• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Akses dan Kontrol Masyarakat terhadap Keberhasilan Program Adopsi Pohon di Desa Ciputri Kabupaten Cianjur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Akses dan Kontrol Masyarakat terhadap Keberhasilan Program Adopsi Pohon di Desa Ciputri Kabupaten Cianjur"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH AKSES DAN KONTROL MASYARAKAT

TERHADAP KEBERHASILAN PROGRAM ADOPSI POHON

DI DESA CIPUTRI KABUPATEN CIANJUR

NOVINDRA HIDAYAT

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Akses dan Kontrol Masyarakat terhadap Keberhasilan Program Adopsi Pohon di Desa Ciputri Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

(4)

ABSTRAK

NOVINDRA HIDAYAT. Pengaruh Akses dan Kontrol Masyarakat terhadap Keberhasilan Program Adopsi Pohon di Desa Ciputri, Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh SAHARUDDIN.

Program adopsi pohon adalah program penanaman pohon di taman nasional dengan pemeliharaan selama tiga tahun termasuk didalamnya terdapat kegiatan pemberdayaan dan bantuan modal usaha terhadap masyarakat sekitar kawasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh akses dan kontrol masyarakat terhadap keberhasilan program adopsi pohon. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh akses masyarakat dalam program adopsi pohon dapat membantu mencapai keberhasilan program. Masyarakat diikutsertakan secara langsung mulai dari penanaman hingga pemeliharaannya. Kontrol masyarakat dalam program adopsi pohon tidak telalu kuat, hal tersebut dikarenakan pihak taman nasional menetapkan aturan-aturan yang membatasi masyarakat dalam memanfaatkan hasil sumberdaya alam sehingga program ini dapat berjalan dengan baik dan teratur. Hal tersebut pula yang dapat membantu keberhasilan program adopsi pohon.

Kata kunci: program adopsi pohon, akses dan kontrol, keberhasilan program

ABSTRACT

NOVINDRA HIDAYAT. The effect of community‟s access and control over the successfully of tree adoption program in the village of Ciputri, District of Cianjur. Supervised by SAHARUDDIN.

Tree adoption program is a program of tree planting in the park with maintenance for three years are included empowerment and venture capital assistance to people around of the area. The purposes of this study was to determine the effect of access and community control over the success of a tree adoption program. This research was conducted in the village of Ciputri, District Pacet Cianjur, West Java Province. The results of this study showed the influence of access to the public in a tree adoption program achieved successfully. Communities included directly from planting to maintenance. Community control in a tree adoption program are not too strong, it is because of the national park setting rules was restricting the use of the natural resource products so that the program can run properly and regularly.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

PENGARUH AKSES DAN KONTROL MASYARAKAT

TERHADAP KEBERHASILAN PROGRAM ADOPSI POHON

DI DESA CIPUTRI KABUPATEN CIANJUR

NOVINDRA HIDAYAT

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Pengaruh Akses dan Kontrol Masyarakat terhadap Keberhasilan Program Adopsi Pohondi Desa Ciputri Kabupaten Cianjur Nama : Novindra Hidayat

NIM : I34080121

Disetujui oleh

Dr Ir Saharuddin, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Akses dan Kontrol Masyarakat terhadap Keberhasilan Program Adopsi Pohon di Desa Ciputri Kabupaten Cianjur”. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada bapak Dr Ir Saharuddin, MS sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu serta memberikan saran dan masukan selama proses penulisan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dosen beserta staf KPM atas ilmu yang telah diberikan. Penulis juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada Bapak Sudrajat dan Ibu Tina Siti Hasanah, orang tua tercinta, serta Januar Santiaji kakak tersayang, yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis. Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada segenap pengurus program adopsi pohon, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dan seluruh warga Desa Ciputri yang telah membantu jalannya penelitian, serta teman-teman seperjuangan Galih, Farhan, Tri Irwan, M. Rizky, Agung, Jabbar, Reza, Yusuf, Agus, Randy, Robi, Ahmad F, Syakir, Ari, Ilham T, Elbi, Arin, Sarah, Testa, Syifa, Firda, Gina, Rizki A, teman satu bimbingan Radini dan Ory dan teman-teman KPM 45 lainnya, KPM 43, KPM 44, KPM 46, KPM 47, KPM 48 yang telah memberi semangat dalam proses penulisan skripsi ini.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan bagi yang membacanya.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR

ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 5

Taman Nasional 5

Program Adopsi Pohon 5

Keterlibatan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata 6 Proses Adopsi dan Pengambilan Keputusan Inovasi 7

Pandangan Tradisional : Proses Adopsi 7

Model Proses Pengambilan Keputusan Inovasi 7

Akses 8

Kontrol 8

Akses dan Kontrol dalam Taman Nasional 9

Keberhasilan Program 10

KERANGKA PEMIKIRAN 11

Hipotesis Penelitian 12

Definisi Operasional 12

PENDEKATAN LAPANGAN 15

Metode Penelitian 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Teknik Sampling 16

Teknik Pengumpulan Data 16

(11)

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 19

Kondisi Geografis 19

Kondisi Ekonomi 20

Kondisi Sosial 22

Kondisi Pendidikan Masyarakat 22

Struktur Mata Pencaharian Penduduk 23

Struktur Keagamaan dan Budaya Penduduk 23

Potensi Sosial Budaya 24

Sistem Kemasyarakatan 24

PENGARUH AKSES DAN KONTROL MASYARAKAT TERHADAP

KEBERHASILAN PROGRAM ADOPSI POHON 27

Sejarah Program Adopsi Pohon 27

Lingkup Program Adopsi Pohon 28

Pelaksanaan Program Adopsi Pohon 30

Persepsi Masyarakat terhadap Program Adopsi Pohon 32

Karakteristik Responden 33

Tingkat Keberhasilan Program Adopsi Pohon 35 Akses Masyarakat terhadap Tingkat Keberhasilan Program

Adopsi Pohon 39

Kontrol Masyarakat terhadap Tingkat Keberhasilan Program

Adopsi Pohon 45

SIMPULAN DAN SARAN 53

Simpulan 53

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 55

LAMPIRAN 57

(12)

DAFTAR TABEL

1. Luas dan Persentase Zonasi Lahan Wilayah Sarongge Tahun 2011 29 2. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Usia di Desa Ciputri

Tahun 2013 33

3. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Petani di Desa

Ciputri Tahun 2013 34

4. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Desa Ciputri Tahun 2013 34

5. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Aspek Penanaman dan Pemeliharaan dalam Tingkat Keberhasilan Program Adopsi Pohon di

Desa Ciputri Tahun 2012 37

6. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Aspek Pemberdayaan dalam Tingkat Keberhasilan Program Adopsi Pohon di Desa Ciputri

Tahun 2012 38

7. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Aspek Bantuan Modal dalam Tingkat Keberhasilan Program Adopsi Pohon di Desa Ciputri

Tahun 2012 38

8. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pemahaman

Teknologi di Desa Ciputri Tahun 2012 40

9. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan di

Desa Ciputri Tahun 2012 40

10. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Otoritas di

Desa Ciputri Tahun 2012 41

11. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Identitas Sosial

di Desa Ciputri Tahun 2012 41

12. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pasar di Desa

Ciputri Tahun 2012 42

13. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Relasi Sosial

di Desa Ciputri Tahun 2012 43

14. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Tenaga Kerja

di Desa Ciputri Tahun 2012 43

15. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Modal di Desa

Ciputri Tahun 2012 44

16. Jumlah Responden menurut Tingkat Akses dan Tingkat Keberhasilan Program Adopsi Pohon di Desa Ciputri Tahun 2012 45 17. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Basis Kekuasaan di

Desa Ciputri Tahun 2012 46

(13)

Desa Ciputri Tahun 2012 47 19. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kekuatan Kekuasaan di

Desa Ciputri Tahun 2012 47

20. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Biaya Kekuasaan di

Desa Ciputri Tahun 2012 48

21. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jumlah Kekuasaan di

Desa Ciputri Tahun 2012 49

22. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Lingkup Kekuasaan di

Desa Ciputri Tahun 2012 49

23. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Domain Kekuasaan di

Desa Ciputri Tahun 2012 50

(14)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran Penelitian 11

2. Peta Wilayah Desa Ciputri 20

3. Jumlah Penduduk Desa Ciputri Tahun 2011 Menurut Komposisi Mata

Pencaharian 21

4. Jumlah Penduduk Desa Ciputri Tahun 2011 Menurut Tingkat

Pendidikan 22

5. Jumlah Penduduk Desa Ciputri Tahun 2011 Menurut Sebaran Mata

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian 57

2. Kerangka Sampling Penelitian 58

3 Perjanjian Kerjasama antara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

dengan Masyarakat Desa Ciputri 63

4. Peta Kawasan Program Adopsi Pohon Blok Sarongge Girang Resort

PTN Model Sarongge 70

(16)

PENDAHULUAN

Pendahuluan ini membahas mengenai pemikiran kuat yang mendasari penelitian ini. Pemikiran tersebut dijelaskan melalui latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian. Latar belakang yang disusun menggambarkan permasalahan umum dalam penelitian disertai dengan fakta-fakta yang mendukung terhadap persoalan dalam program adopsi pohon yang dilakukan oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Kemudian permasalahan umum dijabarkan menjadi permasalahan-permasalahan khusus yang ditulis dalam perumusan masalah. Tujuan penelitian merupakan jawaban yang diharapkan terhadap permasalahan-permasalahan dalam penelitian. Sementara kegunaan penelitian merupakan manfaat yang diharapkan oleh peneliti setelah penelitian ini dilakukan.

Latar Belakang

Keanekaragaman hayati dan sumberdaya alam Indonesia merupakan salah satu daya tarik utama dimata dunia selain budaya dan tradisinya, sehingga perlu perlakuan lebih untuk menjaga keberlanjutannya. Konsep taman nasional muncul sebagai upaya dalam konservasi terhadap keanekaragaman hayati. Taman nasional tidak hanya sebagai daerah konservasi saja melainkan sebagai perwujudan konsep ekowisata. Pemanfaatan taman nasional untuk tujuan ilmu pengetahuan dan penelitian dilakukan pada seluruh zona dengan izin Kepala Balai Taman Nasional. Untuk tujuan pendidikan dilakukan pada zona rimba, zona pemanfaatan wisata dan zona pemanfaatan lainnya. Sedangkan untuk tujuan pariwisata alam dilakukan pada zona pemanfaatan intensif dan secara terbatas pada zona rimba. Guna mendukung kepentingan pemanfaatan oleh masyarakat setempat akan hasil hutan non kayu dikembangkan adanya zona pemanfaatan tradisional dan zona pemanfaatan khusus (Riyanto 2005 dalam Qomariah 2009).

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu dari lima taman nasional di Indonesia. TNGGP pertama kali diumumkan sebagai taman nasional di Indonesia pada tahun 1980 oleh Menteri Pertanian dan ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982 meliputi luas 15.196 ha (TNGGP 2008). Mengingat pentingnya keberadaan taman nasional dilakukan perluasan yang bertujuan untuk melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati, salah satunya dengan program adopsi pohon yang bekerja sama dengan berbagai pihak yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi hutan khususnya di areal perluasan taman nasional karena program ini didalamnya terdapat penanaman pohon dengan pemeliharaan selama tiga tahun termasuk kegiatan pemberdayaan dan bantuan modal usaha terhadap masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Sehingga pada tahun 2003 Mentri Kehutanan mengeluarkan Keputusan Menteri No. 174/Kpts-II/2003 yang menetapkan perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dari 15,196 hektar menjadi 21,975 hektar (TNGGP 2008).

(17)

kawasan kritis dan miskin vegetasi. Kondisi hutan disekitar taman nasional saat ini tidak stabil dikarenakan adanya penebangan secara liar, berubahnya hutan konservasi menjadi produksi, dan pemanfaatan hasil hutan yang berlebihan tanpa adanya penanaman kembali sehingga menyebabkan mudahnya terjadi bencana alam salah satunya seperti banjir dan longsor, untuk itu keberhasilan program adopsi pohon diharapkan dapat tercapai karena program ini dapat membantu merestorasi kondisi kawasan taman nasional, dapat membantu memperbaiki dan memulihkan kawasan hutan yang rusak dengan melakukan penanaman dan pemeliharaannya, pemberdayaan, dan bantuan modal yang dilakukan oleh taman nasional melalui program adopsi pohon ini.

Masyarakat disekitar taman nasional memiliki potensi yang sangat besar terutama dalam hal menjaga keberlanjutan dan keberhasilan program ini, masyarakat disekitar taman nasional merupakan masyarakat yang terlibat dan berperan-serta dalam program, masyarakat diikutseratakan secara langsung dalam program mulai dari penanaman hingga pemanfaatan hasil program, masyarakat diberikan akses untuk ikutserta dalam program, diberikan akses untuk membuka lahan usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, masyarakat juga diberikan kontrol untuk mengelola dan memanfaatkan dari adanya program ini namun masyarakat diberikan batasan-batasan oleh pihak taman nasional sehingga tidak dapat sepenuhnya dan secara berlebihan dalam memanfaatkan hasil dari program, hal tersebut dilakukan untuk membantu mencapai keberhasilan program adopsi pohon dan membantu pihak taman nasional dalam menjalankan program ini dengan baik dan teratur.

Program ini melibatkan masyarakat secara langsung sehingga akses dan kontrol masyarakat dapat menentukan keberhasilan program adopsi pohon ini, dengan adanya akses dan kontrol dalam memanfaatkan dan mengelola kawasan taman nasional dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat itu sendiri maupun pengelola dalam menjaga keberlanjutan taman nasional dan program adopsi pohon tersebut. Oleh karena itu, untuk menunjang keberhasilan dalam program adopsi pohon di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dibutuhkan keterlibatan dari masyarakat setempat (TNGGP 2008). Dengan demikian perlu diteliti lebih lanjut mengenai pengaruh akses dan kontrol masyarakat terhadap keberhasilan program adopsi pohon.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat diketahui bahwa penelitian ini mengkaji lebih lanjut mengenai pengaruh akses dan kontrol masyarakat terhadap keberhasilan program adopsi pohon. Secara spesifik penelitian ini akan memusatkan perhatian pada permasalahan yang disebutkan di bawah ini:

1. Bagaimana pengaruh akses masyarakat terhadap keberhasilan program adopsi pohon?

(18)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah dipaparkan di atas, disusunlah beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian tersebut, yaitu:

1. Mengetahui pengaruh akses masyarakat terhadap keberhasilan program adopsi pohon.

2. Mengetahui pengaruh kontrol masyarakat terhadap keberhasilan program adopsi pohon.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak, antara lain:

1. Kegunaan penelitian bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk penelitian selanjutnya serta menambah khasanah penelitian dalam konteks pengembangan masyarakat.

2. Kegunaan penelitian bagi pengelola

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang perlu dipertimbangkan bagi pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dalam pengelolaan kawasan taman nasional guna menjaga keberlanjutannya. 3. Kegunaan penelitian bagi masyarakat

(19)
(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka ini menjelaskan mengenai acuan-acuan yang melandasi pemikiran terhadap permasalahan dalam penelitian. Beberapa acuan diperoleh dari laporan hasil penelitian, baik cetak maupun elektronik. Acuan tersebut memuat antara lain program adopsi pohon, keterlibatan masyarakat dalam pengembangan ekowisata, proses adopsi dan pengambilan keputusan inovasi, pandangan tradisional : proses adopsi, model proses pengambilan keputusan inovasi, taman nasional, akses, kontrol, akses dan kontrol dalam taman nasional, dan keberhasilan program.

Taman Nasional

Fandeli (2005) dalam Qomariah (2009) menyatakan bahwa taman nasional merupakan salah satu kawasan konservasi yang mengandung aspek pelestarian dan aspek pemanfaatan sehingga kawasan ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekowisata dan minat khusus. Kedua bentuk pariwisata tersebut yaitu ekowisata dan minat khusus, sangat prospektif dalam penyelamatan hutan. Pengembangan kawasan yang demikian ini yang menguntungkan bagi kelestarian hutan. Taman nasional mempunyai multi fungsi yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Taman nasional merupakan satu dari tiga kawasan pelestarian alam yang telah dinyatakan dan diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Selain itu landasan hukum taman nasional adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Salah satu pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari dan berkesinambungan dapat terlihat dalam pengelolaan taman nasional. Pemanfaatan taman nasional ini juga melibatkan pelayanan jasa untuk kegiatan pariwisata dengan konsepsi pemanfaatan sumberdaya alam yang berkesinambungan.

Program Adopsi Pohon

Program adopsi pohon adalah sebuah program kolaborasi antara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Konsorsium GEDEPAHALA (Gede Pangrango Halimun Salak), Conservation Internasional Indonesia (CII) dan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). Mereka menjelaskan bahwa Program adopsi pohon merupakan program penanaman pohon di taman nasional dengan pemeliharaan selama tiga tahun termasuk didalamnya terdapat kegiatan pemberdayaan dan bantuan modal usaha terhadap masyarakat sekitar kawasan TNGGP (TNGGP 2008).

(21)

kembali setelah perluasan pada tahun 2003 yang menetapkan luas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango seluas 21,975 hektar dan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak seluas 113,357 hektar (TNGGP 2008). Areal perluasan taman nasional tersebut sebelumnya merupakan kawasan hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani dan sebagian besar merupakan lahan yang telah terdegradasi. Di beberapa bagian areal perluasan dimaksud, terjadi perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat lokal untuk kegiatan pertanian. Pada umumnya areal yang dirambah tersebut berada di lereng gunung, dengan kelerengan lebih dari 30 derajat dan sangat rawan terjadinya tanah longsor dan erosi (TNGGP 2008).

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memperbaiki kondisi hutan khususnya di areal perluasan taman nasional, dikembangkan sebuah program adopsi pohon yang melibatkan masyarakat dalam kegiatan dan penanamannya. Tujuan dari pelaksanaan program ini adalah mendorong publik untuk lebih memberikan perhatian kepada lingkungan alam melalui kegiatan adopsi pohon sekaligus mendukung tercapainya program konservasi sumberdaya hutan. Berdasarkan diskusi dengan para pihak termasuk masyarakat, metode tanaman campuran dipilih sebagai upaya keinginan masyarakat dalam meningkatkan tingkat pendapatan dan kesejahteraan, dengan demikian jenis-jenis yang akan ditanam adalah campuran dari tanaman hutan, tanaman langka, dan tanaman buah-buahan produktif. Hal ini memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berusaha sekaligus memantau, membangun dan melindungi hutan. Terdapat manfaat menanam pohon yang dilakukan dalam program adopsi pohon (TNGGP 2008) yaitu :

1. Keanekaragaman hayati, ekosistem hutan yang utuh dan terpelihara dengan baik menjamin seluruh proses alam yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan keanekaragaman hayati, menjadi rumah tempat tinggal bagi jutaan makhluk hidup, menyediakan beragam bahan pangan, obat-obatan, bahan baku industri dan sebagainya yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia serta merupakan sumber kehidupan masyarakat.

2. Pencegah erosi dan banjir, pohon-pohon didalam ekosistem hutan yang utuh dan terpelihara dengan baik akan mampu untuk mengikat tanah menghindari terjadinya erosi tanah dan mengendalikan aliran air permukaan untuk masuk kedalam tanah.

3. Pengikat karbondioksida dan penghasil oksigen, pohon-pohon mampu mengikat karbondioksida hasil pencemaran dan sisa-sisa pembakaran sumber energi yang berasal dari kendaraan bermotor maupun industri. Oksigen dihasilkan oleh pohon dan diperlukan bagi kehidupan semua makhluk hidup. 4. Keindahan, kenyamanan alam dan potensi ekowisata, pulihnya ekosistem

hutan akan menciptakan keindahan dan kenyamanan alam yang akan menjadi daya tarik potensi ekowisata.

Keterlibatan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata

(22)

memang dapat memberikan keuntungan kepada penduduk setempat. Menurut Harrison (1995) dalam Sugiarti (2000) hal ini dikarenakan masyarakat tidak akan termotivasi untuk mendukung dan terlibat didalam pengembangan ekowisata tanpa bukti nyata dari pengelola untuk melibatkan masyarakat. Selain itu, melibatkan masyarakat dalam usaha ekowisata dapat menimbulkan perasaan memiliki dan keinginan masyarakat untuk berkontribusi dalam pengembangan ekowisata. Dalam hal ini, masyarakat akan bersedia untuk menerima peran, tanggung jawab, dan resiko untuk bekerjasama dengan pihak pemerintah, swasta maupun mitra dalam proses pengembangan program ekowisata tersebut.

Proses Adopsi dan Pengambilan Keputusan Inovasi

Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Mugniesyah (2006) mengemukakan bahwa teknologi yang senantiasa berubah ini sebagian dari konsep yang disebut inovasi. Adapun definisi inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau objek yang dipandang baru oleh seseorang individu. Suatu inovasi senantiasa mencangkup dua komponen, komponen gagasan (idea) dan komponen objek (object), yakni material atau aspek fisik produk dari suatu gagasan. Faktanya bisa ditemukan inovasi yang tidak berbentuk fisik, seperti keterampilan manajerial, atau ideologi tertentu. Rogers dan Shoemaker mengemukakan dua teori atau model, yakni yang disebutnya sebagai pandangan tradisional tentang proses adopsi dan proses pengambilan keputusan inovasi.

Pandangan Tradisional : Proses Adopsi

Pandangan tradisional yang dikenal sebagai konsep proses adopsi, pertama kalinya dipostulatkan –diterima sebagai dalil- oleh sebuah komite yang terdiri dari para ahli sosiologi pedesaan yang disebut sebagai the North-Central Rural Sociology Subcommitee Subcommittee for the Study of Farm Practices dalam pertemuan ilmiah mereka pada Tahun 1955. Rumusan standar berkenaan proses adopsi ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil studi difusi yang dilakukan sebelumnya, khususnya dari Bryce Ryan, Neal C. Gross dan Eugene A. Walkening. Menurut kesepakatan komite, seseorang individu yang belajar untuk menggunakan suatu inovasi (teknologi baru) mengalami perkembangan mental yang disebut proses adopsi. Dalam proses adopsi tersebut, setiap individu akan mengalami lima tahapan yang berlangsung secara berurutan, yaitu tahap-tahap : 1. awareness (menjadi sadar).

(23)

tahapan, dengan menambahkan fungsi atau tahapan implementation (pelaksanaan).

Akses

Ribot dan Pelusso (2003) mendefinisikan akses sebagai kemampuan untuk menghasilkan keuntungan, termasuk diantaranya objek material, perorangan, institusi, dan simbol. Analisa akses berupa siapa yang sebenarnya beruntung dan melalui apa proses yang mereka lakukan. Macpherson dalam Ribot dan Pelusso (2003) menambahkan studi akses juga membantu memahami keanekaragaman kesempatan seseorang untuk memperoleh keuntungan dari sumber daya.

Blaikie dalam Ribot dan Pelusso (2003) menjelaskan bahwa akses masyarakat dapat dilihat dari ukuran modal, identitas sosial, teknologi, pasar, relasi sosial, tenaga kerja, pengetahuan, dan otoritas. Akses bila dilihat dari segi modal dan identitas sosial dapat membedakan tingkat prioritas akses bagi setiap orang terhadap sumber daya. Teknologi mempengaruhi kemampuan daya jangkau seseorang atau kelompok masyarakat terhadap sumber daya alam. Hal ini dikarenakan beberapa sumber daya tidak dapat dimanfaatkan tanpa penggunaan peralatan teknologi, dan ketika meningkat kemampuan teknologi maka dimungkinkan seseorang atau kelompok masyarakat mendapatkan keuntungan ketika mampu memanfaatkan sumber daya tersebut.

Akses pasar mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mendapatkan keuntungan dari sumber daya alam. Dalam hal ini, pasar mempengaruhi perubahan fungsi suatu sumberdaya sehingga seseorang akan menanamkan suatu komoditas yang laku dipasar-lokal dan global. Di samping itu, pasar tidak saja merubah lanskap secara fisik, namun mempengaruhi pula relasi sosial, ekonomi, dan kultural kelompok. Akses terhadap tenaga kerja dan kesempatan kerja juga mempengaruhi siapa yang diuntungkan dengan adanya sumber daya alam. Akses tenaga kerja menyebabkan siapapun akan mendapat keuntungan dari sumber daya alam ketika komodifikasi sebuah produk memerlukan pengerahan kerja terhadap lingkungan alam.

Akses terhadap pengetahuan juga mempengaruhi tentang siapa yang akan mendapat keuntungan dari suatu sumberdaya alam, termasuk juga kepercayaan, kontrol ideologi, dan diskursus praktek-praktek kehidupan menjadi faktor yang bisa menegosiasikan sistem makna dan perubahan bentuk-bentuk akses. Sebagian jenis sumber daya alam tertentu misalnya tidak hanya bisa diakses melalui faktor ekonomi dan klaim moral untuk mendapatkan hak subsistensi, tapi hal itu juga bersifat sosial, politis, dan punya tujuan ritual yang direpresentasikan kedalam kekerabatan, relasi kekuasaan, atau harmoni ritual. Akses tehadap otoritas juga mempengaruhi kemampuan individu dalam mendapat keuntungan dari sebuah sumber daya alam. Akses terhadap otoritas menjadi titik penting di dalam jejaring kekuasaan yang memungkinkan penduduk memperoleh keuntungan dari sesuatu

„barang‟ atau sumber daya.

Kontrol

(24)

untuk memperoleh akses terhadap kapital simbolik. Hal ini berarti bahwa dalam wacana rebutan kekuasaan senantiasa terdapat pihak-pihak yang saling berkompetisi untuk memperoleh akses terhadap sumberdaya. Borgatta dan Borgatta (1992) dalam Djajadiningrat (2003) penguasaan terhadap sumber daya alam oleh berbagai pihak tersebut dapat dianalisis merujuk pada komponen akses terhadap sumber kekuasaan seperti: basis kekuasaan, cara-cara kekuasaan diterapkan, kekuatan kekuasaan, biaya kekuasaan, jumlah kekuasaan, lingkup kekuasaan dan domain kekuasaan.

1. Basis kekuasaan adalah sumberdaya yang dipersoalkan oleh suatu pihak dimana pihak lain memperoleh keuntungan dari sumber daya tersebut. 2. Cara-cara kekuasaan diterapkan adalah cara-cara suatu pihak menggunakan

sumberdaya untuk mengubah perilaku pihak lain.

3. Kekuatan kekuasaan yaitu biaya yang harus dikeluarkan oleh suatu pihak untuk pihak lain jika pihak lain tidak berkeberatan atas permintaan pihak lain, seperti kemampuan modal dan negosiasi terhadap pemerintah.

4. Biaya kekuasaan adalah biaya yang dikeluarkan oleh suatu pihak untuk mengeksekusi kekuasaan pihak lain.

5. Jumlah kekuasaan adalah cangkupan diamana suatu pihak dapat mempengaruhi pihak lain untuk melakukan sesuatu.

6. Lingkup kekuasaan adalah luas bidang kekuasaan suatu pihak terhadap pihak lain.

7. Domain kekuasaan adalah batas-batas kewenangan suatu pihak terhadap pihak lain seperti kewenangan pemerintah daerah untuk mengizinkan atau melarang pihak-pihak untuk mengakses sumber daya.

Akses dan Kontrol dalam Taman Nasional

Prabowo, Basuni dan Suharjito (2010) menyatakan dalam artikel ilmiahnya bahwa masyarakat yang bermukim di kawasan Gunung Halimun sejak sebelum masa kolonial Belanda memiliki akses pada kawasan taman nasional. Masyarakat sekitar masih leluasa melaksanakan kegiatan pertanian huma (lahan kering) di kawasan hutan Halimun karena lahan yang tersedia masih luas. Penetapan batas kawasan hutan yang tertunda-tunda penyelesaiannya juga memberi kesempatan masyarakat untuk tetap menggarap lahan yang ada (Zwart 1924 dalam Galudra et al 2005 dalam Prabowo, Basuni dan Suharjito 2010).

(25)

membuka akses baru dan tidak mengurangi permusuhan. Namun, masyarakat masih mendapat akses ke kawasan hutan hutan lindung dan hutan produksi yang pengelolaannya dilakukan oleh Perum Perhutani. Perum Perhutani menerapkan pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi yang relatif permisif kepada masyarakat.

Pembatasan akses masyarakat pada kawasan hutan meningkat ketika pada tahun 2003 pemerintah melakukan perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dengan mengubah fungsi kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang berada di bawah Perum Perhutani menjadi bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Keberadaan permukiman dan kegiatan pertanian di dalam kawasan hutan produksi dan lindung oleh masyarakat yang sebelumnya diperbolehkan oleh Perum Perhutani menjadi sesuatu yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 (Dephut 1990 dalam Prabowo, Basuni, Suharjito 2010) melarang semua orang untuk melakukan kegiatan yang menyebabkan perubahan ekosistem taman nasional, termasuk di dalamnya bermukim dan berladang.

Keberhasilan program

(26)

KERANGKA PEMIKIRAN

Program adopsi pohon yang dilakukan oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) melibatkan masyarakat sekitar Taman Nasional dalam menjalankan program tersebut. Masyarakat memiliki akses dan kontrol dalam setiap tahap program adopsi pohon, seperti dalam tahap penanaman pohon dan pemeliharaannya selama tiga tahun, tahap pemberdayaan dan tahap bantuan modal. Akses masyarakat dalam setiap tahap dapat dilihat dari delapan indikator seperti yang dijelaskan oleh Ribot & Pelusso (2003), kedelapan indikator tersebut antara lain tingkat pemahaman teknologi, tingkat pengetahuan, tingkat otoritas, tingkat identitas sosial, tingkat pasar, tingkat relasi sosial, tingkat tenaga kerja, dan tingkat modal. Sedangkan kontrol masyarakat menurut Borgatta (1992) dalam Djajadiningrat (2003) penguasaan terhadap sumber daya alam oleh berbagai pihak tersebut dapat dianalisis merujuk pada komponen akses terhadap sumber kekuasaan seperti: basis kekuasaan, cara-cara kekuasaan diterapkan, kekuatan kekuasaan, biaya kekuasaan, jumlah kekuasaan, lingkup kekuasaan dan domain kekuasaan. Sehingga akses dan kontrol termasuk dalam salah satu potensi yang dimiliki masyarakat yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan mendukung keberhasilan sebuah program terutama dalam program adopsi pohon di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Keterangan : Mempengaruhi

(27)

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan nyata antara akses masyarakat dengan tingkat keberhasilan program adopsi pohon.

2. Terdapat hubungan nyata antara kontrol masyarakat dengan tingkat keberhasilan program adopsi pohon.

Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur berbagai peubah. Masing-masing peubah terlebih dahulu diberi batasan sehingga dapat ditentukan indikator pengukurannya. Istilah-istilah tersebut yaitu:

1. Akses adalah tingkat kemampuan responden dalam menghasilkan keuntungan dari sesuatu, termasuk diantaranya objek material, perorangan, institusi, dan simbol. Pengukuran menggunakan skala ordinal dengan tiga kategori, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan tingkat akses berdasarkan skor total dari indikator akses.

a. Tingkat pemahaman teknologi adalah ukuran pengenalan responden tentang kegunaan teknologi yang digunakan dalam program adopsi pohon.

Responden diberikan lima pernyataan dengan pilihan jawaban yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak” (skor 1). Pengukuran menggunakan skala ordinal

dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

b. Tingkat pengetahuan adalah seberapa jauh responden mengetahui atau tidaknya cara-cara dan aturan dalam program adopsi pohon. Responden

diberikan lima pernyataan dengan pilihan jawaban yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak” (skor 1). Pengukuran menggunakan skala ordinal dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

c. Tingkat otoritas adalah ukuran derajat kewenangan atau hak masyarakat untuk mengakses fasilitas yang disediakan dalam program adopsi pohon. Responden diberikan lima pernyataan dengan pilihan jawaban yakni “Ya”

(skor 2) dan “Tidak” (skor 1). Pengukuran menggunakan skala ordinal

dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

d. Tingkat identitas sosial adalah ukuran derajat atau tingkat status sosial responden di lingkungan masyarakat. Responden diberikan lima

pernyataan dengan pilihan jawaban yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak” (skor

1). Pengukuran menggunakan skala ordinal dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

e. Tingkat pasar adalah ukuran kemampuan seseorang dalam mendapatkan keuntungan dari program adopsi pohon di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Responden diberikan lima pernyataan dengan

(28)

menggunakan skala ordinal dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

f. Tingkat relasi sosial adalah ukuran hubungan dalam proses interaksi sosial. Responden diberikan lima pernyataan dengan pilihan jawaban

yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak” (skor 1). Pengukuran menggunakan skala

ordinal dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

g. Tingkat tenaga kerja adalah ukuran kesempatan dan ketenagakerjaan dalam proses mendapatkan keuntungan dari program adopsi pohon.

Responden diberikan lima pernyataan dengan pilihan jawaban yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak” (skor 1). Pengukuran menggunakan skala ordinal

dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

h. Tingkat modal adalah ukuran modal fisik dan non fisik sebagai suatu sumber dalam pelaksanaan program. Responden diberikan lima pernyataan

dengan pilihan jawaban yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak” (skor 1).

Pengukuran menggunakan skala ordinal dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

2. Kontrol adalah tingkat kewenangan responden dalam menentukan tata cara pengelolaan, pemeliharaan, pelestarian, dan lainnya dalam program adopsi pohon. Pengukuran menggunakan skala ordinal dengan tiga kategori, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan tingkat kontrol berdasarkan skor total dari indikator kontrol.

a. Basis kekuasaan adalah sumberdaya yang dipersoalkan oleh suatu pihak dimana pihak lain memperoleh keuntungan dari program tersebut.

Responden diberikan lima pernyataan dengan pilihan jawaban yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak” (skor 1). Pengukuran menggunakan skala ordinal

dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

b. Cara-cara kekuasaan adalah cara-cara suatu pihak menggunakan sumberdaya untuk mengubah perilaku pihak lain. Responden diberikan

lima pernyataan dengan pilihan jawaban yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak”

(skor 1). Pengukuran menggunakan skala ordinal dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

c. Kekuatan kekuasaan adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh suatu pihak untuk pihak lain tidak berkeberatan atas permintaan pihak lain, seperti kemampuan modal dan negosiasi terhadap pemerintah. Responden

diberikan lima pernyataan dengan pilihan jawaban yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak” (skor 1). Pengukuran menggunakan skala ordinal dengan tiga

kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

d. Biaya kekuasaan adalah biaya yang dikeluarkan oleh suatu pihak untuk mengeksekusi kekuasaan pihak lain. Responden diberikan lima pernyataan

dengan pilihan jawaban yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak” (skor 1).

Pengukuran menggunakan skala ordinal dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

(29)

lima pernyataan dengan pilihan jawaban yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak” (skor 1). Pengukuran menggunakan skala ordinal dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

f. Lingkup kekuasaan adalah luas bidang kekuasaan suatu pihak terhadap pihak lain. Responden diberikan lima pernyataan dengan pilihan jawaban

yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak” (skor 1). Pengukuran menggunakan skala

ordinal dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

g. Domain kekuasaan adalah batas-batas kewenangan suatu pihak terhadap pihak lain seperti kewenangan pemerintah daerah untuk mengizinkan atau melarang pihak-pihak untuk mengakses sumber daya. Responden

diberikan lima pernyataan dengan pilihan jawaban yakni “Ya” (skor 2) dan

“Tidak” (skor 1). Pengukuran menggunakan skala ordinal dengan tiga

kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

3. Tingkat keberhasilan program adopsi pohon adalah ukuran keberhasilan program adopsi pohon telah tercapai dimana didalamnya terdapat program penanaman pohon di taman nasional dengan pemeliharaan selama tiga tahun termasuk terdapat kegiatan pemberdayaan dan bantuan modal usaha terhadap masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Program dikatakan berhasil apabila masyarakat sudah melakukan penanaman dengan baik, peningkatan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, dan tidak lagi menggantungkan hidupnya pada lahan taman nasional. Penentuan tingkat keberhasilan program adopsi pohon berdasarkan skor total dari indikator tingkat keberhasilan program adopsi pohon.

a. Penanaman pohon dan pemeliharaannya adalah ukuran responden melakukan penanaman dan pemeliharaan dalam program adopsi pohon. Responden diberikan lima pernyataan dengan pilihan jawaban yakni “Ya”

(skor 2) dan “Tidak” (skor 1). Pengukuran menggunakan skala ordinal

dengan tiga kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

b. Pemberdayaan adalah tahap dimana masyarakat diikutsertakan untuk memperoleh keuntungan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka dalam program adopsi pohon seperti melakukan penanaman, pemeliharaan, perawatan dan diberikan pelatiahan-pelatihan. Responden

diberikan lima pernyataan dengan pilihan jawaban yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak” (skor 1). Pengukuran menggunakan skala ordinal dengan tiga

kategori, yaitu: rendah (skor 5-6), sedang (skor 7-8), dan tinggi (skor 9-10).

c.

Bantuan modal adalah modal yang diberikan pihak donatur dengan perantara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango kepada masyarakat berupa materi maupun nonmateri. Responden diberikan lima pernyataan

dengan pilihan jawaban yakni “Ya” (skor 2) dan “Tidak” (skor 1).

(30)

PENDEKATAN LAPANGAN

Pendekatan lapangan menggambarkan mengenai pendekatan penelitian yang digunakan di lapangan. Pendekatan lapangan meliputi metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik sampling, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan dan analisis data. Metode penelitian merupakan pendekatan yang dilakukan dalam melakukan penelitian, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Lokasi dan waktu penelitian menggambarkan mengenai pemilihan lokasi dan waktu yang diperlukan untuk penelitian mulai dari penyusunan proposal hingga laporan penelitian. Teknik sampling merupakan pendekatan yang digunakan untuk menentukan sampel yang akan diambil dalam penelitian. Teknik pengumpulan data merupakan pendekatan pendekatan yang digunakan dalam menggali data dan informasi baik melalui kuesioner ataupun wawancara mendalam kepada responden dan informan. Teknik pengolahan dan analisis data merupakan pendekatan untuk menggambarkan cara pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan dan hipotesis yang diajukan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan dilengkapi dengan data kualitatif sebagai tambahan. Kombinasi yang dilakukan untuk memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti. Pendekatan kuantitatif pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survey. Penelitian survey merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang lengkap (Singarimbun dan Effendi 2008).

Wawancara mendalam kepada informan dengan panduan pertanyaan dilakukan untuk memperkuat hasil survei dan wawancara dengan masyarakat lokal. Tipe penelitian ini adalah eksplanatory, yakni berusaha menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa, dalam hal ini dilakukan untuk menguji hipotesa hubungan antara akses dan kontrol dengan tingkat keberhasilan program adopsi pohon.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) lebih tepatnya di Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan lokasi tersebut terdapat program adopsi pohon yang sesuai dengan penelitian, dimana masyarakat yang terlibat dalam program adopsi pohon di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango menjadi responden. Hal ini dapat mendukung kebutuhan informasi terkait akses dan kontrol masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan ekowisata dapat terlihat.

(31)

Teknik Sampling

Suatu penelitian yang menggunakan metode survai perlu ditentukan populasi, sampel, dan unit analisis terlebih dahulu. Populasi penelitian ini adalah 843 penduduk yang terdiri dari 516 KK di Dusun Sarongge. Populasi sasaran berjumlah 150 orang yang tergabung dalam program adopsi pohon di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 40 responden (lihat lampiran 2). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling). Alasan mengambil 40 responden karena jumlah tersebut telah dapat mempresentasikan data yang diambil dalam penelitian ini.

Unit analisa dalam penelitian ini adalah individu dengan unit sasaran pengamatan adalah masyarakat yang tergabung dalam program di Dusun Sarongge. Sedangkan informan merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri, pihak lain dan lingkungannya. Pemilihan informan dilakukan secara purposive. Informan kunci yang dipilih adalah Kepala Resort PTN Sarongge dan Mandor Resort PTN Sarongge.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner, wawancara terstruktur dengan metode survey ke masyarakat yang tergabung dalam program adopsi pohon di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, sedangkan data sekunder diperoleh dari penelusuran dokumen-dokumen yang terkait, seperti buku, laporan penelitian, artikel, karya ilmiah, internet, profil desa, dan literatur ilmiah yang berkaitan dengan tujuan penelitian.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuantitatif akan diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry dan analisis data menggunakan tabulasi silang atau crosstab dan Microsoft Excel 2007. Pemberian skor terhadap setiap pertanyaan dari masing-masing variabel, kemudian nilai skor tersebut dijumlahkan. Selanjutnya dikategorikan dengan menggunakan interval kelas. Interval kelas dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Interval kelas (IK) = Skor Maksimum – Skor Minimum

∑ Kategori

(32)
(33)
(34)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bagian ini membahas mengenai lokasi penelitian yang akan memberikan gambaran umum mengenai kondisi geografis, kondisi ekonomi, kondisi sosial, kondisi pendidikan masyarakat, struktur mata pencaharian penduduk, struktur keagamaan dan budaya penduduk, potensi sosial budaya, dan sistem kemasyarakatan. Gambaran umum tersebut penting untuk diketahui sebagai bahan pengantar terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan. Gambaran umum mengenai kondisi geografis merupakan gambaran mengenai lokasi penelitian yang dilihat berdasarkan keadaan bentang alam. Gambaran umum mengenai kondisi ekonomi merupakan gambaran keadaan kehidupan masyarakat dilokasi penelitian yang dilihat berdasarkan komposisi mata pencaharian masyarakat. Gambaran umum mengenai kondisi sosial merupakan gambaran keadaan dilokasi penelitian berdasarkan jumlah penduduk dan jumlah kepala keluarga. Gambaran umum mengenai kondisi pendidikan masyarakat merupakan gambaran keadaan masyarakat dilokasi penelitian yang dilihat berdasarkan pendidikan masyarakatnya. Gambaran umum mengenai struktur mata pencaharian penduduk merupakan gambaran mengenai jenis mata pencaharian yang dimiliki oleh masyarakat di lokasi penelitian. Sedangkan gambaran umum mengenai struktur keagamaan dan budaya penduduk merupakan gambaran keadaan masyarakat yang dilihat berdasarkan agama dan budaya masyarakat setempat, begitu pun gambaran umum mengenai potensi sosial budaya yang menggambarkan masyarakat berdasarkan fasilitas-fasilitas umum dilokasi penelitian. Gambaran umum yang terakhir yaitu mengenai system kemasyarakatan yang ada dilokasi penelitian dengan menjelaskan sistem nilai, agama, dan organisasi.

Kondisi Geografis

Desa Ciputri merupakan satu diantara beberapa desa di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur yang memiliki luas sekitar 636 ha. Topografi Desa Ciputri merupakan desa yang memiliki dataran tinggi dengan ketinggian 1100 mdl dari permukaan laut. Di Desa Ciputri mencakup didalamnya terdapat empat dusun yaitu:

1. Dusun Tunggilis 2. Dusun Ciherang 3. Dusun Sarongge 4. Dusun Cijedil

Desa ini dibatasi dengan wilayah desa lain di sekitarnya yaitu: 1. Sebelah utara : Desa Ciherang

(35)

Jalan di Desa Ciputri terdiri dari:

1. Jalan desa/kelurahan 2 km dengan kondisi beraspal

2. Jalan antar desa/kelurahan/kecamatan 6 km dengan kondisi beraspal

3. Jalan kabupaten yang melewati desa/kelurahan 2 km dengan kondisi beraspal Adapun jarak menuju ibu kota kecamatan 6,20 km dengan lama jarak tempuh selama 30 menit menggunakan kendaraan bermotor, menuju ibu kota kabupaten 14,60 km dengan lama jarak tempuh selama 60 menit menggunakan kendaraan bermotor, dan jarak menuju ke ibu kota provinsi 74 km. Pemukiman penduduk di desa ini kebanyakan rumah panggung. Pada tahun 2012 banyak perubahan peruntukan lahan dan bentuk tanah seperti perubahan lahan pertanian menjadi bangunan. Peta wilayah Desa Ciputri terlihat seperti yang ada pada Gambar 2.

Sumber: Data Desa Ciputri

Gambar 2 Peta wilayah Desa Ciputri Kondisi Ekonomi

(36)

dan kelinci, sedangkan pada sektor perkebunan yaitu perkebunan teh. Berikut penuturan salah seorang informan :

Penduduk disini hampir rata-rata bekerja sebagai petani mas, bahkan banyak yang hanya menjadi buruh tani saja karena mereka tidak memiliki lahan sendiri untuk bertani .” (KRY, 44 tahun)

Beberapa sektor ekonomi yang terdapat disamping sektor pertanian maupun perkebunan adalah industri rumah tangga dan sektor jasa seperti tukang pijat, supir, pegawai negeri, pembantu rumah tangga, tukang service elektronik, guru dan tukang gali sumur serta adanya koperasi simpan pinjam. Hal ini diharapkan akan membawa dampak positif dalam perkembangan ekonomi desa secara keseluruhan.

Menurut data terakhir yang terdapat di Desa Ciputri pada tahun 2011, berdasarkan komposisi mata pencahariannya, mayoritas masyarakat desa menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, jumlah penduduk di Desa Ciputri dapat dilihat seperti dalam Gambar 3.

1188

16 672

30 1 16 42 702

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Sumber: Monografi Desa Ciputri, 2011

Gambar 3 Jumlah Penduduk Desa Ciputri Tahun 2011 Menurut Komposisi Mata Pencaharian

(37)

Kondisi Sosial

Secara administratif, jumlah penduduk Desa Ciputri seluruhnya pada Januari 2012 sebanyak 11.116 jiwa yang terdiri 51% laki-laki dan 49% perempuan, dengan rincian 5.668 jiwa penduduk laki-laki dan 5.448 jiwa penduduk perempuan. Jumlah rumah tangga di Desa Ciputri mencapai 2913 KK dengan klasifikasi jumlah rumah tangga/kepala keluarga per Dusun sebagai berikut: 1. Dusun Tunggilis : 7 RT/ 624 KK

2. Dusun Ciherang : 9 RT/ 847 KK 3. Dusun Sarongge : 6 RT/ 516 KK 4. Dusun Cijedil : 12 RT/ 926 KK

Kondisi Pendidikan Masyarakat

Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan menunjukkan kualitas sumberdaya manusia yang ada di suatu wilayah. Selain itu juga menggambarkan kemajuan pembangunan suatu wilayah. Dalam hal tersebut penduduk di Desa Ciputri dapat dikatakan masih minim tingkat pendidikannya karena mayoritas penduduk adalah tamatan Sekolah Dasar, akan tetapi penduduk Desa Ciputri dapat dikatakan memiliki kemajuan pembangunan karena dapat mewakili dalam setiap jenjang pendidikan. Data jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat melalui Gambar 4.

(38)

setempat maupun pemerintah pusat untuk meningkatkan standar pendidikan di Desa Ciputri.

Struktur Mata Pencaharian Penduduk

Struktur penduduk menurut sebaran mata pencaharian di Desa Ciputri berdasarkan data pada tahun 2011 masyarakat Desa Ciputri menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, letak Desa Ciputri yang dikelilingi daerah perkebunan membuat sebagian besar masyarakat desa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara berkebun atau bertani. jika digambarkan dalam grafik atau diagram adalah seperti pada Gambar 5.

1188

16 672

30 1 16 42 702

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Sumber: Data Desa Ciputri, 2011

Gambar 5 Jumlah Penduduk Desa Ciputri Tahun 2011 Menurut Sebaran Mata Pencaharian

Data pada gambar 5 menunjukan, bahwa sebagian besar penduduk Desa Ciputri masih bergantung pada sektor pertanian sebanyak 1188 penduduk, 16 penduduk menggantungkan hidupnya pada sektor perdagangan, 672 penduduk sebagai pegawai swasta, 30 penduduk sebagai PNS/Pegawai Negeri Sipil, 1 penduduk yang berprofesi sebagai ABRI/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, 16 penduduk yang bergerak dibidang jasa, 42 penduduk sebagai pensiunan, dan 702 penduduk sebagai buruh tani

Struktur Keagamaan dan Budaya Penduduk

(39)

pemeluk Agama Islam di Desa Ciputri terbanyak akan tetapi kerukunan antara pemeluk agama lainnya cukup kondusif dan tidak pernah terjadi konflik karena masing-masing umat saling menghargai aliran kepercayaan masing-masing. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya penduduk yang bukan beragama Islam di lingkungan Desa Ciputri dapat diterima dengan baik dan setiap acara perayaan Hari Raya Natal tidak memerlukan penjagaan ekstra seperti di tempat-tempat lain.

Potensi Sosial Budaya

Sarana peribadatan yang terdapat di Desa Ciputri sebanyak 13 mesjid dan 61 mushola yang dikelola bersama. Di samping itu, kehidupan di Desa Ciputri memiliki solidaritas sosialnya yang cukup baik, hal ini dapat dilihat dari berbagai aktivitas gotong-royong yang dilakukan oleh masyarakat baik dalam pembuatan rumah, mengolah tanah, membangun fasilitas umum seperti prasarana dan sarana kesehatan serta prasarana dan sarana kebersihan dilaksanakan secara sukarela. Mayoritas penduduk Desa Ciputri berasal dari suku Sunda dan Jawa, pertemuan dua kebudayaan dalam satu daerah tersebut membuat kehidupan mereka semakin beragam dan mengakibatkan akulturasi budaya. Salah satu bukti terjadinya akulturasi budaya tersebut adalah banyak masyarakat yang menguasai dua bahasa daerah yaitu Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa. Masyarakat Desa Ciputri selalu memegang teguh norma-norma dan etika sosial yang berlaku. Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh penduduk Desa Ciputri adalah Bahasa Sunda dan Jawa, namun apabila mereka berkomunikasi dengan orang luar mereka akan menggunakan Bahasa Indonesia. Dari pemaparan di atas dapat dilihat bahwa potensi desa yang dapat menjadi daya tarik yaitu potensi sosial budaya berupa solidaritas sosial yang cukup baik serta sikap kebersamaan masyarakat dalam mengelola desa.

Di sisi lain, tak dapat dipungkiri kemajuan dan perkembangan teknologi serta masuknya budaya barat yang berkembang pesat memberikan pengaruh kepada kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Menurut data profil Desa Ciputri, masyarakat Ciputri lambat laun terpengaruh dengan perkembangan keduanya. Hal tersebut telah merubah kebiasaan masyarakat Ciputri, salah satu contohnya kehadiran internet dengan fenomena jejaring sosialnya. Dampaknya adalah komunikasi antar tetangga, keluarga, dan yang lainnya lebih sering menggunakan komunikasi melalui dunia maya. Hal ini mengakibatkan perubahan besar terhadap aspek kehidupan manusia khususnya sosial dan budaya.

Sistem Kemasyarakatan 1. Sistem Nilai dan Agama

Agama Islam merupakan sumber dari nilai-nilai keagamaan yang berkembang dan bertahan di Desa Ciputri, hal tersebut dikarenakan hampir seluruh masyarakat di desa ini beragama islam dan sebagian kecil lainnya yang beragama non-islam yaitu Kristen.

2. Sistem dan Organisasi Sosial

(40)
(41)
(42)

PENGARUH AKSES DAN KONTROL MASYARAKAT

TERHADAP KEBERHASILAN PROGRAM ADOPSI POHON

Sejarah Program Adopsi Pohon

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) memiliki kawasan seluas 15,196 ha yang kemudian diperluas menjadi 21,975 ha. Lahan perluasan tersebut awalnya dikelola oleh Perum Perhutani. Pada masa pengelolaan Perum Perhutani masyarakat diperbolehkan untuk memanfaatkan lahan, setelah terjadi perubahan status lahan Perhutani menjadi lahan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango masyarakat tidak dapat menggarap lahan tersebut. Namun masih saja terdapat masyarakat yang melakukan penggarapan di daerah kawasan taman nasional setelah terjadi perubahan status. Pemanfaatan yang dilakukan masyarakat pada lahan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memberikan penurunan kualitas sumberdaya alam serta perusakan ekosistem di sekitar taman nasional hal tersebut dikarenakan adanya masyarakat yang melakukan penebangan pohon secara sembarang untuk dijadikan area perkebunan serta penggunaan pupuk kimia pada lahan tersebut. Hal ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Pada tahun 2005 pihak taman nasional bernegosiasi dengan masyarakat Desa Ciputri mengenai petani yang melakukan penggarapan di kawasan taman nasional, hasilnya masyarakat akan meninggalkan kawasan bila ada mata pencaharian pengganti yang dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Pada tahun 2008 masyarakat Desa Ciputri berdiskusi dengan pihak taman nasional mengenai Program Adopsi Pohon dan membuat perjanjian (lihat lampiran 3) yang berlaku selama tiga tahun. Pada tanggal 28 Agustus 2008 Program Adopsi Pohon terbentuk, dengan mejalankan program adopsi pohon yang bekerjasama dengan berbagai pihak dimana masyarakat diikutsertakan dalam program tersebut seperti dalam tahap penanaman, pemeliharaan, pemberdayaan dan bantuan modal dapat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar taman nasional sehingga masyarakat diharapkan tidak lagi menggantungkan mata pencahariannya pada lahan taman nasional.

(43)

ini pula dapat mendorong masyarakat luas, baik warga Negara Indonesia maupun asing agar lebih perduli terhadap lingkungan dan konservasi alam melalui penanaman pohon-pohon untuk perbaikan dan pemulihan kawasan yang rusak di dalam kawasan taman nasional.

Lingkup Program Adopsi Pohon

Program adopsi pohon adalah sebuah program penanaman pohon di taman nasional dengan pemeliharaan selama tiga tahun termasuk didalamnya terdapat kegiatan pemberdayaan dan bantuan modal usaha terhadap masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Program adopsi pohon bertujuan untuk mendorong masyarakat luas agar lebih peduli terhadap lingkungan dan konservasi alam melalui penanaman pohon-pohon untuk perbaikan dan pemulihan kawasan hutan yang rusak di dalam kawasan taman nasional. Program yang diresmikan pada tahun 2008 ini berharap kepada semua komponen masyarakat, baik perorangan, kelompok masyarakat, maupun organisasi atau lembaga dapat belajar dan memahami permasalahan konservasi alam yang ada, untuk kemudian terlibat dan berperan-serta secara sukarela, aktif, dan berkontribusi pendanaan untuk pelaksanaan program adopsi pohon. Adapun beberapa kendala yang mungkin akan dihadapi dilapangan dalam menjalankan program adopsi pohon antara lain : (1) masyarakat masih belum mengikuti aturan yang telah ditetapkan pihak Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango seperti membuat space diameter 60 cm kosong dari tanaman palawija pada setiap bibit yang telah ditanam yang bertujuan untuk ruang tumbuh bibit tanaman, (2) masyarakat masih digunakannya pupuk yang bersifat kimia secara sembunyi-sembunyi untuk memupuk tanaman palawija hal ini bertentangan dengan kaidah konservasi, (3) adanya satu masyarakat yang menguasai lebih dari satu lahan garapannya, hal tersebut menyulitkan untuk pembagian bantuan peningkatan usaha ekonomi masyarakat secara adil dan merata. Sedangkan kondisi tanaman pada program adopsi pohon 90% dalam keadaan hidup dengan kondisi tanaman yang beragam tergantung tahun tanam yakni mulai tahun 2008, 2009, 2010, 2011 dan 2012 dimana untuk tanaman tahun 2008 sudah ada yang mencapai tinggi 5 meter dengan diameter 10 cm ke atas terutama jenis Manglid dan Suren, sedangkan tanaman Rasamala, Puspa dan Saninten bervariasi dari mulai 1 meter sampai dengan 2 meter.

Adopter dalam program adopsi pohon ini dapat meminta untuk dilakukan kegiatan seremonial untuk launching penanaman pohon, dengan pembiayaan khusus di luar biaya adopsi pohon, setelah itu kegiatan launching penanaman tersebut akan disertai keberlanjutan program penanaman dan perawatan tanaman, serta pemberdayaan masyarakat. Penanaman pohon disertai perawatan dan pemeliharaan terhadap pohon-pohon yang telah ditanam dilakukan secara teratur dengan maksud agar tanaman pohon tersebut dapat terus tumbuh dengan baik untuk jangka panjang. Perawatan dalam program ini mencangkup penyulaman tanaman yang mati, pemeliharaan tanaman dengan pemupukan dan pencegahan terhadap gangguan hama, penyakit dan gulma sama seperti pelaksanaan dalam program adopsi pohon.

(44)

merupakan sistem penyangga kehidupan masyarakat di sekitar kawasan taman nasional serta sebagai alternatif penghasilan yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani, maka diperlukannya peningkatan kesadaran konservasi alam, keterlibatan dan peranserta petani dalam mendukung upaya pelestarian alam lingkungan. Luas dan persentase zonasi lahan Wilayah Sarongge tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Luas dan Persentase Zonasi Lahan Wilayah Sarongge Tahun 2011 Profil Resort PTN Wilayah Sarongge

Zonasi Berdasarkan SK Dirjen PHKA No. 39/IV-KKBHL/2011 Zonasi Luas (Ha) Sarongge % Dari Luas

Sumber: Data Program Adopsi Pohon, 2011

(45)

mengendalikan aliran air permukaan untuk masuk kedalam tanah, (3) pengikat karbondioksida dan penghasil oksigen, pohon-pohon mampu mengikat karbondioksida hasil pencemaran dan sisa-sisa pembakaran sumber energi yang berasal dari kendaraan bermotor maupun industri. Oksigen dihasilkan oleh pohon dan diperlukan bagi kehidupan semua makhluk hidup, (4) keindahan, kenyamanan alam dan potensi ekowisata, pulihnya ekosistem hutan akan menciptakan keindahan dan kenyamanan alam, dan (5) keberlanjutan pendapatan dimana pemanfaatan sumber daya alam secara teratur dan bertanggungjawab akan memberikan peluang kepada masyarakat untuk memperoleh mata pencaharian yang layak.

Adapun manfaat bagi adopter dalam program adopsi pohon yaitu kemitraan multipihak akan memberikan dampak signifikan terhadap konservasi. Sebagai mitra dalam The Green Wall Initiative (GWI), khususnya program adopsi pohon, para donator dapat memenuhi tujuan Corporate Social Responsibilities (CSR) dalam pembangunan berkelanjutan, mitigasi perubahan iklim, serta konservasi keanekaragaman hayati, yang dicapai hanya dari sebuah donasi.

Pelaksanaan Program Adopsi Pohon

Program adopsi pohon mencangkup kegiatan penanaman pohon pada lokasi-lokasi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango disamping itu dalam pelaksanaan program diperlukan kegiatan-kegiatan penunjang lainnya seperti penelitian sosial ekonomi masyarakat, penelitian dan monitoring keanekaragaman hayati, pendidikan siswa sekolah, penyadaran masyarakat dan pelatihan kepada masyarakat. Secara garis besar program ini terdiri dari beberapa kegiatan antara lain: (1) kegiatan penelitian : kegiatan ini merupakan bentuk dari penilaian suatu kawasan yang akan dilakukan penanaman baik sebelum maupun sesudah penanaman seperti studi awal kondisi lahan, studi sosial-ekonomi masyarakat, studi keanekaragaman hayati yang berada dalam kawasan taman nasional dan pemantauan keanekaragaman hayati untuk jangka panjang serta studi awal potensi jasa lingkungan; (2) kegiatan pendidikan dan penyadaran : kegiatan ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat maupun siswa sekolah akan peran taman nasional beserta manfaatnya bagi masyarakat disekitar, dengan diberikannya pendidikan tersebut diharapkan timbul kesadaran dan ikut berperan aktif dalam menjaga kelestarian kawasan tersebut. Kegiatan ini dapat dilakukan baik di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol maupun di wilayah-wilayah dalam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebagai tempat pembelajaran; (3) kegiatan pelatihan bagi masyarakat : masyarakat yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani telah memiliki pengetahuan dasar dalam pertanian. Namun perlu juga dibekali dengan pengetahuan tambahan berupa dasar dan tehnik yang tepat dalam pelaksanaan sistem pertanian; (4) penanaman : dalam teknis pelaksanaannya melibatkan berbagai pihak baik dari pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, dunia usaha, akademisi, siswa sekolah termasuk kalangan pesantren, masyarakat lokal, TNI dan Polri.

(46)

penyulaman tanaman yang mati, pemeliharaan tanaman dengan pemupukan dan pencegahan terhadap gangguan hama, penyakit dan gulma. Penanaman yang teratur dapat membantu memperbaiki kondisi alam yang kritis akibat dari penebangan liar, kerusakan alam dan petani penggarap disekitar kawasan hutan.

Pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan yang dikaitkan dengan kepentingan petani dan mendukung upaya pelestarian alam lingkungan yang merupakan sistem penyangga kehidupan masyarakat di sekitar kawasan taman nasional, masyarakat diikut sertakan langsung dalam program adopsi pohon seperti melaksanakan program, evaluasi, serta mandapatkan manfaat hasil dari program tersebut.

Bantuan modal usaha seperti usaha tani hutan (agro-forestry), pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan hutan, serta memfungsikan masyarakat sebagai penjaga dan pelestari kawasan taman nasional. Pemantauan dan evaluasi terhadap pekembangan pohon-pohon tersebut dalam suatu data-base serta pelaporannya untuk kepentingan internal maupun pelaporan kepada para adopter, pelaku pertama yang menjadi adopter adalah perusahaan Price Water Coupers (PWC) yang menanam pohon pada lahan seluas 4 ha, perusahaan Dai Nippon Print (DNP) yang menanam pohon pada lahan seluas 3 ha dan Green Radio yang menanam pohon pada lahan seluas 3 ha. Biaya yang dieluarkan untuk satu pohon yaitu Rp 108.000,00 didalamnya sudah termasuk pemeliharaan, perawatan dan pemberdayaan masyarakat. Salah satu contoh dalam bantuan usaha yang diberikan kepada masyarakat yaitu masyarakat diberikan beberapa bantuan modal seperti bantuan ternak seperti domba dan kelinci sesuai ketersediaan dana yang diperoleh. Domba dan kelinci dapat diberikan dari dana pemberdayaan sebanyak satu domba dan sembilan kelinci kepada satu KK yang ditujukan untuk membantu masyarakat untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan. Program adopsi pohon juga memberikan pendidikan konservasi yang ditujukan kepada masyarakat Desa Ciputri, khususnya masyarakat yang memanfaatkan lahan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pendidikan konservasi yang diberikan oleh pihak taman nasional dan Green Radio berupa materi dan media yang digunakan dalam pendidikan konservasi adalah sebagai berikut: 1. Materi pendidikan konservasi dalam program adopsi pohon

a. Taman nasional: kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi dan diperuntukan untuk perlindungan system penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. b. Pencegahan erosi tanah: pepohonan menyimpan air hujan dan air

limpasan serta deposit tanah setelah badai.

c. Pencegahan banjir: sebuah hutan yang baik akan mengontrol laju air, sehingga akan mencegah terjadinya banjir dan meningkatkan kualitas air. d. Produksi oksigen: sebuah pohon mampu memproduksi oksigen yang

mencukupi keperluan 10 orang untuk bernapas setiap tahunnya.

e. Perosot karbon: sebuah pohon menyerap dan menyarng karbondioksida yang merupakan penyebab utama terjadinya perubahan iklim dengan demikian menanam pohon akan meningkatkan kualitas udara.

Gambar

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Gambar 1  Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 2.
Gambar 3  Jumlah Penduduk Desa Ciputri Tahun 2011 Menurut Komposisi Mata
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari Gambar 7,8 dan 9 dapat dilihat bhwa fenomena aliran pada mobil Antawirya konsep 3 menghasilkan daerah separasi dan wake yang lebih pendek daripada mobil Antawirya terdahulu

Hasil penelitian menunjukkan nilai mean evaluasi pendidikan Kepangudiluhuran menurut responden atas keseluruhan aspek adalah 73,0 yang menunjukkan bahwa secara umum

Bagi mahasiswa akuntansi dan masyarakat Menambah khasanah pengetahuan dalam akuntansi syariah khususnya dalam penyaluran pembiayaan Murabahah yang dilakukan Bank Pembiayaan

“ Pembuatan penumpu turbin angin tipe helix 45 watt jenis rooftop “ Adalah hasil karya saya, dan dalam naskah tugas akhir ini tidak terdapat karya ilmiah yang

Manusia mendapatkan derajat kemuliah dengan akhlak yang tinggi pada Allah SWT,., dimana seseorang mendasarkan keyakinannya bahwa segala gerak dan langkahnya berada dalam

Penyimpanan biji dalam koleksi - bank biji dibedakan menjadi dua tempat penyimpanan, yaitu penyimpanan suhu ruang dan penyimpanan dalam pendingin. Penyimpanan

Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok wanita yang melakukan vaksinasi HPV sebanyak 76% memiliki pengetahuan tinggi, sedangkan pada kelompok wanita yang