• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.5 Kerangka Teori

1.5.5 Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Produktivitas Kerja Pegawai

1. Pegawai negeri sipil pusat (PNS Pusat), yaitu pegawai negeri sipil yang gajinya dibebankan kepada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga non departemen, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal didaerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan.

2. Pegawai negeri sipil daerah (PNS Daerah), yaitu pegawai negeri sipil yang bekerja di pemerintah daerah dan gajinya dibebankan kepada APBD. PNS Daerah terdiri dari PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota.

1.5.5 Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Produktivitas Kerja Pegawai

Sumber daya manusia yang produktif merupakan aspek penting dalam setiap aspek perubahan yang terjadi dalam organisasi. Tuntutan pelayanan yang lebih baik pada organisasi menjadi salah satu pendorong perlunya upaya untuk mempersiapkan elemen penting organisasi sebagai penggerak setiap roda kegiatan. Setiap organisasi baik berbentuk perusahaan maupun lainnya akan selalu berupaya agar para anggota atau pekerja yang terlibat dalam kegiatan organisasi dapat memberikan prestasi dalam membentuk produktivitas kerja yang tinggi untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.

38

Untuk meningkatkan produktivitas kerja perlu adanya pegawai yang memiliki kesadaran akan pentingnya memperbaiki diri secara terus menerus dalam hal kualitas keterampilan dan keahlian yang dimilikinya dalam bekerja, karena apabila tidak, akan berakibat pada menurunnya produktivitas dan merugikan organisasi. Pada kondisi saat ini, sejak diberlakukannya otonomi daerah, hampir semua sektor mengalami perubahan yang signifikan. Peningkatan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, efisiensi dan efektivitas organisasi telah dilakukan. Sehingga budaya organisasi yang ada dapat menentukan optimalisasi pelaksanaan pekerjaan dalam mencapai produktivitas pegawai yang tinggi. Budaya organisasi yang kondusif antaralain ditunjukkan oleh sikap pegawai yang mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan baik eksternal maupun internal dan dapat menciptakan suasana kerja yang nyaman. Apabila budaya organisasinya baik, maka produktivitas pegawai akan tinggi.

Dengan kata lain, budaya organisasi menjadi pengarah perilaku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya suatu organisasi merupakan dasar atas

pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, seperti bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah dan cara para anggota berperilaku. Termasuk dalam cara berkomunikasi antar sesama pegawai maupun antara atasan dan bawahan, dalam hal meningkatkan kemampuan memecahkan masalah organisasi, lebih memaknai hidup, dan pengabdian sebagai aparatur negara dengan cara bekerja sebaik-baiknya dan berprestasi dalam lingkungan tugasnya18

18

Stephen Robbins, Perilaku Organisasi jilid 2, Jakarta: PT. Prenhallindo, 2001, hal 62

. Hal ini mengarah pada komitmen setiap anggota perusahaan dalam memberikan hal yang terbaik dalam pekerjaannya. Meskipun ditemukan berbagai masalah

39

yang membingungkan, dapat dituntaskan bersama secara kekeluargaan. Oleh karena itu, hubungan yang intens perlu dibudayakan agar azas keterbukaan menjadi landasan dalam berpikir dan bersosialisasi dalam organisasi.

Karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan pada hakikatnya membawa berbagai macam-macam kebutuhan dan harapan-harapan yang ingin dipenuhi. Kebutuhan dan harapan-harapan apabila terpenuhi maka akan membuat karyawan merasa puas yang kemudian akan menimbulkan perasaan senang dan akhirnya akan berdampak positif terhadap hasil kerja. Misalnya budaya organisasi yang terbentuk adalah adanya sikap menghargai atas pekerjaan yang dilakukan pegawai oleh sesama rekan kerja maupun atasan, tidak ada intimidasi yang menekan pegawai sehingga tidak ada beban mental dan pikiran yang membuatnya susah dalam bekerja. Sikap atau tanggapan karyawan yang terlihat selama ini menunjukkan gambaran bahwa budaya organisasi yang terbentuk di perusahaan bersifat mengikat ke arah yang positif, tetapi ada beberapa karyawan yang cenderung menganggap pedoman atau aturan-aturan yang telah dibuat dalam organisasinya tersebut hanya merupakan aturan yang biasa saja. Ada kemungkinan karyawan belum memahami secara mendalam budaya yang telah diterapkan. Namun, sejauh ini perbedaan pandangan dan kesalahpahaman, biasanya dapat langsung terselesaikan dan tidak sampai berlarut-larut. Hal ini mengindikasikan bahwa atasan perlu mengembangkan tingkah laku dan kepemimpinan dalam memberikan arah tentang bagaimana menyelesaikan suatu masalah dan cara anggota berperilaku. Senada dengan hal tersebut, Scvhein dalam A.S. Munandar19

19

A.S Munandar, psikologi Industri dan Organisasi, Depok : UI-Press, 2001, hal 70

asumsi-40

asumsi dasar yang dipelajari ketika organisasi memecah masalah eksternal dan internal. Dikatakan lebih lanjut bahwa selama pemecahan masalah itu valid, perusahaan tidak akan mengalami masalah. Dengan kata lain, budaya organisasi suatu perusahaan akan menunjang cara kerja karyawannya, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerjanya.

Hal tersebut dipertegas Siagian (2000), yang mengatakan bahwa perusahaan/organisasi yang memiliki budaya sangat kuat mampu meningkatkan produktivitasnya, menumbuh suburkan semangat kebersamaan dikalangan

anggotanya, meningkatkan rasa “sense of belonging” terhadap

perusahaan/organisasi, serta mampu memperbesar keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, budaya dalam suatu organisasi merupakan pengikat bagi semua karyawan secara bersama sekaligus pemberi arti dari maksud keterlibatan karyawan dari proses produksi20

Setiap individu mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda-beda intensitasnya. Karakter ini diduga mampu mempengaruhi munculnya semangat dalam diri individu untuk memperbaiki cara kerjanya. Semangat penyempurnaan inilah yang menjadi sumber utama dari munculnya perilaku produktif. Segala macam bentuk peningkatan produktivitas tidak akan memberikan hasil yang maksimal bila dalam diri pegawai tidak ada suatu semangat. Seseorang yang terdorong untuk memperbaiki suatu kekurangan yang dihadapinya di tempat kerja, biasanya menyadari bahwa jika kekurangan itu dibiarkan, maka yang dirugikan semua orang, termasuk dirinya sendiri. Begitu pula yang dapat dirasakan dan dilakukan oleh seorang pucuk pimpinan. Menurut Ndraha (1997), produktivitas

.

20

41

pegawai dipengaruhi oleh budaya organisasi yang terbentuk melalui tindakan dan perilaku para pendiri sebagai strong leaders. Para eksekutif perusahaan yang sudah mapan pun mengakui, bahwa keberhasilan perusahaan sekarang berawal dari kepemimpinan para pendirinya. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa peranan pemimpin sangatlah besar dalam memberikan semangat dan motivasi bagi bawahannya untuk meningkatkan produktivitas masing-masing. Jika budaya organisasi yang diciptakan oleh pemimpin bersifat kaku, pegawai akan berada di zona kurang nyaman dan seakan terpaksa untuk bekerja. Hubungan yang diciptakan oleh pimpinan dan bawahan akan menentukan sikap setiap anggota organisasi dalam bertindak. Jika sikap saling jalin-menjalin hubungan yang baik dipelihara, maka tidak ada lagi batas kaku antara atasan dan bawahan selain sikap menghormati dan menghargai posisi masing-masing. Jika bawahan diperlakukan dengan baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula pada proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja.21

Kompetisi yang dihadapi oleh bangsa-bangsa saat ini jauh lebih tajam dibanding pada masa lampau. Setiap instansi pemerintah maupun swasta dapat survive apabila mereka dapat melakukan improvement dalam budaya organisasinya sehingga setiap proses yang digunakan dapat menghasilkan produk dan jasa yang baik. Namun, produktivitas tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan berbagai variabel seperti etos kerja, kemakmuran, motivasi dan tentunya budaya perusahaan / organisasi.

22

21

Edy Sutrisno. Op. Cit., hal. 210 22

Edy Sutrisno, Ibid, hal.223

Hal ini menunjukkan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam menunjang karyawan dalam meningkatkan

42

produktivitasnya. Seperti yang diungkapkan oleh Sutermeister dalam Edy, bahwa produktivitas kerja adalah mengindentifikasi dan menjelaskan hubungan antara faktor-faktor yang saling berpengaruh terutama dua faktor utama yaitu kemajuan teknologi dan motivasi kerja. Masing-masing faktor dipengaruhi oleh berbagai faktor yang lebih banyak lagi, khususnya motivasi dipengaruhi oleh kondisi-kondisi sosial, fisik dan kebutuhannya.23

Hipotesis adalah sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja yang meningkat menunjukkan kekuatan budaya dalam mempengaruhi perilaku pegawai untuk mencapai tujuan, sebaliknya produktivitas yang rendah menunjukkan lemahnya budaya mempengarhi perilaku pegawai untuk mencapai tujuan.

1.7 Hipotesis

24

a. Hipotesis Alternatif atau hipotesis kerja (Ha)

Dengan demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan penulis adalah:

Terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap produktivitas kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias.

b. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap produktivitas kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias.

23

Edy Sutrisni, Ibid, hal. 218 24

Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V, Jakarta:PT. Rieka Cipta, 2002, hal. 71.

43 1.8 Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian25

a. Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan intgrasi internal.

.

Pemberian defenisi konsep adalah untuk membantu memperjelas fenomena pengamatan yang akan diteliti sebagai berikut:

b. Produktivitas kerja pegawai adalah kemampuan pegawai untuk

menghasilkan barang atau jasa yang dilandasi kualitas dan sikap mental pegawai agar tujuan organisasi tercapai.