• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Analisis Pengaturan

2. Pengadaan Barang dan Jasa Menurut Keputusan Presiden

Barang/Jasa Pemerintah

Dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (selanjutnya disebut Keppres No.80

125

Barda Nawawi Arief., Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 107 dan hal. 113.

126

Pembalikan beban pembuktian sama artinya dengan pembuktian terbalik dimana yang paling utama dibuktikan adalah harta (aset) hasil tindak pidana korupsi atau hartalah yang berperkara bukan pelaku (koruptor).

127

Indriyanto Seno Adji., Korupsi, Kebijakan Aparatur Negara & Hukum Pidana, (Jakarta: CV. Diadit Media, 2006), hal. 356.

128

Romli Atmasasmita., Kapita Selketa Hukum Pidana, Jilid ke-2, (Bandung: CV. Utomo, 2004), hal. 60. Karena ada kewajiban KPK menetapkan status gratifikasi seperti dalam Pasal 12C ayat (4) UU No.20 Tahun 2001.

Tahun 2003), berkenaan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.

Pengguna barang/jasa menurut Pasal 1 angka 2 Keppres No.80 Tahun 2003

adalah kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/pemimpin bagian

proyek/pengguna anggaran daerah/pejabat yang disamakan sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam lingkungan unit kerja/proyek tertentu.129 Pengguna barang/jasa dimaksud dalam hal ini adalah Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Tebing Tinggi yang dalam pengadaan barang-barang keperluan sekolah bersumber dari APBD. Seperti ditegaskan dalam Pasal 1 angka 6 Keppres No.80 Tahun 2003 bahwa pengguna anggaran daerah adalah pejabat di lingkungan pemerintah propinsi/kabupaten/kota yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari dana APBD.

Seharusnya dalam pengadaan barang-barang di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Tebing Tinggi, dibentuk panitia pengadaan barang agar lebih jelas pertanggungjawabannya dalam laporan panitia setelah program tersebut selesai. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 angka 8 Keppres No.80 Tahun 2003 bahwa

129

Kepala kantor/satuan kerja adalah pejabat struktural departemen/ lembaga yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari dana anggaran belanja rutin APBN.

panitia pengadaan adalah tim yang diangkat oleh pengguna barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa. Sementara khususnya pengadaan barang-barang untuk keperluan sekolah tidak dilakukan panitia khusus untuk

menjalankan program School Grant di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Tebing

Tinggi.

Salah satu tugas pokok pengguna barang/jasa dalam pengadaan barang/jasa ditentukan dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b Keppres No.80 Tahun 2003 yang mana disebutkan tugas pokok tersebut ”mengangkat panitia/pejabat pengadaan barang/jasa”. Pengadaan barang-barang untuk keperluan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Tebing Tinggi tidak ada panitia pengadaan barang melainkan secara langsung dilakukan oleh Kelapa Sekolah. Oleh sebabnya, tindakan Kepala Sekolah tersebut bertentangan dengan Keppres No.80 Tahun 2003.

Tujuan dikeluarkannya Keppres No.80 Tahun 2003 menurut Pasal 2 ayat (2) agar dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD dilakukan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Mengingat tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Tebing Tinggi dalam pengadaa barang-barang sekolah dikaitkan dengan salah satu tujuan Keppres No.80 Tahun 2003 yaitu dilaksanakan secara ”transparan”. Dalam hal ini Kepala Sekolah yang karena kekuasaannya tersebut, tidak transparan dalam mengelola Dana Program Layanan Dasar (School Grant) tahun 2006 dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini juga disebabkan karena Kepala Sekolah sengaja tidak

membentuk panitia pengadaan barang agar dapat dikaburkan pertanggungjawabannya.

Tindakan Kepala Sekolah bertentangan dengan salah satu prinsip dasar pengadaan barang/jasa dalam Pasal 3 huruf d Keppres No.80 Tahun 2003 yakni prinsip transparansi. Pasal 3 huruf d memperluas prinsip dasar pengadaan barang/jasa dalam transparan yang berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya.

Dana yang dikorupsi Kepala Sekolah adalah dana dari APBN tahun 2006 Dinas Pendidikan Menegah dan Kejuruan Propinsi Sumatera Utara atau Dana Program Layanan Dasar sebesar Rp.35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) yang pada peruntukannya digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Tebing Tinggi. Total dana tersebut dikaitkan dengan ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) Keppres No.80 Tahun 2003 menjadi suatu pertimbangan dalam pengadaan barang. Disebutkan dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) Keppres No.80 Tahun 2003 tersebut adalah:

(1) Panitia pengadaan wajib dibentuk untuk semua pengadaan dengan nilai di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Untuk pengadaan sampai dengan nilai Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dapat dilaksanakan oleh panitia atau pejabat pengadaan.

Total dana Program Layanan Dasar sebesar Rp.35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) di bawah ketentuan Pasal 10 ayat (1) Keppres No.80 Tahun 2003 yang tidak harus dibentuk panitia pengadaan barang/jasa menurut ketentuan ini. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Umi Kalsum adalah tidak transparannya dalam pengadaan barang-barang dan melanggar salah satu prinsip dasar dalam Keppres No.80 Tahun 2003. Persyaratan dalam pembentukan panitia pengadaan barang/jasa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 ayat (8) huruf a Keppres No.80 Tahun 2003, dilarang duduk sebagai panitia/pejabat pengadaan:

a. Pengguna barang/jasa dan bendaharawan; dan

b. Pegawai pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP)/Inspektorat Jenderal Departemen/Inspektorat Utama Lembaga

Pemerintah Non Departemen/Badan Pengawas Daerah

Propinsi/Kabupaten/Kota, Pengawasan Internal BI/BHMN/BUMN/BUMD kecuali menjadi panitia/pejabat pengadaan untuk pengadaan barang/jasa yang dibutuhkan instansinya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 10 angka 8 huruf a Keppres No.80 Tahun 2003 di atas, jelas bahwa tindakan Kepala Sekolah dikaitkan dengan Keppres No.80 Tahun 2003 termasuk sebagai kategori pengguna barang/jasa dilarang duduk sebagai panitia pengadaan barang, sementara Kepala Sekolah tersebut duduk sebagai panitia (walaupun panitia pengadaan barang tidak dibentuk) akan tetapi Kepala Sekolah secara langsung maupun tidak langsung telah mengambil alih semua kegiatan tanpa diadakan pembentukan panitia.

BAB III

PERANAN PENYIDIK DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG-BARANG KEPERLUAN DI SEKOLAH