• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Kepada Pemerintah Kabupaten Karo agar dapat merancang dan menerapkan peraturan daerah (perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang mewajibkan pemerintah daerah menetapkan KTR dengan Peraturan Daerah.

2. Kepada Pimpinan RSU Kabanjahe agar dapat menetapkan dan menerapkan KTR di RSU Kabanjahe sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang menyatakan bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai KTR.

3. Kepada Pimpinan RSU Kabanjahe agar dapat mewajibkan karyawan memberikan contoh yang baik bagi pengunjung untuk tidak merokok di seluruh lingkungan RSU Kabanjahe serta meningkatkan program promosi kesehatan

dalam mensosialisasikan KTR kepada pengunjung RSU Kabanjahe secara berkelanjutan, misalnya dengan membuat pengumuman melalui radio pada jam-jam tertentu ataupun video yang ditayangkan secara terus-menerus dan dapat dilihat oleh pengunjung rumah sakit.

4. Kepada Pengunjung RSU Kabanjahe agar diberikan penyuluhan ataupun promosi kesehatan terkait KTR untuk menambah pengetahuan dan pemahaman masyarakat serta meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai rokok dan dampaknya bagi kesehatan serta diberikannya sosialisasi aturan KTR bagi pengunjung di RSU Kabanjahe secara berkelanjutan.

5. Kepada pihak RSU Kabanjahe agar dapat menambah poster, pamflet, serta merancang dan menempatkan petunjuk teknis tentang KTR di setiap tempat yang strategis dan dapat dilihat oleh seluruh pasien maupun karyawan di RSU Kabanjahe serta membuat suatu ruang khusus bagi perokok yang ingin merokok yang menggunakan alat penghisap asap agar asap tidak menyebar ke lingkungan rumah sakit.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rokok

2.1.1 Pengertian Rokok

Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap, dan/atau dihirup asapnya. Yang termasuk dalam jenis-jenis rokok antara lain rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya. Rokok dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum,

Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan

tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012).

Hasil buangan aktivitas merokok adalah asap rokok. Harrisons dalam Sitepoe (2000) membagi jenis asap rokok berdasarkan komponen dan berdasarkan sumbernya. Berdasarkan komponen yang dihisap, asap rokok terdiri dari 2 yakni 85% berupa komponen gas yang lekas menguap dan sisanya berupa komponen yang terkondensasi menjadi komponen partikulat. Berdasarkan sumbernya, asap rokok terdiri dari 2, yakni yang dihisap melalui mulut (mainstream smoke) dan yang terbentuk dari ujung rokok yang terbakar ataupun yang dihembuskan oleh perokok

(sidestream smoke). Sidestream smoke ini merupakan asap yang jika terhirup oleh

Di dalam rokok terdapat lebih dari 4000 zat kimia serta lebih dari 43 zat penyebab kanker. Dua diantaranya merupakan zat yang dominan berbahaya yakni nikotin dan tar. Nikotin adalah zat atau bahan senyawa pyrrolidine yang terdapat dalam Nikotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif (dapat menyebabkan ketergantungan). Sedangkan tar merupakan kondensat asap yang bersifat karsinogenik dan merupakan total residu yang dihasilkan saat rokok dibakar setelah dikurangi nikotin dan air (Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012).

Bahan-bahan kimia berbahaya lainnya yang terkandung dalam rokok antara lain:

1. Sianida, merupakan senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano.

2. Benzene atau dikenal sebagai bensol, merupakan senyawa kimia organik yang mudah terbakar dan tidak berwarna.

3. Cadmium, merupakan sebuah logam yang bersifat sangat beracun dan radioaktif.

4. Metanol (alkohol kayu) atau dikenal sebagai metil alkohol, merupakan alkohol paling sederhana.

5. Asetilena, merupakan senyawa kimia tak jenuh yang juga merupakan hidrokarbon alkuna yang paling sederhana.

6. Amonia, merupakan zat yang bersifat sangat beracun dalam kombinasi dengan unsur-unsur tertentu dan dapat ditemukan di mana saja.

7. Formaldehida, merupakan cairan yang sangat beracun yang digunakan untuk mengawetkan mayat.

8. Hidrogen sianida, merupakan zat beracun yang digunakan sebagai fumigan untuk membunuh semut, pembuat plastik, dan pestisida.

9. Arsenik, merupakan salah satu bahan yang terdapat dalam racun tikus.

10. Karbon monoksida, merupakan bahan kimia beracun yang ditemukan dalam asap buangan mobil (Wikipedia, 2012)

Dapat dikatakan bahwa berdasarkan kandungannya, rokok yang merupakan produk tembakau ialah suatu bahan konsumsi manusia yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia (Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012)

2.1.2 Pengertian dan Sejarah Merokok

Harrisons dalam Sitepoe (2000) menyatakan bahwa perilaku merokok merupakan aktivitas membakar tembakau dan kemudian menghisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun pipa. Pada saat merokok, temperatur pada ujung rokok yang terselip pada bibir perokok adalah sekitar 30ºC.

Rokok memiliki sejarah yang panjang dan bervariasi. Amstrong (1991) menyebutkan bahwa para arkeolog mulai meneliti perlengkapan untuk merokok sejak zaman Romawi-Yunani. Masyarakat kulit merah Indian telah menggunakan pipa sebagai bagian dari ritual upacara sejak berabad-abad yang lalu. Pada tahun 1942, Christoper Colombus menulis dari Kepulauan Bahamas bahwa ia melihat seseorang

mendayung kanonya melewati pulau-pulau. Di dunia barat, aktivitas menghisap tembakau berawal sekitar abad ke-15.

Pada abad ke-16, aktivitas merokok di Inggris berawal dari adanya kiriman daun tembakau yang diterima Sir Walter Raleigh oleh Sir Francis Drake dari Amerika disertai cara pemakaiannya, yakni menekan daun kering ke dalam pipa, menyulutnya dengan api, dan menghisap asapnya yang kemudian menjadi populer di negara tersebut. Pada abad ke-17, aktivitas merokok telah menyebar ke seluruh Eropa berkat pengaruh dari para dokter pada masa itu yang menganggap tembakau dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian penyebaran aktivitas merokok berkembang dari satu negara ke negara lainnya melalui jalur perdagangan dan peperangan. Dan pada akhir abad ke-19, rokok telah dibuat dengan mesin modern yang dapat menghasilkan ribuan batang rokok dalam hitungan menit (Armstrong, 1991).

2.1.3 Perokok

Perokok terdiri atas dua, yakni perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah orang yang secara langsung menghisap asap rokok melalui mulut, sedangkan perokok pasif adalah orang yang bukan perokok tetapi terpaksa menghisap atau menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok lain (Kemenkes RI, 2011).

Conrad dan Miller dalam Sitepoe (2000) menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi perokok, baik melalui dorongan psikologis maupun fisiologis. Melalui dorongan psikologis, merokok dirasakan seperti rangsangan seksual, dianggap

sebagai suatu ritual, menunjukkan kejantanan (kebanggaan), mengalihkan kecemasan, dan menunjukkan kedewasaan. Melalui dorongan fisiologis, perokok akan terus ingin merokok akibat adanya nikotin yang membuat rasa ketagihan (adiksi).

Armstrong (1991) menyebutkan bahwa pada masa remaja yang merupakan tahap di mana pada umumnya perokok pertama kali mulai merokok dengan alasan paling umum untuk merokok adalah sebagai usaha pencitraan diri. Citra seorang perokok dianggap jantan, perkasa, penuh gaya, percaya diri, dan tahu bagaimana menikmati hidup. Namun sebaliknya, terdapat fakta-fakta tentang rokok dirasakan oleh masyarakat pada umumnya, termasuk para perokok itu sendiri, antara lain: 1. Tidak seorang pun menyukai aroma asap rokok yang melekat di pakaian,

rambut, bahkan aroma yang berasal dari nafas si perokok. 2. Tidak seorang pun menyukai asap rokok yang masuk ke mata. 3. Tidak seorang pun menyukai bau ruangan yang penuh asap rokok.

4. Tidak seorang pun menyukai rasa dalam mulutnya yang ditimbulkan akibat aktivitas merokok.

5. Tidak seorang pun suka melihat asbak yang dipenuhi puntung rokok.

6. Tidak seorang pun menyukai suara batuk seorang perokok berat yang berusaha untuk melegakan dada dan tenggorokannya.

7. Tidak seorang pun secara sukarela memilih mematirasakan indera pengecap dan penciumannya ataupun menyulitkan dirinya sendiri.

Dengan kata lain, pada umumnya masyarakat tidak menyukai dampak yang ditimbulkan dari aktivitas merokok, namun berbagai faktor lainnya lebih kuat dalam menarik masyarakat untuk merokok. Salah satu faktornya adalah biro periklanan yang sangat gencar mempromosikan rokok. Perusahaan rokok melalui iklan yang menampilkan berbagai hal menarik dari rokok, berusaha menarik masyarakat untuk mencoba dan menjadikan aktivitas merokok sebagai bagian dari aktivitasnya sehari-hari dan melupakan dampak buruknya (Armstrong, 1991).

2.1.4 Dampak Aktivitas Merokok

Ogden dalam Saputra (2011) mengklasifikasikan dampak perilaku merokok ke dalam dua jenis, yakni :

a. Dampak Positif

Merokok merupakan kegiatan yang memiliki sangat sedikit dampak positif. Merokok bisa menimbulkan mood positif yang dapat menolong individu menghadapi keadaan yang susah. Dampak positif lainnya yakni menurunkan tingkat ketegangan, membantu memusatkan pikiran (konsentrasi), membantu dalam mendapatkan dukungan sosial, dan menimbulkan sensasi menyenangkan.

b. Dampak Negatif

Merokok dapat menyebabkan berbagai dampak negatif bagi individu maupun masyarakat, terutama di bidang kesehatan. Merokok bukan merupakan penyebab suatu penyakit, tetapi merupakan pemicu ataupun timbulnya jenis-jenis penyakit tertentu. Dapat disimpulkan bahwa merokok bukan penyebab utama terjadinya

kematian, tetapi lebih kepada faktor pemicu timbulnya penyakit atau gangguan kesehatan akibat aktivitas merokok yang secara berakumulasi akan berakhir kepada kematian.

Sitepoe (2000) menyebutkan beberapa penyakit ataupun gangguan kesehatan akibat merokok antara lain:

1. Nyeri kepala

2. Penyakit kardiovaskuler

3. Penyakit neoplasma (terutama kanker) 4. Penyakit saluran pernafasan

5. Terganggunya perkembangan janin

6. Keguguran dan kematian bayi pada ibu hamil 7. Tekanan darah tinggi

8. Penurunan tingkat kesuburan (fertilitas) dan nafsu seksual 9. Penyakit maag

10. Gangguan pembuluh darah (thromboangiitis obliterans) 11. Penurunan frekuensi pengeluaran air seni

12. Gangguan penglihatan Amblyopia

13. Vasokonstriksi pembuluh darah tepi pada kulit 14. Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan.

Bagi perokok pasif, risiko bahaya yang ditimbulkan dari menghisap asap rokok tiga kali lebih besar daripada perokok aktif. Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan, sebanyak 25 persen zat

berbahaya yang terkandung dalam rokok akan masuk ke tubuh perokok, sedangkan 75 persen sisanya beredar di udara bebas dan akan berisiko masuk ke tubuh orang di sekelilingnya (Wikipedia, 2012).

Asap rokok yang timbul dari aktivitas merokok terbukti dapat membahayakan kesehatan individu, masyarakat, dan lingkungan, sehingga perlu dilakukan tindakan perlindungan terhadap paparan asap rokok (Kemenkes RI, 2011).

2.1.5 Regulasi Rokok

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, pengamanan rokok merupakan semua atau serangkaian kegiatan dalam rangka mencegah dan/atau menangani dampak penggunaan rokok terhadap kesehatan, baik langsung maupun tidak langsung. Dalam rangka penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan, peran masyarakat diarahkan untuk meningkatkan dan mendayagunakan kemampuan yang ada pada masyarakat. Peran masyarakat dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, badan hukum atau badan usaha, dan lembaga atau organisasi yang diselenggarakan oleh masyarakat. Peran masyarakat dilaksanakan melalui :

a. pemikiran dan masukan berkenaan dengan penentuan kebijakan dan/atau pelaksanaan program pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan;

b. penyelenggaraan, pemberian bantuan, dan/atau kerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan;

c. pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan prasarana bagi penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan;

d. keikutsertaan dalam pemberian bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi kepada masyarakat berkenaan dengan penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan;

e. dan kegiatan pengawasan dan pelaporan pelanggaran yang ditemukan dalam rangka penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

Susanti (2011) menyebutkan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh beberapa organisasi non-pemerintah seperti Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia (YKI), dan Komunitas Peduli Kawasan Tanpa Rokok (KPKTR) Kota Semarang dalam rangka pengamanan rokok. Usaha tersebut antara lain :

1. Menerbitkan buletin secara berkala mengenai bahaya merokok, perilaku merokok, dan upaya berhenti merokok.

2. Menerbitkan buku secara berkala yang berkaitan dengan bahaya merokok, perilaku merokok, dan upaya berhenti merokok.

3. Memberikan penyuluhan secara berkesinambungan ke berbagai institusi, seperti institusi pemerintah, swasta, dan pendidikan.

4. Mendukung dan melakukan penelitian yang berkaitan dengan bahaya rokok dan perilaku merokok.

5. Mendirikan klinik untuk berhenti merokok seperti klinik yang didirikan Yayasan Jantung Indonesia yang bekerjasama dengan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.

6. Advokasi Regulasi KTR yaitu mendorong pemerintah atau instansi yang terkait untuk membuat regulasi atau kebijakan yang mampu melindungi masyarakat dari bahaya rokok.

7. Kampanye yaitu melakukan sosialisasi dan menyadarkan masyarakat terhadap bahaya rokok, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat lain melalui media-media yang efektif.

8. Membangun komunikasi dan komunitas dengan segenap elemen masyarakat yang mempunyai rasa kepedulian terhadap perlindungan masyarakat dari bahaya rokok.

Prabandari dan kawan kawan (2009) menyebutkan organisasi Tobacco Control

Support Center - Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI)

bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World

Health Organization (WHO) Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang

terbaik untuk pengendalian rokok, yaitu : 1. Menaikkan pajak (65% dari harga eceran) 2. Melarang bentuk semua iklan rokok

3. Mengimplementasikan 100% KTR di tempat umum, tempat kerja, tempat pendidikan

4. Memperbesar peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok.

2.2 Pengertian Implementasi

Steiner dan Miner (1997) menyebutkan bahwa implementasi mengarah pada aktivitas apapun yang dibutuhkan untuk mengaktifkan manusia dan menggunakan berbagai jenis sumber daya untuk mencapai rencana yang telah disusun dalam proses perencanaan. Perilaku manusia dalam melaksanakan aktivitasnya merupakan suatu hasil kompleks dari berbagai faktor.

Implementasi berfungsi membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai outcome (hasil akhir) dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah (Solichin, 2008).

Steiner dan Miner (1997) menyatakan bahwa variabel yang memengaruhi keberhasilan suatu implementasi antara lain komunikasi dan sumber daya. Perilaku pekerjaan yang menyimpang dari peran yang diharapkan akan menjadi penyebab kegagalan implementasi.

2.3 Kawasan Tanpa Rokok

2.3.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok

Kawasan Tanpa Rokok yang selanjutnya disingkat dengan KTR, merupakan ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan

memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, disebutkan bahwa tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum dinyatakan sebagai KTR dan pemerintah daerah wajib mewujudkannya. Pimpinan atau penanggung jawab tempat-tempat yang dinyatakan sebagai KTR wajib menetapkan dan menerapkan KTR.

2.3.2 Prinsip Dasar KTR

WHO dalam Tobacco Free Initiative Bab 8 (2010) menyebutkan bahwa peraturan KTR yang efektif adalah yang dapat dilaksanakan dan dipatuhi. Agar peraturan KTR dapat dilaksanakan (diimplementasikan) dan dipatuhi, perlu dipahami prinsip-prinsip dasar KTR. Prinsip dasar tersebut antara lain :

1. Asap rokok orang lain mematikan.

2. Tidak ada batas aman bagi paparan asap rokok orang lain.

3. Setiap warga negara wajib dilindungi secara hukum dari paparan asap rokok orang lain.

4. Setiap pekerja berhak atas lingkungan tempat kerja yang bebas dari asap rokok orang lain.

5. Hanya lingkungan tanpa asap rokok 100% yang dapat memberi perlindungan penuh bagi masyarakat.

Beberapa hal yang menjadi prinsip dasar pengembangan KTR menurut WHO (2010) antara lain :

1. Semua orang berhak dilindungi kesehatannya dari paparan asap rokok.

2. KTR merupakan upaya efektif untuk melindungi seluruh masyarakat dari asap rokok orang lain.

3. Perlu peraturan berbentuk legislasi yang mengikat secara hukum.

4. Untuk mencapai keberhasilan dalam penegakan dan penerapan KTR diperlukan perencanaan yang baik dan SDM yang memadai.

5. LSM dan Lembaga Profesi mempunyai peran yang penting.

6. Pelaksanaan peraturan, penegakkan hukum, dan dampak KTR harus dimonitor dan dievaluasi.

2.3.3 Dasar Hukum KTR

Beberapa dasar hukum terkait KTR di Indonesia, antara lain :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, yakni :

a. Pada pasal 10 dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.

b. Pada pasal 11 dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.

c. Pada pasal 113 ayat (1) dan (2)

Pada ayat 1 tertulis mengenai pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.

Pada ayat 2 yaitu zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.

d. Pasal 115 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang KTR antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum serta tempat lain yang ditetapkan. Ayat 2 yaitu pemerintah daerah wajib menetapkan KTR di wilayahnya.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

a. Pada pasal 2 tertulis mengenai perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

b. Pada pasal 3 dinyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha dan meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

a. Pada pasal 44 ayat 1 dinyatakan bahwa pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.

b. Pada pasal 45 ayat 1 dan 2. Pada ayat 1 tertulis mengenai orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan. Pada ayat 2 dinyatakan bahwa dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pemerintah wajib memenuhinya.

c. Pada pasal 59 dinyatakan bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat seperti anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,dan zat adiktif lainnya (napza). Berdasarkan pasal ini berkaitan juga dengan perlindungan anak dari asap rokok dan penggunaan rokok.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 1 ayat 21 dinyatakan bahwa bahan berbahaya dan beracun adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang terdapat pada pasal 46 ayat 3 yang terutama menyatakan siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif serta promosi rokok yang memperagakan wujud rokok.

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia

a. Pada pasal 69 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ayat 2 menyatakan setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain serta menjadi tugas pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukannya.

b. Pada pasal 70 dinyatakan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. 7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, terutama pada pasal 29 ayat pertama dinyatakan bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai KTR.

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yaitu pada pasal 2 dinyatakan bahwa pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi dan/atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien.

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yaitu:

a. Pasal 2 ayat 2 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan bertujuan untuk: melindungi kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan dari bahaya bahan yang

mengandung karsinogen dan zat adiktif dalam produk tembakau yang dapat menyebabkan penyakit, kematian, dan menurunkan kualitas hidup; melindungi penduduk usia produktif, anak, remaja, dan perempuan hamil dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan dan promosi untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau; meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan manfaat hidup tanpa merokok; dan melindungi kesehatan masyarakat dari asap rokok orang lain.

b. Pasal 8 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pengamanan bahan

Dokumen terkait