• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH EKSTRAK ANDALIMAN TERHADAP PERMEABILITAS SEL DAN ENZIM PROTEASE BAKTER

ABSTRAK

Ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol andaliman pada dosis 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, dan 2.5 kali MIC dapat mengganggu permeabilitas sel Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Salmonella Typhimurium pada fase stasioner maupun fase eksponensial. Kebocoran protein sel paling tinggi secara berurutan terjadi pada B. cereus, S. aureus dan S. Typhimuriumpada fase stasioner.

Ekstrak etilasetat menyebabkan terjadinya keboco ran protein sel dan asam nukleat baik pada fase eksponensial (sel muda) maupun fase stasioner (sel tua). Kebocoran protein sel lebih tinggi dibandingkan dengan kebocoran asam nukleat. Ekstrak metanol menggangu permeabilitas sel lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak etilasetat pada dosis MIC yang sama baik pada fase eksponensial maupun fase stasioner.

Ekstrak etilasetat dan metanol andaliman mampu menghambat aktivitas protease yang dihasilkan B. cereus sebesar 0.2414 unit/ml, S. aureus sebesar 0.3771 unit/ml dan S. Typhimurium sebesar 0.3784 unit/ml. Ekstrak etilasetat dan metanol dapat menurunkan hingga mencapai 50% aktivitas protease awal. Penghambatan aktivitas protease oleh ekstrak etilasetat maupun ekstrak metanol pada supernatan S. aureus dan S. Typhimurium relatif sama.

PENDAHULUAN

Komponen bioaktif dapat merusak membran sitoplasma dan mempengaruhi integritasnya. Kerusakan pada membran mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas dan terjadi kebocoran sel, yang diikuti dengan keluarnya mater i intraseluler. Minyak atsiri (karvakrol, sitral, dan geraniol) dan fenolik bereaksi dengan fosfolipid dari membran sel yang menyebabkan permeabilitas meningkat dan hilangnya unsur pokok penyusun sel (Kim et al.

1995). Reaksi antara komponen fosfolipid den gan minyak atsiri atau senyawa fenolik mengubah komposisi asam lemak dan fosfolipid, yang diikuti dengan terjadinya pembengkakan sel. Selanjutnya terjadi kerusakan membran sitoplasma yang mengakibatkan keluarnya kandungan intraseluler berupa Na-glutamat-3,4

14C sebanyak 50% dan NaH

232PO4 sebanyak12% dari sel E. coli. Keluarnya

125

permeabilitas lemah atau rusak, dan selanjutnya menghambat ikatan ATP-ase pada membran.

Sel bakteri dikelilingi oleh suatu struktur kaku yang disebut dinding sel, yang melindungi membran sitoplasma dari tekanan osmotik maupun mekanik. Oleh karena itu setiap zat yang mampu merusak dinding sel atau mencegah sintesisnya, akan menyebabkan terbentuknya sel-sel yang peka terhadap tekanan osmotik. Adanya tekanan osmotik dalam sel bakteri akan menyebabkan terjadinya lisis (Setiabudy dan Gan 1995).

Selaput sitoplasma melakukan fungsi pengangkutan aktif sehingga dapat mengendalikan susunan komponen dalam sel. Bila integritas fungsi selaput sitoplasma terganggu, makromolekul dan ion-ion akan lolos dari sel sehingga terjadi kerusakan atau kebocoran sel yang menyebabkan kematian sel. Beberapa senyawa antibakteri dapat merusak satu atau lebih fungsi tersebut sehingga menyebabkan gangguan utama pada kelangsungan hidup sel. Senyawa antibakteri memiliki target utama aksinya pada membran sel tidak tergantung pertumbuhan sel dan dengan segera memulai menghambat ketika sel dan antibakteri berada bersama sama. Meningkatnya permeabilitas membran sel memungkinkan masuknya senyawa-senyawa fenol dan ion-ion organik ke dalam sel dan keluarnya substansi sel menyebabkan rusaknya ikatan hidrofobik komponen penyusun membran sel seperti protein, fosfolipid serta larutnya komponen - komponen yang berikatan secara hidrofilik.seperti protein dan asam nukleat yang berakibat kematian sel (Ingram 1981).

Beberapa senyawa antibakteri seperti alilisotiosianat (Lin et al. 2000),

butylated hydroxyanisole (BHA) (Degre dan Sylvestre 1983), butylated hydroxytoluena (BHT), asam p-koumarat dan asam kafeat (Nychas 1995), benzaldehida, fenolik dan asam benzoat (Friedman et al. 2003) juga dapat merusak membran sel dan menyebabkan kebocoran metabolit seluler seperti keluarnya ion-ion Ca++, K+, dan asam-asam amino . Gangguan pada membran sel mengakibatkan terganggunya proses -proses metabolisme dalam membran sel seperti penyerapan nutrien, produksi energi dan transport elektron (Nychas 1995). Penghambatan enzim berkaitan dengan fenol dengan rantai samping gugus asam amino (Rohn et al. 2002).

Penelitian Lavlinesia (2004) melaporkan ekstrak etilasetat biji atung dapat menyebabkan kebocoran sel terhadap S. aureus dan P. fluorescens, dimana jumlah ion Ca++ meningkat secara tajam sedangkan ion K+ jauh lebih lambat. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etilasetat biji atung bekerja pada dinding sel terlebih dahulu setelah itu baru membran bocor.

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol andaliman pada konsentrasi 10-50% efektif menghambat pertumbuhan B. cereus, S. aureus dan S. Typhimurium. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak andaliman menyebabkan diameter penghambatan terhadap bakteri B. cereus, S. aureus dan S. Typhimurium semakin tinggi. Ekstrak etilasetat lebih efektif menghambat pertumbuhan dibandingkan dengan ekstrak metanol.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peng aruh ekstrak andaliman terhadap permeabilitas membran sel dan aktivitas enzim protease 3 jenis bakteri patogen yaitu B. cereus, S. aureus dan S. Typhimurium.

METODOLOGI

Bahan dan Alat

Bahan utama adalah buah andaliman varietas simanuk, yang berasal dari Medan dan diperoleh dari Pusat Pasar Senen Jakarta. Kultur Bacillus cereus

FNCC 134, Staphylococcus aureus FNCC 057 dan Salmonella Typhimurium FNCC 034diperoleh dari koleksi kultur Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Persiapan Ekstrak Andaliman

Ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol andaliman diperoleh dengan metode ekstraksi bertingkat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Pengaruh Ekstrak Andaliman terhadap Permeabilitas Se l (Bunduki et al. 1995)

Masing -masing ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol andaliman dengan konsentrasi 0.0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5 MIC dikontakkan selama 24 jam dalam

127

suspensi kultur pada fase eksponensial dan fase stasioner. Selanjutnya d iukur absorbansi cairan supernatan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm.

Pengujian Aktivitas Enzim Protease (Bergmeyer et al. 1983)

Bakteri uji dan ekstrak andaliman 4% (w/w) dimasukkan dalam medium skim 1.5% (w/w), selanjutnya diinkubasi dalam shaker bergoyang dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam, kemudian supernatan dipisahkan dengan sentrifus 3500 rpm. Pada supernatan tersebut protein yang tidak terhidrolisis diendapkan dengan 0.1 M asam trikloroasetat (TCA), selanjutnya dipisahkan dengan sentrifugasi. Asam amino yang terdapat pada supernatan direaksikan dengan reagen Folin Ciocalteau (1:2) dan diukur pada panjang gelombang 580 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Ekstrak Andaliman terhadap Permeabilitas Sel

Pengukuran suspensi pada panjang gelombang 280 nm digunakan untuk menentukan adanya nitrogen dari protein sel sedangkan panjang gelombang 260 nm digunakan untuk menentukan adanya nitrogen dari asam nukleat sel. Hasil pengujian menunjukkan adanya peningkatan absorbansi pada supernatan sel yang merupakan indikasi terjadinya peningkatan komponen cairan sel yang dikeluarkan oleh B. cereus, S. aureus dan S. Typhimurium. Semakin meningkat dosis MIC ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol yang digunakan maka tingkat kebocoran sel juga meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya nilai absorbansi B. cereus

(Lampiran 39, 40, 41, 42), S. aureus (43, 44, 45, 56) dan S. Typhimurium (Lampiran 47, 48, 49, 50).

Ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol pada dosis hingga 2.5 MIC menyebabkan kebocoran protein sel B. cereus baik pada fase eksponensial maupun fase stasioner (Gambar 8.1). Pengaruh ekstrak metanol terhadap permeabilitas sel lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak etilasetat pada dosis MIC yang sama baik pada fase eksponensial maupun fase stasioner (Gambar 8.2). Dosis 2.0 MIC ekstrak etilasetat maupun ekstrak metanol memberikan pengaruh

yang berbeda nyata (p<0.01) terhadap kebocoran sel B. cereus, S. aureus dan

S. Typhimurium.

Senyawa-senyawa antibakteri ekstrak andaliman yang bereaksi dengan membran sitoplasma menyebabkan peningkatan permeabilitas membran sehingga metabolit-metabolit intraseluler bocor keluar sel. Di dalam ekstrak andaliman terkandung senyawa fenolik yang dilaporkan dapat bereaksi dengan membran sitoplasma dan mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran atau menyebabkan perubahan nyata pada komposisi asam lemak dan kandungan fosfolipid serta terlepasnya komponen-komponen membran sel (Davidson dan Brannen 1993).

Gambar 8.1 Pengaruh Ekstrak Etilasetat terhadap Permeabilitas Sel B. cereus pada Fase (a) Eksponensial dan (b) Stasioner

0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 0 . 5 1 . 0 1 . 5 2 . 0 2 . 5 D o s i s ( M I C ) Absorbansi ?2 8 0 n m ?2 6 0 n m a 0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 0 . 5 1 . 0 1 . 5 2 . 0 2 . 5 D o s i s ( M I C ) Absorbansi ?2 8 0 n m ?2 6 0 n m b

129

Gambar 8.2 Pengaruh Ekstrak Metanol terhadap Permeabilitas Sel B. cereus pada Fase (a) Eksponensial dan (b) Stasioner

Absorbansi pada supernatan S. aureus cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya dosis MIC ekstrak etilasetat maupun ekstrak metanol. Pada fase pertumbuhan stasioner tingkat kebocoran sel lebih tinggi dibandingkan pada fase eksponensial (Lampiran 43, 44, 45 dan 46). Ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol pada dosis sampai 2.5 kali MIC memiliki pola penghambatan

S. aureus relatif sama pada fase stasioner maupun fase eksponensial. Gangguan permeabilitas sel S. aureus yang menyebabkan terjadinya kebocoran protein sel lebih tinggi disebabkan ekstrak etilasetat pada fase eksponensial (sel muda) dan fase stasioner (sel tua). Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menunjukkan fase eksponensial S. aureus dan B. cereus lebih peka dibandingkan dengan fase stasioner. Aktivitas ekstrak etilasetat lebih tinggi pada fase eksponensial dibandingkan ekstrak metanol dan pada fase stasioner. Kebocoran asam nukleat pada fase eksponensial dan fase stasioner cenderung relatif sama setelah dikontakkan dengan ekstrak andaliman (Gambar 8.3 ).

Ekstrak metanol mengganggu permeabilitas sel lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak etilasetat pada dosis MIC yang sama pada fase eksponensial maupun fase stasioner (Gambar 8.4). Hal ini menunjukkan bahwa kebocoran metabolit sel yang disebabkan oleh kerusakan protein yang terdapat pada

0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 0 . 5 1 . 0 1 . 5 2 . 0 2 . 5 D o s i s ( M I C ) Ansorbansi ?2 8 0 n m ?2 6 0 n m b 0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 0 . 5 1 . 0 1 . 5 2 . 0 2 . 5 D o s i s ( M I C ) Absorbansi ? 2 8 0 n m ?2 6 0 n m a

membran sitoplasma lebih tinggi demikian pula kerusakan asam nukleat yang terdapat pada membran sitoplasma. Komponen asam nukleat lebih sedikit terdapat pada cairan sitoplasma, sedangkan protein banyak terdapat pada cairan sel saat lisis.

Kebocoran sel bakteri dapat disebabkan karena rusaknya ikatan hidrofobik komponen penyusun membran sel seperti protein, fosfolipid serta larutnya komponen -komponen yang berikatan secara hidrofilik. Hal ini dapat meningkatkan permeabilitas membran sel sehingga memungkinkan masuknya senyawa-senyawa fenol dan ion-ion organik ke dalam dan keluarnya substansi sel seperti protein dan asam nukleat yang menyebabkan kerusakan sel (Ingram 1981). Ekstrak etilasetat memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan dengan ekstrak metanol. S. Typhimurium lebih resisten terhadap ekstrak andaliman dibandingkan dengan B. cereus dan S. aureus (Gambar 8.5 dan Gambar 8.6).

Kebocoran protein sel S. Typhimurium terjadi pada fase eksponensial dan fase stasioner dengan dosis ekstrak etilasetat maupun ekstrak metanol yang sama yaitu 2.5 MIC (Lampiran 47, 48, 49 dan 50).

Gambar 8.3 Pengaruh Ekstrak Etilas etat terhadap Permeabilitas Sel S. aureus pada Fase (a) Eksponensial dan (b) Stasioner

0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 0 . 5 1 . 0 1 . 5 2 . 0 2 . 5 D o s i s ( M I C ) Absorbansi ?2 8 0 n m ?2 6 0 n m 0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 0 . 5 1 . 0 1 . 5 2 . 0 2 . 5 D o s i s ( M I C ) Absorbansi ?2 8 0 n m ?2 6 0 n m a b

131

Gambar 8.4 Pengaruh Ekstrak Metanol terhadap Permeabilitas Sel S. aureus pada Fase (a) Eksponensial dan (b) Stasioner

Gambar 8.5 Pengaruh Ekstrak Etilasetat terhadap Permeabilitas Sel

S. Typhimurium pada Fase (a) Eksponensial dan (b) Stasioner

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 Dosis (MIC) Absorbansi ?280 n m ?260 nm 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 Dosis (MIC) Absorbansi ?280 n m ?2 6 0 nm a 0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 0 . 5 1 . 0 1 . 5 2 . 0 2 . 5 D o s i s ( M I C ) Absorbansi ?2 8 0 n m ?2 6 0 n m 0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 0.5 1.0 1.5 2 . 0 2.5 D o s i s ( M I C ) Absorbansi ?2 8 0 n m ?2 6 0 n m a b b

Gambar 8.6 Pengaruh Ekstrak Metanol terhadap Permeabilitas Sel

S. Typhimurium pada Fase (a) Eksponensial dan (b) Stasioner Pada ketiga bakteri patogen (B. cereus, S. aureus dan S. Typhimurium) terdapat perbedaan kebocoran sel. B. cereus dan S. aureus mengalami tingkat kebocoran protein sel lebih banyak daripada asam nukle at terutama pada fase eksponensial. Hal ini kemungkinan terjadi karena B. cereus dan S. aureus

merupakan bakteri Gram positif, yang dominan memiliki lapisan peptidoglikan sehingga fungsi penghalangnya tidak ada dan molekul senyawa antibakteri yang bersifat hidrofilik maupun yang hidrofobik dapat melewatinya (Best 1999). Hal lain adalah pada fase eksponensial, sel berada dalam kondisi aktivitas metabolisme tinggi atau bersifat labil, sehingga fase ini lebih peka terhadap ekstrak andaliman dan mudah rusak.

Pada S. Typhimurium, kebocoran sel lebih tinggi terdapat pada fase stasioner dibandingkan B. cereus dan S. aureus dimana kebocoran lebih tinggi terjadi pada fase eksponensial. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada fase stasioner

S. Typhimurium, sel menjadi tua dan lebih peka terhadap lingkungan dan memiliki keseimbangan nutrien yang labil karena aktivitas metabolisme masih tinggi (Lampiran 23, 24, 25) sehingga ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol lebih

b 0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 0 . 5 1 . 0 1 . 5 2 . 0 2 . 5 D o s i s ( M I C ) Absorbansi ?2 8 0 n m ?2 6 0 n m 0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 0 . 5 1 . 0 1 . 5 2 . 0 2 . 5 D o s i s ( M I C ) Absorbansi ?2 8 0 n m ?2 6 0 n m a b

133

cepat berpenetrasi masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya kebocoran sel. Selain itu, S. Typhimurium mengandung lipopolisakarida dan memiliki selaput khusus berupa molekul protein (porin) yang memudahkan difusi pasif senyawa hidrofilik dengan berat molekul rendah (600-3000 kda), seperti gula, asam amino dan ion-ion tertentu. Porin pada S. Typhimurium dan E. coli

dinyatakan dengan OmpC, D dan F dan PhoE, merupakan protein trimer yang menembus kedua permukaan membran luar (Moat et al. 2002). Protein ini membentuk pori-pori yang relatif tidak khusus yan g memungkinkan difusi bebas zat-zat hidrofil kecil menembus membran.

Senyawa-senyawa yang dapat diserap pada panjang gelombang 260 nm adalah RNA dan turunan RNA yaitu nukleotida, sedangkan pada panjang gelombang 280 nm diidentifikasi sebagai protein (Gilb ert 1984). Menurut Skoog (1985) yang dikutip oleh Park et al. (2003) pada panjang gelombang 260 nm dapat dideteksi purin, pirimidin dan ribonukleotida, sedangkan pada panjang gelombang 280 nm dapat d ideteksi asam amino seperti tirosin dan triptofan. Meningkatnya jumlah kandungan sel yang ditemukan pada supernatan merupakan indikasi terjadinya kerusakan membran sel atau perubahan permeabilitas membran sel. Perlakuan-perlakuan lain seperti BHA dapat menyebabkan kebocoran senyawa-senyawa intraseluler P. fluorescens (Davidson dan Branen 1993) dan S. aureus (Degre dan Silvester 1983) yang dapat diserap dengan sinar UV pada panjang gelombang 260 dan 280 nm. Menurut Nychas (1995) kebocoran sel adalah fenomena umum yang disebabkan oleh beberapa senyawa antibakteri.

Pengaruh Ekstrak Andaliman Terhadap Aktivitas Enzim Protease

Enzim protease yang terdapat pada bakteri B. cereus, S. aureus dan

S. Typhimurium akan keluar dari sitoplasma dalam medium susu skim, sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim dalam medium. Ekstrak etilasetat dan metanol mampu menghambat aktivitas enzim protease yang terdapat dalam supernatan (Gambar 8.7 ) dibandingkan kontrol. S. Typhimurium memiliki aktivitas enzim paling tinggi dibandingkan dengan S. aureus dan B. cereus berturut-turut 0.3784, 0.3771 dan 0.2414 unit/ml. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 38. Ekstrak etilasetat lebih tinggi daya hambatnya terhadap aktivitas enzim protease

yang dihasilkan oleh ketiga bakteri uji dibandingkan dengan ekstrak metanol. Ekstrak etilasetat dan metanol andaliman menghambat aktivitas enzim protease

B. cereus, S. aureus dan S. Typhimuriumberturut-turut sebesar 76.28, 53.27 dan 48.92%.

Gambar 8.7 Pengaruh Ekstrak Etilasetat dan Ekstrak Metanol terhadap Aktivitas Enzim Protease

Penghambatan ekstrak metanol terhadap akivitas enzim protease lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak etilasetat. Hal ini disebabkan karena senyawa hidrofilik seperti komponen yang larut dalam metanol bila ditambahkan kedalam larutan yang berisi enzim akan meningkatkan interaksi hidrofobik antara residu asam amino nonpolar sehingga konformasi molekul enzim lebih kaku dan menjadi lebih tahan dan aktivitas enzim cenderung lebih rendah (Rohn et al.

2002).

Senyawa antibakteri dapat merusak sistem metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat sintesis protein bakteri dan menghambat kerja enzim intraseluler (Kim et al. 1995; Rawel et al. 2001). Sistem enzim yang terpengaruh akan mengakibatkan gangguan pada produksi energi penyusun sel dan sintesis komponen secara struktural.

Enzim yang berperan dalam metabolisme dan pertumbuhan sel bakteri dapat dihambat aktivitasnya oleh komponen antibakteri dari ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol yang berakibat terganggunya aktivitas maupun pertumbuhan bakteri. Hasil penelitian sebelumnya melaporkan bahwa ekstrak etilasetat dan

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4

B . cereus S. aureus S.Typhimurium

Bakteri uji

Aktivitas enzim protease

(unit/ml)

Kontrol Etilasetat Metanol

135

metanol pada konsentrasi 10 – 50% mampu menghambat pertumbuhan B. cereus, S. aureus dan S. Typhimurium baik pada fase eksponensial maupun fase stasioner. Ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol mengandung komponen fenol hidrokuinon yang dapat menyebabkan koagulasi enzim. Menurut Monsan dan Combes (1984) terganggunya enzim secara langsung berhubungan dengan perubahan struktur tersier dari molekul protein enzim. Terdapat empat jenis interaksi yang bekerjasama menstabilkan struktur tersier protein enzim ini pada posisinya pada keadaan suhu, pH dan konsentrasi ion normal, yaitu ikatan hidrogen di antara gugus R residu pada simpul yang berdekatan di dalam rantai, gaya tarik ionik di antara gugus R yang muatannya berlawanan, interaksi hidrofobik, dan jembatan kovalen. Ikatan-ikatan ini menyebabkan struktur tersier enzim melipat sedemikian rupa sehingga struktur enzim terganggu.

Minyak atsiri seperti alkaloid, steroid, saponin dan triterpenoid dapat menghambat enzim yang terlibat dalam produksi energi dan pembentukan komponen struktural, sehingga pembentukan dinding sel bakteri terganggu. Contohnya minyak atsiri alisin yang dilaporkan Conner (1993), diketahui dapat menghambat enzim yang mempunyai peranan utama dalam metabolisme, baik enzim yang mempunyai gugus S-H maupun beberapa yang tidak memiliki gugus S-H. Enzim sulfhidril yang dapat dihambat oleh alisin adalah protein yang mempunyai komponen –SO-S, tetapi bukan dari kelompok yang mempunyai komponen –SO-, S -S atau –S-. Penghambatan terhadap enzim tersebut disebabkan oleh oksidasi gugus thiol menjadi disulfhidril pada sisi alosterik enzim, yaitu pada gugus sistein. Selain itu diketahui bahwa alisin mengganggu aliran elektron dalam sistem reduktase disulfhidril dan menghambat fungsi reduktase dengan mengoksidasi gugus sulfhidril dalam dinding sel, sehingga dapat mengakibatkan pembentukan dinding sel yang tidak sempurna pada proses pembelahan sel (Nychas 1995).

SIMPULAN

Semakin meningkat dosis MIC ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol maka tingkat kebocoran sel B. cereus, S. aureus dan S. Typhimurium juga meningkat baik pada fase eksponensial maupun fase stasioner.

Tingkat kebocoran protein sel akibat ekstrak etilasetat baik pada fase eksponensial (sel muda) maupun fase stasioner (sel tua) lebih tinggi dibandingkan dengan kebocoran asam nukleat. Ekstrak etilasetat andaliman pada dosis 2.5 MIC dapat mengganggu permeabilitas lebih tinggi pada fase stasioner B. cereus dan

S. aureus. Sebaliknya pada S. Typhimurium relatif lebih tahan terhadap ekstrak etilasetat maupun ekstrak metanol baik pada fase eksponensial maupun fase stasioner. Kemampuan ekstrak metanol menggangu permeabilitas sel lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak etilasetat pada dosis MIC yang sama pada fase eksponensial maupun fase stasioner.

Ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol andaliman dapat menurunkan aktivitas enzim protease dari S. aureus dan S. Typhimurium hingga 50%, sedangkan pada B. cereus penurunnannya lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Bergmeyer HV, Grassl M dan Walter HE. 1983. Enzymes. Di dalam: Bergmeyer HV dan Grassl M, editor. Methods of Enzymatic Analysis. Vol II. Verlag Chemie. Weinheim.

Best GK. 1999. Antibacterial Chemotheraphy.

http://pharminto.com/publ/msb/newdrgs.html. [18 Agustus 1999]

Bunduki MMC, Flanders KJ and Donelly CW. 1995. Metabolic and structural sites of damage in heat and sanitizer-injured populations of Listeria monocytogenes. J Food Prot 58: 410-415

Chaia AP, Strasser de Saad AM, Pesce de Ruiz HAA dan Oliver G. 1994. Proton ATP-ase activity in cells of Lactobacilli grown in the presence of propionate. J of Appl Bacteriol. 77:37-41.

Conner DE. 1993. Naturally occuring compounds. Di dalam: Davidson PM and Brannen AL. Antimicrobials in Foods. 2nd eds. Marcel Dekker Inc. New York.

Davidson PM dan Brannen AL. 1993. Antimicrobials in Food. Marcel Dekker Inc., New York.

Degre R dan Sylvestre M. 1983. Effect of butylated hydro xyanisole on the cytoplasmic membrane of Staphylococcus aureus Wood 46. J Food Prot

137

Friedman M, Henika PR, Mandrell RE. 2003. Antibacterial activities of phenolic benzaldehydes and benzoic acids against Campylobacter jejuni,

Escherichia coli, Listeria monocytogenes and Salmonella enterica.J Food Prot 66 (10): 1811 -1821.

Gilbert P. 1984. The revival of micro -organisms sublethally injured by chemical inhibitors.. Di dalam: Andrew MJE dan Russel AD, editor. The Revival of Injured Microbes. Academic Press.

Ingram LO. 1981. Mechanisms of lysis of E. coli by ethanol and other chaotropoc agents. J Bacteriol 146 (1): 331 -335

Kim JM, Marshal MR, Cornell JA, Boston JF dan Wei CI. 1995. Antibacterial activity of carvacrol, citral and geraniols against Salmonella typhimurium

in culture medium and fish cubes. J Food Sci 60 (6): 1365-1368

Moat AG, Foster JW, dan Spector MP. 2002. Microbial Physiology. Ed ke-4d. New York: Wiley-Liss.

Monsan P dan Combess D. 1984. Stabilization of enzyme activity. The Proceedings of Biotechnology ’84 Europe 1984. Online Publ. Ltd. London.

Nychas GJE.1995. Natural antimicrobials from plants. Di Dalam: Gould GW. (Eds). New Methods of Food Preservation. Blackie Academic and Profesional. London.

Park SJ, Park HW dan Park J. 2003. Inactivation kinetics of food poisoning microorganisms by carbon dioxide and high hydrostatic pressure. J Food Sci 68 (3):976 -981.

Rawel HM, Kroll J dan Hohl U. 2001. Model studies of reactions of plant phenols with whey proteins. Nahrung 45: 72-81.

Rohn S, Rawel HM dan Kroll J. 2002. Inhibitory effects of plant phenols on the activity of selected enzymes. J Agric Food Chem 50 (12): 3566 -3571. Setiabudy R. dan Gan VHS. 1995. Antimikroba. Di Dalam: Ganiswarna SG,

Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti dan Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Gaya Baru. Jakarta.

Dokumen terkait