• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Optimasi Metode

2. Pengamatan waktu retensi hidrokortison asetat dan

dilakukan untuk memastikan peak kloramfenikol dan hidrokortison asetat. Waktu retensi digunakan untuk analisis kualitatif karena bersifat spesifik untuk senyawa tertentu pada kondisi tertentu. Waktu retensi suatu senyawa dipengaruhi oleh interaksi senyawa tersebut terhadap fase gerak dan fase diam yang digunakan.

Struktur kloramfenikol dan hidrokortison asetat mempunyai gugus polar dan non polar yang dapat berinteraksi dengan fase gerak dan fase diam. Gugus polar berinteraksi dengan fase gerak melalui ikatan hidrogen sedangkan gugus non polar berinteraksi dengan fase diam oktadesisilan melalui ikatan Van Der

Waals. Interaksi antara kloramfenikol dan hidrokortison asetat dengan fase gerak disajikan pada gambar 11 dan 12.

O N Cl Cl O N O O O H H O H H H O H O H H OCH3 H H3CO H H3CO H H O H H3CO H H O H OCH3 H O H OCH3 H H H H O H H3CO H

Gambar 11. Ikatan hidrogen antara kloramfenikol dengan fase gerak metanol : aquabides O O O O O O H H H H O H H3CO H HO H OCH3 H H H O H CH3 O H H O H OCH3 H H H O H OCH3 H H O H OCH3 H H O H OCH3 H H O H OCH3 H

Gambar 12. Ikatan hidrogen antara hidrokortison asetat dengan fase gerak metanol : aquabides

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa hidrokortison asetat (Gambar 12) memiliki kemungkinan ikatan hidrogen yang lebih banyak daripada kloramfenikol (Gambar 11) sehingga seharusnya hidrokortison asetat yang memiliki waktu retensi lebih singkat dibanding kloramfenikol. Semakin banyak jumlah ikatan hidrogen maka ikatan antara solut dengan fase gerak akan semakin kuat sehingga solut akan segera terelusi, namun pada kenyataannya kloramfenikol yang

mempunyai ikatan hidrogen lebih sedikit dibanding hidrokortison asetat, memiliki waktu retensi yang lebih singkat. Hal ini disebabkan hidrokortison asetat lebih banyak memiliki gugus non polar yang dapat berikatan dengan fase diam oktadesisilan dari pada kloramfenikol. Ikatan yang terjadi tersebut adalah ikatan Van der Waals. Ikatan ini menyebabkan hidrokortison asetat tertahan lebih lama di dalam kolom dibanding kloramfenikol. Ikatan Van der Waals antara gugus nonpolar kloramfenikol dan hidrokortison asetat sulit digambarkan.

Berikut digambarkan gugus nonpolar kloramfenikol (Gambar 13) dan hidrokortison asetat (Gambar 14) yang berperan dalam ikatan Van der Waals:

OH NH Cl Cl O N O O OH

Gambar 13. Gugus nonpolar kloramfenikol

O O HO HO H3C O O

Gambar 14. Gugus nonpolar hidrokortison asetat

Selain dari analisis interaksi senyawa terhadap fase gerak dan fase diam yang digunakan, untuk memprediksi waktu retensi dari suatu senyawa dapat juga dilihat dari polaritas senyawa tersebut. Polaritas suatu senyawa ditunjukkan oleh nilai log P senyawa tersebut. Semakin kecil nilai log P maka semakin polar

senyawa tersebut. Nilai log P kloramfenikol adalah -0,23 dan hidrokortison asetat adalah 0,73. Dari nilai log P tersebut dapat disimpulkan bahwa kloramfenikol lebih polar dibanding hidrokortison asetat. Oleh sebab itu kloramfenikol akan terelusi terlebih dahulu karena fase gerak yang digunakan bersifat polar sedangkan hidrokortison asetat yang bersifat lebih nonpolar akan berinteraksi lebih kuat dengan fase diam yang bersifat nonpolar sehingga waktu retensi hidrokortison asetat jauh lebih panjang. Berikut adalah kromatogram hasil penetapan waktu retensi kloramfenikol (Gambar 15) dan hidrokortison asetat (Gambar 16):

Instrumen : Varian Shimadzu LC-10 AD

Fase diam : Kromasil-100 C18 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : aquabides (65 : 35 v/v)

Flow rate : 1,2 ml/menit

Injeksi : kloramfenikol baku Detektor : UV 255 nm

Gambar 15. Kromatogram waktu retensi kloramfenikol baku dengan fase gerak dan flow rate hasil optimasi

Instrumen : Varian Shimadzu LC-10 AD

Fase diam : Kromasil-100 C18 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : aquabides (65 : 35 v/v)

Flow rate : 1,2 ml/menit

Injeksi : kloramfenikol dan hidrokortison asetat baku Detektor : UV 255 nm

Gambar 16. Kromatogram waktu retensi kloramfenikol dan hidrokotison asetat baku dengan fase gerak dan flow rate hasil optimasi

Pada kromatogram baku kloramfenikol (Gambar 15) kloramfenikol ditunjukkan oleh peak nomor 5 dengan waktu retensi 3,488 menit. Pada kromatogram campuran baku kloramfenikol dan hidrokortison asetat (Gambar 16) dapat disimpulkan peak nomor 5 adalah kloramfenikol dengan waktu retensi 3,469 menit dan hidrokortison asetat ditunjukkan oleh peak nomor 10 dengan waktu retensi 8,553 menit.

3. Pengamatan waktu retensi hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam sampel

Pengamatan waktu retensi kloramfenikol dan hidrokortison asetat dalam sampel ini sekaligus menjadi parameter analisis kualitatif senyawa tersebut. Waktu retensi dari peak sampel akan dibandingkan dengan waktu retensi kloramfenikol dan hidrokortison asetat baku.

Pada kromatogram sampel terdapat 2 peak yang saling berhimpit dan salah satu dari peak tersebut adalah kloramfenikol. Oleh karena itu, dilakukan penambahan baku kloramfenikol ke dalam sampel yang akan diinjeksikan untuk memastikan peak kloramfenikol dengan prinsip peak yang mengalami penambahan luas area maupun tinggi peak merupakan peak kloramfenikol. Hasil yang peroleh disajikan pada gambar 17 berikut:

Instrumen : Varian Shimadzu LC-10 AD

Fase diam : Kromasil-100 C18 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : aquabides (55 : 45 v/v)

Flow rate : 2 ml/menit

Injeksi : sampel + baku kloramfenikol Detektor : UV 255 nm

Dari hasil kromatogram yang diperoleh (Gambar 17), peak pada waktu retensi 3,872 menit mengalami pertambahan tinggi dan area (kromatogram sampel tanpa penambahan baku kloramfenikol dapat dilihat pada lampiran 3), sehingga dapat disimpulkan bahwa peak tersebut adalah kloramfenikol hal ini diperkuat dengan menginjeksikan baku kloramfenikol ke dalam sistem KCKT dan didapatkan waktu retensi kloramfenikol sebesar 3,871 menit (lampiran 4).

Peak yang selalu berhimpit dengan kloramfenikol diprediksi merupakan

peak pengawet yang sering digunakan dalam krim yaitu metil paraben atau propil paraben. Hal ini didasarkan pada kelarutan metil paraben dan propil paraben yang baik dalam metanol sehingga dapat ikut terekstraksi ke dalam metanol saat preparasi sampel, sedangkan senyawa lain yang digunakan dalam pembuatan krim seperti emulgator krim (misalnya trietanolamin stearat) dan basis krim (misalnya lanolin) tidak larut dalam metanol sehingga tidak akan ikut tereskstraksi pada saat preparasi sampel. Metil paraben memiliki nilai log P sebesar 1,69 sedangkan propil paraben 2,52. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa peak yang selalu berhimpit dengan peak kloramfenikol adalah metil paraben karena memiliki nilai log P yang lebih mendekati log P kloramfenikol (-0,23) sehingga waktu retensi kedua senyawa tersebut hampir sama. Kloramfenikol memiliki nilai log P yang lebih kecil daripada metil paraben, oleh karena itu peak yang lebih dahulu muncul (waktu retensi lebih pendek) merupakan kloramfenikol dan peak yang lebih lama muncul adalah metil paraben.

Hasil pengamatan waktu retensi kloramfenikol baku dan hidrokortison asetat untuk flow rate 1,2 ml/menit dan fase gerak metanol : aquabides (65 : 35)

masing-masing adalah 3,488 menit dan 8,553 menit (Gambar 15 dan 16). Pada kromatogram sampel (gambar 18) terdapat 3 peak yang besar dengan waktu retensi 3,488; 3,863; dan 8,593 menit. Jika dibandingkan dengan peak baku dapat disimpulkan bahwa peak dengan waktu retensi 3,488 dan 8,593 menit pada kromatogram sampel (Gambar 18) adalah peak kloramfenikol (9) dan hidrokortison asetat (15). Kromatogram sampel disajikan pada gambar berikut:

Instrumen : Varian Shimadzu LC-10 AD

Fase diam : Kromasil-100 C18 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : aquabides (65 : 35 v/v)

Flow rate : 1,2 ml/menit

Injeksi : sampel Detektor : UV 255 nm

Gambar 18. Kromatogram waktu retensi sampel dengan fase gerak dan flow rate hasil optimasi

Dokumen terkait