• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.3.1 Pengaruh Penyediaan Air Bersih terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita

Berdasarkan nilai Exp (B) atau OR (Odds Ratio) variabel air bersih, dapat disimpulkan bahwa ibu tidak menggunakan air bersih juga memiliki peluang sebesar 21,332 kali lebih besar memiliki balita dengan angka kejadian diare lebih tinggi, dibandingkan dengan ibu yang menggunakan sumber air yang bersih.

Hasil penelitian bivariat sebelumnya menunjukkan bahwa variabel faktor lingkungan yang memiliki hubungan bermakna terhadap angka kejadian diare adalah ketersediaan air bersih dengan nilai p value yang didapatkan menggunakan pengujian chi square adalah sebesar <0,0001. Variabel ketersediaan air bersih tersebut memiliki hubungan yang bermakna terhadap angka kejadian diare dikarenakan nilai p valuevariabel tersebut berada di bawah 0,05 yang artinya “Ho ditolak” sehingga didapatkan kesimpulan adanya hubungan yang bermakna antara ketersediaan air bersih terhadap angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Beberapa variabel yang tergolong dalam faktor lingkungan dalam penelitian ini meliputi ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, serta tempat sampah yang memenuhi syarat, kemudian variabel-variabel tersebut dihubungkan terhadap angka kejadian diare pada balita yang berada di daerah Banda Sakti Kota

Lhokseumawe pada tahun 2015. Keseluruhan variabel tersebut merupakan variabel bebas yang dihubungkan dengan variabel terikatnya yaitu angka kejadian diare pada balita. Pengujian analisis bivariat dilakukan pada masing-masing variabel tersebut menggunakan uji chi square atau pada uji alternatifnya yaitu

fixher exact test.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe, didapatkan hasil bahwa secara umum air bersih yang tersedia di Banda Sakti Kota Lhokseumawe telah memenuhi syarat yakni banyaknya responden yang mengaku air bersih yang tersedia dilingkungan rumahnya telah memenuhi syarat.

Berdasarkan faktor lingkungannya, dari observasi serta wawancara yang dilakukan peneliti, terdapat sumber-sumber air yang digunakan oleh masyarakat daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe yang berasal dari sumur, dengan keadaaan sumur yang banyak mengalami keretakan serta jarak sumur yang sangat dekat dengan sumber pencemar seperti jamban dan tempat pembuangan sampah yaitu dengan jarak yang kurang dari 10 meter.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492 / MENKES / PER / IV / 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum menetapkan bahwa kualitas air harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi, dan radioaktif. Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Air minum seharusnya tidak

mengandung kuman pathogen yang dapat membahayakan manusia (Slamet, 2009).

5.3.2 Pengaruh Ketersediaan Jamban terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita

Dilihat berdasarkan hubungan antara jamban dan angka kejadian diare pada balita, ditemukan adanya hubungan yang erat antara keduanya. Pada pengujian bivariat menggunakan chi square, hasil menunjukkan nilai P.value

sebesar 0,005 > 0,05, sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan Jamban terhadap Angka Kejadian Diare di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Namun pada pengujian multivariat, sama halnya dengan pendidikan dan sikap responden, variabel jamban juga dikeluarkan secara bertahap oleh komputer, hal ini menunjukkan bahwa variabel ketersediaan jamban hanya menjadi variabel pengganggu dalam hal ini, dikarenakan adanya variabel lain yang lebih berpengaruh pada angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Pada umumnya jamban yang tersedia di Banda Sakti Kota Lhokseumawe banyak yang tidak memenuhi syarat. Selama ini responden menggunakan jamban yang tergolong kedalam jamban yang tidak memenuhi syarat. Perbandingan tingginya angka kejadian diare balita pada jamban yang tidak memenuhi syarat sangat signifikan dibandingkan dengan jamban yang memenuhi syarat. Setidaknya lebih dari setengah total responden yang diteliti memiliki angka kejadian diare

yang tinggi pada balitanya serta menggunakan jamban yang belum memenuhi syarat pakai.

Sedangkan keadaan jamban yang banyak digunakan masyarakat setempat juga masih banyak yang belum memenuhi syarat dikarenakan keadaan balita didaerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe juga masih banyak yang belum memanfaatkan jamban secara baik, kebanyakan responden mengaku bahwa balitanya masih banyak yang menggunakan pampers, dan cara pengelolahan limbah pampers juga masih belum tepat.

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare (Depkes RI, 2005).

Sehubungan dengan pembahasan pada sub bab sebelumnya mengenai tingkat pendapatan keluarga. Apabila tingkat pendapatan baik, maka fasilitas kesehatan mereka khususnya didalam rumahnya akan terjamin misalnya dalam penyediaan air bersih, penyediaan jamban sendiri, atau jika mempunyai ternak akan dibuatkan kandang yang baik dan terjaga kebersihannya. Sehingga tingkat kesehatan secara tidak langsung juga akan meningkat seiring dengan tingginya status ekonomi keluarga.

Pembuangan tinja manusia yang terinfeksi yang dilaksanakan secara tidak layak tanpa memenuhi persyaratan sanitasi dapat menyebabkan terjadinya

pencemaran tanah dan sumber–sumber penyediaan air. Disamping itu serangga-serangga seperti lalat dapat menyebarkan tinja dan kadang–kadang menimbulkan bau yang tidak dapat ditolerir (Priyoto, 2015).

5.3.3 Pengaruh Tempat Pembuangan Sampah terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita

Pada pengujian chi square antara ketersediaan tempat sampah dan angka kejadian diare tidak ditemukan keeratan hubungan antara keduanya. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya nilai p value yang lebih dari 0,05. Artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan tempat sampah dan kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Sehingga variabel tempat sampah tidak dapat dilanjutkan ke pengujian multivariat.

Selain air bersih dan jamban, ketersediaan tempat sampah juga dipertimbangkan dalam penelitian ini, dimana didapatkan bahwa hampir seluruh responden masih menggunakan tempat sampah yang belum memenuhi standar yang telah ditetapkan pemerintah.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mafazah (2013) dengan judul penelitian “Ketersediaan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygieneibu Dan Kejadian Diare” yang memperoleh hasil penelitian sebagai berikut bahwa “variabel yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Purwoharjo Kabupaten Pemalang adalah ketersediaan sarana air bersih (p=0,001), ketersediaan sarana pembuangan tinja (p=0,002), ketersediaan sarana tempat pembuangan sampah (p=0,001), ketersediaan sarana pembuangan air limbah (p=0,001) dan personal hygiene ibu (p=0,001).

Tidak adanya hubungan antara tempat sampah dengan angka kejadian diare, peneliti berpendapat bahwa hal tersebut dimungkinkan karena adanya faktor-faktor lain yang lebih dominan terhadap tingginya angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Selain itu, menurut hasil penelitian serta pengamatan peneliti, pada umumnya penduduk daerah setempat tidak menggunakan tempat sampah yang memenuhi syarat pakai namun sebagian besar dari penduduk tersebut mengelola sampah dengan cara dibakar, sehingga tidak banyak ditemukannya tumpukan sampah didaerah tersebut yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan bakteri penyebab diare pada balita. Oleh karenanya tempat sampah bukan menjadi hal pemicu tingginya angka kejadian diare di daerah tersebut.

1. Ada pengaruh tingkat pengetahuan responden tentang diare pada balita terhadap angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

2. Ada pengaruh ketersediaan air bersih terhadap angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

3. Variabel yang berpengaruh terhadap angka kejadian diare adalah variabel ketersediaan air bersih.

4. Ketersediaan jamban dan air bersih yang tersedia di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe masih banyak yang belum memenuhi syarat.

6.2 Saran

1. Melakukan berbagai upaya promosi kesehatan kepada ibu yang memiliki balita seperti melakukan penyuluhan tentang pentingnya pencegahan diare bagi balita yang dapat dilakukan diberbagai puskesmas terutama puskesmas yang berada di daerah Banda Sakti kota Lhokseumawe.

2. Bagi Dinas Kesehatan dan Dinas Kebersihan Kota Lhokseumawe, diharapkan agar lebih memperhatikan lingkungan masyarakat yang tinggal di daerah Kota Lhokseumawe terutama masalah ketersediaan air bersih dan jamban di daerah tersebut.

3. Ibu tetap menjaga kebersihan lingkungannya, dimulai dari kebersihan lingkungan rumah sendiri.

Dokumen terkait