• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Kebisingan

2.7.4 Pengaruh bising terhadap organ pendengaran

Telah diketahui bahwa patologi koklea, terutama sel rambut, akan berlanjut meningkat sampai kira-kira 30 hari setelah terpapar (Henderson & Hamernik, 1986). Studi terakhir (Hu, Henderson & Nicotera, 2002) sudah menunjukkan bahwa setelah terpapar bising yang level tinggi dan durasi pendek, akan menjadi lesi fokal yang kecil terutama melibatkan sel rambut luar (Outer Hair Cell/OHC). Pada beberapa hari berikutnya, lesi akan meluas, terutama ke arah basal dan dengan kematian sel dengan cara nekrosis dan apoptosis (Hu, Henderson & Nicotera, 2002).

Mekanisme dasar terjadinya gangguan pendengaran akibat bising merupakan kombinasi dari faktor mekanis dan metabolik yakni adanya paparan bising kronis yang merusak sel rambut koklea dan perubahan metabolik yang menyebabkan hipoksia akibat vasokontriksi kapiler oleh karena bising (Ferrite & Santana, 2005; Mizuo, Miyamoto & Shimizu, 2011). Gangguan pendengaran akibat bising juga merupakan interaksi dari faktor lingkungan dan faktor genetik (Laer, et al., 2006).

Paparan bising menyebabkan pembentukan 8-isoprostaglandin F

(8-isoPGF2α) didalam koklea yang merupakan marker terjadinya proses

reaktif oksigen dan berpotensi menyebabkan vasokonstriksi sehingga menurunkan aliran darah ke koklea/Cochlear Blood Flow (CBF) (Miller, Brown & Eschacht, 2003; Seidman & Standring, 2010).

Penilaian tuli akibat bising secara histopatologi menunjukkan adanya kerusakan organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Kerusakan yang terjadi pada struktur organ tertentu bergantung pada intensitas dan lama paparan. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar separti stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kaku. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia, kerusakan pada stria vaskular, kolaps sel-sel

penunjang, hilangnya jaringan fibrosit dan kerusakan serabut saraf (Daniel, 2007; Kujawa, 2009).

Penelitian pada pekerja yang berumur 75 tahun dengan pajanan bising selama 20 tahun, pada pemeriksaan mayat (post mortem) ditemukan kerusakan organ Corti berupa destruksi sel rambut dengan kerusakan terberat berasal dari bagian basal koklea. Selain itu ditemukan juga atrofi dari nervus auditoris dan degenerasi ganglion spiralis. Bagian koklea terdekat dengan tingkap lonjong menerima bunyi dengan frekuensi tinggi. Kerusakan koklea akibat frekuensi dan intensitas tinggi terpusat pada frekuensi 4000 Hz dimana keadaan ini sesuai dengan getaran terbesar pada membran basilaris dan organ Corti (Alberti, 1991).

Sel rambut yang mempunyai amplitudo paling besar terdapat di sekitar 10 mm dari tingkap lonjong terdapat dan menerima energi terbesar pada pajanan bising, sehingga bagian tersebut akan mudah cedera pada pajanan bising. Hal ini yang disebut sebagai '4000 Hz receptors' dan karena hubungannya dengan serabut saraf sering juga disebut '4000 Hz nerve fiber' dan tempat ini merupakan lokus minoris pada organ Corti (Ward, 1991).

Mekanisme hidrodinamika pada kerusakan sel rambut dalam, sel rambut luar dan membran basilaris akibat pajanan bising menurut gelombang bunyi yang datang akan tersebar secara merata berbentuk radial. Gelombang bunyi tersebut menimbulkan regangan pada partisi koklea dan menyebabkan fleksi membran basilaris, sepanjang tepi ligamentum spiralis. Akibat dari keadaan di atas bagian tengah membran basilaris yang tidak ditopang oleh penunjang lain akan bergetar lebih kuat dibandingkan struktur lain. Pada bagian tengah ini pula terletak bagian basal sel rambut luar yang mempunyai hubungan erat dengan pilar sel rambut dalam, sehingga mudah dimengerti bahwa sel penunjang pada bagian tengah membran basilaris bersama sel rambut luar dan sel rambut dalam mudah terjadi kerusakan akibat pajanan bising (Alberti, 1991).

Penelitian Wang, Hirose & Liberman (2002), menunjukkan bahwa paparan bising dengan intensitas tinggi dapat mengakibatkan terjadinya pembengkakan stria vaskularis disertai hilangnya sel intermedial stria vaskularis secara menetap akibat berkurangnya potensial endokoklea sel rambut dan stereosilia (Henderson, et al., 2006).

Paparan bising dengan intensitas 120 dB nada murni dengan waktu paparan antara 1-4 jam akan menimbulkan beberapa tingkatan kerusakan sel rambut, sel penyangga, pembuluh darah dan serabut aferen. Paparan bising dengan intensitas sedang mengakibatkan perubahan ringan pada stereosilia dan Hensen's body, sedangkan pada intensitas lebih tinggi dengan waktu yang lebih lama juga akan mengakibatkan kerusakan pada struktur lain seperti mitokondria, granula lisosom, lisis sel dan robekan membran Reissner.

Kerusakan stereosilia menetap ditandai dengan fraktur rootlet silia pada lamina retikularis (Wang, Hirose & Liberman, 2002). Selain itu paparan bising juga akan menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah koklea yang turut berperan untuk terjadinya kerusakan organ koklea (Nakai, 1994). Hal ini dapat dilihat dari penelitian pada marmut yang diberi paparan bising nada warble dengan intensitas 125 dBSPL, frekuensi 1 KHz atau musik rock 105-125 dB selama tiga jam sehingga terjadi proses stenosis dan dilatasi dinding lateral koklea, prominens spiralis serta arteri spiralis.

Perubahan biokimia yang timbul pasca pajanan bising berupa penurunan kadar oksigen koklea serta peningkatan kandungan glukosa perilimfe (Alberti, 1991).

Efek bising pada pendengaran berdasarkan pemeriksaan histopatologis koklea tampak seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.19 Koklea yang Diamati 2 Minggu Setelah Pajanan Kebisingan. (Kujawa & Liberman, 2006)

Keterangan: Secara histopatologis terjadi kerusakan hanya pada fibrosit tipe IV, tampak pada regio yang dilingkari dibandingkan

Perubahan histopatologi yang diamati pada dinding lateral koklea dengan pajanan kebisingan akut (24 jam) didapatkan edema sel dan vakuolisasi akut. Pada pajanan kronis (2 minggu) degenerasi yang terjadi terutama pada Kolagen Tipe IV dan Tipe II (Hirose & Liberman, 2003). Spoendlin (1971) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa pajanan bising nada tinggi akan mengakibatkan pembengkakan dan ruptur

terminal dendrit aferen nervus koklearis melalui mekanisme

eksitotoksisitas glutamat. Eksitotoksisitas glutamat merupakan respon akut koklea terhadap pajanan bising berlebihan yang mengakibatkan pelepasan neurotransmitter glutamat dalam jumlah besar yang dapat membebani reseptor post sinaptik dan mekanisme klirens glutamat sehingga merangsang kaskade metabolik yang akan mengakibatkan terjadinya vakuolisasi dan edema pada area bawah sel rambut dalam dan sel ganglion koklea yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel (Henderson, et al., 2006, Kujawa, 2009).

Glutamat merupakan neurotransmitter yang berada pada sinaps sel rambut dalam dan ujung aferen serabut saraf ganglion spiral koklea. Selama pajanan bising nada tinggi, diproduksi glutamat dengan konsentrasi yang besar yang akan mempengaruhi reseptor glutamat pada

post sinaps dan hal ini berperan di dalam terjadinya noise induced threshold shift. Keadaan ini dapat pulih menjadi normal kembali dengan pemberian analog glutamat: Asam Kainat yang diteliti oleh Zheng, et al., 1997 (Henderson, et al., 2006, Kujawa, 2009).

Perubahan biokimia yang timbul akibat paparan bising berupa penurunan kadar oksigen koklea serta peningkatan kadar glukosa perilimfe. Selain itu akibat paparan bising nada tinggi akan mempengaruhi keseimbangan ion terutama K+ pada membran apikal sel rambut luar. Penelitian Spicer & Schulte (1996) mengatakan bahwa kadar kritis ion K+ dalam endolimf dikontrol oleh suatu mekanisme kompleks mulai saat depolarisasi sel rambut luar dimana K+

Ada 3 jenis faktor lingkungan utama yang dapat memicu stres di tingkat masuk ke dalam sel rambut kemudian ke luar ke perilimfe untuk selanjutnya diproses oleh fibrosit tipe IV yang terdapat di outer sulcus dinding lateral sampai kembali lagi pada stria vaskularis. Kehilangan fibrosit tipe II dan tipe IV berpengaruh terhadap gangguan dengar sudah diteliti sebelumnya (Purnami, 2009).

Dokumen terkait