HASIL PENELITIAN
5.2 Pengaruh Kebutuhan Masyarakat terhadap Pemanfaatan RSUD Parapat
5.2.2 Pengaruh Evaluated Need terhadap Pemanfaatan RSUD Parapat
Berdasarkan hasil uji statistik regresi logistik berganda, diketahui faktor evaluated need tentang pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap pemanfaatan RSUD Parapat oleh masyarakat. Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa kebutuhan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan tenaga kesehatan yang dipersepsikan masyarakat di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon akan menentukan apakah masyarakat memanfaatkan atau tidak memanfaatkan rumah sakit tersebut.
Gambaran kebutuhan masyarakat berdasarkan penilaian keadaan sakit melalui diagnosa petugas kesehatan (evaluated need) terhadap RSUD Parapat dapat ditunjukkan dari beberapa alasan yang dikemukakan responden sebagai berikut : a. Keterampilan, kehadiran serta rasa keperdulian/perhatian, keramahan dokter serta
penjelasan tentang penyakit pasien dirasakan responden belum sesuai dengan kebutuhan. Permasalahan tentang dokter di RSUD Parapat sebagaimana dikemukakan responden menjadi faktor penyebab masyarakat di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon kurang memanfaatkan pelayanan rumah sakit.
b. Perawat di RSUD Parapat umumnya kurang terampil, kehadirannya belum sesuai waktu kerja serta kurang rasa keperdulian/perhatian, kurang ramah serta kurang memberikan penjelasan tentang penyakit pasien. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling dekat dengan pasien serta sebagian besar waktunya di
rumah sakit dilakukan untuk memantau perkembangan proses pengobatan pasien seharusnya mempunyai perilaku yang baik, karena segala sesuatu yang dirasakan pasien sehubungan dengan penyakitnya akan disampaikan kepada perawat. Dalam kondisi demikian, masyarakat akan melihat apakah perawat di rumah sakit memperlihatkan perilaku yang sesuai dengan keinginan mereka sebagai pertimbangan untuk memanfaatkan suatu sarana pelayanan kesehatan seperti RSUD Parapat.
Hasil penelitian ini mendukung pendapat Lovelock dan Wright (2005), yang menyatakan bahwa perlu ada kesesuaian antara pelayanan medis yang diberikan dengan apa yang dibutuhkan dari waktu ke waktu. Oleh karenanya pihak rumah sakit dapat memperbaiki pelayanannya, waktu pendaftaran pasien, waktu pengobatan, waktu mengakhiri pengobatan sehingga apa yang menjadi harapan pasien akan dipenuhi. Hal ini dapat dimaklumi karena karakteristik orang berobat berbeda dengan orang sehat. Orang sakit memerlukan layanan yang serba cepat dalam segala segi bentuk pelayanan, jika pelayanan lambat akan dapat menyebabkan nyawa orang melayak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa efektifitas waktu pelayanan akan menentukan loyalitas pasien dalam jangka panjang.
Sesuai penelitian Purwanto (1997), tentang analisis faktor–faktor yang berhubungan dengan keputusan memilih rawat inap di RSU Kota Semarang, menyimpulkan bahwa faktor–faktor dalam perilaku konsumen yang berhubungan dengan penggunaan rawat inap adalah keragaman atau variasi pelayanan kesehatan, personel pelayan kesehatan, atribut fisik rumah sakit dan pelayanan yang diberikan.
Demikian juga penelitian Fandani (2005) tentang hubungan antara persepsi mutu pelayanan dengan kepuasan pasien rawat jalan Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen, menyimpulkan persepsi pasien terhadap mutu pelayanan administrasi, mutu pelayanan dokter, mutu pelayanan perawat, kebersihan Puskesmas dan kelengkapan alat dan obat berhubungan dengan kepuasan pasien rawat jalan umum Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen.
Menurut Hizrani (2002) dalam penelitiannya tentang kepuasan pasien rawat inap terhadap mutu pelayanan dan hubungannya dengan minat berkunjung ulang di RS MMC di Jakarta Tahun 2002, menyimpulkan dimensi mutu pelayanan kesehatan berhubungan dengan berkunjung ulang ke rumah sakit.
Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dinyatakan dalam dua kategori yaitu kebutuhan yang dirasakan dan kebutuhan yang tidak dirasakan. Meski tidak semuanya, kebutuhan yang dirasakan diterjemahkan sebagai permintaan. Sebagian besar kebutuhan yang tidak dirasakan dapat menjadi kebutuhan yang dirasakan. Sebaliknya dapat terjadi permintaan yang sebenarnya tidak dibutuhkan, dan petugas kesehatan harus mengurangi kategori permintaan yang tidak dibutuhkan.
Cara masyarakat memenuhi kebutuhannya tidak selalu sesuai dengan langkah memenuhi kebutuhannya. Masyarakat menempatkan pengobatan anak waktu sakit pada tingkat prioritas tinggi atau sangat dibutuhkan. Faktor yang mempengaruhi masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan tergantung pada pengetahuan apa yang ditawarkan dalam pelayanan, bagaimana, kapan, oleh siapa dan dengan biaya berapa pelayanan kesehatan dapat diperoleh. Jadi pemanfaatan pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh permintaan, sikap dan pengalaman mereka. Permintaan akan pemeriksaan dan pengobatan sangat tergantung pada konsep masyarakat tentang proses penyakit, berat dan prognosisnya.
Penyelenggara pelayanan kesehatan harus memahami konsep-konsep masyarakat tentang kesehatan dan penyakit yang dapat termasuk kategori sindroma yang dapat diterima secara ilmiah maupun sindroma tanpa ekuivalen dalam arti ilmiah. Informasi ini dapat diperoleh dari uraian seseorang tentang gejala penyakitnya atau diskusi dengan penyedia pelayanan, sehingga diperoleh pemahaman tentang permintaan dan kebutuhan pelayanan kesehatan yang dirasakan masyarakat.
Menurut Bennet (1987) keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan merupakan kombinasi dari kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan kesehatan, konsumen sering tergantung kepada informasi yang disediakan oleh institusi pelayanan kesehatan ditambah dengan preferensinya. Faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain adalah pendapatan, harga, lokasi dan mutu pelayanan.
Kroeger dalam Purwanto (1994) menyatakan bahwa untuk tujuan perbaikan pelayanan kesehatan, maka dari sekian variabel yang ada perlu memfokuskan perhatian pada variabel tertentu sehingga variabel yang penting untuk penggunaan pelayanan kesehatan dapat diketahui. Kroeger membuat model sederhana dan merupakan model yang diadaptasi untuk dipakai di negara berkembang yang terkenal dengan banyak macam pelayanan kesehatan (medical pluralism). Metode ini menggambarkan penggunaan pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh persepsi
terhadap keuntungan dari tindakan pencarian pengobatan dan persepsi atas hambatan untuk melakukan tindakan.
Pemanfaatan RSUD Parapat yang rendah oleh masyarakat di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon akibat kurangnya kepercayaan terhadap rumah sakit serta tidak sesuainya pelayanan yang diberikan dengan kebutuhan masyarakat dapat dilakukan perbaikan dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
a. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Pemerintah telah bersungguh-sungguh dan terus-menerus berupaya untuk meningkatkan mutu pelayanan baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi. Peran tersebut pada dewasa ini semakin dituntut akibat adanya perubahan-perubahan epidemiologik penyakit, perubahan struktur organisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan sosio-ekonomi masyarakat dan pelayanan yang lebih efektif, ramah dan sanggup memenuhi kebutuhan mereka.
b. Era reformasi, telah membawa perubahan yang mendasar dalam berbagai bidang kehidupan termasuk masalah pelayanan kesehatan. Salah satu perubahan yang mendasar dalam berbagai bidang kehidupan termasuk masalah pelayanan kesehatan. Salah satu perubahan mendasar yang sedang digulirkan saat ini adalah manajemen negara yaitu dari manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis daerah secara resmi perubahan manajemen ini diwujudkan dalam bentuk sistem oronomi daerah. Konsekuensi logis dari sistem otonomi daerah tersebut
adalah bahwa efektivitas pelayanan kesehatan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi sesuai dengan peraturan tersebut maka disusunlah tugas pokok dan fungsinya yakni; (1) menyelenggarakan, melaksanakan pelayanan kesehatan meliputi promotif, pemulihan rehabilitasi. (2) penyelenggaraan pelayanan medik, penyelenggaraan sistem rujukan, penyelenggaraan pelayanan penunjang dan non medik, penyelenggaraan pelayanan asuhan keperawatan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan.
c. Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat banyak hal yang perlu diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dianggap mempunyai peranan yang cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Sesuai dengan peraturan Undang-Undang No. 46 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka pelayanan harus memenuhi berbagai syarat diantaranya; tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan bermutu.
d. Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu tolak ukur kepuasan yang berefek terhadap keinginan pasien untuk kembali kepada institusi yang memberikan pelayanan kesehatan yang efektif. Untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien sehingga dapat memperoleh kepuasan yang ada pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan pada rumah sakit melalui pelayanan prima. Melalui pelayanan prima, rumah sakit diharapkan akan menghasilkan keunggulan kompetitif (competitive advantage) dengan pelayanan bermutu, efisien, inovatif
dan menghasilkan sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan pasien. Bentuk pelayanan yang efektif antara pasien dan pemberi pelayanan (provider) disadari sering terjadi perbedaan persepsi. Pasien mengartikan pelayanan yang bermutu dan efektif jika pelayanannya nyaman, menyenangkan dan petugasnya ramah yang mana secara keseluruhan memberikan kesan kepuasan terhadap pasien. Sedangkan provider mengartikan pelayanan yang bermutu dan efesien jika pelayanan sesuai dengan standar pemerintah. Adanya perbedaan persepsi tersebut sering menyebabkan keluhan terhadap pelayanan. Adapun kondisi yang menunjukkan masalah mutu dan keefektifan yang ada di rumah sakit yakni adanya keluhan yang sering terdengar dari pihak pemakai layanan kesehatan yang biasanya menjadi sasaran ialah sikap dan tindakan dokter atau perawat, sikap petugas administrasi, selain itu juga tentang sarana yang kurang memadai, kelambatan pelayanan, persediaan obat, tarif pelayanan kesehatan, peralatan medis dan lain-lain.
Rendahnya pemanfaatan RSUD Parapat sebagai dampak dari faktor rendahnya kepercayaan (pengetahuan, sikap dan persepsi) serta kebutuhan (perceived need dan evaluated need) juga terkait dengan karakteristik budaya lokal pada masyarakat Simalungun sebagai penduduk mayoritas di Kecamatan Simpang Sipangan Bolon. Secara umum masyarakat Simalungun memiliki budaya dan karakter yang teguh memegang adat istiadat dan budaya yang berlaku di masyarakat, hal ini sesuai dengan semboyan “Habonaran Do Bona” yang berarti bahwa “Kebenaran adalah di atas segala-galanya”.
Berdasarkan semboyan tersebut dapat digambarkan bahwa masyarakat Simalungun dalam menjalani hidup bermasyarakat termasuk dalam sistem pelayanan kesehatan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat senantiasa mengharapkan sesuatu yang dapat dipercaya dan sesuai dengan kebutuhannya. RSUD Parapat sebagai sarana pelayanan umum bagi masyarakat akan dimanfaatkan jika memberikan pelayanan dengan benar sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan.