• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pengaruh Edukasi terhadap Tiga Aspek Perilaku Swamedikasi

Commoncold

Perilaku dalam penelitian ini dilihat dari tiga aspek yang mempengaruhi perilaku swamedikasi. Tiga aspek itu adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan. Ketiga aspek tersebut saling berhubungan dan dapat menentukan bagaimana perilaku swamedikasi seseorang, khususnya pada penelitian ini terhadap penyakit common cold.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh edukasi terhadap tiga aspek perilaku swamedikasi. Metode edukasi yang diberikan berupa penyuluhan, tiap responden hanya mengikuti satu kali penyuluhan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuesioner yang telah melewati uji validasi dan reliabilitas. Kuesioner memuat 33 pertanyaan dengan masing–masing aspek diwakili oleh 11 pertanyaan.

Pengukuran perilaku dilakukan tiga kali pengisian kuesioner untuk kelompok edukasi (satu kali pretest dan dua kali posttest) dan dua kali pengisian kuesioner untuk kontrol (pretest dan posttest, masing–masing sekali). Kelompok kontrol hanya dilakukan pengisian dua kali dengan asumsi perilaku swamedikasi common cold dari responden sebagai kontrol tidak akan berbeda jauh dari jarak satu minggu atau satu bulan setelah pengisian kuesioner yang pertama (pretest). Kelompok responden kontrol yang tidak memperoleh edukasi mengenai common cold dan penanganannya. Edukasi dalam penelitian ini merupakan stimulus yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku swamedikasi.

Kuesioner digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui perilaku responden yang diberikan pretest dan posttest. Signifikasi pengaruh edukasi dilihat dengan menggunakan analisis statistik. Signifikasi dilihat dari perubahan nilai perilaku responden yang mendapatkan edukasi dengan yang tidak mendapatkan edukasi, dan signifikasi nilai perilaku responden pada perbedaan antara sebelum edukasi dan sesudah edukasi.

Perilaku swamedikasi merupakan salah satu perilaku yang dilakukan masyarakat dalam pengobatan penyakit yang mereka derita (Notoatmodjo, 2007). Menurut Spranger, perilaku swamedikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengalaman, keyakinan, fasilitas, dan sosio-budaya, yang akan membentuk perilaku yang berbeda pada setiap orang. Faktor tersebut akan mempengaruhi pengetahuan, sikap, persepsi, keinginan, kehendak, motivasi dan niat seseorang dalam membentuk perilaku.

Data yang diperoleh dilakukan pengujian normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk menentukan uji statistik yang digunakan dalam menganalisis data responden. Uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov karena jumlah data lebih dari 50 responden (Dahlan, 2004). Nilai dikatakan berdistribusi normal bila nilai signifikasi (p)>0,05.

Tabel II. Hasi uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov

Aspek Nilai signifikasi (p)

Pengetahuan 0,069

Sikap 0,073

Tindakan 0,033

Hasil normalitas pada tabel III, menunjukkan bahwa nilai pengetahuan dan sikap berdistribusi normal, sedangkan nilai tindakan tidak berdistribusi normal.

Analisis statistik nilai pengetahuan dan nilai sikap responden dilakukan dengan analisis parametrik menggunakan uji t, sedangkan nilai tindakan dengan menggunakan uji wilcoxon yang merupakan analisis data non parametrik.

Analisis awal data yang diperoleh dilakukan dengan uji t tidak berpasangan pada nilai pengetahuan dan nilai sikap, pada nilai tindakan menggunakan uji mannwhitney. Pengujian ini dilakukan untuk melihat perbedaan nilai tiga aspek perilaku antara perlakuan dengan kontrol. Nilai responden perlakuan dan responden kontrol dapat dibandingkan, bila dari analisis statistik terbukti tidak menunjukkan adanya perbedaan. Analisis data dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95 %, dan nilai dikatakan terdapat perbedaan yang bermakna bila nilai signifikasi p<0,05.

Pengaruh edukasi terhadap nilai pengetahuan, nilai sikap dan nilai tindakan dilakukan dengan melihat rerata nilai data tiap aspek, sedangkan signifikasi peningkatan nilai aspek perilaku diketahui dengan menggunakan uji statistik analisis. Analisis pada nilai pengetahuan dan sikap dilakukan dengan uji t berpasangan, sedang pada nilai tindakan menggunakan uji wilcoxon. Perbedaan yang bermakna ditunjukkan dengan nilai signifikasi (p) <0,05.

1. Pengaruh edukasi terhadap pengetahuan

Pengetahuan merupakan tingkat pemahaman responden mengenai penyakit common cold dan swamedikasi. Perubahan pengetahuan responden dilihat dari peningkatan nilai pengetahuan yang merupakan nilai total dari jawaban responden pada pertanyaan kuesioner bagian pengetahuan yang meliputi pengertian swamedikasi, pengertian, gejala dan tanda, pencegahan serta

pengobatan common cold. Peningkatan nilai pengetahuan responden dapat dilihat pada gambar 22.

Gambar 22. Perbandingan nilai pengetahuan responden perlakuan dengan kontrol pada setiap tahapan pengukuran kuesioner

Hasil perbandingan dengan uji t tidak berpasangan pada pretest nilai pengetahuan responden perlakuan dan responden kontrol menunjukkan tidak adanya perbedaan nilai pengetahuan yang bemakna antara perlakuan dan kontrol, dengan nilai signifikasi (p) sebesar 0,968. Nilai pengetahuan pretest responden perlakuan dan kontrol sama (nilai p>0,05), sehingga nilai pengetahuan responden perlakuan dan kontrol dapat dibandingkan.

Tabel III. Hasil uji perbandingan nilai pengetahuan perlakuan dan kontrol sebelum edukasi dengan sesudah edukasi

Kelompok Rerata nilai pengetahuan Signifikasi (p) kontrol perlakuan

Pre test 31,71 31,73 0,968

Post test 31,74 35,66 0,000

% peningkatan 0,10 % 12,39 % -

Rerata nilai pengetahuan responden perlakuan pada posttest I meningkat dengan adanya edukasi. Pengujian pengaruh edukasi terhadap nilai pengetahuan

30 32 34 36 38 40

pre test post testI post testII

nilai

 

tindakan

pengambilan data

Perbandingan nilai pengetahuan 

responden perlakuan dengan kontrol

dilakukan dengan uji t berpasangan yang menunjukkan perbedaan nilai pengetahuan yang bermakna antara pretest dan posttest I dengan nilai signifikasi sebesar 0,000 yang ditunjukkan pada tabel IV. Nilai pengetahuan responden kontrol meningkat, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara pretest dengan posttest karena nilai signifikasi sebesar 0,935.

Tabel IV. Perbandingan signifikasi peningkatan nilai pengetahuan responden perlakuan dengan responden kontrol

Kelompok % peningkatan Signifikasi (p)

Kontrol Pretest-post test 0,10 % 0,935

Perlakuan Pretest-posttestI 13,84 % 0,000

Pretest-posttestII 12,39 % 0,000

posttestI-posttestII -1,27 % 0,147

Perubahan nilai pengetahuan disebabkan adanya stimulus yang diperhatikan dan dimengerti, kemudian diterima oleh responden (Holand, et al, 1953). Peningkatan nilai pengetahuan pada responden perlakuan disebabkan karena adanya edukasi tentang penyakit dan penanganan common cold terutama mengenai swamedikasi common cold. Edukasi yang merupakan stimulus memberikan informasi dan pengetahuan yang akan meningkatkan pengertian dan pemahaman responden mengenai common cold dan pengobatannya sehingga dapat meningkatkan nilai pengetahuan.

Nilai pengetahuan responden kontrol juga mengalami peningkatan dapat disebabkan adanya informasi mengenai penyakit common cold, obat, swamedikasi atau pencegahan common cold dari iklan di media surat kabar dan elektronik, lingkungan, dan dari tenaga kesehatan saat mereka berobat ke pelayanan kesehatan atau dokter. Menurut Azwar (1995) media massa mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini atau pendapat dan kepercayaan, media

massa merupakan salah satu bentuk dari informasi sugestif yang dapat memberikan landasan kognitif pada pembentukan sikap. Tambahan informasi dari media massa merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perilaku swamedikasi responden yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti, sehingga terjadi perubahan nilai pengetahuan yang seharusnya tidak terjadi pada responden kontrol.

Nilai pengetahuan responden perlakuan pada posttest II mengalami penurunan dari pengukuran nilai pengetahuan posttest I. Berdasarkan hasil analisis dengan uji t berpasangan menunjukkan penurunan nilai pada posttest II tidak berbeda bermakna dengan nilai signifikasi 0,147 pada perbandingan dengan nilai pengetahuan pada posttest I. Perbandingan nilai pengetahuan perlakuan pada posttest II dengan kontrol berbeda secara bermakna dengan nilai 0,000 (tabel III).

Penurunan pengetahuan dapat disebabkan karena terbatasnya ingatan responden pada materi yang telah diberikan. Kurangnya pemahaman responden pada materi yang diberikan pada saat edukasi juga dapat menjadi faktor penyebab. Responden hanya menerima informasi yang diberikan tanpa adanya pemahaman dan pengolahan informasi lebih lanjut, sehingga informasi yang didapat mudah hilang. Selain itu, penurunan nilai pengetahuan dapat terjadi karena dalam mengikuti edukasi, responden merasa bosan dengan edukasi yang diselenggarakan peneliti, sehingga perhatian mereka dalam menerima informasi lemah. Suasana edukasi yang kurang mendukung dengan adanya tangisan, teriakan atau tawa anak-anak yang dibawa responden mengikuti edukasi juga dapat mempengaruhi penerimaan informasi responden karena mengalihkan perhatian responden terhadap informasi yang diberikan.

Adanya penurunan nilai pengetahuan pada posttest II, diperlukan adanya pelaksanaan edukasi yang bertahap dan terus menerus atau kontinyu, agar pengetahuan responden mengenai penyakit common cold, pengobatan dan pencegahannya dapat stabil tidak mengalami penurunan sehingga perubahan perilaku ke arah pengobatan yang rasional dapat tercapai.

2. Pengaruh edukasi terhadap sikap

Menurut Skinner (1983), sikap merupakan respon tertutup (Notoatmodjo, 1938) yang diberikan responden setelah memperoleh edukasi (stimulus). Respon ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, belum dalam bentuk tindakan (Skinner, 1938).

Perubahan sikap responden mengenai common cold dilihat dari peningkatan nilai sikap yang merupakan nilai total dari jawaban responden pada pertanyaan kuesioner bagian sikap yang meliputi keyakinan, kepercayaan, pendapat, penilaian, emosi, dan kecenderungan bertindak terhadap penyakit common cold. Terjadi peningkatan dilihat dari jawaban dengan nilai yang makin besar (jawaban yang sesuai makin banyak), sehingga nilai total sikap meningkat. Analisis nilai sikap responden dilakukan dengan uji t karena memiliki sebaran normal (tabel II). Nilai sikap responden dapat dilihat pada gambar 23.

Gambar 23. Perbandingan nilai sikap responden perlakuan dengan kontrol pada setiap tahapan pengukuran kuesioner

Analisis data awal untuk melihat perbedaan nilai sikap antara responden perlakuan dan kontrol menggunakan uji t tidak berpasangan. Hasil uji analisis diperoleh nilai signifikasi (p) sebesar 0,838 (tabel V) yang menunjukkan tidak ada perbedaan nilai sikap yang bermakna antara responden perlakuan dengan kontrol, sehingga dapat dilakukan perbandingan karena dari hasil uji t tersebut dapat diartikan nilai sikap responden perlakuan sama dengan nilai sikap responden kontrol.

Tabel V. Hasil uji perbandingan nilai sikap perlakuan dan kontrol sebelum edukasi dengan sesudah edukasi

Kelompok Rerata nilai sikap Signifikasi (p) kontrol perlakuan

Pre test 31,98 32,08 0,838

Post test 31,84 34,99 0,000

% peningkatan -0,44 % 9,07 %

Pada responden perlakuan terjadi peningkatan nilai sikap antara pre test dan post test I, dari uji t berpasangan menunjukkan perbedaan nilai sikap yang bermakna dengan nilai signifikasi sebesar 0,000. Peningkatan nilai sikap menunjukkan bahwa responden memberikan respon (kesediaan untuk bertindak

30 32 34 36

pre test post testI post testII

nilai

 

sikap

pengambilan data

Perbandingan nilai sikap responden 

perlakuan dengan kontrol

atau sikap) terhadap edukasi yang merupakan stimulus penelitian. Menurut Hosland, et al. (1953), penentuan reaksi perubahan sikap diperlukan adanya proses perhatian, pengertian dan penerimaan dari responden. Hasil proses tersebut akan membentuk sikap baru yang bersifat positif yang berarti menerima stimulus atau bersifat negatif yang berarti menolak stimulus (Roger, 1971). Selain itu, menurut para ahli (Baron, Byrne, Myers dan Gerungan), sikap mengandung tiga komponen yaitu kognitif (pengetahuan, pandangan, keyakinan), afektif (komponen emosional) dan konatif (kecenderungan untuk bertindak). Maka dengan adanya peningkatan nilai pengetahuan yang merupakan komponen kognitif sikap, dapat mendorong terjadinya perubahan sikap (Sarwono, 2007), ke arah positif atau terjadi peningkatan.

Tabel VI. Perbandingan signifikasi peningkatan nilai sikap responden perlakuan dengan responden kontrol

Kelompok % peningkatan Signifikasi (p)

Kontrol Pretest-post test -0,44 % 0,676

Perlakuan Pretest-posttestI 7,85 % 0,000

Pretest-posttestII 9,07 % 0,000

posttestI-posttestII 1,36 % 0,243

Perbandingan nilai sikap posttest I dengan posttest II, menunjukkan peningkatan nilai sikap pada posttest II, tetapi peningkatan tersebut secara statistik perbedaannya tidak bermakna yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi (p) >0,05 yaitu sebesar 0,243 (tabel VI). Menurut Rogers, terbentuknya kesediaan bertindak (perubahan sikap) diperlukan adanya perhatian, penilaian, dan pertimbangan sehingga stimulus itu tetap diterima, sehingga proses ini membutuhkan waktu yang panjang. Oleh sebab itu, pada posttest II dapat terjadi peningkatan nilai sikap responden terhadap swamedikasi common cold.

Nilai sikap responden kontrol pada perbandingan antara pretest dan posttest, hasil uji t berpasangan menunjukkan tidak ada perbedaan nilai sikap yang bermakna, sehingga dapat disimpulkan nilai sikap pretest dan posttest sama, meskipun terjadi penurunan rerata nilai sikap. Perbedaan nilai sikap responden kontrol yang tidak bermakna ini disebabkan responden kontrol tidak menerima edukasi sebagai stimulus, sehingga tidak ada faktor pendorong (Lewin, 1970) yang dapat merubah sikap responden dalam melakukan swamedikasi common cold.

3. Aspek tindakan

Tindakan merupakan respon terbuka (Skiner, 1938) dari responden terhadap edukasi. Hasil edukasi adalah perubahan kemampuan, penampilan atau perilakunya, yang didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap dan keterampilan (Notoatmodjo, 2007). Namun, menurut Myers (1983) perubahan pengetahuan dan sikap tidak menjadi jaminan terjadinya perubahan perilaku, sebab perubahan perilaku tersebut memerlukan dukungan faktor lain, seperti yang dikemukakan Spranger mengenai determinasi perilaku pada teori kepribadiaannya.

Perubahan tindakan swamedikasi responden terhadap common cold dilihat dari peningkatan nilai tindakan yang merupakan nilai total dari jawaban responden pada pertanyaan kuesioner bagian tindakan yang meliputi tindakan penyembuhan common cold, bagaimana menggunakan obat, kebiasaan hidup sebagai pencegahan terserang common cold.

Gambar 24. Perbandingan nilai tindakan responden perlakuan dan kontrol pada setiap tahapan pengukuran kuesioner

Hasil pengujian nilai tindakan pretest pada responden perlakuan dengan responden kontrol tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (tabel VII) sehingga dapat dilakukan pembandingan data nilai tindakan perlakuan dengan nilai tindakan kontrol. Gambar 24 menunjukkan adanya nilai tindakan yang tidak berubah pada responden kontrol karena tidak adanya stimulus edukasi, sedangkan pada responden perlakuan terjadi peningkatan nilai karena adanya informasi yang dimengerti, dipertimbangkan, dan akhirnya diambil keputusan untuk menerima perubahan (Roger, 1974).

Tabel VII. Hasil uji perbandingan nilai tindakan perlakuan dan kontrol sebelum edukasi dengan sesudah edukasi

Kelompok Rerata nilai sikap Signifikasi (p) kontrol perlakuan

Pre test 37 37 0,425

Post test 37 38 0,002

% peningkatan 0,00 % 2,70 %

Analisis pengaruh edukasi terhadap nilai tindakan dengan uji wilcoxon menunjukkan tidak ada perbedaan nilai tindakan yang bermakna antara pretest dengan posttest I karena nilai signifikasi 0,057. Secara statistik perbedaan nilai

34 36 38 40

pre test post test I post test II

nilai

 

tindakan

pengambilan data

Perbandingan nilai tindakan responden 

perlakuan dan kontrol

perlakuan kontrol

tindakan antara pretest dengan posttest I tidak bermakna, meskipun terdapat peningkatan nilai tindakan sebesar 2,70 %, tetapi pada perbandingan nilai tindakan pretest dengan posttest II terdapat perbedaan nilai tindakan yang bermakna dengan nilai signifikasi sebesar 0,007. Peningkatan kebermaknaan nilai tindakan menurut Roger (1974) dapat terjadi karena dalam perubahan perilaku, sikap (kesediaan bertindak) yang mempengaruhi tindakan dapat berubah dengan berjalannya waktu, dari menolak perubahan, dapat berubah menerima perubahan dengan adanya pengaruh faktor perilaku lain seperti budaya, sosio-ekonomi, dan fasilitas kesehatan (Sarwono, 2007).

Tabel VIII. Perbandingan signifikasi peningkatan nilai tindakan responden perlakuan dengan responden kontrol

Kelompok % peningkatan Signifikasi (p)

Kontrol Pretest-post test 0,00 % 0,978

Perlakuan Pretest-posttestI 2,70 % 0,057

Pretest-posttestII 2,70 % 0,007

posttestI-posttestII 0,00 % 0,2638

Nilai tindakan pretest dan posttest I dapat tidak berbeda bermakna karena menurut Holand, et al. (1953) disebabkan karena proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar (Notoatmodjo, 2007) yang memerlukan waktu panjang dalam menerima dan mengolah stimulus. Sesuai dengan teori tersebut, perubahan tindakan yang bermakna baru dapat dilihat pada pengukuran kuesioner posttest II, tetapi hasil perubahan tindakan swamedikasi ini akan bersifat langgeng karena berdasarkan kesadaran responden (bukan paksaan). Perubahan nilai tindakan karena adanya peningkatan nilai pengetahuan dan nilai sikap yang dapat mempengaruhi tindakan seseorang khususnya dalam swamedikasi common cold. Dalam proses perubahan tindakan terdapat stimulus

yang diperhatikan, dimengerti dan diterima responden, kemudian diolah sehingga terwujud kesediaan bertindak (sikap) dan akhirnya menimbulkan efek tindakan responden.

Metode edukasi kesehatan dapat menyebabkan perubahan perilaku yang terbentuk dengan proses lambat. Edukasi merupakan salah satu metode yang digunakan untuk meningkatkan perilaku masyarakat yang didasarkan atas kesadaran dan kemauan individu masyarakat yang tidak sekedar melibatkan perubahan gerakan, melainkan juga menyangkut perubahan persepsi terhadap konsep–konsep kesehatan dan perubahan sikap terhadap tindakan yang dianjurkan (Sarwono, 2007). Maka perubahan sikap dan tindakan meningkat dengan berjalannya waktu sebagai akibat dari pemberian informasi yang akan meningkatkan pengetahuan dan merubah persepsi responden untuk bersikap dan bertindak swamedikasi secara rasional dalam menangani common cold seperti yang dianjurkan. Perubahan sikap ke arah anjuran (ke arah positif) tidak selalu dapat merubah tindakan seseorang ke arah yang dianjurkan. Menurut Spranger, tindakan seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh sikap, tetapi juga oleh pengetahuan, persepsi, keinginan, kehendak, motivasi, dan niat (Notoatmodjo, 2007).

Data responden kontrol dianalisis dengan pengujian antara pretest dan posttest, yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan nilai tindakan yang bermakna antara pretest dan posttest. Hal ini karena mereka tidak mendapatkan edukasi mengenai penyakit common cold dan penanganannya, sehingga tindakan pencegahan dan swamedikasi yang dilakukan responden kontrol tidak berubah

atau tidak berbeda antara posttest dan pretest. Menurut teori Kurt Lewis (Notoatmodjo, 2007) dengan adanya peningkatan kekuatan pendorong akan meningkatkan perilaku. Dalam penelitian ini kekuatan pendorong meningkat karena adanya stimulus berupa edukasi atau informasi mengenai common cold dan pengobatannya terutama perilaku swamedikasi common cold. Dari data yang didapat dapat disimpulkan bahwa edukasi berpengaruh terhadap nilai tindakan swamedikasi commoncold.

4. Rangkuman pembahasan pengaruh edukasi terhadap aspek perilaku

Hasil analisis statistik perbandingan nilai aspek perilaku antara perlakuan dan kontrol pada tabel IX dapat diketahui perbandingan pretest pada setiap nilai aspek perilaku tidak terdapat perbedaan yang bermakna atau dikatakan sama, sehingga dapat dibandingkan antara nilai aspek perlakuan dengan kontrol. Ketidakbermaknaan perbedaan pretest ditunjukkan dengan nilai signifikasi (p) >0,05. Perbandingan posttest nilai setiap aspek perilaku (tabel IX) menunjukkan nilai signifikasi (p) <0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna. Oleh sebab itu, dari hasil perbandingan antara perlakuan dan kontrol dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh edukasi terhadap aspek perilaku.

Tabel IX. Perbandingan rerata nilai pengetahuan, sikap, dan tindakan antara perlakuan dan kontrol

Aspek Perilaku swamedikasi

Pengukuran Responden Signifikasi

(p) Perlakuan kontrol Nilai Pengetahuan Pretest 31,73 31,71 0,968 Posttest I 36,12 31,74 0,000 Posttest II 35,66 31,74 0,000 Nilai Sikap Pretest 32,08 31,98 0,838 Posttest I 34,52 31,84 0,000 Posttest II 34,99 31,84 0,000 Nilai Tindakan Pretest 37,00 37,00 0,425 Posttest I 38,00 37,00 0,008 Posttest II 38,00 37,00 0,002

Pada hasil analisis perbandingan antara pretest dan posttest pada setiap nilai aspek perilaku (tabel X), menunjukkan bahwa pada responden kontrol perbedaan nilai pretest dan posttest tiap aspek perilaku tidak berbeda bermakna karena nilai signifikasi (p) >0,05, sedangkan pada responden perlakukan terdapat perbedaan yang bermakna pada setiap nilai aspek perilaku.

Tabel X. Signifikasi peningkatan nilai pengetahuan, sikap, dan tindakan swamedikasi common cold

Aspek Perbandingan Selisih nilai

(%) Signifikasi (p) Pengetahuan Kontrol Pretest-posttest 0,10 % 0,935 Perlakuan Pretest-posttestI 13,84 % 0,000 Pretest-posttestII 12,39 % 0,000 PosttestI-posttestII -1,27 % 0,147 Sikap Kontrol Pretest-posttest -0,44 % 0,676 Perlakuan Pretest-posttestI 7,85 % 0,000 Pretest-posttestII 9,07 % 0,000 PosttestI-posttestII 1,36 % 0,243 Tindakan Kontrol Pretest-posttest 0,00 % 0,978 Perlakuan Pretest-posttestI 2,70 % 0,057 Pretest-posttestII 2,70 % 0,007 PosttestI-posttestII 0,00 % 0,638

Tidak adanya perbedaan yang bermakna pada responden kontrol dikarenakan responden kontrol tidak mendapatkan stimulus (edukasi) sebagai faktor pendorong yang dapat meningkatkan nilai aspek perilaku (Lewin, 1970), sedangkan pada responden perlakuan terdapat perbedaan yang bermakna karena adanya faktor pendorong (edukasi) yang dimengeti, dipahami dan diterima (Roger, 1074).

Signifikasi peningkatan nilai pada pada tabel X, menunjukkan bahwa peningkatan rerata nilai sikap dan tindakan pada posttest I lebih kecil daripada peningkatan nilai pengetahuan yang menurut Holand, et al. (1953) disebabkan karena proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar

(Notoatmodjo, 2007), sehingga dalam proses perubahan sikap dan tindakan memerlukan proses yang panjang. Proses ini ditunjukkan perbandingan nilai sikap yang mengalami peningkatan dari posttest I dan pada nilai tindakan yang terjadi peningkatan singnifikasi dari posttest I yang tidak berbeda bermakna denan nilai signifikasi 0,057 menjadi 0,007 pada posttest II. Meskipun memerlukan proses perubahan yang panjang, perubahan perilaku yang terjadi akan bersifat langgeng karena berdasarkan pada kesadaran responden dari hasil perhatian, pengertian, dan pemahaman mereka (Hosland, et al, 1953), sehingga mau untuk melakukan perubahan sikap dan tindakan.

Metode edukasi kesehatan dapat menyebabkan perubahan perilaku yang terbentuk dengan proses lambat. Edukasi merupakan salah satu metode yang digunakan untuk meningkatkan perilaku masyarakat yang didasarkan atas kesadaran dan kemauan individu masyarakat yang tidak sekedar melibatkan perubahan gerakan, melainkan juga menyangkut perubahan persepsi terhadap konsep–konsep kesehatan dan perubahan sikap terhadap tindakan yang dianjurkan (Sarwono, 2007). Maka perubahan sikap dan tindakan meningkat dengan berjalannya waktu sebagai akibat dari pemberian informasi yang akan meningkatkan pengetahuan dan merubah persepsi responden untuk bersikap dan bertindak swamedikasi secara rasional dalam menangani common cold seperti yang dianjurkan.

Dari hasil yang diperoleh dapat disimupulkan edukasi berpengaruh terhadap aspek perilaku dengan adanya perbedaan yang bermakna antara

perlakuan dan kontrol pada nilai posttest dan adanya perbedaan bermakna antara pretest dan posttest pada nilai aspek perilaku responden perlakuan.

C. Pengaruh Perbedaan Karakteristik Responden terhadap Dampak

Dokumen terkait