BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pengalaman / Pengetahuan
Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa pengalaman masa lalu ataupun apa yang telah dipelajari oleh seseorang (pengetahuan) akan menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi. Pengetahuan dan pengalaman informan akan memengaruhi informan dalam mempersepsikan rokok dan KTR.
Harrisons dalam Sitepu (2000) menyatakan merokok merupakan aktivitas membakar tembakau dan kemudian menghisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun pipa. Dalam penelitian ini, ditemukan adanya kesulitan karyawan dan pengunjung dalam menyebutkan pengertian dari merokok menurut persepsi mereka sendiri. Karyawan dan pengunjung cenderung memiliki persepsi bahwa pengertian merokok terkait dengan dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas merokok tersebut sehingga karyawan dan pengunjung menyebutkan dampak merokok sebagai pengertian dari merokok itu sendiri, seperti yang dinyatakan oleh salah satu informan:
“Uga ngatakenca (bagaimana cara mengatakannya) ya. Merokok itu bisa untuk mengonsentrasikan pikiran, ya bagi yang merokok, katanya. Kan gitu. Kalau
nggak merokok dia sepertinya ada pekerjaan dia, nakku, kalau nggak merokok dia, konsentrasinya nggak ke situ. Jadi gimana, kam (kamu) yang membuat pengertiannya.”
Namun jika ditarik kesamaan dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh informan secara umum, karyawan dan pengunjung menyatakan bahwa merokok merupakan suatu kebiasaan yang memiliki dampak buruk. Salah seorang informan menyatakan :
“Defenisi merokok. Kalau saya rasa, merokok itu suatu kebiasaan yang tidak benar, tradisi yang tidak benar, karena kita kan memasukkan racun nya ke badan kita. Itu aja batasannya.”
Jika dikaitkan dengan dampak buruknya, Ogden dalam Saputra (2011) menyatakan bahwa merokok dapat menyebabkan berbagai dampak negatif bagi individu maupun masyarakat, terutama di bidang kesehatan. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa karyawan dan pengunjung dapat menyebutkan dampak buruk yang dapat ditimbulkan dari aktivitas merokok secara berbeda-beda. Namun secara umum karyawan dan pengunjung memiliki persepsi bahwa dampak buruk merokok yang terutama menyerang sistem pernafasan dan menimbulkan penyakit terkait sistem pernafasan, seperti yang dikemukakan oleh salah seorang informan :
“Sesak, paru-paru, ku tau nya memang itu. Cuma itu yang efek paling menonjol yang ku lihat.”
Jika dipandang dari segi pengalaman, 3 dari 8 informan merupakan perokok dan memiliki pengetahuan tentang dampak buruk merokok yang bersumber dari pengalaman pribadinya. Salah satu diantaranya merupakan seorang karyawan dan dua orang merupakan pengunjung. Seorang informan yang merokok menyatakan :
“Dampak negatifnya, kalau terlalu banyak merokok makan pun kurang suka. Tidur pun agak susah, nggak nyenyak lah, kalau kebanyakan merokok. Penyakit udah pastilah ada kalau kebanyakan merokok. Panas di dada pun bisa. Itu maka kalau merokok ini kalau kurang minum air putih, bisa batuk pun. Iyah, itu banyak efek sampingnya itu. Sesak, batuk, terus pokoknya banyak lah. Itu nggak mungkin itu ada keuntungannya merokok, nggak kan mungkin itu, pasti lebih banyak kerugiannya itu. Terus efek sampingnya dari merokok ini, efek samping yang paling utama, kalau masih muda kebanyakan merokok, kam (kamu) kan udah dewasa kan, berhubungan intim pun pasti berkurang kali itu. Kurang kejantanan, udah pasti kali berkurang, ku tengok aku dulu sebelum merokok. Kurang tenaga, tenaga kerjalah. Kam (kamu) tengok yang nggak merokok, udah pasti tenaga lebih kuat yang nggak merokok. Kan udah saya ceritakan tadi, udah pasti itu lebih kuat tenaganya. Itu udah positif itu.”
Beberapa dampak buruk merokok bagi kesehatan yang disebutkan oleh karyawan dan pengunjung lainnya antara lain dapat menyebabkan gangguan sistem reproduksi (impoten, kekurangan kejantanan, dan kemandulan), gangguan sistem kardiovaskuler (penyakit jantung dan PJK), kanker, nafsu makan yang berkurang, gangguan tidur, rasa panas di dada, dan kekurangan tenaga. Selain bagi kesehatan, merokok juga dapat menyebabkan dampak buruk terhadap faktor ekonomi. Salah seorang informan menyatakan :
“Terus ini lagi, merusak mata pencaharian. Tujuh ribu satu hari, bisa tiga bungkus satu hari. Kalau perokok berat kan kayak gitu kan, bisa sampai dua bungkus satu hari, lima bungkus. Yang paling murah berapa ya satu bungkus sekarang? Dua belas ribu. Bayangkan lima, udah enam puluh ribu. Enam puluh ribu kali tiga ratus tiga puluh enam. Iya, merusak mata pencaharian.”
Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa dari 8 informan, 5 karyawan dan 1 pengunjung telah mengetahui informasi bahwa di dalam rokok terkandung beratus ribu partikel dari berbagai zat berbahaya seperti zat adiktif, zat karsinogen, zat logam beracun dan radio aktif, zat yang terdapat dalam asap buangan kendaraan bermotor, serta zat berbahaya lainnya yang juga digunakan dalam pembuatan cairan pengawet
mayat, pestisida, dan racun tikus dan seluruh informan menyatakan setuju terhadap informasi tersebut. Seluruh informan juga telah mengetahui informasi bahwa risiko bahaya perokok pasif tiga kali lebih besar daripada perokok aktif disebabkan 25% zat berbahaya di dalam rokok akan masuk ke tubuh perokok sedangkan 75% lainnya akan beredar di udara bebas. Mayoritas (6 dari 8) informan membenarkan informasi tersebut, namun salah seorang karyawan dan pengunjung masih meragukan kebenaran informasi tersebut.
Berdasarkan penelitian ini dapat dikatakan bahwa pada dasarnya secara umum karyawan dan pengunjung telah memiliki pengetahuan cukup mengenai hal-hal yang terkait dengan aktivitas merokok, baik yang berasal dari informasi yang didapat maupun dari pengalaman karyawan dan pengunjung yang merokok. Namun dari segi pemaparan, karyawan dan pengunjung memiliki kesulitan dalam menyampaikan persepsinya terkait merokok.
Kemenkes (2011) menyatakan bahwa asap rokok yang timbul dari aktivitas merokok terbukti dapat membahayakan kesehatan individu, masyarakat, dan lingkungan, sehingga perlu dilakukan tindakan perlindungan terhadap paparan asap rokok. KTR adalah salah satu tindakan perlindungan terhadap paparan asap rokok.
KTR merupakan ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. (Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012). Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa seluruh informan pernah mendengar istilah KTR dan umumnya karyawan dan pengunjung memiliki persepsi yang sama
bahwa KTR merupakan kawasan di mana perokok tidak bisa merokok di kawasan tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh seorang informan :
“Ya areal itu tidak boleh merokok. Ya total tidak boleh merokok.”
Namun karyawan dan pengunjung belum mengetahui bahwa KTR tidak hanya terbatas pada tidak diperbolehkannya merokok pada kawasan tersebut, tetapi juga tidak diperbolehkannya kegiatan memproduksi, menjual, menginklankan, dan/atau mempromosikan rokok.
Tempat-tempat yang dinyatakan KTR berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan antara lain fasilitas pelayanan kesehatan; tempat proses belajar mengajar; tempat anak bermain; tempat ibadah; angkutan umum; tempat kerja; dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas (6 dari 8) karyawan dan pengunjung menyebutkan bahwa rumah sakit merupakan salah satu tempat yang dinyatakan sebagai KTR. Tempat umum lainnya yang dinyatakan sebagai KTR menurut karyawan dan pengunjung, antara lain bandara, sekolah, rumah ibadah, dan pusat perbelanjaan. Meski dinyatakan sebagai KTR, namun pada kenyataannya tidak ada tempat yang benar-benar khusus tanpa rokok, termasuk rumah sakit, karena akan tetap ada orang-orang yang merokok di kawasan tersebut, seperti yang dinyatakan oleh salah seorang informan :
“Ini rumah sakit, kawasan bebas asap rokok, tapi tetap juganya banyak merokok, gitu.”
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa karyawan dan pengunjung telah memiliki informasi/pengetahuan dasar terkait KTR, namun belum memahaminya secara mendalam, seperti setiap kawasan yang dinyatakan sebagai KTR, termasuk rumah sakit, wajib memberlakukan seluruh lingkungannya sebagai KTR dan tak hanya terbatas pada tidak adanya orang yang merokok, tetapi juga tidak adanya kegiatan memproduksi, menjual, menginklankan, dan/atau mempromosikan rokok. Oleh karena karyawan dan pengunjung hanya sekedar tahu namun belum memahami informasi terkait rokok dan KTR, mereka belum memiliki keyakinan yang cukup terkait informasi yang mereka terima dan sulit bagi karyawan dan pengunjung untuk menerima dan menerapkan (mengimplementasikan) suatu informasi baru yang belum mereka yakini sepenuhnya. Untuk itu diperlukan usaha peningkatan keyakinan karyawan dan pengunjung dengan cara memberikan informasi yang lebih banyak dan meyakinkan, seperti informasi yang berasal dari buku, artikel, seminar, poster, dan sebagainya (Maramis, 2006). Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, salah satu media penampil informasi yang banyak ditemukan di lingkungan RSU Kabanjahe adalah poster yang terkait rokok dan KTR, terutama terdapat di ruang-ruang poliklinik yang banyak diakses masyarakat dengan kunjungan rawat jalan rata-rata sekitar 100 orang per hari.