• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. METODE ANALISIS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Pengaruh Bahan Pengawet Terhadap Tekstur

a). Daya Iris

Daya iris menunjukkan besarnya gaya maksimum yang diperlukan untuk memotong sampel yang diukur. Daya iris berbanding lurus dengan kekerasan, yaitu semakin besar gaya yang diperlukan untuk mendeformasi maka sampel tersebut juga memiliki kekerasan yang semakin tinggi. Grafik hasil pengukuran daya iris secara rata-rata dua ulangan yang dilakukan pada sampel selama tiga hari penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik hasil pengukuran daya iris sampel bakso selama tiga hari penyimpanan pada suhu ruang

Berdasarkan hasil pengamatan secara obyektif, pada hari ke-0, terlihat perbedaan daya iris yang cukup signifikan dari sampel dengan penambahan kitosan di adonan dengan beberapa sampel dan kontrol. Daya iris dari sampel dengan kitosan pada adonan adalah sebesar 1636.93 gf, sedangkan pada kontrol, FTO, COG, sulfit dan tanin, serta kitosan coating

daya irisnya tidak terlalu jauh berbeda, yaitu dalam kisaran 1379 hingga 1460 gf.

Hasil pengukuran daya iris pada kontrol, sampel dengan FTO, COG, sulfit dan tanin, serta kitosan coating menunjukkan bahwa penambahan bahan-bahan pengawet tersebut tidak mempengaruhi daya iris bakso, kecuali pada kitosan yang ditambahkan di adonan. Kekerasan pada bakso lebih dipengaruhi oleh jumlah dan jenis tepung yang ditambahkan, pada umumnya tepung yang digunakan untuk pembuatan bakso adalah sagu aren atau tapioka. Semakin banyak tepung yang ditambahkan pada adonan bakso, maka kekerasan bakso akan cenderung meningkat. Jumlah tepung yang ditambahkan pada formula untuk seluruh sampel adalah sama, yaitu sebanyak 50% dari berat daging dengan jenis tepung sagu aren dan tapioka (1:1). Struktur pati yang terdiri dari sejumlah besar gugus hidroksil menyebabkan pati mampu menyerap air dengan jumlah cukup banyak (Winarno, 2002).

Perbedaan daya iris antara sampel dengan penambahan kitosan dalam adonan sebanyak 5% dari daging dengan kontrol dan beberapa sampel lain menunjukkan adanya pengaruh dari komponen kitosan tersebut. Kitosan merupakan polisakarida yang bermuatan positif (polikationik). Kitosan memiliki bentuk kristal rombik dengan struktur silang antar bentuk alfa, beta dan gamma, membentuk matriks yang memiliki kemampuan absorpsi yang kuat (Suptijah, 2006). Daya iris yang lebih tinggi pada sampel ini dapat disebabkan oleh adanya kemampuan kitosan membentuk gel seperti halnya pati sehingga terbentuk struktur yang lebih padat pada sampel tersebut.

Selama penyimpanan pada suhu ruang, semua sampel dan kontrol mengalami penurunan daya iris. Penurunan daya iris ini dapat disebabkan

oleh adanya aktivitas mikroba pada sampel yang semakin tinggi tiap harinya. Mikroba memperoleh nutrisi dengan cara mendegradasi komponen-komponen organik seperti protein dan karbohidrat dari substratnya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan sifat fungsional dari komponen organik yang terdegradasi tersebut sehingga mempengaruhi karakteristik fisik produk dan menyebabkan penurunan mutu produk tersebut. Pelunakan tekstur bakso ini diikuti oleh adanya pembentukan lendir di permukaan bakso yang semakin banyak. Semakin banyak lendir yang terbentuk, maka jumlah mikroba pada sampel semakin banyak sedangkan pelunakan tekstur bakso selalu diiringi oleh pembentukan lendir, sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas mikroba merupakan faktor yang berkontribusi pada penurunan daya iris bakso.

b). Kekenyalan

Kekenyalan merupakan perbandingan terbalik antara gaya reaksi (reaction force) maksimum sampel bila diberikan tekanan (stress) tertentu pada jarak regangan (strain) tertentu dengan gaya reaksi (reaction force) sampel setelah tekanan (stress) ditahan pada jarak regangan (strain) yang sama dan melewati waktu tertentu. Kekenyalan juga dapat diartikan sebagai kemampuan suatu sampel untuk mempertahankan bentuknya ketika diberi suatu gaya. Gambar 3 menunjukkan hasil pengamatan kekenyalan pada bakso selama penyimpanan.

Berdasarkan grafik hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa selama penyimpanan tiga hari di suhu ruang cenderung terjadi penurunan kekenyalan. Secara obyektif, sampel dengan penambahan kitosan pada adonan menunjukkan perbedaan nyata dengan sampel lain dan kontrol yang nilai kekenyalannya sebesar 68.13%, sedangkan kekenyalan antar sampel (selain kitosan di adonan) pada H-0 tidak terlalu jauh berbeda dengan kontrol pada kedua ulangan. Kekenyalan kontrol pada H-0 ini adalah 66.33%.

Gambar 3. Grafik hasil pengukuran kekenyalan sampel bakso selama tiga hari penyimpanan pada suhu ruang

Menurut Varnam dan Sutherland (1995), dalam produk daging hasil penghancuran dan pembentukan kembali (comminuted and reformed meat products) interaksi yang sangat menentukan kualitas dari produk tersebut adalah protein-protein, protein-air (pengikatan) dan protein-lemak. Kekenyalan merupakan salah satu parameter mutu fisik dari bakso yang dapat digolongkan sebagai produk daging hasil penghancuran dan pembentukan kembali. Golongan produk ini dapat diilustrasikan sebagai bagian-bagian daging yang terikat dalam sebuah matriks yang dibentuk oleh protein yang terlarut (Sheard, 2002).

Seperti halnya daya iris dan kekerasan, kekenyalan juga dipengaruhi oleh STPP, jumlah protein yang terekstrak dan kemampuan pengikatan air dan pembentukan gel oleh protein maupun bahan lain seperti pati atau serat pangan. Selama penyimpanan, protein maupun pati yang berfungsi

mengikat bagian-bagian daging dan bahan-bahan lain serta air dapat terdegradasi oleh mikroba. Hal ini yang menyebabkan terjadinya penurunan kekenyalan pada sampel yang disimpan pada suhu ruang. Penurunan kekenyalan dan daya iris pada bakso selama H-1 hingga H-3 dapat dihubungkan dengan keawetan bakso. Pada kontrol yang tidak terdapat bahan pengawet, persentase penurunan kekenyalan terhadap nilai awalnya cukup besar pada hari kedua dan ketiga, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan mikroba yang sama sekali tidak terhambat.

Sampel dengan penambahan FTO , COG, dan kitosan pada adonan juga mengalami penurunan yang cukup signifikan pada hari kedua dan ketiga, sehingga dapat dikatakan bahwa pengawet-pengawet tersebut tidak efektif dalam penghambatan pertumbuhan mikroba setelah hari pertama. Sedangkan sampel dengan penambahan sulfit pada adonan dan tanin pada perebusan akhir serta pelapisan kitosan pada bakso menunjukkan persentase penurunan kekenyalan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kontrol dan sampel lain.

c). Uji Kesukaan Terhadap Tekstur

Tekstur pada bakso dipengaruhi oleh jumlah daging dan tepung serta jumlah tepung yang ditambahkan dalam adonan. Tekstur bakso yang menentukan kesukaan konsumen adalah kekenyalan dan keempukan (Surjana, 2001). Menurut survey Andayani (1999), tekstur merupakan atribut yang menentukan penerimaan konsumen yang berada pada urutan ketiga dari lima jenis atribut. Hasil uji hedonik unsur tekstur terhadap kontrol dan sampel dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur bakso

Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa sampel dengan penambahan FTO memiliki rata-rata nilai kesukaan terhadap unsur tekstur yang tertinggi dibandingkan dengan sampel lain dan kontrol. Sedangkan sampel dengan penambahan sulfit dan tanin memiliki nilai yang terendah. Namun, hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kesukaan terhadap unsur tekstur antar sampel dan kontrol. Berdasarkan pengujian secara subyektif, dapat dikatakan bahwa penambahan bahan pengawet tidak menyebabkan perubahan tekstur bakso.

Pengujian secara subyektif ini dilakukan pada bakso yang baru matang (H-0) menunjukkan tidak adanya perbedaan antar sampel dan kontrol. Namun, hasil pengukuran daya iris dan kekenyalan secara obyektif menunjukkan adanya perbedaan antara sampel dengan penambahan kitosan 5% pada adonan dengan sampel-sampel lain dan kontrol. Perbedaan hasil uji obyektif dengan subyektif ini dapat disebabkan oleh adanya keterbatasan indera manusia dalam mendeteksi perbedaan tekstur sampel yang terukur oleh texture analyzer. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa perbedaan antara sampel kitosan dalam adonan dengan sampel lain dan kontrol pada H-0 yang terukur secara obyektif, tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bakso. 5.17 5.43 5.33 4.97 5.33 5.27 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

kontrol f to cog sulf it+tanin khitosan adonan khitosan coating Je nis Pe ngaw e t S k o r K esu kaan

Dokumen terkait