• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH AKSES DAN KONTROL MASYARAKAT TERHADAP KEBERHASILAN PROGRAM ADOPSI POHON

Sejarah Program Adopsi Pohon

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) memiliki kawasan seluas 15,196 ha yang kemudian diperluas menjadi 21,975 ha. Lahan perluasan tersebut awalnya dikelola oleh Perum Perhutani. Pada masa pengelolaan Perum Perhutani masyarakat diperbolehkan untuk memanfaatkan lahan, setelah terjadi perubahan status lahan Perhutani menjadi lahan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango masyarakat tidak dapat menggarap lahan tersebut. Namun masih saja terdapat masyarakat yang melakukan penggarapan di daerah kawasan taman nasional setelah terjadi perubahan status. Pemanfaatan yang dilakukan masyarakat pada lahan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memberikan penurunan kualitas sumberdaya alam serta perusakan ekosistem di sekitar taman nasional hal tersebut dikarenakan adanya masyarakat yang melakukan penebangan pohon secara sembarang untuk dijadikan area perkebunan serta penggunaan pupuk kimia pada lahan tersebut. Hal ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Pada tahun 2005 pihak taman nasional bernegosiasi dengan masyarakat Desa Ciputri mengenai petani yang melakukan penggarapan di kawasan taman nasional, hasilnya masyarakat akan meninggalkan kawasan bila ada mata pencaharian pengganti yang dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Pada tahun 2008 masyarakat Desa Ciputri berdiskusi dengan pihak taman nasional mengenai Program Adopsi Pohon dan membuat perjanjian (lihat lampiran 3) yang berlaku selama tiga tahun. Pada tanggal 28 Agustus 2008 Program Adopsi Pohon terbentuk, dengan mejalankan program adopsi pohon yang bekerjasama dengan berbagai pihak dimana masyarakat diikutsertakan dalam program tersebut seperti dalam tahap penanaman, pemeliharaan, pemberdayaan dan bantuan modal dapat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar taman nasional sehingga masyarakat diharapkan tidak lagi menggantungkan mata pencahariannya pada lahan taman nasional.

Program Adopsi Pohon merupakan salah satu upaya merehabilitasi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang terdegradasi akibat pengolahan lahan pertanian yang mengabaikan kaidah konservasi, sehingga membentuk kawasan kritis dan miskin vegetasi. Program ini bertujuan untuk : (1) merestorasi kondisi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Resort PTN Sarongge, (2) memberikan alternatif mata pencaharian di luar kawasan kepada masyarakat sekitar melalui keikutsertaan masyarakat dalam program adopsi pohon, dan (3) mengalihkan ketergantungan masyarakat sekitar terhadap kawasan sehingga dapat mengurangi gangguan terhadap kawasan untuk optimalisasi fungsi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Program ini berharap kepada semua komponen masyarakat, baik perorangan, kelompok masyarakat, maupun organisasi atau lembaga dapat belajar dan memahami permasalahan konservasi alam yang ada untuk kemudian terlibat dan berperan serta secara sukarela, aktif dan berkontribusi pendanaan untuk pelaksanaan program adopsi pohon. Program

ini pula dapat mendorong masyarakat luas, baik warga Negara Indonesia maupun asing agar lebih perduli terhadap lingkungan dan konservasi alam melalui penanaman pohon-pohon untuk perbaikan dan pemulihan kawasan yang rusak di dalam kawasan taman nasional.

Lingkup Program Adopsi Pohon

Program adopsi pohon adalah sebuah program penanaman pohon di taman nasional dengan pemeliharaan selama tiga tahun termasuk didalamnya terdapat kegiatan pemberdayaan dan bantuan modal usaha terhadap masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Program adopsi pohon bertujuan untuk mendorong masyarakat luas agar lebih peduli terhadap lingkungan dan konservasi alam melalui penanaman pohon-pohon untuk perbaikan dan pemulihan kawasan hutan yang rusak di dalam kawasan taman nasional. Program yang diresmikan pada tahun 2008 ini berharap kepada semua komponen masyarakat, baik perorangan, kelompok masyarakat, maupun organisasi atau lembaga dapat belajar dan memahami permasalahan konservasi alam yang ada, untuk kemudian terlibat dan berperan-serta secara sukarela, aktif, dan berkontribusi pendanaan untuk pelaksanaan program adopsi pohon. Adapun beberapa kendala yang mungkin akan dihadapi dilapangan dalam menjalankan program adopsi pohon antara lain : (1) masyarakat masih belum mengikuti aturan yang telah ditetapkan pihak Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango seperti membuat space diameter 60 cm kosong dari tanaman palawija pada setiap bibit yang telah ditanam yang bertujuan untuk ruang tumbuh bibit tanaman, (2) masyarakat masih digunakannya pupuk yang bersifat kimia secara sembunyi-sembunyi untuk memupuk tanaman palawija hal ini bertentangan dengan kaidah konservasi, (3) adanya satu masyarakat yang menguasai lebih dari satu lahan garapannya, hal tersebut menyulitkan untuk pembagian bantuan peningkatan usaha ekonomi masyarakat secara adil dan merata. Sedangkan kondisi tanaman pada program adopsi pohon 90% dalam keadaan hidup dengan kondisi tanaman yang beragam tergantung tahun tanam yakni mulai tahun 2008, 2009, 2010, 2011 dan 2012 dimana untuk tanaman tahun 2008 sudah ada yang mencapai tinggi 5 meter dengan diameter 10 cm ke atas terutama jenis Manglid dan Suren, sedangkan tanaman Rasamala, Puspa dan Saninten bervariasi dari mulai 1 meter sampai dengan 2 meter.

Adopter dalam program adopsi pohon ini dapat meminta untuk dilakukan kegiatan seremonial untuk launching penanaman pohon, dengan pembiayaan khusus di luar biaya adopsi pohon, setelah itu kegiatan launching penanaman tersebut akan disertai keberlanjutan program penanaman dan perawatan tanaman, serta pemberdayaan masyarakat. Penanaman pohon disertai perawatan dan pemeliharaan terhadap pohon-pohon yang telah ditanam dilakukan secara teratur dengan maksud agar tanaman pohon tersebut dapat terus tumbuh dengan baik untuk jangka panjang. Perawatan dalam program ini mencangkup penyulaman tanaman yang mati, pemeliharaan tanaman dengan pemupukan dan pencegahan terhadap gangguan hama, penyakit dan gulma sama seperti pelaksanaan dalam program adopsi pohon.

Program adopsi pohon mencakup kegiatan penanaman pohon pada lokasi- lokasi dan zona-zona kawasan taman nasional yang rusak dan kritis, program ini

merupakan sistem penyangga kehidupan masyarakat di sekitar kawasan taman nasional serta sebagai alternatif penghasilan yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani, maka diperlukannya peningkatan kesadaran konservasi alam, keterlibatan dan peranserta petani dalam mendukung upaya pelestarian alam lingkungan. Luas dan persentase zonasi lahan Wilayah Sarongge tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Luas dan Persentase Zonasi Lahan Wilayah Sarongge Tahun 2011 Profil Resort PTN Wilayah Sarongge

Zonasi Berdasarkan SK Dirjen PHKA No. 39/IV-KKBHL/2011 Zonasi Luas (Ha) Sarongge % Dari Luas

Resort % Dari Luas Bidang Zona Inti 1 872 982 468 246 25 35 Zona Rimba 1 389 676 347 419 25 26 Zona Pemanfaatan 441 670 70 721 16 5 Batu Lempar 10 077 10 077 0 1 Sarongge (Adopsi) 60 644 60 644 0 5 Jumlah Pemanfaatan 70 721 Zona Rehabilitasi 1 298 540 454 489 35 34 Zona Tradisional 12 018 0 0 0 Zona Khusus 3 190 0 0 0 Zona Konservasi Owa Jawa 0 0 0 0 Luas Bidang PTN Wil 1 Cianjur 5 018 076 1 340 875 27 Persentase Luas Per Resort (%) 100 26.72 Sumber: Data Program Adopsi Pohon, 2011

Terdapat manfaat menanam pohon yang dilakukan dalam program adopsi pohon yaitu: (1) keanekaragaman hayati, ekosistem hutan yang utuh dan terpelihara dengan baik akan menjamin seluruh proses alam yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan keanekaragaman hayati, menjadi rumah tempat tinggal bagi jutaan makhluk hidup, menyediakan beragam bahan pangan, obat- obatan, bahan baku industri dan sebagainya yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia serta merupakan sumber kehidupan masyarakat, (2) pencegah erosi dan banjir, pohon-pohon didalam ekosistem hutan yang utuh dan terpelihara dengan baik akan mampu untuk mengikat tanah menghindari terjadinya erosi tanah dan

mengendalikan aliran air permukaan untuk masuk kedalam tanah, (3) pengikat karbondioksida dan penghasil oksigen, pohon-pohon mampu mengikat karbondioksida hasil pencemaran dan sisa-sisa pembakaran sumber energi yang berasal dari kendaraan bermotor maupun industri. Oksigen dihasilkan oleh pohon dan diperlukan bagi kehidupan semua makhluk hidup, (4) keindahan, kenyamanan alam dan potensi ekowisata, pulihnya ekosistem hutan akan menciptakan keindahan dan kenyamanan alam, dan (5) keberlanjutan pendapatan dimana pemanfaatan sumber daya alam secara teratur dan bertanggungjawab akan memberikan peluang kepada masyarakat untuk memperoleh mata pencaharian yang layak.

Adapun manfaat bagi adopter dalam program adopsi pohon yaitu kemitraan multipihak akan memberikan dampak signifikan terhadap konservasi. Sebagai mitra dalam The Green Wall Initiative (GWI), khususnya program adopsi pohon, para donator dapat memenuhi tujuan Corporate Social Responsibilities (CSR) dalam pembangunan berkelanjutan, mitigasi perubahan iklim, serta konservasi keanekaragaman hayati, yang dicapai hanya dari sebuah donasi.

Pelaksanaan Program Adopsi Pohon

Program adopsi pohon mencangkup kegiatan penanaman pohon pada lokasi- lokasi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango disamping itu dalam pelaksanaan program diperlukan kegiatan-kegiatan penunjang lainnya seperti penelitian sosial ekonomi masyarakat, penelitian dan monitoring keanekaragaman hayati, pendidikan siswa sekolah, penyadaran masyarakat dan pelatihan kepada masyarakat. Secara garis besar program ini terdiri dari beberapa kegiatan antara lain: (1) kegiatan penelitian : kegiatan ini merupakan bentuk dari penilaian suatu kawasan yang akan dilakukan penanaman baik sebelum maupun sesudah penanaman seperti studi awal kondisi lahan, studi sosial-ekonomi masyarakat, studi keanekaragaman hayati yang berada dalam kawasan taman nasional dan pemantauan keanekaragaman hayati untuk jangka panjang serta studi awal potensi jasa lingkungan; (2) kegiatan pendidikan dan penyadaran : kegiatan ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat maupun siswa sekolah akan peran taman nasional beserta manfaatnya bagi masyarakat disekitar, dengan diberikannya pendidikan tersebut diharapkan timbul kesadaran dan ikut berperan aktif dalam menjaga kelestarian kawasan tersebut. Kegiatan ini dapat dilakukan baik di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol maupun di wilayah-wilayah dalam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebagai tempat pembelajaran; (3) kegiatan pelatihan bagi masyarakat : masyarakat yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani telah memiliki pengetahuan dasar dalam pertanian. Namun perlu juga dibekali dengan pengetahuan tambahan berupa dasar dan tehnik yang tepat dalam pelaksanaan sistem pertanian; (4) penanaman : dalam teknis pelaksanaannya melibatkan berbagai pihak baik dari pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, dunia usaha, akademisi, siswa sekolah termasuk kalangan pesantren, masyarakat lokal, TNI dan Polri.

Penanaman pohon dan pemeliharaan terhadap pohon-pohon yang telah ditanam dilakukan secara teratur dengan maksud agar tanaman pohon tersebut dapat terus tumbuh dengan baik untuk jangka panjang setelah program adopsi pohon tiga tahun selesai. Perawatan tanaman yang dilakukan mencakup

penyulaman tanaman yang mati, pemeliharaan tanaman dengan pemupukan dan pencegahan terhadap gangguan hama, penyakit dan gulma. Penanaman yang teratur dapat membantu memperbaiki kondisi alam yang kritis akibat dari penebangan liar, kerusakan alam dan petani penggarap disekitar kawasan hutan.

Pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan yang dikaitkan dengan kepentingan petani dan mendukung upaya pelestarian alam lingkungan yang merupakan sistem penyangga kehidupan masyarakat di sekitar kawasan taman nasional, masyarakat diikut sertakan langsung dalam program adopsi pohon seperti melaksanakan program, evaluasi, serta mandapatkan manfaat hasil dari program tersebut.

Bantuan modal usaha seperti usaha tani hutan (agro-forestry), pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan hutan, serta memfungsikan masyarakat sebagai penjaga dan pelestari kawasan taman nasional. Pemantauan dan evaluasi terhadap pekembangan pohon-pohon tersebut dalam suatu data-base serta pelaporannya untuk kepentingan internal maupun pelaporan kepada para adopter, pelaku pertama yang menjadi adopter adalah perusahaan Price Water Coupers (PWC) yang menanam pohon pada lahan seluas 4 ha, perusahaan Dai Nippon Print (DNP) yang menanam pohon pada lahan seluas 3 ha dan Green Radio yang menanam pohon pada lahan seluas 3 ha. Biaya yang dieluarkan untuk satu pohon yaitu Rp 108.000,00 didalamnya sudah termasuk pemeliharaan, perawatan dan pemberdayaan masyarakat. Salah satu contoh dalam bantuan usaha yang diberikan kepada masyarakat yaitu masyarakat diberikan beberapa bantuan modal seperti bantuan ternak seperti domba dan kelinci sesuai ketersediaan dana yang diperoleh. Domba dan kelinci dapat diberikan dari dana pemberdayaan sebanyak satu domba dan sembilan kelinci kepada satu KK yang ditujukan untuk membantu masyarakat untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan. Program adopsi pohon juga memberikan pendidikan konservasi yang ditujukan kepada masyarakat Desa Ciputri, khususnya masyarakat yang memanfaatkan lahan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pendidikan konservasi yang diberikan oleh pihak taman nasional dan Green Radio berupa materi dan media yang digunakan dalam pendidikan konservasi adalah sebagai berikut: 1. Materi pendidikan konservasi dalam program adopsi pohon

a. Taman nasional: kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi dan diperuntukan untuk perlindungan system penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. b. Pencegahan erosi tanah: pepohonan menyimpan air hujan dan air

limpasan serta deposit tanah setelah badai.

c. Pencegahan banjir: sebuah hutan yang baik akan mengontrol laju air, sehingga akan mencegah terjadinya banjir dan meningkatkan kualitas air. d. Produksi oksigen: sebuah pohon mampu memproduksi oksigen yang

mencukupi keperluan 10 orang untuk bernapas setiap tahunnya.

e. Perosot karbon: sebuah pohon menyerap dan menyarng karbondioksida yang merupakan penyebab utama terjadinya perubahan iklim dengan demikian menanam pohon akan meningkatkan kualitas udara.

f. Konservasi keanekaragaman hayati: keanekaragaman kehidupan di bumi, termasuk satwa, tumbuhan beserta habitatnya dan juga seluruh proses alam

penting bagi kehidupan umat manusia, khususnya dalam penyediaan makanan, obat-obatan, udara bersih dan air bersih.

g. Keindahan alam: keindahan alam memberikan sebuah nilai potensi ekonomi yang salah satunya dikembangkan melalui ekowisata.

h. Keberlanjutan pendapatan: pemanfaatan sumber daya alam secara teratur dan bertanggung jawab akan memberikan peluang kepada masyarakat untuk memperoleh mata pencaharian yang layak.

i. Metoda penanaman: jarak tanam bibit adalah 5 x 5 meter, pemilihan bibit berdasarkan kesehatan dan kondisi polybag yang tidak pecah agar tumbuh dengan baik dan tahapan penanaman selain harus adanya lubang tanam, juga diperlukan ajir sebagai penyangga bibit pohon agar tidak mudah rebah oleh angina tau embun dan hujan.

2. Media pendidikan konservasi

a. Media komunikasi (Radio Edelweis): pemberian materi konservasi melalui Radio Edelweis dilakukan setiap seminggu sekali.

b. Perkumpulan ibu PKK: bersifat insidental, jika ingin dibicarakan mengenai sesuatu baru berkumpul dan perkumpulan ini tidak dilaksanakan secara rutin.

c. Perpustakaan: menyediakan buku-buku mengenai cara bertanam, cerita anak-anak dan pengetahuan alam.

d. Pengajian.

e. Perkumpulan petani: perkumpulan bagi para petani yang mengikuti program adopsi pohon, perkumpulan ini dilakukan satu bulan sekali bersama pihak Taman Nasional dan Green Radio.

Persepsi Masyarakat terhadap Program Adopsi Pohon

Sebagian masyarakat di Desa Ciputri memaparkan bahwa program adopsi pohon yang dilakukan oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki kelebihan yang dapat memberdayakan masyarakat seperti diikutsertakannya masyarakat dalam program, memberikan pendapatan lebih kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari nya, memberikan lapangan pekerjaan dan membantu pihak taman nasional untuk menjaga kelestarian lingkungan. Program ini mengimplementasikan pendekatan partisipatif dalam rangka keterlibatan masyarakat, berdasarkan diskusi dengan parapihak termasuk masyarakat ada beberapa metode yang dapat membantu penghasilan masyarakat, salah satunya metode tanaman campuran dipilih sebagai upaya keinginan masyarakat dalam meningkatkan tingkat pendapatan. Dengan demikian, jenis yang akan ditanam adalah campuran dari tanaman hutan, tanaman langka dan tanaman produktif tipe ekosistem hutan tropis pegunungan. Hal ini memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berusaha sekaligus membantu pihak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango untuk melindungi, memantau dan membangun hutan agar lebih terjaga kelestariannya. Selain itu, program ini juga memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat serta memberikan keuntungan yang diberikan melalui pelatihan-pelatihan sehingga masyarakat dapat mengetahui manfaat dari hutan dan pohon, masyarakat dapat berkembang dengan diberikan mata pencaharian pengganti seperti ternak domba maupun kelinci, dengan diberikannya mata

pencaharian pengganti masyarakat mulai ada yang beralih dari berkebun menjadi berternak. Berikut penuturan seorang informan :

Saya ikut-ikut aja mas sama mereka, selagi mereka memberikan keuntungan buat saya kenapa tidak? Saya diberikan bantuan ternak kelinci, tapi menurut saya sulit mas untuk berternak, saya mending bertani.” (KRY, 44 tahun)

Hasil wawancara dengan responden menunjukan bahwa masyarakat mengharapkan keberlanjutan dari program adopsi pohon ini karena program ini memberikan keuntungan atau manfaat bagi hutan maupun masyarakat di sekitar kawasan. Namun masih ada masyarakat yang berpandangan bahwa lahan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango lebih bermanfaat jika dijadikan kebun dibandingkan dijadikan lahan konservasi, hal tersebut dikarenakan masyarakat masih beranggapan berkebun adalah hal lebih menguntungkan dalam meningkatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, maka dari itu masih ada beberapa dari masyarakat yang melakukan penggarapan di kawasan Taman Nasional.

Pihak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango menjadikan penggarap suatu kendala yang harus segera diselesaikan karena lahan yang seharusnya dijadikan lahan konservasi dijadikan untuk berkebun sehingga dapat merusak ekosistem yang ada di taman nasional. Disamping itu cara penanaman yang dilakukan oleh para penggarap masih belum mengerti bagaimana aturan maupun cara-cara melakukan penanaman yang baik dan benar seperti melakukan penanaman dengan mengosongkan areal berdiameter 60 cm bebas dari bibit yang ditanam, sehingga dapat memberikan ruang tumbuh bagi bibit tersebut, dengan demikian pertumbuhan tanaman tersebut menjadi tidak beraturan sehingga dapat merusak struktur tanah di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango selain itu penggunaan pupuk kimia yang dilakukan para penggarap dapat merusak kesuburan tanah, serta sulitnya memberikan bantuan secara adil dan merata dikarenakan adanya penggarap yang menggarap lebih dari satu lahan garapannya.

Karakteristik Responden Usia

Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi usia, status petani, dan tingkat pendidikan. Usia digolongkan menjadi tiga kategori yaitu, muda (18-32 tahun), dewasa (33-46 tahun), dan tua (47-60 tahun). Jumlah responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Usia di Desa Ciputri Tahun 2013

Golongan Usia Jumlah (orang) Persentase (%)

Muda 7 17.50

Dewasa 19 47.50

Tua 14 35.00

Data pada tabel 2 menunjukkan penggolongan usia responden ke dalam tiga kategori pada saat penelitian dilakukan. Tabel tersebut menunjukkan sebanyak 19 responden (47.5 persen) tergolong kedalam kategori usia dewasa, 14 responden (35 persen) tergolong kedalam kategori usia tua, dan 7 responden (17.5 persen) tergolong kedalam kategori usia muda. Penggolongan usia ini berdasarkan sebaran usia responden yang ditemukan di lapangan. Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Ciputri berada pada usia produktif.

Status Petani

Status petani yang ditemukan pada saat penelitian adalah berdasarkan kepemilikan lahan yang dikategorikan menjadi petani buruh dan petani juragan. Status pada petani digolongkan menjadi dua yaitu rendah untuk petani buruh dan tinggi untuk petani juragan. Jumlah responden berdasarkan status dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Petani di Desa Ciputri Tahun 2013

Kategori Status Jumlah (orang) Persentase (%)

Rendah 35 87.50

Tinggi 5 12.50

Total 40 100.00

Data pada tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah responden dengan status petani buruh sebanyak 35 orang (87.5 persen). Sedangkan jumlah responden dengan status petani juragan berjumlah 5 orang (12.5 persen). Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas petani Desa Ciputri adalah petani buruh.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden dilihat berdasarkan jenjang pendidikan terakhir yang telah atau ditempuh oleh responden. Tingkat pendidikan dibagi menjadi tiga kategori yaitu rendah untuk kategori SD atau sederajat. Sedang untuk kategori SMP atau sederajat, dan tinggi untuk kategori SMA atau sederajat. Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Desa Ciputri Tahun 2013

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Rendah 26 65.00

Sedang 9 22.50

Tinggi 5 12.50

Total 40 100.00

Data pada tabel 4 menunjukkan penggolongan responden berdasarkan tingkat pendidikan yang telah ditempuh. Sebanyak 26 orang responden (65 persen) termasuk kedalam kategori pendidikan rendah, 9 orang responden (22.5 persen) termasuk kedalam kategori pendidikan sedang, dan sebanyak 5 orang

responden (12.5 persen) termasuk kedalam kategori pendidikan tinggi. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat masih tergolong rendah. Hal ini seharusnya menjadi fokus perhatian pemerintah setempat maupun pemerintah pusat untuk meningkatkan standar pendidikan di Desa Ciputri.

Tingkat Keberhasilan Program Adopsi Pohon

Dalam keberhasilan programnya, program adopsi pohon ini memerlukan kelembagaan berupa organisasi, pelatihan, mekanisme kerja, prosedur kerja, hubungan kerja dan standar operasional guna tujuan dari program ini dapat tercapai. Kriteria dan indikator dalam program adopsi pohon terukur dengan penanaman dan pemeliharaan tanaman, pemberdayaan masyarakat dan pencarian alternatif pendapatan atau bantuan modal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat serta peningkatan keterlibatan masyarakat untuk perlindungan dan pelestarian taman nasional. Guna mengantisipasi program tersebut maka diperlukan monitoring, evaluasi dan pelaporan yang tepat guna dalam setiap kegiatannya agar lebih terstruktur. Secara umum program ini memiliki tujuan untuk merestorasi kondisi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Resort PTN Sarongge, memberikan alternatif mata pencaharian di luar kawasan kepada masyarakat sekitar melalui keikutsertaan masyarakat dalam program adopsi pohon, mengalihkan ketergantungan masyarakat sekitar terhadap kawasan sehingga dapat mengurangi gangguan terhadap kawasan untuk optimalisasi fungsi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan demikian keterlibatan masyarakat dalam program ini cukup berpengaruh guna menjaga keberlanjutan program adopsi pohon.

Program dikatakan berhasil apabila masyarakat sudah melakukan penanaman dengan baik hasil dari pelatihan yang didapatkan dari keterlibatannya dalam program adopsi pohon, peningkatan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dari pemberdayaan program yang mengikutsertakan masyarakat secara langsung, dan tidak lagi menggantungkan hidupnya pada lahan taman nasional dikarenakan mendapatkan bantuan modal berupa bantuan ternak seperti kelinci maupun domba. Disamping itu program adopsi pohon memiliki

Dokumen terkait