu :

Khusus untuk semen Tonasa, bahan koreksi yang digunakan biasanya  pasir silica dan pasir besi. Sedangkan komposisi bahan baku yang

digunakan di PT Semen Tonasa adalah sebagai berikut : a. Bahan Baku Utama :

-  batu kapur sebesar 78 – 80 % - tanah liat sebesar 18 – 20 %  b. Bahan Baku Koreksi :

-  pasir silica 1 – 5% -  pasir besi sebesar 1 %

Hasil penggilingan ini berupa campuran yang homogen dengan kadar  air kurang dari 1%. Disamping itu ukuran butir harus memenuhi  persyaratan, yaitu :

1. Residu ayakan 200 mikron 1,5 – 3 % 2. Residu ayakan 90 mikron 10 – 16 %

Proses pengecilan ukuran ini dilakukan dengan grinding mill yang  berupa tube mill dengan pengisian berupa bola-bola baja ini kemudian diputar dan material yang sudah tercampur dialirkan kedalamnya. Didalam Tube Mill, material mengalami beberapa proses yaitu :

1. Proses Penghancuran

Material yang mempunyai ukuran yang lebih besar dihancurkan oleh gaya  bentur (inpact force) dari bola-bola baja yang mempunyai ukuran diameter   besar.

2. Proses Penghalusan

Penghalusan material ini disebabkan oleh gaya gesek (friction force) pada material oleh bola-bola baja dengan ukuran diameter kecil.

3. Proses Pengeringan

Tujuan dari proses pengeringan ini untuk mendapatkan material yang lebih kering dan mudah dihaluskan. Pengeringan ini dilakukan oleh udara panas yang dialirkan dari Rotary Kiln atau tanur putar.

Mekanisme penggilingan pada raw mill tonasa unit II dan III mempunyai  perbedaan, yaitu :

Penggilingan Bahan Baku Unit II

Tube Mill yang digunakan berupa tabung silinder diletakkan horizontal  pada penumpuh (slide bearing). Jenis Tube Mill yang digunakan berupa

centere discharge gravity mill.

Bagian dalam dari body dipasang liner yang berfungsi sebagai lifter  yang memiliki fungsi

1. Menghancurkan material sehingga luas permukaan material menjadi besar  dan permukaan yang bersentuhan dengan gas panas menjadi luas.

2. Menghambat jalannya material sehingga waktu sentu antara gas panas dan material menjadi lama.

System penggilingan adalah grinding yang terdiri dari dua kamar  (compartment). Yang masing-masing berisi bola-bola baja. Kamar satu  berisis bola-bola baja seberat 80 ton dengan ukuran diameter 60 -100 mm.

sedangkan kamar dua berisi bola-bola baja seberat 72 ton dengan diameter  30 – 60 mm.

Mekanisme Penggilingan

Sebelum digiling dalam Raw Mill (Tube Mill), bahan mentah dikeringkan terlebih dulu dalam limestone dryer (untuk batu kapur) dan clay dryer (untuk tanah liat) dimana panas yang digunakan untuk mengeringkan diperoleh dari gas panas kiln II.

Bahan mentah yang akan digiling terdiri dari batu kapur, tanah liat,  pasir silica, debu kapur, dan debu tanah liat yang sebelumnya telah diketahui beratnya masuk kedalam Raw Mill (Tube Mill). Setelah setengah sampai satu jam operasi, bahan hasil gilingan keluar dari tengah-tengah Tube Mill melalui penyaringan (screen). Kemudian campuran ini di bawah ke separator untuk dipisahkan yang partikel yang kasar dan partikel yang halus. Jenis separator yang digunakan adalah Rotary blade separator. Hasil  partikel yang kasar kembali ke Raw Mill melalui air slide untuk digiling, sedangkan partikel yang halus dari separator dibawah dengan air slide dan kemudian diterima air lift menuju bin blending untuk diadakan homogenisasi. Material dalam bin-bin yang komposisinya sesuai dimasukkan ke dalam blending tank untuk dicampur, sedangkan yang komposisinya tidak memenuhi ditahan dalam bin dan dikalkulasi dengan  produk selanjutnya. Material kemudian dimasukkan ke dalam silo Raw Mill

sebelum diumpankan ke tanur putar/kiln.

Penggilingan Bahan Baku Unit III

Perbedaan utama dengan unit II adalah bahwa pada unit III  penggilingan bahan baku dilakukan dengan system drying during grinding

yaitu material digiling sambil dikeringkan. Tube mill terdiri dari dua kamar, kamar satu berfungsi sebagai pengering sedangkan kamar 2 berfungsi sebagai penghancur. Jadi hanya kamar dua yang berisi bola-bola baja. Diameter bola yang digunakan berkisar antara 30 – 100 mm. Gas panas dari rotary kiln III selain digunakan sebagai pengering juga digunakan sebagai  penghancur. Jadi material yang digiling oleh mill disapu dan diangkut aliran gas panas. Apabila gas panas dari kiln III tidak mencukupi maka dipakai  pembangkit tenaga panas auxiliary burner.

Batu kapur, tanah liat dan pasir silica yang telah diketahui beratnya masuk dalam keadaan basah ke Tube Mill. Bahan masuk ke kamar I  bersama-sama gas panas dari kiln III yang suhunya rata-rata 300oC, kemudian masuk ke kamar 2 melalui screen. Didalam kamar 2 bahan mengalami tumbukan dengan grinding ball (bola-bola baja).

Setelah lembut bahan ditransportasikan ke alat pemisah yang berupa cone separator dengan cara hisapan udara mill fan. Pada cone separator, material dipisahkan antara yang halus dan yang kasar. Bagian yang kasar  dikembalikan ke Tube Mill melalui air slide untuk digiling kembali, sedangkan bagian yang halus masuk ke siklon melalui air slide dan dipompakan silo Raw Mill dengan air swept. Debu yang halus dari siklon ditangkap oleh EP (Electrostatic Precipitator) dan hasilnya dimasukkan ke dalam bin. Dari bin bahan diblending ke silo Raw Mill III. Sedangkan gas yang lolos dihembuskan ke angkasa lewat cerobong. Kadar air bahan yang keluar dari Raw Mill III kurang dari 1%.

4.4 Proses Pembakaran

Proses pembakaran bahan mentah untuk menghasilkan klinker dilakukan dalam tanur putar (Rotary Kiln) dimana material mengalami perubahan fisika dan kimia.

Pembakaran adalah reaksi oksidasi bahan bakar oleh oksigen dengan melepaskan  panas. Factor terpenting dalam proses pembakaran yaitu :

1. Panas

2. Komposisi Kimia dan Fisika 3. Karakteristik 

4. Kehalusan/ luas permukaan agar reaksi lebih mudah terjadi 5. Homogenisasi

6. Waktu dalam proses (selama waktunya semakin bagus)

4.5 Pembakaran Raw Meal Menjadi Klinker

Untuk mencapai kondisi yang terbaik dalam pembakaran sehingga dihasilkan terak yang baik maka perlu dilakukan perbandingan batu bara dengan udara dan  pengaturan suhu nyala gas keluar dan temperatur burning –  Zone. Bagian utama

a) Preheater (Pemanasan awal)

Pabrik Tonasa menggunakan system suspension preheater IV tingkat. Raw Mill dari silo dibawa dengan air slide. Laju alir umpan kiln tergantung dari kondisi operational yang umumnya berkisar antara 135 ton/jam. Raw Mill umpan kiln masuk  ke suspension preheater pada bagian puncak preheater (tingkat 1) sedangkan gas  panas masuk dari siklon paling bawah (tingkat IV).

Material yang mengalami pemanasan adalah Raw Meal (kiln feed) sedangkan sebagai pemanas dipakai gas hasil pembakaran di kiln. Aliran Raw Meal berlawanan arah dengan aliran panas. Perpindahan panas dalam siklon preheater sebagian besar  terjadi dalam gas duct.

Waktu tinggal raw meal dalam siklon preheater sekitar 25 detik, dengan temperatur ± 50oC dan suhu keluar (masuk kiln) sekitar 840oC. Gas panas pada outlet gas duct kiln suhunya antara 800 –  1000oC. Aliran gas panas dibantu oleh hisapan dari Induced Draft Fan (ID Fan). Proses yang terjadi didalam preheater adalah sebagai berikut :

1. Pada suhu 50 – 330oC terjadi penguapan air bebas dan pemanasan Raw Meal 2. Pada suhu 330 – 530oC terjadi penguapan air kristal

3. Pada suhu 530 – 700oC terjadi kalsinasi awal dengan reaksi : CaCO3 → CaO + CO2

Dan terjadi pembentukan CA dan CF. CaO + Al2O3 → CaO.Al2O3

CaO + Fe2O3 → CaO.Fe2O3

4. Pada suhu 700 – 840oC terjadi kalsinasi ± 25 – 52 % pembentukan CA dengan CF serta pembentukan C2S.

Gas dan debu yang keluar dari preheater lalu masuk kedalam conditioning tower  untuk didinginkan dengan air, sehingga suhunya turun dari 350oC menjadi 280oC, debu yang terpisahkan oleh kebutuhan air conditioning tower diterima screw conveyor dan dikembalikan lagi dari air lift bersama-sama raw meal masuk kedalam  preheater sedangkan gas panas dialirkan ke raw meal.

b) Tube Kiln

Material yang keluar dari tahap IV sudah mengalami kalsinasi sebanyak 25  –  30% material ini kemudian masuk kedalam kiln yang berbentuk silinder dengan  panjang 75 m dengan kemiringan (slope) 3 – 3,5 %. Jenis kiln yang digunakan adalah

Rotary Kiln, yang berfungsi sebagai berikut

Reaktor kimia

Pembangkit panas

Alat perpindahan panas

Alat transportasi

Didalam tanur putar di bagi beberapa zone, dimana tiap-tiap zone mempunyai fungsi masing-masing. Adapun pembagian zone tersebut adalah sebagai berikut :

Calcining Zone (900

 – 

1200)oC

Zone kalsinasi merupakan daerah dalam kiln tempat terjadinya reaksi kalsinasi lanjutan hingga sempurna. Panjangnya 4 – 6 kali diameter untuk kiln dengan system konvensional suspension preheater atau 1  –  3 kali diameter untuk kiln dengan calsiner.

Transition Zone (1200

 – 

1350)oC

Zone transisi merupakan tempat terjadinya pelelehan awal material umpan. Karena merupakan daerah transisi antar zone kalsinasi dengan zone  pembakaran/burning/sintering maka pada daerah ini terdapat coating tidak stabil dan

sedikit jumlahnya. Panjang daerah ini 2 – 6 kali diameter kiln.

Burning Zone (1350

 – 

1500)oC

Zone pembakaran merupakan tempat terjadinya reaksi klinkerisasi dalam media lelehan material umpan. Lelehan sebagian umpan material yang bertemu dengan  partikel padat ini akan membentuk lapisan coating. Lapisan coating ini tebalnya 25 – 

40 cm, terjadi karena reaksi kimiawi antara material dalam kiln dengan batu tahan api. Jenis BTA yang mampu mengikat coating adalah batu basic atau batu magnesit dengan kandungan utama MgO. Coating yang terjadi diharapkan coating yang stabil dan ini memerlukan kondisi operasi pembakaran, kualitas material umpan dan nyala api yang stabil. Panjang daerah ini 3 – 5 kali diameter.

Kiln feed akan dipanasi oleh gas yang berasal dari kiln. Pemanasan yang  berlangsung dengan prinsip berlawanan arah. Kiln feed dari siklon IV masuk kedalam tanur putar, didalam tanur putar kiln feed akan mengalir menuju nyala api, disebabkan karena posisi tanur yang diletakkan agak miring dan juga karena putaran tanur itu sendiri.

Karena adanya pembakaran, maka terjadilah reaksi kimia antara senyawa-senyawa yang terdapat di dalam kiln feed. Reaksi tersebut berjalan secara bertahap sesuai dengan tingkat-tingkatan suhu yang dilalui oleh kiln feed. Reaksi kimia yang terjadi diawali dengan terurainya :

CaCO3 → CaO + CO2

Pada suhu diatas 894oC, kemudian terjadi pembentukan senyawa lain : - Disosiasi MgCO3 (700 – 730)oC

MgCO3 → MgO + CO2

- Pembentukan CA, CF, dan C2S (diatas 800)oC CaO + Al2O3 → CaO.Al2O3

CaO + Fe2O3 → CaO.Fe2O3

- Pembentukan maksimum C2S, C2F (950 – 1200)oC 2CaO + SiO2 → 2CaO.SiO2

2CaO + Fe2O3 → 2CaO.Fe2O3

- Pembentukan C3A dan C4AF (1200 – 1300)oC 3CaO + Al2O3 → 3CaO.Al2O3

3CaO + Al2O3 + Fe2O3 → CaO.Fe2O3

- Mulai membentuk fase cair (1260)oC - Pembentukan C3S (1260 – 1450)oC

3CaO + SiO2 → 3CaO.SiO2

Selain terbentuknya senyawa tersebut diatas, masih ada CaO yang tidak bereaksi disebut CaO bebas atau free lime.

Pada daerah burning zone material yang berbentuk lelehan akan membentuk  coating sebagian dan melekat pada batu tahan api yang dipasang didalam tube kiln. Adanya coating ini memang diperlukan karena melindungi batu tahan api dan selain itu juga akan mencegah material meluncur cepat. Tetapi jika coating itu terlalu  banyak, akan menggangu material atau gas hasil pembakaran. Lagipula jika  banyaknya coating, memperbesar kemungkinan jatuhnya coating yang menyebabkan  batu tahan api akan merusak dinding kiln.

Bagus tidaknya mutu produk pembakaran kiln dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu :

1. Perbandingan jumlah bahan bakar dengan bahan yang dibakar  2. Waktu kontak material dalam kiln dengan panas

3. Kandungan air material 4. Nilai kalor bahan bakar  5. Komposisi kiln feed

Cooler Zone (350oC)

Zone pendingin merupakan daerah dalam kiln tempat terjadinya pendinginan awal klinker sebelum masuk ke cooler. Klinker atau terak yang terjadi akan keluar  dari kiln melalui cooler, jenis cooler yang dipakai adalah planetary cooler yang  jumlahnya 10 buah. Didalamnya dilengkapi dengan liner atau lifter serta batu tahan

api, dengan menggunakan udara.

Material yang keluar dari cooler terak dipisahkan antara yang besar dan kecil diangkut oleh pan conveyor untuk dimasukkan ke dalam silo terak, sedangkan terak  yang berukuran besar dihancurkan kembali di Crusher klinker. Setelah halus dimasukkan ke dalam silo terak, karena jika diameternya lebih besar, efisiensi kerja dari penggilingan akhir akan berkurang.

4.6 Penggilingan Semen (Semen Mill)

Tujuan penggilingan semen adalah untuk memperbesar luas permukaan partikel yaitu campuran antara klinker dan gypsum, sehingga senyawa kimia yang terdapat dalam partikel semen dapat bereaksi secara sempurna pada saat pemakaian. Disamping itu untuk mendapatkan tingkat kehalusan sesuai dengan syarat SNI No 15  – 2049 – 2004.

Untuk penggilingan klinker, cement mill yang digunakan adalah type umpan mill dengan kapasitas 100 ton/jam dan blaine cement yang dihasilkan >3200 cm2/g.

Klinker silo dan gypsum dari storage masuk ke masing-masing hopper. Kemudian diumpankan ke Mill melewati dosimat feeder untuk menentukan laju alir  massa masing-masing umpan. Gypsum yang digunakan sebanyak ± 5% jumlah umpan total. Gypsum adalah bahan pencampur semen yang berfungsi sebagai  pengendali waktu pengikatan dan menambah kuat tekan semen sampai batas tertentu.

Sifat gypsum pada waktu pengikatan semen adalah :

- Pada waktu terjadi penggilingan akan terjadi pelumatan, pencampuran, dan timbul  panas.

- Gypsum dengan suhu diatas 120oC akan melepaskan sebagian air kristalnya dan  pada suhu lebih tinggi lagi air kristal akan hilang. Reaksi

CaSO4.2H2O → CaSO4.1/2H2O + 1,5H2O↑ CaSO4.2H2O → CaSO4 + 2H2O↑

Untuk memperkecil ukuran material dipergunakan grinding ball sebagai media  penghancur. Proses penggilingan material terjadi akibat gerakan pukulan dan gesekan

grinding ball terhadap material seperti penggilingan batu bara dan bahan mentah. Mill terdiri dari dua chamber, dimana chamber satu terjadi penggilingan karena  berat pukulan (inpect) yang disebut caterating dan gesekan (friction) antara grinding  ball dengan liner yang disebut cascading, serta penghancuran campuran klinker 

dengan gypsum. Pada chamber dua terjadi gesekan antara grinding ball dengan linear  (cascading).

Temperature penggilingan dijaga agar tidak melebihi 115oC. Hal ini dilakukan untuk mencegah terurainya gypsum. System pendingin dan pengaturan temperatur  menggunakan water injection pada inlet dan outlet mill.

Hasil penggilingan berupa semen kemudian dimasukkan ke dalam separator  dengan menggunakan air slide dan bucket elevator. Material kasar di kembalikan ke dalam Mill sedangkan yang halus masuk ke dalam silo semen.

4.5 Pendinginan Semen

Gypsum pada suhu diatas 120oC akan mengalami kehilangan air kristalnya maka fungsi pengatur pengerasan/pengikatan akan hilang. Untuk menjaga agar hal ini tidak  terjadi ditempuh cara sebagai berikut :

Terak yang akan digiling harus sudah relative dingin

Dilakukan pendinginan langsung di dalam Mill dengan cara spray (pengabutan) langsung kedalam Mill yang sedang beroperasi.

4.5 Pengantongan Semen

Tujuan pengantongan adalah untuk mempermudah distribusi semen, baik untuk  konsumsi besar maupun konsumsi kecil, mempermudah pengangkutan dan  penyimpanan semen.

Pengantongan semen di Tonasa Unit II dan III dilakukan di tempat yaitu di lokasi  pabrik dan pelabuhan khusus Biringkassi. Kapasitas di lokasi pabrik untuk pelayaran

lokal sebanyak 2000 zak/jam dengan dua unit. Sedangkan dipelabuhan Biringkassi untuk pelayaran antar pulau 200 zak/jam dengan lima unit.

Semen dari hasil penggilingan ditampung dalam empat buah silo semen dengan kapasitas 22.500 ton semen/ silo. Semen dari silo sebagian ditransport ke packer  Tonasa II dan III melalui air slide, bucket elevator, dan vibrating screen agar  dipisahkan jika ada semen yang mengumpal. Dengan rotary turbo packer, semen dikantongkan sebesar 50 kg/zak.

Transportasi semen ke biring kassi’ dilakukan dengan Mobil trailer dengan kapasitas tiap Mobil trailer 26  –  28 ton. Dari wagon semen dimasukkan silo semen dengan menggunakan udara tekan dari kompresor. Di pelabuhan Biring Kassi’ ada 8 silo dengan kapasitas masing-masing 5.000 ton.

BAB V

Dalam dokumen LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN.docx (Halaman 36-47)

Dokumen terkait