• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

C. Pengujian Secara Parsial

3. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja

5.2 Pengaruh Faktor Organisasi terhadap Kinerja Perawat

Pembahasan dalam penelitian ini adalah faktor organisasi dimensi kepemimpinan, desain kerja dan insentif. Hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata

faktor organisasi 60,1 (Tabel 4.8) masih jauh dari skor teoritis 96. Hal ini menunjukkan faktor organisasi belum mendukung sepenuhnya perawat IGD untuk berforma optimal. Berdasarkan hasil uji statistik secara bivariat faktor organisasi berhubungan dengan kinerja (Tabel 4.14) dan secara multivariat menggunakan uji regresi berganda diketahui bahwa variabel faktor organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat p=<0,001<p=0,05 (Tabel 4.18). Hasil pengujian ini memberikan makna bahwa semakin baik faktor organisasi maka semakin optimal kinerja perawat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Gibson et al. (1996), yang menyatakan salah satu faktor yang memengaruhi kinerja seseorang adalah faktor organisasi (kepemimpinan, desain kerja dan insentif).

Pembahasan masing-masing indikator variabel faktor organisasi sebagai berikut:

1. Kepemimpinan

Dimensi kepemimpinan dalam penelitian ini dengan indikator (pembinaan, bimbingan dan pengawasan). Pembahasan masing-masing indikator sebagai berikut:

a. Indikator Pembinaan

Hasil penelitian tentang kepemimpinan indikator pembinaan, diketahui sebagian besar responden menyatakan setuju dan tidak setuju (Tabel 4.2) dan berdasarkan skor rata-rata 7,2 (Tabel 4.3) berbeda dengan skor teoritis 12. Hal ini memberikan gambaran bahwa perawat belum sepenuhnya dibina dengan dengan baik oleh pimpinan, sehingga secara organisasi kinerjanya belum optimal dalam memberikan asuhan keperawatan di IGD.

Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat bahwa pembinaan yang diterima sangat minim karena pimpinan sibuk dengan pekerjaannya begitu juga kepala ruangan dan koordinator perawat. Perawat bekerja apa adanya, sebenarnya perawat berharap ada pembinaan yang rutin, sehingga dapat bekerja dengan baik dalam menangani kasus-kasus kegawatdaruratan.

Hasil wawancara di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perawat merasa belum percaya diri jika kurang mendapat pembinaan dari atasannya, sehingga pekerjaan yang diembankan oleh organisasi belum dilaksanakan dengan baik untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini memberikan masukan bagi manajemen rumah sakit tentang pembinaan agar perawat dapat bekerja dengan baik dalam menangani kasus kegawatdaruratan.

Hal ini senada dengan pendapat Mas’ud, (2004), mengungkapkan bahwa sebuah organisasi peran seorang pemimpin sangat diperlukan guna mengarahkan organisasi dan juga pemberian contoh perilaku terhadap para pengikut (pegawai), peran kepemimpinan seperti pembinaan, bimbingan dan pengawasan sangat menentukan kemajuan dan kemunduran organisasi.

b. Indikator Bimbingan

Hasil penelitian tentang kepemimpinan indikator bimbingan, diketahui sebagian besar responden menyatakan tidak setuju (Tabel 4.2) ) dan berdasarkan skor rata-rata 7,0 (Tabel 4.3) berbeda dengan skor teoritis 12. Hal ini memberikan gambaran bahwa perawat belum dibimbing sepenuhnya oleh pimpinan, sehingga secara organisasi kinerjanya belum optimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat bahwa pembimbingan oleh atasan belum mendukung sepenuhnya dalam

menangani kasus-kasus kegawatdaruratan baik dari pemberian ide atau gagasan demikian juga umpan balik. Perawat hanya mendapat sekedar bimbingan, namun dalam implementasinya bekerja apa adanya.

Hasil wawancara di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perawat merasa bimbingan dari atasan belum mendukung kinerjanya, perawat merasa perlu dibimbing karena tanpa ada arahan dari atasan mereka kurang mampu melaksanakan pekerjaan, sehingga kinerja secara organisasi dalam menangani kasus-kasus kegawatdaruratan belum seperti diharapkan.

Menurut Sujak (1990) bahwa kepemimpinan harus mampu mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Kepemimpinan merupakan posisi kunci dan sebagai penyelaras dalam proses kerja sama antar manusia dalam organisasi.

c. Indikator Pengawasan

Hasil penelitian tentang kepemimpinan indikator pengawasan, diketahui sebagian besar responden menyatakan tidak setuju (Tabel 4.2) dan berdasarkan skor rata-rata 7,3 (Tabel 4.3) berbeda dengan skor teoritis 12. Hal ini memberikan gambaran bahwa perawat belum sepenuhnya mendapat pengawasan dari pimpinan, sehingga secara organisasi kinerjanya belum optimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat bahwa pengawasan oleh atasan belum sepenuhnya terlaksana akibat kesibukan dalam bekerja. Waktu berkomunikasi dengan atasan sangat singkat, sehingga kurang pengawasan dan evaluasi juga sangat jarang dilakukan dalam

menangani kasus-kasus kegawatdaruratan. Perawat juga jarang mendapat masukan atas hasil pengawasan oleh pimpinan.

Hasil wawancara di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perawat merasa pengawsan oleh atasan kurang mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan di IGD, sehingga kinerja perawat secara organisasi dalam menangani kasus-kasus kegawatdaruratan belum seperti diharapkan.

Berdasarkan kondisi di atas maka peran pemimpin sangat menentukan keberhasilan sebuah kinerja organisasi melalui setiap kegiatan yang dilakukan oleh perawatnya. Kepemimpinan yang ideal menurut Trisnantoro (2005) adalah kepemimpinan yang dapat menciptakan suasana kondusif bagi para pengikutnya.

Kepemimpinan itu sendiri akan berhasil bila seluruh perawat mau mengikuti apa yang diperintahkan oleh pemimpin itu sendiri.

2. Desain Kerja

Dimensi desain kerja dalam penelitian ini dengan indikator (kesesuaian kerja, pencatatan kegiatan dan pemenuhan tugas) pembahasan masing-masing indiaktor sebagai berikut:

a. Indikator Kesesuaian Kerja

Hasil penelitian tentang desain kerja indikator kesesuaian kerja, diketahui sebagian besar responden menyatakan tidak setuju (Tabel 4.3) dan berdasarkan skor rata-rata 7,5 (Tabel 4.5) berbeda dengan skor teoritis 12. Hal ini memberikan gambaran bahwa pekerjaan yang diberikan oleh organisasi kepada perawat di IGD belum sepenuhnya sesuai dengan tupoksi, sehingga secara organisasi kinerjanya belum optimal dalam memberikan asuhan keperawatan di IGD. Berdasarkan hasil

wawancara dengan perawat bahwa kesesuaian kerja yang dilaksanakan perawat adalah sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Tugas yang dilaksanakan oleh perawat masih ada yang belum sesuai dengan seharusnya, karena masih ada pekerjaan tambahan seperti melakukan penulisan resep dan menyapu ruangan, sehingga kondisi kerja kurang nyaman dalam menangani kasus-kasus kegawatdaruratan.

Hasil wawancara di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tugas-tugas yang diberikan belum dilaksanakan dengan baik sesuai uraian tugas yang diberikan padanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Kuswadi (2004) yang mengungkapkan bila pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan uraian tugas, berarti pekerjaan itu berhasil dilaksanakan dengan baik, bila di bawah standar uraian tugas tersebut berarti pelaksanaan pekerjaan tersebut kurang baik.

b. Indikator Pencatatan Kegiatan

Hasil penelitian tentang desain kerja indikator pencatatan kegiatan, diketahui sebagian besar responden menyatakan setuju (Tabel 4.3) dan berdasarkan skor rata-rata 7,9 (Tabel 4.5) berbeda dengan skor teoritis 12. Hal ini memberikan gambaran bahwa pekerjaan yang diberikan oleh organisasi kepada perawat di IGD dalam pencatatan kegiatan belum sepenuhnya dilaksanakan oleh perawat dengan baik dan tidak tepat waktu, sehingga secara organisasi kinerjanya belum optimal dalam memberikan asuhan keperawatan di IGD. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat bahwa pencatatan kegiatan yang dilaksanakan perawat belum sepenuhnya sesuai, hal ini terjadi karena sibuk dalam menangani kasus kegawatdaruratan yang sudah menjadi beban kerja, sehingga pencatatan kegiatan menjadi lupa dikerjakan namun tetap juga dikerjakan hari berikutnya.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI dan Universitas Indonesia (2005) tentang kajian penanggulangan penderita gawat darurat/general emergency life support (GELS) di Indonesia, menemukan bahwa 78,8

% perawat melaksanakan tugas petugas kebersihan dan 63,3 % perawat melakukan tugas administrasi di luar instalasi gawat garurat (misalnya mendaftarkan pasien ke ruangan atau ke unit penunjang seperti laboratorium). Lebih dari 90 % perawat melakukan tugas non keperawatan, seperti menetapkan diagnosis penyakit dan membuat resep obat. Hanya 50 % perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan sesuai fungsinya (Depkes RI dan Universitas Indonesia, 2005).

Hasil penelitian ini didukung penelitian Lubis (2007), yang menyimpulkan pekerjaan perawat dalam pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh kuantitas kegiatan pokok berpengaruh terhadap efektivitas pekerjaan perawat di Instalasi Rawat Inap RSU dr. Pirngadi Medan.

c. Indikator Pemenuhan Tugas

Hasil penelitian tentang desain kerja indikator pemenuhan tugas, diketahui sebagian besar responden menyatakan tidak setuju (Tabel 4.3) dan berdasarkan skor rata-rata 7,3 (Tabel 4.5) berbeda dengan skor teoritis 12. Hal ini memberikan gambaran bahwa pekerjaan yang diberikan oleh organisasi kepada perawat di IGD hanya sebatas pemenuhan tugas dan kurang bertanggungjawab, sehingga secara organisasi kinerjanya belum optimal dalam memberikan asuhan keperawatan di IGD.

Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat bahwa target kerja yang harus dicapai belum ada dalam bentuk baku dan tidak semua perawat mengetahui target kerja, hal ini terjadi karena pimpinan sibuk dengan pekerjaannya begitu juga dengan

kepala ruangan dan kepala perawatan juga sibuk dengan pkerjaannya, sehingga bekerja sebatas pemenuhan tigas.

Fenomena belum optimalnya kinerja perawat berdasarkan hasil penelitian di atas merupakan suatu masalah di dalam pengelolaan sumberdaya manusia yang harus benar-benar diperhatikan dengan serius. Perhatian yang penuh terhadap permasalahan sumber daya manusia ini sebaiknya tidak dilakukan secara sendiri-sendiri namun melibatkan aspek lainnya seperti kepemimpinan, desain kerja yang baku, dukungan organisasi dan faktor lainnya yang diperkirakan dapat mempengaruhi kinerja perwat IGD.

3. Insentif

Dimensi insentif dalam penelitian ini dengan indikator (finansial dan non finansial) pembahasan masing-masing indiaktor sebagai berikut:

a. Indikator Finansial

Hasil penelitian tentang insentif indikator insentif finansial, diketahui sebagian besar responden menyatakan tidak setuju (Tabel 4.6) dan berdasarkan skor rata-rata 11,2 (Tabel 4.7) berbeda dengan skor teoritis 16. Hal ini memberikan gambaran bahwa insentif fianasial yang diterima belum sepenuhnya mendukung kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga secara organisasi kinerjanya belum optimal dalam memberikan asuhan keperawatan di IGD.

Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat bahwa pemberian insentif belum ada aturan baku dan perawat bekerja apa adanya karena pemberian insentif baik jumlah dan jadwalnya tidak menentu, sehingga perawat bekerja apa adanya dan

mengutamakan kebutuhan rumah tangga harus dipenuhi lebih dahulu. Hal ini terkait dengan karakteristik perawat sebanyak 81,8% sudah berumah tangga (Tabel 4.1).

Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat IGD mereka menyadari bahwa sebagai pegawai sistem penggajiannya telah ditetapkan oleh pemerintah namun belum mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga melaksanakan pekerjaan apa adanya dan menyatakan tidak ada insentif yang diterima, karena pemberian asuhan keperawatan kepada pasien dianggap untuk memenuhi tugas sebagai perawat.

Faktor pemberian insentif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kinerja. Insentif merupakan pemberian penghargaan dalam bentuk materi kepada seseorang sesuai dengan prestasi kerjanya. Ketika seseorang sudah dipenuhi haknya dalam mendapatkan insentif, maka akan mendorong seseorang untuk bekerja dengan baik. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Sikumbang (2010) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, mengungkapkan bahwa pemberian insentif berpengaruh terhadap kinerja perawat dan variabel insentif memberikan pengaruh lebih besar.

b. Indikator Non Finansial

Hasil penelitian tentang insnentif indikator insentif non finansial, diketahui sebagian besar responden menyatakan tidak setuju (Tabel 4.6) dan berdasarkan skor rata-rata 4,8 (Tabel 4.7) berbeda dengan skor teoritis 8. Hal ini memberikan gambaran bahwa insnetif non finansial belum sepenuhnya direalisaaikan oleh organisasi, sehingga secara organisasi kinerjanya belum optimal dalam memberikan asuhan keperawatan di IGD. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat bahwa

pemberian insentif non finansial belum ada aturan baku. Perawat menginginkan adanya insentif tambahan berupa insentif non finansial (misalnya mendapatkan kesempatan mengikuti seminar dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi) disesuaikan dengan prestasi kerja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Gibson et al.(1996); Moorehead dan Griffin (2000); Assad (2002), menyatakan pemberian insentif sebagai sesuatu pemberian atau penghargaan yang diberikan oleh organisasi pada individu atau kelompok kerja yang menunjukkan kinerja yang baik diluar ketentuan pengupahan yang umum. Insentif lebih dikenal memiliki kaitan langsung dengan materi tetapi secara umum pemberian yang bersifat non material disebut sebagai reward.

Menurut Rahmanto (2002) masalah mendasar yang senantiasa dihadapi oleh pimpinan adalah bagaimana seorang bawahan mau berusaha mengerahkan segenap kemampuan, sesuai dengan kepentingan organisiasi. Salah satu penyelesaian terhadap masalah ini dapat dilakukan dengan menerapkan sistem penilaian kinerja (system of performance appraisal) dan menciptakan hubungan antara insentif (reward) dengan tingkat kinerja yang dicapai. Bila sistem penilaian kinerja telah sesuai dengan kenyataan sebenarnya, maka atas dasar hasil penilaian kinerja inilah dapat diberikan imbalan yang sesuai dengan tingkat kinerja masing-masing, sehingga hasil penilaian kinerja yang dicapai berhubungan dengan imbalan yang diterima.

Dokumen terkait