• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Latar Belakang

Pada saat ini terdapat kecenderungan masyarakat untuk lebih memilih menggunakan pengobatan berdasarkan pada “back to nature” (kembali ke alam) dikarenakan asumsi masyarakat yang berpendapat bahwa pengobatan yang memanfaatkan bahan-bahan alam apabila digunakan secara tepat akan memberikan efek samping yang relatif lebih kecil dibandingkan pengobatan dengan obat modern/kimia, bahan baku yang mudah ditemukan serta harganya yang terjangkau. Hal inilah yang menyebabkan semakin meningkatnya perkembangan obat tradisional (Sholichah, 2012).

Obat tradisional pada umumnya dimanfaatkan untuk mencegah penyakit dan menjaga kesehatan, serta sebagai upaya pengobatan suatu penyakit. Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional pasal 1 pada Bab 1 Ketentuan Umum disebutkan yang dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (BPOM RI, 2014).

Salah satu obat tradisional yang terkenal di Indonesia adalah jamu. Khususnya di pulau Jawa, kebiasaan minum jamu sudah menjadi salah satu budaya. Jamu digunakan sebagai sarana perawatan kesehatan sehari-hari maupun sebagai sarana pemulihan kesehatan dengan memperhatikan aspek keamanan, mutu dan khasiatnya (Wasito, 2011). Jamu dapat dikategorikan dalam cairan obat dalam. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/ Menkes/SK/VII/1994 cairan obat dalam merupakan sediaan obat tradisional berupa larutan emulsi atau suspensi dalam air, bahan bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan galenik dan digunakan sebagai obat dalam (DepKes RI, 1994). Pemanfaatan dan pemasaran cairan obat dalam seperti jamu di Indonesia sangat beragam, misalnya dalam bentuk cair yang biasa disebut jamu gendong.

Jamu gendong merupakan obat tradisional berupa cairan yang dijajakan untuk langsung digunakan, tanpa penandaan atau merek dagang (Suharmiati, 2003). Pembuatan jamu gendong sebagai obat tradisional didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan yang diwariskan nenek moyang secara turun-temurun. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat semua jenis jamu hampir sama yaitu berasal dari tumbuh-tumbuhan hanya berbeda pada komposisi dan variasi bahannya (Suharmiati, 2003). Usaha jamu gendong merupakan usaha yang dilakukan oleh perorangan dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen dan tidak wajib memiliki izin edar. Hal tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No.007

Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional. Dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar, namun pada Pasal 4 menyebutkan bahwa pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terhadap obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong. Oleh karena itu perlu dilakukan uji untuk mengetahui kebersihan dalam proses pembuatan serta jaminan kualitas mutu dari jamu gendong agar tetap aman dikonsumsi (DepKes RI, 2012).

Salah satu jamu gendong yang sering dikonsumsi masyarakat adalah jamu beras kencur (Susan, 2001). Komposisi utama dari jamu beras kencur adalah beras (Oryza sativa L.) dan kencur (Kaempferia galangal L.). Bahan tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan jamu beras kencur yaitu jahe, cengkeh, adas, asam jawa, gula merah maupun garam. Jamu beras kencur dipercaya memiliki khasiat menghilangkan kelelahan dan rasa pegal-pegal pada tubuh, meningkatkan nafsu makan serta menghindari terkena flu (Suharmiati, 2003).

Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan bahwa 59,12 % penduduk Indonesia yang terdapat pada semua kelompok umur, laki-laki dan perempuan, baik di pedesaan maupun perkotaan pernah mengkonsumsi jamu untuk menjaga kesehatan maupun untuk pengobatan karena sakit. Bentuk sediaan jamu yang paling banyak disukai penduduk adalah cairan (55 %), diikuti seduhan/serbuk (44 %), rebusan/rajangan (20,5 %) dan bentuk kapsul/pil/tablet (11,5 %) (DepKes RI, 2010). Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa 30,4 % rumah tangga di Indonesia

memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional. Jenis pelayanan kesehatan tradisional yang dimanfaatkan oleh rumah tangga terbanyak adalah keterampilan tanpa alat dan 49 % diantaranya memilih penggunaan jamu (DepKes RI, 2013). Data Riskesdas tersebut menunjukkan bahwa jamu sebagai bagian obat tradisional telah digunakan secara luas dan diterima oleh masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatannya.

Jamu yang diproduksi harus memenuhi kriteria sesuai dengan PerMenKes RI No. 003/MENKES/PER/I/2010 pada pasal 4 yaitu : aman sesuai dengan persyaratan yang khusus untuk itu, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada dan memenuhi persyaratan mutu (DepKes RI, 2010). Persyaratan jaminan keamanan, kemanfaatan dan mutu yang khusus itu telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/ Menkes/SK/VII/1994 dan telah diperbaharui dalam Peraturan KBPOM Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional yang mensyaratkan : (1) Keseragaman volume, (2) Angka Lempeng Total kurang dari atau sama dengan 104 koloni/mL, (3) Angka Kapang Khamir kurang dari atau sama dengan 103 koloni/mL, (4) Tidak mengandung mikroba patogen meliputi Eschericia coli, Salmonella spp, Shigella spp, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, (5) Kadar aflatoksin total (aflatoksin B1, B2, G1 dan G2) ≤ 20 µg/kg dengan syarat aflatoksin B1 ≤ 5 µg/kg. (6) Tidak terdapat cemaran logam berat (BPOM RI, 2014).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa parameter jaminan keamanan dan mutu jamu dalam aspek mikrobiologi seperti Angka Lempeng Total

(ALT) dan identifikasi adanya cemaran bakteri patogen Eschericia coli dalam jamu gendong beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta. Peneliti memilih Pasar Tradisional Sambilegi sebagai lokasi sampling karena letaknya yang strategis dan ukuran pasarnya yang cukup luas menyebabkan Pasar Sambilegi menjadi salah satu pasar yang ramai dikunjungi oleh masyarakat dibandingkan dengan pasar tradisional lainnya yang berada di wilayah Maguwoharjo. Selain itu, berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada bulan Februari, di Pasar Sambilegi terdapat cukup banyak pedagang jamu tradisional sehingga masyarakat di sekitar wilayah tersebut apabila ingin mengkonsumsi jamu akan membeli jamu di Pasar Sambilegi. Minat masyarakat dalam mengkonsumsi jamu masih cukup tinggi. Hal tersebut diketahui dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti pada saat mengunjungi pasar, yaitu jamu yang dijual oleh tiga pedagang terjual habis setiap harinya. Jamu beras kencur menjadi jamu yang paling banyak peminatnya diantara berbagai jenis jamu yang dijual di Pasar Sambilegi. Jamu beras kencur diminati karena rasanya yang enak dibandingkan dengan jamu lainnya serta manfaat menghangatkan tubuh yang dirasakan oleh para konsumen.

Menurut Syarief (2003), jamu dapat menjadi media penularan penyakit bagi konsumen akibat proses pengolahan dan penyajian jamu yang dilakukan dengan cara sangat sederhana, sehingga tidak menutup kemungkinan apabila jamu tercemar oleh mikroorganisme. Agar diperoleh jamu yang memenuhi persyaratan kesehatan, perlu

diperhatikan hal-hal seperti air yang digunakan, kondisi pembuat jamu, bahan baku, peralatan, serta wadah yang digunakan. Higienitas saat pengolahan jamu beras kencur oleh pedagang kurang mendapat perhatian dari konsumen. Saat melakukan observasi di lapangan, peneliti melihat penjual jamu tidak menggunakan sabun dan air mengalir pada saat mencuci tangan sebelum membuat jamu. Botol dan gelas yang akan digunakan sebagai wadah jamu yang siap diminum juga kurang diperhatikan kebersihannya, hanya dicuci dengan cara mencelupkan botol kedalam ember yang berisi air. Ketidakhigienisan dalam proses pengolahan jamu dan kurangnya kebersihan pada peralatan yang digunakan saat mengolah jamu memungkinkan adanya kontaminasi bakteri.

Uji Angka Lempeng Total digunakan untuk menghitung banyaknya bakteri yang tumbuh dan berkembang dalam sampel serta merupakan salah satu acuan untuk dapat menentukan keamanan dan kualitas secara mikrobiologis dari sediaan obat tradisional. Apabila nilai ALT melebihi batas yang telah ditentukan, maka dikhawatirkan terdapat bakteri dengan jumlah yang sangat banyak dan bersifat patogen yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit infeksi akibat mengkonsumsi jamu yang telah terkontaminasi bakteri (Radji, 2010).

Identifikasi E.coli dipilih karena bakteri ini dapat menjadi salah satu indikator untuk mengetahui kualitas mikrobiologis dan sanitasi pada saat proses pembuatan jamu. E. coli memiliki kemampuan untuk hidup dalam berbagai jenis lingkungan, termasuk dalam tanah sebagai media pertumbuhan tanaman yang akan digunakan

sebagai bahan pembuatan jamu, dalam air sebagai bahan pelarut jamu, alat pembuatan jamu, bahan pengemas maupun bagian tubuh dari pembuat jamu (Radji, 2010). Selain itu, menurut Zulaikhah (2005) bakteri patogen yang paling banyak ditemukan sebagai kontaminan adalah kelompok coliform. E. coli merupakan salah satu jenis bakteri coliform dalam saluran pencernaan manusia dan hewan yang dapat hidup lebih lama di dalam tanah maupun air dibandingkan dengan bakteri patogen lainnya yang terdapat dalam saluran pencernaan. Masuknya E. coli kedalam tubuh manusia dengan jumlah yang berlebih melalui jamu yang telah terkontaminasi dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti infeksi saluran kemih, infeksi meningitis pada neonatus dan infeksi intestinal seperti diare dan komplikasi masalah pencernaan lainnya (BPOM RI, 2008).

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait keamanan dan kualitas jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi di wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok berdasarkan ALT dan keberadaan E. coli. Penelitian ini dilakukan agar dapat mengetahui apakah jamu beras kencur yang dijual sudah memenuhi persyaratan secara mikrobiologis dari parameter ALT dan keberadaan bakteri E.coli sehingga diharapkan mampu menjamin keamanan dan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi jamu beras kencur di wilayah tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ALT dalam jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta memenuhi persyaratan keamanan berdasarkan Peraturan KBPOM RI No.12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional ?

2. Adakah cemaran bakteri E. coli dalam jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait jamu gendong beras kencur pernah dilakukan oleh Jinarwanto (2008) dengan judul “Uji Escherichia coli pada Jamu Beras Kencur yang beredar di 3 Pasar Di Kotamadya Yogyakarta”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa dari 15 sampel yang diambil, 6 sampel positif mengandung Escherichia coli. Penelitian lain dilakukan oleh Pramudya (2008) dengan judul “Uji Kapang/Khamir pada Jamu Gendong Beras Kencur yang beredar di Tiga Pasar Di Kotamadya Yogyakarta”. Nurrahman, Mifbakhuddin dan Dewi Purnamasari pernah melakukan penelitian pada tahun 2010 dengan judul Hubungan Sanitasi dengan Total Koliform pada Jamu Gendong di RT.1 RW.2 Kelurahan Kedung Mundu Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Sampel yang digunakan adalah jamu beras kencur. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sanitasi dengan total mikroba (r-0,795) dan sanitasi dengan total koliform (r-0,652).

Sedangkan publikasi penelitian mengenai Uji Angka Lempeng Total dan identifikasi Escherichia coli dalam jamu gendong beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta belum pernah dilakukan. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah periode dan tempat pengambilan sampel beras kencur yang diteliti.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan pengetahuan mengenai Angka Lempeng Total dan ada tidaknya cemaran bakteri Escherichia coli dalam jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan pedagang jamu terkait kualitas dan keamanan jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta, sehingga diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat.

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas mikrobiologis jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta dalam parameter Angka Lempeng Total dan keberadaan E. coli.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui apakah Angka Lempeng Total jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta memenuhi persyaratan keamanan berdasarkan Peraturan KBPOM RI No. 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional.

b. Untuk mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri E. coli dalam jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta.

11

Dokumen terkait