• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Lingkungan dan Karakteristik Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Faktor Lingkungan dan Karakteristik Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015 Chapter III VI"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survey dengan tipe explanatory research, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat (Siswanto, dkk

2015).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Alasan pemilihan lokasi dikarenakan jumlah kasus diare yang tertinggi ada di kecamatan tersebut.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2016. 3.3 Populasi dan Sampel

(2)

menghitung terlebih dahulu jumlah subjek dalam populasi yang akan dipilih sampelnya (Siswanto,dkk, 2015).

dengan menggunakan rumus :

Dimana :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d2 = Presisi yang ditetapkan (0,01) maka :

n = 98.14 = 98 Sampel sebanyak 100 orang

Tabel 3.1 Pembagian Sampel Berdasarkan Desa Di Kecamatan Banda Sakti

NO NAMA DESA ∑ IBU ∑ SAMPEL

1 MON GEUDONG 271 5

2 KEUDE ACEH 150 3

3 PUSONG LAMA 166 3

4 PUSONG BARU 160 3

5 LHOKSEUMAWE 50 2

6 SIMPANG EMPAT 166 3

7 LANCANG GARAM 89 2

(3)

9 TUMPOK TEUNGOH 1203 22

10 KUTA BLANG 250 5

11 UTEUN BAYI 119 2

12 BANDA MASEM 125 2

13 UJONG BLANG 339 6

14 ULEE JALAN 261 5

15 HAGU BARAT LAUT 200 4

16 HAGU TEUNGOH 340 6

17 HAGU SELATAN 211 2

18 KAMPUNG JAWA LAMA 1066 20

TOTAL 5286 100

3.4 Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer

Untuk pengumpulan data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada responden yang telah dipersiapkan sebelumnya.

2. Data Sekunder

(4)

3.5 Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Independen 3.5.1.1 Karakteristik Responden

1. Umur adalah usia responden saat penelitian berdasarkan ulang tahun terakhir. Di kategorikan ≥ 20 tahun.

2. Status pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan responden secara tetap untuk menghasilkan pendapatan. Di kategorikan atas :

1) PNS/Pensiunan/ABRI 2) Wiraswasta

3) Karyawan Swasta 4) Petani

5) Ibu Rumah Tangga 6) Buruh

3. Pendapatan adalah jumlah penghasilan responden yang diperoleh responden (dalam nilai rupiah) dalam satu bulan. Pendapatan diukur memakai skala ordinal dan berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh sesuai Peraturan Gubernur Aceh Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi Aceh Tahun 2016 yaitu sebesar Rp.2.118.500,- per bulan. Pendapatan dibagi atas 2 (dua) bagian yaitu :

1) < Rp.2.118.500,- 2) ≥ Rp.2.118.500,-

(5)

tahun 1999, pengukuran tingkat pendidikan formal digolongkan menjadi 4 yaitu:

1. Tingkat pendidikan sangat tinggi yaitu Perguruan Tinggi 2. Tingkat pendidikan tinggi yaitu pendidikan SLTA/sederajat 3. Tingkat pendidikan sedang yaitu SMP/sederajat

4. Tingkat pendidikan rendah yaitu pendidikan SD/sederajat.

Dalam penelitian ini, dari 4 kategori tersebut, peneliti menggolongkan tingkat pendidikan ke dalam 2 kategori saja, yaitu dikategorikan atas :

1) Pendidikan tinggi yang merupakan gabungan pendidikan setingkat SLTA/sederajat dan Perguruan Tinggi

2) Pendidikan rendah yang merupakan gabungan pendidikan setingkat SMP/sederajat dan SD/sederajat.

5. Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh responden sehubungan dengan kejadian diare. Di kategorikan atas :

1) Baik

2) Kurang Baik

6. Sikap adalah reaksi atau respon ibu terhadap pencegahan diare. Di kategorikan atas :

1) Setuju

(6)

3.5.1.2 Variabel Lingkungan

Faktor lingkungan (penyediaan air bersih, ketersediaan jamban dan tempat pembuangan sampah).

a. Penyediaan air bersih adalah penyediaan air yang digunakan untuk keperluan kehidupan sehari-hari yang memenuhi syarat kesehatan. Di kategorikan sebagai berikut :

1) Memenuhi syarat 2) Tidak memenuhi syarat

b. Ketersediaan jamban adalah kepemilikan jamban atau ada tidaknya jamban yang memenuhi syarat kesehatan untuk setiap rumah tangga. Di kategorikan sebagai berikut :

1) Memenuhi syarat 2) Tidak memenuhi syarat

c. Tempat pembuangan sampah adalah sarana yang dipergunakan untuk membuang sampah dari rumah tangga responden. Di kategorikan sebagai berikut :

1) Memenuhi syarat 2) Tidak memenuhi syarat 3.5.2 Variabel Dependen

(7)

Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (WHO, 2013).

Penyebab diare adalah terjadinya peradangan usus yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau agent penyebab penyakit diare lainnya. Penyebab lain yang dapat menimbulkan penyakit diare adalah keracunan makanan, kurang gizi, alergi makanan tertentu, kurang penyediaan air bersih serta faktor musim dan geografi tertentu. Penyebab kematian pada penyakit diare adalah kehilangan cairan secara tiba-tiba (dehidrasi).

3.6 Aspek Pengukuran

Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen

Variabel Indikator Bobot Nilai Kriteria

Skala

Ukur

Umur ≥ 20 tahun Rasio

Status Pekerjaan

1. PNS/Pensiunan/ABRI 2. Wiraswasta

3. Karyawan Swasta 4. Petani

5. Ibu Rumah Tangga 6. Buruh

(8)
(9)

Kejadian Diare

3

Ya = 2 Tidak = 1

1.Tinggi : 4-6 2.Rendah : 1-3

Ordinal

3.7 Teknik Analisa Data

(10)

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Banda Sakti adalah puskesmas induk yang terletak di jalan Teratai Putih Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Puskesmas Banda Sakti memiliki 7 puskesmas pembantu (Pustu) meliputi Pustu Kuta Blang, Pustu Banda Masen, Pustu Hagu Tengoh, Pustu Ulee Jalan, Pustu Kampung Jawa Lama, Pustu Tumpok Teungoh, dan Pustu Ujong Blang. Puskesmas Banda Sakti memiliki luas wilayah kerja sebagai berikut :

Luas Wilayah : 8,67 km (867 Ha)

Luas Bangunan : Depan 40m x 13m, belakang 18m x 6m Geografis wilayah : Dataran 25% dan pantai 75%

Jumlah Penduduk : 80.769 jiwa

Sedangkan batas wilayah kerja puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe adalah :

 Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka  Sebelah selatan berbatasan dengan Krueng Cunda  Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Muara Dua  Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Blang Mangat

(11)

1. Poli Perekam Medis 2. Poli UGD

3. Poli Umum 4. Poli Gigi 5. Poli Apotik 6. Poli Laboratorium

7. Poli Laboratorium TB Paru/ Kusta 8. Poli Usila

9. Poli Fisioterapi 10.Poli KIA 11.Poli Imunisasi 12.Poli Anak 13.Poli KB

14.Poli Gizi dan Posyandu

15.Poli Kesehatan Lingkungan dan Promkes, dan 16.Poli Administrasi

4.2 Gambaran Umum Balita

(12)

Teungoh, Kuta Blang, Uteun Bayi, Banda Masem, Ujong Blang, Ulee Jalan, Hagu Barat Laut, Hagu Teungoh, Hagu Selatan, dan Kampung Jawa Lama.

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pada umumnya ibu yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki anak dengan jumlah 3 orang anak yaitu sebanyak 42 responden (42,0%) , ibu dengan jumlah anak 2 orang ada sebanyak 40 ibu (40,0%) sedangkan yang memiliki jumlah anak sebanyak 1 orang ada sebanyak 14 ibu (14,0%), dan 4 ibu sisanya (4,0%) memiliki anak dengan jumlah 4 orang anak.

Dari 100 orang balita, sebanyak 43 bayi (43,0%) berumur 2 tahun. Sebanyak 24 bayi (24,0%) berumur 3 tahun, sedangkan bayi dengan umur 1 tahun ada sebanyak 19 bayi (19,0%), dan 14 bayi sisanya (14,0%) berumur 4 tahun. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jumlah dan Umur Balita yang Memiliki

(13)

ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, tempat sampah serta angka kejadian diare pada balita.

4.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan Responden

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada umumnya ibu yang menjadi responden dalam penelitian ini berusia pada rentang umur 31 - 40 tahun, yaitu sebanyak 51 orang (51,0%). Sebanyak 36 ibu berusia 20-30 tahun, dan 13 ibu sisanya berusia ≥41 tahun.

Berdasarkan pendidikan responden yang diteliti, umumnya ibu masih berpendidikan rendah yaitu pendidikan setingkat SD dan tingkat SMP sebanyak 53 ibu (53,0%). Sedangkan ibu yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi yaitu pendidikan setingkat SMA dan Perguruan Tinggi ada sebanyak 47 orang (47,0%). Berdasarkan jenis pekerjaan ibu, sebagian ibu tidak bekerja, ibu hanya bekerja mengurus rumah tangga yaitu sebanyak 46 ibu (46,0%). Sebanyak 24 ibu (24,0%) bekerja sebagai PNS. Sebanyak 23 ibu (23,0%) bekerja sebagai buruh, dan 7 ibu (7,0%) lainnya bekerja sebagai Wiraswasta.

Berdasarkan besarnya jumlah pendapatan ibu dalam satu bulan, pada umumnya ibu memiliki pendapatan dibawah <Rp.2.118.500,- yaitu ada sebanyak 66 ibu (66,0%). Sebanyak 34 ibu sisanya (34,0%) memiliki jumlah pendapatan diatasRp.2.118.500,-.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden yang Memiliki Balita yang Berada di Banda Sakti Kota Lhokseumawe

No Karakteristik Responden Jumlah %

1 Umur Ibu 20 -30 tahun 36 36,0

2 31 - 40 tahun 51 51,0

(14)

Total 100 100,0

1 Pendidikan Pendidikan Tinggi 47 47,0

2 Pendidikan Rendah 53 53,0

Total 100 100,0

1 Pekerjaan PNS/Pensiunan/ABRI 24 24,0

2 Wiraswasta 7 7,0

Pengetahuan responden yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi tinggi rendahnya tingkat pengetahuan responden tentang pengertian diare pada balita, penyebab dan gejala diare serta cara menangani dehidrasi pada balita yang mengalami diare yang diukur menggunakan 8 pertanyaan dalam kuesioner penelitian.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, dari 8 pertanyaan variabel pengetahuan tersebut ,pada umumnya responden menjawab pertanyaan dengan jawaban yang kurang tepat, artinya sebagian besar responden banyak yang tidak tahu akan bahaya diare pada balita. Seperti sebanyak 80 ibu (80,0%) tidak mengetahui pengertian diare, kebanyakan responden tidak mengetahui arti diare pada balita, begitupun dengan penyebab diare, sebanyak 85 ibu (85,0%) tidak mengetahui penyebab diare pada balita.

(15)

yang berhubungan dengan diare. Lebih dari setengah total responden menjawab dengan jawaban yang kurang tepat yaitu sebanyak 73 ibu (73,0%).

Jika dilihat dari item pertanyaan air bersih, dehidrasi serta komposisi cairan pada balita, pada umumnya responden juga tidak mengetahui dengan tepat pengertian air bersih yaitu ada sebanyak 82 ibu (82,0%), serta responden tidak mengetahui ciri dehidrasi pada balita yaitu ada sebanyak 81 responden (81,0%). Responden juga banyak yang tidak mengetahui bagaimana komposisi cairan yang tepat untuk balita yaitu ada sebanyak 73 ibu (73,0%). Berikut merupakan distribusi frekuensi responden berdasarkan jawaban responden terhadap variabel pengetahuan yang tergambar secara rinci pada Tabel 4.3 di bawah ini:

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Responden terhadap Variabel Pengetahuan

(16)

pengetahuan responden terhadap penyakit diare pada balita umumnya masih kurang baik yaitu sebanyak 77 ibu (77,0%), sedangkan ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang diare pada balita ada sebanyak 23 orang ibu (23,0%).

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden terhadap Penyakit Diare pada Balita

No Pengetahuan Jumlah %

1 Kurang baik 77 77,0

2 Baik 23 23,0

Jumlah 100 100,0

4.3.3 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap

Sikap responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana sikap responden dalam menyikapi kejadian diare pada balita yang diukur menggunakan 8 pertanyaan dalam kuesioner penelitian.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, dari 8 pertanyaan variabel sikap tersebut ,pada umumnya responden menjawab pertanyaan dengan jawaban yang kurang tepat, artinya sebagian besar responden banyak yang memiliki sikap yang kurang baik terhadap diare pada balita.

(17)

air dapat mencegah diare, sebagian responden setuju yaitu ada sebanyak 39 responden (39,0%), sebagian lainnya menyatakan tidak setuju dengan pernyataan tersebut.

Hampir seluruh responden setuju dengan pernyataan bahwa Peralatan makanan balita harus dicuci dengan air bersih sebelum digunakan yaitu ada sebanyak 97 responden (97.0%), sedangkan untuk pernyataan yang menyebutkan bahwa ASI atau susu formula tetap diberikan saat balita diare, hampir seluruh responden menjawab tidak setuju dengan pernyataan tersebut yaitu ada sebanyak 79 ibu (79,0%). Seluruh responden yaitu 100 ibu (100,0%) setuju bahwa semua makanan harus disimpan dalam lemari atau ditutup. Sebagian besar responden kurang setuju apabila balita diberi obat saat diare yaitu sebanyak 77 ibu (77,0%), dan lebih dari setengah responden tidak setuju jika balita diberi banyak cairan untuk mencegah dehidrasi pada balita yaitu ada sebanyak 52 ibu (52,0%).

(18)
(19)

12 Mencuci botol

Variabel sikap dibagi menjadi 2 kategori yaitu sikap yang baik dan kurang baik. Berdasarkan Tabel 4.6, dapat diketahui bahwa tingkat sikap ibu terhadap penyakit diare pada balita umumnya masih kurang baik. Sebanyak 74 ibu (74,0%) memiliki sikap yang kurang baik. Sedangkan ibu yang memiliki sikap baik terhadap diare pada balita hanya ada sebanyak 26 orang ibu (26,0%).

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Responden terhadap Penyakit Diare pada Balita

No Sikap Jumlah %

1 Kurang baik 74 74,0

2 Baik 26 26,0

Jumlah 100 100,0

4.3.4 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Air Bersih

Ketersediaan air bersih dalam penelitian ini diukur menggunakan 5 pertanyaan dalam kuesioner penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, dari 5 pertanyaan variabel air bersih tersebut, pada umumnya responden menjawab pertanyaan dengan jawaban yang baik, artinya sebagian besar responden memiliki ketersediaan air bersih yang telah memenuhi syarat.

(20)

septictank sehingga tidak memenuhi syarat sumber air bersih yang baik, setidaknya ada 79 rumah (79,0%) yang memilki kondisi tersebut. Kondisi sumur telah banyak yang memiliki cincin sumur kedap air sedalam 3 meter yaitu ada sebanyak 59 sumur (59,0%) namun kondisi fisik air didalamnya masih banyak yang belum memenuhi syarat sumber air bersih yang baik yaitu sebanyak 60 sumur (60,0%). Berikut merupakan distribusi frekuensi jawaban ketersediaan Air Bersih di Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Responden terhadap Variabel Ketersediaan Air Bersih

(21)

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Ketersediaan Air Bersih di Banda Sakti Kota Lhokseumawe

No Ketersediaan Air bersih f %

1 Tidak memenuhi syarat 41 41,0

2 Memenuhi syarat 59 59,0

Jumlah 100 100,0

4.3.5 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Jamban

Ketersediaan jamban dalam penelitian ini diukur menggunakan 7 pertanyaan dalam kuesioner penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, dari 7 pertanyaan variabel jamban tersebut, pada umumnya responden menjawab pertanyaan dengan jawaban yang belum tepat, artinya sebagian besar responden memiliki ketersediaan jamban yang belum memenuhi syarat.

Berdasarkan 100 responden yang diwawancarai, sebanyak 82 responden (82,0%) memiliki jamban yang tidak memenuhi syarat. Seluruh responden memang telah memiliki jamban dirumahnya serta jenis jamban yang digunakan juga telah memenuhi syarat yaitu sebanyak 84 jamban (84,0%), namun banyak yang kondisi jambannya tidak tertutup yaitu sebanyak 81 jamban (81,0%) serta jarak jamban dengan sumber air bersih kurang memenuhi syarat, setidaknya ada 62 rumah (62,0%) yang memiliki kondisi tersebut.

(22)

distribusi frekuensi jawaban ketersediaan jamban secara rinci di Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Responden terhadap Variabel Jamban tidak memenuhi syarat.Berdasarkan Tabel 4.10, pada umunya jamban yang tersedia di Banda Sakti Kota Lhokseumawe tidak memenuhi syarat yaitu ada sebanyak 82 responden (82,0%) menggunakan jamban yang termasuk kedalam jamban yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan 18 responden lainnya (18,0%) menggunakan jamban yang telah memenuhi syarat pakai.

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Ketersediaan Jamban di Banda Sakti Kota Lhokseumawe

No Ketersediaan Jamban f %

1 Tidak memenuhi syarat 82 82,0

2 Memenuhi syarat 18 18,0

Jumlah 100 100,0

(23)

responden, dari 4 pertanyaan variabel tempat sampah tersebut, pada umumnya responden menjawab pesrtanyaan dengan jawaban yang belum tepat, artinya sebagian besar responden memiliki tempat sampah yang belum memenuhi syarat. Berdasarkan 100 responden yang diwawancarai, sebanyak 89 responden (89,0%) memiliki tempat sampah yang tidak memenuhi syarat.

Pada umumnya seluruh responden telah memiliki tempat sampah yaitu 100 responden (100,0%), Jenis tempat sampah yang digunakan responden banyak yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 89 responden (89,0%), selain itu banyaknya tempat sampah yang digunakan responden dalam keadaan tidak tertutup yaitu sebanyak 94 rumah tangga (94,0%) yang menggunakan tempat sampah tidak tertutup, serta cara pengolahan sampah yang dilakukan responden masih tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 90 responden (90.0%). Berikut merupakan distribusi frekuensi jawaban ketersediaan tempat sampah secara rinci di Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Responden terhadap Variabel Tempat Sampah

No Tempat Sampah Memenuhi

Syarat

(24)

umumnya tempat sampah yang tersedia di Banda Sakti Kota Lhokseumawe belum memenuhi syarat yaitu sebanyak 89 responden (89,0%) menggunakan tempat sampah yang tidak memenuhi syarat pakai. Sedangkan 11 responden lainnya (11,0%) menggunakan tempat sampah yang telah memenuhi syarat pakai.

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Ketersediaan Tempat Sampah di Banda Sakti Kota Lhokseumawe

4.3.7 Distribusi Frekuensi Angka Kejadian Diare pada Balita

Angka Kejadian diare diukur menggunakan 5 pertanyaan dalam kuesioner penelitian baik yang terdiri dari 3 pertanyaan tertutup dan 2 pertanyaan terbuka. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, dari 5 pertanyaan variabel angka kejadian diare, pada umumnya responden menjawab pertanyaan dengan jawaban yang belum tepat, artinya angka kejadian diare pada balita di Banda Sakti Kota Lhokseumawe tergolong tinggi.

Berdasarkan 100 responden yang diwawancarai, sebanyak 77 responden (77,0%) angka kejadian diare pada balitanya tergolong tinggi. Berikut merupakan distribusi frekuensi jawaban angka kejadian diare secara rinci di Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

(25)

3 Pernah dirawat di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut. Sebanyak 77 responden (77,0%) memiliki anak balita dengan angka kejadian diare pada balita tersebut yang tergolong dalam angka kejadian diare tinggi. Sedangkan 23 responden lainnya (23,0%) memiliki balita yang tergolong dalam angka kejadian diare yang rendah.

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Angka kejadian Diare pada balita di Banda Sakti Kota Lhokseumawe

No Angka Kejadian Diare f %

1 Rendah 23 23,0

2 Tinggi 77 77,0

Jumlah 100 100,0

Berdasarkan Tabel 4.15, pada umumnya balita memiliki riwayat penyakit diare pada 1 tahun yang lalu yaitu sebanyak 36 balita (36,0%), sebanyak 26 balita (26,0%) memiliki riwayat penyakit diare pada 6 bulan yang lalu, sebanyak 25 balita (25,0%) tidak memiliki riwayat penyakit diare, 7 balita (7,0%) memiliki riwayat penyakit diare pada 3 bulan yang lalu, 5 balita (5,0%) memiliki riwayat penyakit diare 2 bulan yang lalu, sisanya yaitu 1 orang balita (1,0%) memiliki riwayat penyakit diare 4 bulan yang lalu.

(26)

5 6 bulan yang lalu 26 26,0

6 1 tahun yang lalu 36 36,0

Jumlah 100 100,0

4.4 Analisis Bivariat

Berikut merupakan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan variabel terikat terhadap variabel bebasnya. Beberapa variabel bebas yang terlingkup dalam penelitian ini meliputi karakteristik ibu ( umur, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan, pengetahuan dan sikap), serta variabel faktor lingkungan (Ketersediaan Air bersih, Tempat Sampah dan Jamban). Sedangkan variabel yang menjadi variabel terikatnya adalah angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Pada pengujian bivariat, uji chi square

digunakan dalam penelitian ini dikarenakan jenis variabel terikat dan bebasnya merupakan jenis kategorik, dan apabila ditemukan nilai sel yang berada kurang dari 5 (expected count≤ 25%) maka dilakukan pengujian alternatif dari chi square

yaitu uji fisher exact test. Dikatakan ada hubungan yang bermakna secara statistik jika diperoleh nilai p < 0,05.

Hubungan karakteristik responden yang terlingkup dalam penelitian ini meliputi hubungan umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan dan sikap responden terhadap angka kejadian diare pada balita yang berada di Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

(27)

hubungan antara keduanya. Hal tersebut dilihat berdasarkan hasil uji chisquare

yang menunjukkan bahwa nilai p value yang lebih besar dari 0,05.

Berdasarkan Tabel 4.16, sebanyak 36 ibu (36,0%) berusia pada rentang umur 20-30 tahun, dengan perincian 8 orang ibu (8,0%) memiliki balita dengan angka kejadian diare yang rendah, 28 orang ibu (28,0%) memiliki angka kejadian diare yang tinggi pada balitanya. Sedangkan pada 51 ibu (51,0%) dengan rentang usia 31-40 tahun, 12 diantaranya (12,0%) memiliki balita dengan angka kejadian diare yang rendah, dan 39 ibu lainnya (39,0%) memiliki balita dengan angka kejadian diare yang tinggi. Sebanyak 13 ibu sisanya (13,0%0 berusia ≥41 tahun dengan rincian 3 orang (3,0%) memiliki balita dengan angka kejadian diare yang rendah, dan 10 ibu sisanya (10,0%) memiliki balita dengan angka kejadian diare yang dialaminya merupakan angka kejadian diare yang tergolong tinggi.

Pada pengujian bivariat menggunakan chi square yang menunjukkan nilai

P.value sebesar 0,990>0,05, sehingga Ho diterima, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara Umur Ibu dengan Angka Kejadian Diare pada Balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Tabel 4.16 Hubungan Umur Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita di Daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

Umur

Kejadian Diare

Jumlah p.value

Rendah Tinggi

f % f % f %

20-30 tahun 8 8,0 28 28,0 36 36,0

0,990

31-40 tahun 12 12,0 39 39,0 51 51,0

≥41 tahun 3 3,0 10 10,0 13 13,0

(28)

4.4.2 Hubungan Pendidikan dengan Angka Kejadian Diare pada Balita Berdasarkan hubungan pendidikan dengan angka kejadian diare pada balita, banyak dari responden yang berpendidikan rendah yakni setingkat SD dan SMP, angka kejadian diare juga banyak ditemukan pada ibu dengan pendidikan yang rendah. Jika dilihat berdasarkan keeratan hubungan antara keduanya yaitu pendidikan ibu dan diare pada balita, terdapat hubungan antara keduanya.

Berdasarkan Tabel 4.17, sebanyak 47 responden (47,0%) berpendidikan tinggi. Sebanyak 15 responden (15,0%) diantaranya memiliki balita dengan angka kejadian diare yang rendah, dan 32 responden sisanya (32,0%) memiliki balita dengan angka kejadian diare yang tinggi. Sebanyak 53 ibu (53,0%) tergolong kedalam pendidikan yang rendah. Dengan rincian sebanyak 8 orang diantaranya (8,0%) memiliki balita dengan angka kejadian diare yang rendah, dan 45 orang sisanya (45,0%) memiliki angka kejadian diare yang tinggi pada balitanya.

Pada pengujian bivariat menggunakan chi square, hasil menunjukkan nilai

P.value sebesar 0,046 < 0,05, sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna antara Pendidikan Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

(29)

4.4.3 Hubungan Pekerjaan dengan Angka Kejadian Diare pada Balita Kebanyakan ibu tidak bekerja atau hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga, kejadian diare pada balita juga banyak ditemukan pada ibu dengan kalangan tersebut. Diurutan kedua kejadian diare tertinggi pada balita banyak ditemukan terjadi pada ibu yang berstatus PNS/Pensiunan/ABRI. Beberapa terjadi juga pada ibu yang berstatus buruh dan paling sedikit terjadi pada ibu yang berwiraswasta. Dilihat berdasarkan keeratan hubungan antara pekerjaan dan diare pada balita, tidak ditemukan hubungan yang erat diantara keduanya.

(30)

Pada pengujian bivariat menggunakan chi square, hasil menunjukkan nilai

P.value sebesar 0,543 > 0,05, sehingga Ho diterima, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara Pekerjaan Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Tabel 4.18 Hubungan Pekerjaan Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita di Daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

Pekerjaan

4.4.4 Hubungan Pendapatan dengan Angka Kejadian Diare pada Balita

Dilihat berdasarkan pendapatan perbulan ibu, kejadian diare pada balita banyak terjadi pada ibu yang memiliki pendapatan bulanan lebih kecil. Namun pada kalangan ibu yang pendapatannya lebih besar juga ditemukan angka kejadian diare yang tinggi pada balitanya. Jika dinilai berdasarkan keeratan hubungan antara keduanya yaitu antara pendapatan dan kejadian diare pada balita, tidak ditemukan hubungan yang erat antara keduanya.

(31)

ibu (34,0%) memiliki pendapatan bulanan sebesar ≥Rp.2.118.500,-. Dengan rincian 8 orang ibu (8,0%) memiliki balita dengan angka kejadian diare yang rendah, dan 26 ibu lainnya (26,0%) memiliki balita dengan angka kejadian diare yang tinggi.

Pada pengujian bivariat menggunakan chi square, hasil menunjukkan nilai

P.value sebesar 0,928 > 0,05, sehingga Ho diterima, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara Pendapatan Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Tabel 4.19 Hubungan Pendapatan Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita di Daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun

4.4.5 Hubungan Pengetahuan dengan Angka Kejadian Diare pada Balita

Kejadian diare pada balita dilihat dari segi pengetahuan ibu, ditemukan tingginya angka kejadian diare balita pada ibu yang berpengetahuan kurang baik, sedangkan kejadian diare balita pada ibu yang berpengetahuan baik, tidak banyak ditemukan.Berdasarkan keeratan hubungan antara keduanya yaitu pengetahuan dan angka kejadian diare pada balita, ditemukan adanya hubungan yang sangat kuat antara keduanya.

(32)

(13,0%) memiliki angka kejadian diare yang rendah pada balitanya. Sedangkan 66 ibu lainnya (66,0%) memiliki angka kejadian diare yang tinggi pada balitanya. Sebanyak 21 ibu (21,0%) memiliki pengetahuan yang baik terhadap diare pada balita. Sebanyak 10 orang diantaranya (10,0%) memiliki angka kejadian diare yang rendah pada balitanya, dan 11 ibu lainnya (11,0%) memiliki angka kejadain diare yang tinggi pada balitanya.

Pada pengujian bivariat menggunakan chi square, didapatkan nilai

expected count yang kurang dari 5 sebanyak 1 cell (25,0%) sehingga digunakan uji alternatifnya yaitu fisher exact test dengan nilai P.value sebesar 0,007<0,05, sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan antara Pengetahuan Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Tabel 4.20 Hubungan Pengetahuan Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita di Daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun

4.4.6 Hubungan Sikap dengan Angka Kejadian Diare pada Balita

(33)

yang memiliki angka kejadian diare tinggi, namun perbedaannya tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan rendah.Dilihat berdasarkan keeratan hubungan antara sikap dan diare pada balita, terdapat hubungan yang kuat antara keduanya.

Berdasarkan Tabel 4.21, sebanyak 74 ibu (74,0%) memiliki sikap yang kurang baik terhadap diare yang terjadi pada balita. Dengan rincian 12 ibu diantaranya (12,0%) memiliki angka kejadian diare yang rendah. Dan 62 ibu lainnya (62,0%) memiliki angka kejadian diare yang tinggi pada balitanya. Sebanyak 26 orang ibu (26,0%) tergolong kedalam ibu yang memiliki sikap baik terhadap diare yang terjadi pada balitanya. Dengan rincian 11 ibu diantaranya (11,0%) memiliki angka kejadian diare yang rendah pada balitanya, dan 15 ibu lainnya (15,0%) memiliki angka kejadian diare yang tinggi pada balitanya.

Pada pengujian bivariat menggunakan chi square, hasil menunjukkan nilai

P.value sebesar 0,007 < 0,05, sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan antara Sikap Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Blita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Tabel 4.21 Hubungan Sikap Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita di Daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

Sikap

Kejadian Diare

Jumlah

p.value

Rendah Tinggi

f % f % f %

Kurang baik 12 12,0 62 62,0 74 74,0

0,007

Baik 11 11,0 15 15,0 26 26,0

(34)

4.4.7 Hubungan Ketersediaan Air Bersih terhadap Angka kejadian Diare Pada Balita

Kejadian diare pada balita dilihat berdasarkan ketersediaan air bersih, banyak diantara responden yang memiliki balita dengan angka kejadian diarenya tinggi, hal tersebut terjadi pada ibu yang memiliki sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat pakai. Kejadian diare juga tinggi terjadi pada ibu yang memiliki sumber air bersih yang memenuhi syarat, namun perbandingan antara ibu yang memiki sumber air bersih memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat sangat signifikan. Angka kejadian diare lebih banyak ditemukan pada ibu yang menggunakan sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat. Hubungan antara keduanya yaitu sumber air bersih dan kejadian diare pada balita juga ditemukan sangat erat.

Berdasarkan Tabel 4.22, sebanyak 41 responden (41,0%) ibu menggunakan air bersih yang tidak memenuhi syarat. Dengan rincian 1 orang ibu (1,0%) memiliki balita yang angka kejadian diarenya rendah, dan 40 ibu lainnya (40,0%) memiliki angka kejadian diare yang tinggi pada balitanya. Sebanyak 59 ibu (59,0%) menggunakan air bersih yang telah memenuhi syarat. Dengan rincian 22 ibu (22,0%) memiliki angka kejadian diare yang rendah pada balitanya, dan sebanyak 37 responden lainnya (37,0%) memiliki angka kejadian diare yang tinggi pada balitanya.

Pada pengujian bivariat menggunakan chi square, hasil menunjukkan nilai

(35)

signifikan antara ketersediaan air bersih terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Tabel 4.22 Hubungan Ketersediaan Air Bersih dengan Angka Kejadian Diare pada Balita di Daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe

4.4.8 Hubungan Ketersediaan Jamban terhadap Angka kejadian Diare pada Balita

Perbandingan tingginya angka kejadian diare balita pada jamban yang tidak memenuhi syarat sangat signifikan dibandingkan dengan jamban yang tidak memenuhi syarat. Setidaknya lebih dari setengah total responden yang diteliti memiliki angka kejadian diare yang tinggi pada balitanya serta menggunakan jamban yang belum memenuhi syarat pakai. Dilihat berdasarkan hubungan keduanya, ditemukan adanya hubungan yang erat antara keduanya.

(36)

Pada pengujian bivariat menggunakan chi square, hasil menunjukkan nilai

P.value sebesar 0,005 > 0,05, sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan Jamban terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Tabel 4.23 Hubungan Ketersediaan Jamban dengan Angka Kejadian Diare pada Balita di Daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

Jamban

4.4.9 Hubungan Ketersediaan Tempat Sampah terhadap Angka kejadian Diare pada Balita

Angka kejadian diare pada balita berdasarkan ketersediaan tempat sampah, ditemukan sangat tinggi pada ibu yang menggunakan tempat sampah yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan kejadian diare balita pada ibu yang memiliki tempat sampah memenuhi syarat tidak begitu tinggi. Adapun hubungan antara keduanya yaitu antara ketersediaan tempat sampah dan kejadian diare pada balita, tidak ditemukan hubungan yang signifikan.

(37)

angka kejadain diare yang rendah, dan 9 orang sisanya (9,0%) memiliki balita dengan angka kejadian diare yang tinggi.

Pada pengujian bivariat menggunakan chi square, ditemukan nilai expected count yang kurang dari 5 sebanyak 1 cell (25,0%) sehingga digunakan uji alternatifnya yaitu fisher exact test dengan hasil yang menunjukkan nilai P.value

sebesar P>1,000, sehingga Ho diterima, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan tempat sampah terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Tabel 4.24 Hubungan Ketersediaan Tempat Sampah dengan Angka Kejadian Diare pada Balita di Daerah Banda Sakti Kota

(38)

1. Melakukan pemilihan variabel yang berpotensi dimasukkan dalam model, yaitu : variabel dengan nilai p.value <0,25 pada analisis bivariat yaitu menggunakan uji chi square atau alternatifnya yaitu uji fisher. Berdasarkan Tabel 4.25 dapat diketahui bahwa variabel Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Ketersediaan Air Bersih dan Jamban mempunyai nilai p.value < 0,25 sehingga variabel-variabel tersebut memenuhi syarat untuk masuk kedalam model analisis multivariat

Tabel 4.25 Hasil Uji Analisis Bivariat

No Variabel Independen p.value

1 Karakteristik Ibu Umur > 1,000

7 Faktor lingkungan Ketersediaan Air Bersih <0,0001

8 Ketersedian Jamban 0,005

9 Tempat Sampah >1,000

. Berikut merupakan variabel-variabel yang masuk kedalam model analisis multivariat, dapat dilihat pada Tabel 4.26 :

Tabel 4.26 Variabel yang Masuk kedalam Model Analisis Multivariat

No Variabel Independen p.value

1 Karakteristik Ibu Pendidikan 0,046

2 Pengetahuan 0,007

3 Sikap 0,007

4 Faktor lingkungan Ketersediaan Air Bersih <0,0001

5 Jamban 0,005

(39)

Berdasarkan Tabel 4.27 dari nilai Exp (B) atau OR (Odds Ratio) dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan rendah berpeluang 3,794 kali lebih besar memiliki balita dengan angka kejadian diare lebih tinggi, dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan tinggi. Selain itu ibu yang tidak menggunakan air bersih juga memiliki peluang sebesar 21,332 kali lebih besar memiliki balita dengan angka kejadian diare lebih tinggi, dibandingkan dengan ibu yang menggunakan sumber air yang bersih.

Tabel 4.27 Hasil Uji Analisis Multivariat dengan Regresi Logistik Berganda

No Variabel B Sig Exp (B)

(OR)

95% CI for Exp (B)

1 Constan -3,971 <0,0001 0,019

2 Pengetahuan 1,334 0,024 3,794 1,195-12,049

3 Air Bersih 3,060 0,004 21,332 2,692-169,019

Selanjutnya hasil variabel yang berpengaruh dimasukkan kedalam model persamaan logistik berganda untuk mengidentifikasi variabel paling berpengaruh terhadap angka kejadian diare. Sehingga didapat nilai probabilitas Angka kejadian Diare sebagai berikut :

P =

P =

P (x = 1) =

P (x = 0) =

(40)

1. Ibu dengan tingkat pengetahuan yang kurang baik dan menggunakan air yang tidak memenuhi syarat maka akan berpeluang memiliki balita yang kebal terhadap penyakit diare sebesar 0,1850 atau sebesar 18,50%.

2. Ibu dengan tingkat pengetahuan yang baik dan menggunakan air yang

memenuhi syarat maka akan berpeluang memiliki balita yang kebal terhadap penyakit diare sebesar 0,6042 atau sebesar 60,42%.

Tabel 4.28 Probabilitas Pendidikan, Pengetahuan dan Ketersediaan Air Bersih terhadap Angka Kejadian Diare di Banda Sakti kota Lhokseumawe

No Variabel Prediktor Proporsi Persentase

1 Pengetahuan, Air Bersih kurang baik

0 0,1850 18,50%

2 Pengetahuan, Air Bersih baik

(41)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kejadian diare pada Balita yang terjadi di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015 terbilang cukup tinggi. Sebanyak 77 dari 100 balita yang diteliti termasuk kedalam kategori balita dengan angka kejadian diare yang tinggi.

Kejadian diare yang terakhir dialami balita bervariasi, ada yang 2 bulan lalu, 3 bulan lalu, 4 bulan lalu, 6 bulan lalu bahkan ada yang mengalami diare pada 1 tahun yang lalu. Ada juga beberapa balita yang sedang mengalami diare dan belum pernah memiliki riwayat penyakit diare sebelumnya.

Tingginya angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe dipengaruhi berbagai faktor. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan terutama faktor ketersediaan air bersih memiliki peran yang sangat penting dalam angka kejadian diare yang terjadi pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian diare, antara lain yang paling sering adalah : ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat, sedangkan secara klinis dapat disebabkan oleh infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologis (Kemenkes RI, 2011).

Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah

(42)

Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.

5.2 Pengaruh Karakteristik Responden terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita

5.2.1 Pengaruh Umur Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama bulan Juli 2016 pada ibu yang memiliki balita yang berada di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe, didapatkan hasil bahwa pada pengujian analisis bivariat pada masing-masing variabel tersebut menggunakan uji chi square atau pada uji alternatifnya yaitu fixher exact test, tidak ditemukan adanya hubungan umur ibu terhadap angka kejadian diare pada balita. Hal ini dikarenakan nilai uji p value

yang ditemukan pada saat pengujian chi square lebih dari 0,05 sehingga Ho gagal ditolak dan pengujian variabel umur terhadap angka kejadian diare pada balita tidak dapat dilanjutkan ke multivariat.

(43)

Karakteristik pada ibu balita berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita, dimana semakin tua umur seorang ibu maka kesiapan dalam mencegah kejadian diare akan semakin baik dan dapat berjalan dengan baik juga karena semakin lanjut umurnya maka semakin lebih bertanggung jawab (Notoatmodjo, 2003). Ketidakadaanya hubungan diantara umur dan angka kejadian diare menurut peneliti dikarenakan umur ibu tidak berpengaruh secara langsung terhadap kejadian diare, masih terdapat variabel lain yang lebih dominan berpengaruh terhadap angka kejadian diare pada balita. 5.2.2 Pengaruh Pendidikan Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada

Balita

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel karakteristik responden yang berpengaruh secara signifikan terhadap angka kejadian diare adalah pendidikan ibu dengan nilai p value yang didapatkan dengan menggunakan uji chi square adalah 0,046<0,05. Artinya Ho ditolak yang bermakna bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan responden terhadap angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2016.

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Uji yang digunakan untuk melihat hal tersebut adalah dengan menggunakan uji regresi logistik. Dimana kedua variabel baik variabel terikat maupun variabel bebasnya merupakan variabel jenis kategorik dengan variabel terikatnya jenis dikotomi.

(44)

menggunakan chi square atau uji alternatifnya yaitu fisher exact test. Variabel pendidikan ibu masuk kedalam model regresi logistik dikarenakan nilai p value

pada pengujian chi square sebelumnya kurang dari 0,05. Maka variabel pendidikan ibu dimasukkan kedalam pengujian regresi logistik. Dalam analisis multivariat digunakan metode backward LR dimana variabel dengan nilai p.value > 0,05 dikeluarkan secara bertahap (step by step) oleh komputer.

Hasil yang diperoleh setelah pengujian multivariat, didapatkan bahwa variabel pendidikan dikeluarkan oleh komputer secara bertahap. Hal ini membuktikan bahwa variabel pendidikan bukan menjadi faktor langsung penyebab tingginya angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015 meskipun dalam pengujian bivariat ditemukan hubungan antara keduanya.

Umumnya ibu juga masih berpendidikan rendah yaitu pendidikan setingkat SD dan SMP bahkan ada yang tidak tamat SD. Berdasarkan segi pendidikan, peneliti berpendapat bahwa, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi pula daya tangkap serta daya analisa seseorang tersebut sehingga memudahkan dalam memahami berbagai ilmu khususnya pengetahuan akan pentingnya kesehatan balita terutama tentang bahaya diare bagi anak.

(45)

dengan ibu dengan pendidikan formal lebih rendah, karena akan lebih mampu memahami arti dan pentingnya kesehatan (Notoatmodjo ,2003).

5.2.3 Pengaruh Pekerjaan Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita Pada pengujian bivariat menggunakan chi square, hasil menunjukkan nilai

P.value sebesar 0,543 > 0,05, sehingga Ho diterima, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara Pekerjaan Ibu terhadap Angka Kejadian Diare di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015. Sehingga pengujian ini tidak dapat dilanjutkan ke pengujian multivariat.

Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pekerjaan dan angka kejadian diare, peneliti berpendapat bahwa hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah ibu yang tidak bekerja yaitu ibu yang berstatus ibu rumah tangga. Sehingga pada umumnya balita berada dalam pengawasan penuh ibunya.

Berdasarkan jenis pekerjaan ibu, sebagian ibu tidak bekerja, ibu hanya bekerja mengurus rumah tangga. Faktor status pekerjaan memiliki peran yang perlu dipertimbangkan, hal ini dikarenakan seseorang yang sibuk bekerja memiliki waktu yang lebih sedikit bersama keluarga, sehingga secara tidak langsung ibu kurang memperhatikan kesehatan balitanya.

5.2.4 Pengaruh Pendapatan Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita

(46)

Pendapatan Ibu terhadap Angka Kejadian Diare di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015. Maka variabel pendapatan ibu tidak dapat dilanjutkan ke pengujian multivariat. Jika dinilai berdasarkan besarnya jumlah pendapatan yang diperoleh ibu dalam satu bulan, pada umumnya ibu memiliki pendapatan dibawah <Rp.2.118.500,- yaitu ada sebanyak 66 ibu (66,0%).

Tingkatan pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup juga sedikit banyaknya berpengaruh, dimana status ekonomi orang tua yang baik akan berpengaruh pada fasilitas yang diberikannya. Tingkat pendapatan akan mempengaruhi pola kebiasaan dalam menjaga kebersihan dan penanganan yang selanjutnya berperan dalam prioritas penyediaan fasilitas kesehatan. Apabila tingkat pendapatan baik, maka fasilitas kesehatan mereka khususnya didalam rumahnya akan terjamin.

Sedangkan faktor pendapatan keluarga, faktor tersebut juga tidak berpengaruh secara langsung terhadap angka kejadian diare. Peneliti beranggapan hal tersebut dikarenakan tingkatan pendapatan seseorang hanya berpengaruh secara langsung terhadap pemenuhan kebutuhan hidup, dimana status ekonomi orang tua yang baik akan berpengaruh pada fasilitas yang diberikannya. Sehingga tingkat pendapatan akan mempengaruhi pola kebiasaan dalam menjaga kebersihan dan penanganan yang selanjutnya berperan dalam prioritas penyediaan fasilitas kesehatan. Oleh karenanya pendapatan tidak memiliki hubungan langsung terhadap angka kejadian diare.

(47)

lebih berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita, sehingga faktor pendapatan kurang berperan menjadi faktor yang mempengaruhi hal tersebut.

5.2.5 Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan antara pengetahuan ibu dan angka kejadian diare. Hasil uji regresi logistik menggunakan uji regresi logistik yaitu nilai Exp (B) atau OR (Odds Ratio) yang menunjukkan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan rendah berpeluang 3,794 kali lebih besar memiliki balita dengan angka kejadian diare lebih tinggi, dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan tinggi.

Sedangkan pada pengujian bivariat sebelumnya menggunakan chi square, didapatkan nilai expected count yang kurang dari 5 sebanyak 1 cell (25,0%) sehingga digunakan uji alternatifnya yaitu fisher exact test dengan nilai P.value

untuk variabel pengetahuan adalah sebesar 0,007<0,05. Artinya Ho ditolak, ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden dan angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015. Berdasarkan tingkat pengetahuan responden, umumnya pengetahuan ibu terhadap penyakit diare pada balita masih tergolong kurang baik, hal ini dibuktikan dengan adanya 77 ibu (77,0%) yang memiliki tingkat pengetahuan kurang baik.

(48)

Penelitian lainnya yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Subakti (2013) dengan judul penelitian “ Pengaruh Pengetahuan, Perilaku Sehat dan Sanitasi Lingkungan Terhadap Kejadian Diare Akut di Kelurahan Tlogopojok dan Kelurahan Sidorukun Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik”. Hasil penelitian melalui uji regresi logistik berganda secara bersama-sama diketahui bahwa variabel yang paling berpengaruh signifikan terhadap kejadian diare akut di Kelurahan Tlogopojok adalah perilaku sehat (p=0,046) kemudian pengetahuan (p=0,003).

5.2.6 Pengaruh Sikap Ibu terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita Berdasarkan hasil penelitian, variabel sikap memiliki hubungan yang signifikan terhadap angka kejadian diare dengan nilai p value yang ditemukan sebesar 0,007 menggunakan uji chi square. Namun pada pengujian multivariat, variabel sikap dikeluarkan secara bertahap oleh komputer sama halnya dengan variabel pendidikan. Artinya variabel sikap dan pendidikan hanya merupakan variabel pengganggu dalam penelitian ini meskipun pada pengujian bivariat ditemukan keeratan hubungan antara keduanya.

Berdasarkan tingkat sikap responden, umumnya sikap ibu terhadap penyakit diare pada balita masih tergolong kurang baik, hal ini dibuktikan dengan banyaknya ditemukan ibu yang memiliki sikap kurang baik terhadap diare pada balita.

(49)

pendidikan formal lebih rendah, karena akan lebih mampu memahami arti dan pentingnya kesehatan. Sehingga ibu yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi cenderung memiliki sikap yang positif dalam hal membantu mengurangi kejadian diare pada anak balitanya.

Adanya ketiga variabel tersebut yaitu pendidikan, pengetahuan dan sikap ibu menjadi sejalan dengan ditemukannya hubungan yang signifikan terhadap tingginya angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe.

Sikap sendiri belum merupakan suatu tidakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap ibu yang negatif terhadap perilaku hidup sehat, besar kemungkinan akan menyebabkan terjadinya kesakitan diare pada balita. Pengetahuan ibu terhadap diare juga sangat penting, karena balita dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan ibu tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan lingkungan sosialnya menjadi sehat. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain. Hal yang mendukung ibu dalam menyerap pengetahuan tersebut adalah dengan tingkat pendidikan yang tinggi, karena pendidikan yang tinggi memungkinkan ibu memiliki daya analisa yang kuat terhadap berbagai pengetahuan khususnya pengetahuan akan kesehatan balitanya.

Ketiga variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan terhadap angka kejadian diare dikarenakan nilai p value ketiganya berada di bawah 0,05 yang artinya “Ho ditolak” sehingga didapatkan kesimpulan adanya hubungan

(50)

kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

5.3 Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita

5.3.1 Pengaruh Penyediaan Air Bersih terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita

Berdasarkan nilai Exp (B) atau OR (Odds Ratio) variabel air bersih, dapat disimpulkan bahwa ibu tidak menggunakan air bersih juga memiliki peluang sebesar 21,332 kali lebih besar memiliki balita dengan angka kejadian diare lebih tinggi, dibandingkan dengan ibu yang menggunakan sumber air yang bersih.

Hasil penelitian bivariat sebelumnya menunjukkan bahwa variabel faktor lingkungan yang memiliki hubungan bermakna terhadap angka kejadian diare adalah ketersediaan air bersih dengan nilai p value yang didapatkan menggunakan pengujian chi square adalah sebesar <0,0001. Variabel ketersediaan air bersih tersebut memiliki hubungan yang bermakna terhadap angka kejadian diare dikarenakan nilai p valuevariabel tersebut berada di bawah 0,05 yang artinya “Ho

ditolak” sehingga didapatkan kesimpulan adanya hubungan yang bermakna antara

ketersediaan air bersih terhadap angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

(51)

Lhokseumawe pada tahun 2015. Keseluruhan variabel tersebut merupakan variabel bebas yang dihubungkan dengan variabel terikatnya yaitu angka kejadian diare pada balita. Pengujian analisis bivariat dilakukan pada masing-masing variabel tersebut menggunakan uji chi square atau pada uji alternatifnya yaitu

fixher exact test.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe, didapatkan hasil bahwa secara umum air bersih yang tersedia di Banda Sakti Kota Lhokseumawe telah memenuhi syarat yakni banyaknya responden yang mengaku air bersih yang tersedia dilingkungan rumahnya telah memenuhi syarat.

Berdasarkan faktor lingkungannya, dari observasi serta wawancara yang dilakukan peneliti, terdapat sumber-sumber air yang digunakan oleh masyarakat daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe yang berasal dari sumur, dengan keadaaan sumur yang banyak mengalami keretakan serta jarak sumur yang sangat dekat dengan sumber pencemar seperti jamban dan tempat pembuangan sampah yaitu dengan jarak yang kurang dari 10 meter.

(52)

mengandung kuman pathogen yang dapat membahayakan manusia (Slamet, 2009).

5.3.2 Pengaruh Ketersediaan Jamban terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita

Dilihat berdasarkan hubungan antara jamban dan angka kejadian diare pada balita, ditemukan adanya hubungan yang erat antara keduanya. Pada pengujian bivariat menggunakan chi square, hasil menunjukkan nilai P.value

sebesar 0,005 > 0,05, sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan Jamban terhadap Angka Kejadian Diare di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

Namun pada pengujian multivariat, sama halnya dengan pendidikan dan sikap responden, variabel jamban juga dikeluarkan secara bertahap oleh komputer, hal ini menunjukkan bahwa variabel ketersediaan jamban hanya menjadi variabel pengganggu dalam hal ini, dikarenakan adanya variabel lain yang lebih berpengaruh pada angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

(53)

yang tinggi pada balitanya serta menggunakan jamban yang belum memenuhi syarat pakai.

Sedangkan keadaan jamban yang banyak digunakan masyarakat setempat juga masih banyak yang belum memenuhi syarat dikarenakan keadaan balita didaerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe juga masih banyak yang belum memanfaatkan jamban secara baik, kebanyakan responden mengaku bahwa balitanya masih banyak yang menggunakan pampers, dan cara pengelolahan limbah pampers juga masih belum tepat.

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare (Depkes RI, 2005).

Sehubungan dengan pembahasan pada sub bab sebelumnya mengenai tingkat pendapatan keluarga. Apabila tingkat pendapatan baik, maka fasilitas kesehatan mereka khususnya didalam rumahnya akan terjamin misalnya dalam penyediaan air bersih, penyediaan jamban sendiri, atau jika mempunyai ternak akan dibuatkan kandang yang baik dan terjaga kebersihannya. Sehingga tingkat kesehatan secara tidak langsung juga akan meningkat seiring dengan tingginya status ekonomi keluarga.

(54)

pencemaran tanah dan sumber–sumber penyediaan air. Disamping itu serangga-serangga seperti lalat dapat menyebarkan tinja dan kadang–kadang menimbulkan bau yang tidak dapat ditolerir (Priyoto, 2015).

5.3.3 Pengaruh Tempat Pembuangan Sampah terhadap Angka Kejadian Diare pada Balita

Pada pengujian chi square antara ketersediaan tempat sampah dan angka kejadian diare tidak ditemukan keeratan hubungan antara keduanya. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya nilai p value yang lebih dari 0,05. Artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan tempat sampah dan kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Sehingga variabel tempat sampah tidak dapat dilanjutkan ke pengujian multivariat.

Selain air bersih dan jamban, ketersediaan tempat sampah juga dipertimbangkan dalam penelitian ini, dimana didapatkan bahwa hampir seluruh responden masih menggunakan tempat sampah yang belum memenuhi standar yang telah ditetapkan pemerintah.

(55)
(56)

1. Ada pengaruh tingkat pengetahuan responden tentang diare pada balita terhadap angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

2. Ada pengaruh ketersediaan air bersih terhadap angka kejadian diare pada balita di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2015.

3. Variabel yang berpengaruh terhadap angka kejadian diare adalah variabel ketersediaan air bersih.

4. Ketersediaan jamban dan air bersih yang tersedia di daerah Banda Sakti Kota Lhokseumawe masih banyak yang belum memenuhi syarat.

6.2 Saran

1. Melakukan berbagai upaya promosi kesehatan kepada ibu yang memiliki balita seperti melakukan penyuluhan tentang pentingnya pencegahan diare bagi balita yang dapat dilakukan diberbagai puskesmas terutama puskesmas yang berada di daerah Banda Sakti kota Lhokseumawe.

2. Bagi Dinas Kesehatan dan Dinas Kebersihan Kota Lhokseumawe, diharapkan agar lebih memperhatikan lingkungan masyarakat yang tinggal di daerah Kota Lhokseumawe terutama masalah ketersediaan air bersih dan jamban di daerah tersebut.

Gambar

Tabel 3.1 Pembagian Sampel Berdasarkan Desa Di Kecamatan Banda Sakti
Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen
Tabel 4.1  Distribusi Frekuensi Jumlah dan Umur Balita yang Memiliki
Tabel 4.2  Distribusi Frekuensi Responden yang Memiliki Balita yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah siswa masih kesulitan mengembangkan idenya dalam bentuk karangan eksposisi, keterbatasan dalam penggunaan diksi,

(2) Pangkat awal yang ditetapkan bagi Pegawai PNS Kemhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan pangkat yang dimilikinya, sedangkan jenjang jabatan Assessor

Kata kunci : Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME), Hasil Belajar Pembelajaran matematika di kelas II bahwasanya guru jarang menggunakan pendekatan kooperatif

Target atau segmen pasar yang dituju 3.4.. Trend

Beberapa penelitian yang membahas tentang ENSO dan sistem pendukung keputusan terhadap pertanian antara lain: Maulidiyah (2014) yang menyimpulkan bahwa estimasi

Menimbang, bahwa salah satu Kuasa Hukum Penggugat yang bernama ADVOKAT II., adalah Advokat Magang/ pemegang Izin Sementara Praktek Advokat, maka ia terikat dan

locus of control internal yang tidak hanya pada peningkatan kualitas pribadi saja tetapi lebih pada perbaikan diri dan peningkatan rasa percaya diri pada kemampuan

Pada ayat di atas terdapat fi’l má ḍī ْاﻮُﺑّﺬَﻛ / każżabū / ‘mereka telah mendustakan’ berasal dari kata ُبﱢﺬَﻜُﻳ- َبﱠﺬَﻛ / każżaba - yukażżibu