• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

F. Pengakuan Pendapatan

Pengakuan adalah proses pencatatan item-item dalam jurnal, dimana untuk setiap item yang diakui harus memenuhi salah satu definisi dari unsur laporan keuangan. Sebagai contoh, piutang harus memenuhi definisi aktiva agar dapat dicatat dan dilaporkan sdebagai aktiva dalam neraca. Hal yang sama juga berlaku untuk kewajiban, ekuitas, pendapatan, beban, keuntungan, kerugian, dan unsur laporan keuangan lainnya. Item-item tersebut juga harus dapat diukur dalam satuan unit moneter (satuan mata uang) agar dapat diakui.

Untuk item-item yang memenuhi definisi unsur laporan keuangan, tetapi tidak dapat diukur, namun besar kemungkinannya untuk terjadi, maka item tersebut seharusnya tidak dicatat (tidak ada pengakuan) sampai item-item tersebut dapat dikuantifikasi (diukur). Perlakuan akuntansi yang tepat untuk kondisi seperti ini adalah perlunya pengungkapan (disclosure) secara memadai atas informasi terkait dalam catatan laporan keuangan (notes to the financial statement). Sebagai contoh adalah perusahaan yang memiliki tanggung jawab (kewajiban) untuk membersihkan kerusakan lingkungan sebagai akibat dari limbah hasil operasional usahanya. Peristiwa ini termasuk definisi memenuhi kewajiban, tetapi karena jumlahnya belum dapat ditentukan secara memadai, maka peristiwa ini belum dapat dicatat atau diakui sebagai kewajiban, namun tetap harus diungkapkan dalam catatan laporan keuangan, mengingat informasi atas peristiwa ini adalah relevan bagi pengguna laporan keuangan.

Hery (2009:103), Berdasarkan akuntansi akrual (sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum), pengakuan pendapatan tidak harus menunggu sampai kas diterima.Kerangka kerja konseptual FASB telah mengidentifikasi dua kriteria yang seharusnya dipertimbangkan dalam menentukan kapan pendapatan dan keuntungan seharusnya diakui. Pendapatan dan keuntungan umumnya diakui ketika : (1) telah direalisasi atau dapat direalisasi, dan (2) telah dihasilkan/telah terjadi. Pendapatan dikatakan telah direalisasi (realized) jika barang atau jasa telah dipertukarkan dengan kas. Pendapatan dikatakan dapat direalisasi (realized) apabila aktiva yang diterima dapat segera dikonversi menjadi kas. Pendapatan dianggap telah dihasilkan atau telah terjadi (earned) apabila perusahaan telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan untuk mendapatkan hak atas pendapatan tersebut.

Kedua kriteria di atas umumnya terpenuhi pada saat titik penjualan (point of sale), dimana pendapatan akan diakui ketika barang telah dikirim atau jasa telah diberikan ke pelanggan. Atau dengan kata lain, pendapatan diakui ketika perusahaan telah memberikan sebagian besar barang atau jasa yang dijanjikannya kepada pelanggan (dalam hal ini, pendapatan dikatakan telah dihasilkan atau telah terjadi melalui penyelesaian secara substansial aktivitas yang terlibat dalam proses pembentukan pendapatan dan ketika pelanggan telah memberikan pembayaran (telah direalisasi) atau setidaknya janji pembayaran yang sah kepada perusahaan (dapat direalisasi). Pengakuan

pendapatan pada saat titik penjualan ini umumnya menyediakan pengujian yang lebih seragam, objektif, dan logis.

Sebagai pengecualian dari pengakuan pendapatan yang dilakukan pada saat titik penjualan, pendapatan juga dapat diakui pada saat : (1) proses produksi masih berlangsung, (2) akhir produksi, atau (3) pada saat kas diterima. Pengakuan pendapatan yang dilakukan pada saat sebelum kontrak atau proyek selesai (selama proses produksi masih berlangsung) diperbolehkan khususnya untuk beberapa kontrak konstruksi jangka panjang.Jika barang atau jasa dikontrak di muka dan periode produksi atau pelaksanaan (pemberian) jasa melebihi satu tahun, maka metode persentase penyelesaian proyek (percentage of completion method) atau metode kinerja proporsional (proportional performance method) diterapkan untuk mengakui pendapatan pada beberapa titik siklus produksi atau jasa. Dalam hal ini, pendapatan diakui secara bertahap seiring dengan proses kemajuan atau tingkat penyelesaian proyek, dan tidak menunggu sampai selesainya proyek, dan tidak menunggu sampai selesainya proyek atau selesainya pelaksanaan jasa. Jadi, walaupun secara teknis belum ada transfer kepemilikan barang (karena proses produksi masih berlangsung), namun pendapatan dianggap telah dihasilkan atau telah terjadi pada berbagai tahap proses konstruksi.

Contoh dari situasi ini adalah dalam hal kontrak konstruksi bangunan, jalan, jembatan, waduk (dam), dan lain sebagainya. Apabila tidak memungkinkan untuk mengestimasi biaya dan kemajuan konstruksi secara kurat, maka

pengakuan pendapatan akan ditunda sampai pekerjaan konstruksi selesai (complete contract method).

Kadang kala, pendapatan bisa juga diakui setelah proses produksi berakhir, tetapi sebelum penjualan terjadi. Ini dapat dilakukan jika pasar atas produk yang dihasilkan telah tersedia, dan penjualan praktis terjamin tanpa memerlukan usaha yang berarti.Contoh dari situasi ini dapat terjadi pada jenis produk logam tertentu (seperti emas) atau produk pertanian tertentu (seperti beras, gandum), dimana adanya jaminan pasar dan kepastian harga dari pemerintah. Dalam situasi ini, pendapatan diakui ketika proses pendambangan (pendulangan) atau produksi telah selesai (masa panen), karena proses pembentukan pendapatan dianggap telah selesai (secara substansial) mengingat adanya kepastian penjualan.

Pendapatan bisa juga diakui pada saat kas diterima jika tingkat kolektibilitas (tertagihnya) piutang atas produk atau jasa yang dijual meragukan. Dalam hal ini, pendapatan akan diakui pada saat kas diterima (bukan pada saat penjualan). Contoh dari situasi ini adalah dalam kasus penjualan real state (dengan metode penjualan cicilan). Dalam metode penjualan cicilan (installement sales method), penerimaan kas terjadi melalui cicilan secara berkala sepanjang periode waktu yang cukup lama. Pengakuan pendapatan dengan menggunakan metode cicilan ini dapat dibenarkan jika risiko tidak tertagihnya piutang begitu besar.

Pengakuan pendapatan untuk kontrak jangka panjang, menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:34.5) adalah:

“Bila hasil kontruksi dapat diestimasi secara andal, pendapatan kontrak dan biaya kontrak yang berhubungan dengan kontrak kontruksi harus diakui masing-masing sebagai pendapatan dan beban dengan harus menyelesaikan tahap penyelesaian aktivitas kontrak pada tanggal neraca (percentage of completion).Taksiran rugi (expected loss) pada kontrak kontruksi harus segera diakui sebagai beban.

Dalam kontrak harga tetap, hasil kontrak kontruksi dapat diestimasi secara andal bila semua hal-hal berikut dapat terpenuhi:

1. Total pendapatan kontrak dapat diukur secara andal

2. Besar kemungkinan manfaat keekonomian yang berhubungan dengan kontrak tersebut dapat tertagih dan mengalir ke perusahaan

3. Baik biaya kontrak untuk menyelesaikan kontrak maupun tahap penyelesaian kontrak pada tanggal neraca dapat diukur secara andal, dan 4. Biaya kontrak yang dapat distribusi ke kontrak dapat diidentifikasi

dengan jelas sehingga biaya kontrak actual dapat dibandingkan dengan estimasi sebelumnya.”

Standar Akuntansi Keuangan selanjutnya menyebutkan bahwa untuk kontrak kontruksi jangka panjang, jika hasil kontrak dapat diestimasi secara andal maka pendapatan kontrak dan biaya kontrak yang berhubungan dengan kontrak kontruksi yang terjadi harus diakui sebagai pendapatan dan beban dengan memperhatikan tahap penyelesaian aktivitas kontrak pada tanggal neraca.

Sebagai pedoman umum, dalam buku ini (L. M. Samryn, 2012:113) pendapatan selalu diakui dengan dasar akrual.Metode ini dikenal sebagai

alternative yang memungkinkan mengakui pendapatan sekalipun atas suatu penyerahan barang atau jasa kepada pelanggan belum diikuti dengan penerimaan kas. Penggunaan metode ini menimbulkan adanya akun piutang untuk mencatat pendapatan yang belum diterima dalam bentuk kas.

Namun demikian, kebijakan akuntansi pengakuan pendapatan dengan dasar akrual tidak boleh menghalangi manajemen untuk melakukan penjualan dengan cara tunai. Atau tidak berarti ketika terdapat pelanggan yang melakukan pembelian secara tunai maka perusahaan harus mengubah kebijakan pengakuan pendapatan menjadi dasar kas. Dasar akrual dapat mencakup pendapatan yang diterima secara tunai tetapi tidak berlaku sebaliknya untuk pengakuan pendapatan atas dasar kas. Kebijakan dasar kas tidak dapat mencakup transaksi penjualan kredit.

Dalam pendekatan ini pendapatan tidak selalu sama dengan penerimaan kas. Sebaliknya penerimaan kas juga tidak selalu berarti pendapatan. Dalam sebuah perusahaan, penerimaan kas bias berasal dari pelunasan piutang, penerimaan uang pinjaman, setoran modal, titipan dari pihak lain, dan lain sebagainya. Demikian juga pendapatan dapat diakui.

Selain metode ini dalam teori akuntansi dikenal metode cash basis, yaitu metode yang hanya mengakui pendapatan jika atas penyerahan barang atau jasa kepada pelanggan sudah direalisasi dengan penerimaan kas.

Secara konsep, basis akrual dalam pengakuan pendapatan mempunyai beberapa variasi seperti pengakuan pendapatan pada saat produksi, pengakuan pendapatan pada saat penyelesaian produksi, pengakuan

pendapatan pada saat terdapat kejadian tertentu, produksi pengakuan pendapatan berdasarkan hal-hal khusus lainnya. Metode-metode ini tidak akan dibahas dalam buku ini karena metode-metode tersebut lazim diterapkan pada industri-industri yang memiliki karakteristik khusus. Misalnya usaha pertambangan emas, pertanian, dan lain sebagainya.

Cara pencatatan seperti ini merupakan salah satu konsekuensi penggunaan dasar akrual (akrual basis) dalam metode pengakuan pendapatan.Pencatatan dalam sistem akuntansi pada saat pengakuan pendapatan didasarkan pada tanggal yang tercantum dalam faktur penjualan sebagai bukti transaksinya.Dengan menggunakan dasar akrual, jika terjadi penjualan tunai pengakuan pendapatan dapat dilakukan pada saat penyerahan barang dan jasa, atau penerimaan kas, mana yang lebih dahulu terjadi.

Dokumen terkait