• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FAKTOR ORGANISASI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA T E S I S.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH FAKTOR ORGANISASI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA T E S I S."

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR ORGANISASI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA

T E S I S

Oleh

QURANAYATI 107032050/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

(2)

PENGARUH FAKTOR ORGANISASI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

QURANAYATI 107032050/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR ORGANISASI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA Nama Mahasiswa : Quranayati

Nomor Induk Mahasiswa : 107032050

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc) (Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal lulus : 13 Agustus 2012

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 13 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc Anggota : 1. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes

2. Dr. Juanita, S.E, M.Kes

3. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR ORGANISASI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2012

Quranayati 107032050/IKM

(6)

ABSTRAK

Asuhan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada penderita gawat darurat mempunyai peranan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kinerja Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa ditemukan belum optimal. Jumlah pasien yang meninggal tahun 2011, sebanyak 35%, sedangkan 65% lainnya selamat sampai keluar dari IGD dan masuk ke ruang rawat inap. Kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang belum optimal terkait dengan faktor organisasi dan motivasi.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor organisasi dan motivasi terhadap kinerja perawat di instalasi gawat darurat Rumah Sakit Umum Daerah Langsa. Jenis penelitian survei explanatory. Penelitian ini dilaksanakan bulan April sampai dengan Juni 2012. Populasi adalah seluruh perawat IGD berjumlah 33 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara dan observasi menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada pengujian α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor organisasi dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat di instalasi gawat darurat Rumah Sakit Umum Daerah Langsa. Variabel motivasi berpengaruh lebih besar terhadap kinerja perawat.

Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Langsa untuk:

(1) meningkatkan peran kepemimpinan melalui pembinaan, bimbingan, pengawasan dengan cara komunikasi dan tatap muka secara langsung sekaligus mengupayakan gaya kepemimpinan yang mampu mengakomodir berbagai karakteristik dari perawat di instatalasi gawat darurat, (2) mensosialisasikan desain kerja pada seluruh perawat di lingkungan rumah sakit, sehingga para perawat memahami secara benar mengenai kesesuaian kerja, kegiatan pencatatan, dan pemenuhan tugas yang diterapkan dan dapat dipedomani dalam menjalankan kegiatan di instalasi gawat darurat, (3) mengupayakan pemberian reward dan punishment melalui peningkatan gaji atau insentif dan pemberian penghargaan tidak hanya dalam bentuk sertifikat tetapi disesuaikan dengan kebutuhan perawat sesuai dengan kemampuan manajemen, dan (4) mengupayakan pelatihan khusus (BTCLS) bagi perawat yang bertugas di instalasi gawat darurat secara bergantian serta memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan.

Kata kunci : Faktor Organisasi, Motivasi, Kinerja Perawat

(7)

ABSTRACT

Nursing patients in the Intensive Care Unit, which plays an important role in producing health service quality at the RSUD (Regional General Hospital), Langsa, is not optimal. There were 35% of the patients died in 2011, while the rest (65%) survived and were moved to the inpatient ward. The nurses’ performance in providing the nursing, related to the organizational and motivating factors, was not optimal.

The aim of the research was to analyze the influence of organizational and motivating factors on the nurses’ performance in the Intensive Care Unit of the General Hospital, Langsa. The type of the research was an explanatory survey. It was conducted from April until June, 2012. The population was 33 nurses who were on duty in the Intensive Care Unit, and all of them were used as the samples. The data were gathered by conducting interviews and observation, using questionnaires, and analyzed by using multiple regression tests at α=0.05.

The result of the research showed that, statistically, organizational and motivating factors had significant influence on the nurses’ performance in the Intensive Care Unit of the Regional General Hospital, Langsa. The motivating variable had more significant influence on the nurses’ performance.

It is recommended that the management the Regional General Hospital, Langsa, should (1) increase supervision, guidance, and control, through communication and direct face to face conference with the nurses, and create leadership style which can accommodate various characteristics of the nurses in the Intensive Care Unit; (2) socialize job description to all nurses in the hospital so that they will understand correctly work suitability, recording, and job which is applied and guided in their tasks in the Intensive Care Unit; (3) attempt to give reward and punishment by giving the raise or incentive in not only in the form of certification but also their need, according to the management’s capability; and (4) provide special training (BTCLS) alternately to the nurses who work in the Intensive Care Unit and give them an opportunity to continue their study.

Keywords: Organizational Factor, Motivating Factor, Nurses’ Performance

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Faktor Organisasi dan Motivasi terhadap Kinerja Perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Langsa ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Dr. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Dr. Juanita, S.E, M.Kes, dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dr. Herman, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Langsa yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ayahanda H. M. Muhammad Yusuf Anzib (Alm) ; Ibunda Dra. Hj. Ayu Ningsih dan mertua Drs. H. Dabal Purba ; Hasnah Sebayang (Almh), yang sangat saya hormati dengan segala dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

9. Suami tercinta dr. H. Chidmat Ismet Noor Purba, SpB K(Onk), FINACS dan anak-anak yang saya sayangi Nur Adiba Purba dan Nur Syifa Farawahida Purba

(10)

yang telah memberikan segala perhatiannya yang begitu besar, penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do’a serta rasa cinta yang dalam, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan tesis ini.

10. Rekan-rekan mahasiswa satu almamater di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan berkat-Nya kepada kita semua.

Amin.

Medan, Agustus 2012 Penulis

Quranayati 107032050/IKM

(11)

RIWAYAT HIDUP

Quranayati, lahir pada tanggal 11 Mei 1968 di Banda Aceh, anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda H. M. Yusuf Anzib, dan Ibunda Hj. Nyima Ayu Ningsih Islamiyati.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 30 Banda Aceh, lulus Tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama di SMPN I Banda Aceh, lulus Tahun 1984, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri III Banda Aceh, lulus tahun 1987. Fakultas Kedokteran di FK UISU Medan, lulus tahun 1998. Sebagai dokter PTT tahun 1998 sampai tahun 2000 dan sebagai PNS dari tahun 2000 sampai sekarang.

Mulai bekerja sebagai dokter PTT merangkap kepala puskesmas di Puskesmas Keude Gerobak Kabupaten Aceh Timur, tahun 1998 sampai 2002, sebagai kepala puskesmas Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur, tahun 2002 sampai 2006, sebagai staf dinas kesehatan Kabupaten Aceh Timur, tahun 2007 sampai 2008, sebagai Kepala Seksi Pelayanan Medik di Rumah Sakit Rehabilitasi Medik Peurelak Kabupaten Aceh Timur, tahun 2009 sampai dengan sekarang.

Penulis menikah dengan dr. H. Chidmat Ismet Noor Purba, SpB K(Onk), FINACS 25 Oktober 1995, dikarunai 2 orang puteri; Nur Adiba Purba dan Nur Syifa Farawahida Purba.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak Tahun 2010 hingga saat ini.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii xii BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Teori Tentang Kinerja ... 10

2.1.1 Pengertian Kinerja ... 10

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 12

2.1.3 Penilaian Kinerja ... 15

2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja ... 20

2.1.5 Manfaat Penilaian Kinerja... 20

2.2 Perawat ... 21

2.2.1 Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit ... 24

2.2.2 Asuhan Keperawatan ... 25

2.2.3 Tahap-tahap Asuhan Keperawatan ... 26

2.3 Faktor Organisasi ... 31

2.3.1 Kepemimpinan ... 30

2.3.2 Desain Pekerjaan ... 33

2.3.3 Insentif... 33 33 2.4 Motivasi ... 34

2.4.1 Pengertian Motivasi ... 34

2.4.2 Teori Motivasi ... 36

2.4.3 Jenis-Jenis Motivasi ... 43

2.4.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi ... 44

2.4.5 Manfaat Motivasi ... 47

2.5 Instalasi Gawat Darurat ... 48

(13)

2.6 Rumah Sakit ... 49

2.7 Landasan Teori ... 50

2.8 Kerangka Konsep ... 52

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 53

3.1 Jenis Penelitian ... 53

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 53

3.2.2 Waktu Penelitian ... 53

3.3 Populasi dan Sampel ... 53

3.3.1 Populasi ... 53

3.3.2 Sampel ... 54

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 54

3.4.1 Data Primer ... 54

3.4.2 Data Sekunder ... 54

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 55

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 57

3.5.1 Variabel Bebas ... 57

3.5.2 Variabel Terikat ... 58

3.6 Metode Pengukuran ... 59

3.6.1 Pengukuran Variabel Bebas ... 59

3.6.2 Pengukuran Variabel Terikat ... 60

3.7 Metode Analisis Data ... 60

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 62

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 62

4.1.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Daerah Langsa... 62

4.1.2 Letak Geografi Rumah Sakit Umum Daerah Langsa ... 62

4.1.3 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Daerah Langsa ... 63

4.1.4 Tenaga Kesehatan dan Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa ... 63

4.2 Identitas Responden ... 64

4.3 Analisa Univariat ... 66

4.3.1 Faktor Organisasi ... 66

4.3.2 Motivasi ... 74

4.3.3 Kinerja ... 82

4.4 Analisis Bivariat ... 87

4.4.1 Hubungan Faktor Organisasi dengan Kinerja ... 87

4.4.2 Hubungan Motivasi dengan Kinerja ... 87

4.5 Analisis Multivariat ... 88

4.5.1 Pengujian Hipotesis ... 88

(14)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 91

5.1 Kinerja Perawat ... 91

5.2 Pengaruh Faktor Organisasi terhadap Kinerja Perawat ... 93

5.3 Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat ... 103

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

6.1 Kesimpulan ... 115

6.2 Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117

LAMPIRAN ... 121

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Pengukuran Variabel Bebas ... 59

3.2 Pengukuran Variabel Terikat ... 60

4.1 Distribusi Identitas Responden ... 65

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemimpinan... 67

4.3 Skor Kepemimpinan... 68

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Desain Kerja ... 70

4.5 Skor Desain Kerja ... 71

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Insentif ... 72

4.7 Skor Insentif ... 73

4.8 Skor Faktor Organisasi ... 73

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Intrinsik ... 76

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Ekstrinsik ... 80

4.11 Skor Motivasi ... 81

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas ... 83

4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kuantitas ... 85

4.14 Skor Kinerja ... 86

4.15 Hubungan Faktor Organisasi dengan Kinerja Perawat ... 87

4.16 Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat ... 88

4.17 Uji Kelayakan Model ... 88

4.18 Uji Anova ... 89

4.19 Uji T ... 89

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Variabel yang Memengaruhi Kinerja ... 14

2.2 The Nursing Process ... 26

2.3 Landasan Teori ... 51

2.4 Kerangka Konsep . ... 52

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 121

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 129

3 Uji Univariat dan Bivariat ... 137

4 Hasil Uji Regresi ... 158

5 Surat izin penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 159

6 Surat izin selesai penelitian dari Rumah Sakit Umum Daerah Langsa ... 160

6 Dokumentasi ... 170

7 Surat Ijin penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 171

8. Surat Ijin selesai penelitian dari RSUD. Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 172

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155

7. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar ... 156

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha jasa pelayanan kesehatan pada satu-dua dekade terakhir ini, mengalami perubahan sangat cepat dan semakin ketat dalam persaingannya, seperti adanya tuntutan mutu pelayanan kesehatan yang optimal, perkembangan teknologi kedokteran yang mutakhir, tumbuhnya banyak pesaing-pesaing baru. Untuk dapat bertahan dan bersaing maka diperlukan proses pemberian jasa pelayanan yang tepat, cepat, aman, efisien dan efektif, bermutu serta bersifat customer value oriented. Hal ini dapat tercapai tergantung pada kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada dalam mengantisipasi perkembangan yang terjadi.

Menurut Siagian (2004), pentingnya sumber daya manusia dalam organisasi karena kegiatan suatu organisasi tidak akan berjalan tanpa adanya keterlibatan unsur manusia yang ada didalamnya karena manusia merupakan unsur yang dominan menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

Salah satu organisasi yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit sebagai institusi yang bersifat sosio ekonomis mempunyai fungsi dan tugas memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara paripurna. Jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat

(19)

tergantung pada kapasitas dan kualitas tenaga SDM untuk mencapai kinerja yang optimal.

Menurut Depkes RI (2001) pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan non medis, salah satu di antaranya adalah tenaga perawat. Tenaga perawat mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual dan dilaksanakan selama 24 jam secara berkesinambungan.

Dalam kerangka proses seperti disebutkan di atas, pada organisasi penyedia jasa termasuk di rumah sakit maka peran SDM termasuk tenaga keperawatan, merupakan unsur yang mendasar dan sangat penting. Hal ini sesuai dengan salah satu sifat usaha jasa, yaitu tidak dapat dipisahkan antara jasa yang diberikan kepada customer dalam hal ini adalah pasien yang memanfaatkan rumah sakit sebagai provider. Oleh karena itu kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia yang tidak optimal akan dapat berdampak negatif pada kinerja organisasi.

Kinerja rumah sakit sebagai suatu organisasi selalu menjadi ukuran keberhasilan dalam mempertahankan kelangsungan organisasi. Kinerja merupakan tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja karyawan dalam suatu organisasi baik secara individu maupun kelompok memengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi dalam upaya mencapai tujuan organisasi (Gibson et al., 1996).

(20)

Supaya organisasi jasa pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif sesuai misi dan visi yang dimiliki maka perlu diperhatikan faktor- faktor yang dapat mempengaruhinya, salah satu diantaranya adalah faktor organisasi.

Gibson et al. (1996), menjelaskan variabel organisasi terdiri dari; sumber daya, kepemimpinan, imbalan, supervisi, struktur, dan desain pekerjaan mempengaruhi perilaku kerja personal yang selanjutnya berefek kepada kinerja secara organisasi.

Sebagaimana dikatakan Stoner (1996) sebuah organisasi akan mampu melaksanakan tanggung jawabnya maka banyak tergantung pada orang-orang yang mengelolanya. Sebuah organisasi peran seorang pemimpin sangat diperlukan guna mengarahkan organisasi dan juga pemberian contoh perilaku terhadap para pengikut (pegawai), peran kepemimpinan seperti pembinaan, bimbingan dan pengawasan sangat menentukan kemajuan dan kemunduran organisasi (Mas’ud, 2004).

Selain faktor kepemimpinan, faktor desain kerja berpengaruh terhadap kinerja. Menurut Gibson et al. (1996) bahwa desain pekerjaan mengacu pada proses yang diterapkan oleh para pimpinan untuk memutuskan tugas, pekerjaan, dan wewenang. Teknik desain pekerjaan bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pokok karyawan, memenuhi kebutuhan pribadi dan mendorong keefektifan individu, kelompok dan organisasi.

Faktor pemberian insentif juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kinerja. Insentif merupakan pemberian penghargaan dalam bentuk materi kepada seseorang sesuai dengan prestasi kerjanya. Ketika seseorang sudah dipenuhi haknya dalam mendapatkan insentif, maka akan mendorong seseorang untuk bekerja dengan baik. Hasil penelitian Sikumbang (2010) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

(21)

Adam Malik Medan, mengungkapkan bahwa pemberian insentif berpengaruh terhadap kinerja perawat dan variabel insentif memberikan pengaruh lebih besar.

Senada dengan peran kepemimpinan, insentif, dan desain pekerjaan dalam suatu organisasi, motivasi juga menjadi salah satu prediktor bagi kinerja karyawan.

House et al. (1993) menyatakan bahwa 30% dari waktu para pimpinan digunakan untuk mengurusi masalah sumber daya manusia (karyawan). Pendekatan yang digunakan oleh manajemen dalam memberikan motivasi pada karyawan penting diperhatikan untuk meningkatkan kinerja.

Motivasi yang baik di dalam suatu organisasi menentukan terbentuknya SDM yang produktif dan profesional. Menurut Robbins (2006), bahwa motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu, orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang tidak.

Tenaga perawat dalam menjalankan pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan sumber daya yang penting dan sangat dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang optimal. Sebaliknya, sumber daya manusia juga mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Oleh karena itu, manajemen perlu memberikan balas jasa yang sesuai dengan kontribusi mereka. Salah satu faktor pendorong atau rangsangan agar karyawan dapat meningkatkan kinerjanya yang baik dan berkualitas dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah melalui pemberian motivasi.

Melihat begitu luas dan kompleksnya tugas dan fungsi dari perawat di rumah sakit, maka rumah sakit membutuhkan SDM yang profesional dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab perawat dalam melayani

(22)

pasien. Pelayanan keperawatan yang dilakukan kepada pasien di rumah sakit melalui asuhan keperawatan diharapkan menjadi berdaya guna dan berhasil guna.

Menurut Nurachmad (2001), pengelolaan asuhan keperawatan akan berhasil apabila seorang perawat memiliki tanggung jawab, mempunyai pengetahuan tentang manajemen keperawatan dan kemampuan memimpin orang lain di samping pengetahuan dan keterampilan klinis yang harus dikuasainya pula. Dalam kondisi demikian maka terjadi interaksi antara sifat seorang perawat, yaitu motivasi yang ada pada dirinya dengan kinerjanya.

Pelayanan keperawatan melalui asuhan keperawatan selain di ruang rawat inap adalah pelayanan dan pertolongan kasus gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pelayanan IGD di rumah sakit dewasa ini semakin meningkat jumlahnya, sebagai akibat modernisasi hasil pembangunan dan kemajuan teknologi disegala bidang. Menurut Depkes RI (1995), IGD merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan harus dapat mencegah kematian atau cacat pada penderita gawat darurat hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.

Klasifikasi perawat menurut Depkes RI (2004) terdiri dari perawat pengelola dan perawat pelaksana. Perawat pelaksana dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam pelayanan di rumah sakit meliputi pelaksanaan asuhan keperawatan serta kegiatan yang mendukung pelayanan keperawatan di rumah sakit. Khusus untuk pelayanan kegawatdaruratan, seorang perawat pelaksana seharusnya telah pernah mengikuti pelatihan BTCLS (Basic Trauma Cardiac Life Support).

(23)

Asuhan keperawatan secara umum meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam konteks pelayanan kegawatdaruratan, aspek asuhan keperawatan pada tahap pelaksanaan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan, karena dalam tahap pelaksanaan/implementasi ini harus mengacu kepada doktrin dasar pelayanan gawat darurat yaitu: time saving is life saving (waktu adalah nyawa), dengan ukuran keberhasilan adalah respons time (waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam (Basoeki, 2008).

Menurut Dirjen Pelayanan Medik (1999), kasus-kasus kegawat daruratan di rumah sakit pada IGD seperti: (1) memberikan pelayanan 24 jam nonstop tanpa ada hari libur, (2) lokasi penempatan “paling depan” mudah dijangkau, oleh karena itu IGD dapat dikatakan sebagai pintu gerbang rumah sakit, dan (3) IGD perlu dukungan SDM yang mempunyai gerak pelayanan cepat, tanggap, ramah, santun dan terampil dalam memberikan pelayanan kepada pasien, yaitu oleh tenaga medis, paramedis dan non medis.

Kondisi spesifik di IGD, yaitu harus cepat dalam memberikan pelayanan, cepat dalam mengambil keputusan untuk bisa memberikan tindakan medis cepat, tepat, aman dan efektif. Oleh sebab itu diperlukan tenaga dokter dan khususnya tenaga perawat di IGD yang dapat memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar asuhan keperawatan.

Salah satu rumah sakit yang terdapat di Pemerintahan Aceh adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa didirikan pada tahun 1915 oleh pemerintah kolonial Belanda, beralamat di jalan Ahmad Yani No.1 Langsa. Rumah sakit ini memiliki fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan penunjang, dan IGD 24 jam. Rumah Sakit ini

(24)

mempunyai salah satu tugas, yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna, mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan (Profil RSUD Kota Langsa, 2012).

Berdasarkan survei pendahuluan di RSUD Kota Langsa 10 Januari 2012 diketahui rata-rata jumlah kunjungan pasien IGD tahun 2011, perhari sebanyak 32 orang. Jumlah pasien yang meninggal sebanyak 35%, sedangkan 65% lainnya selamat sampai keluar dari IGD dan masuk ke ruang rawat inap. Pasien yang meninggal umumnya adalah dengan kondisi gawat dan darurat (Laporan kegiatan IGD RSUD Kota Langsa, 2012).

Angka kematian yang tinggi menunjukkan kinerja perawat dalam pelayanan keperawatan kegawatdaruratan belum optimal. Menurut Depkes RI (2005), salah satu indikator kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan adalah tingkat kematian yang terjadi di IGD, dimana persentase keselamatan pasien di rumah sakit adalah 100%.

Hasil wawancara terhadap 5 (lima) orang perawat di RSUD Kota Langsa, rumah sakit ini memiliki beberapa permasalahan pada Instalasi Gawat Darurat (IGD), yaitu; (1) secara organisasi dukungan pimpinan rumah sakit dirasakan masih kurang dalam pembinaan, bimbingan dan pengawasan, sehingga kurang bertanggungjawab dalam bekerja, (2) desain pekerjaan dalam penetapan kegiatan kerja perawat di IGD belum sepenuhnya dijalankan sesuai dengan pedoman kerja, karena diluar tugas pokok dan fungsi ada pekerjaan tambahan seperti; melakukan penulisan resep dan menyapu ruangan, sehingga kondisi kerja kurang nyaman, dan (3) pemberian insentif belum ada aturan yang baku dari manajemen rumah sakit.

(25)

Peneliti melanjutkan wawancara dengan kepala ruang IGD dan observasi diperoleh informasi awal, yaitu ; (1) masih ditemukan pengisian status pasien yang tidak lengkap sebesar 35%, (2) pergantian shif dinas tidak tepat waktu/terlambat datang, (3) menerima pasien dengan kurang ramah dan kurang peduli atas keluhan pasien dan lamban dalam memberikan pelayanan, sehingga pasien sering antri menunggu pelayanan.

Upaya yang dilakukan manajemen RSUD Kota Langsa adalah dengan memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengikuti kursus, seminar dan pelatihan tentang IGD dan untuk melanjutkan pendidikan secara bergantian namun kinerja perawat belum optimal.

Hasil penelitian Sihotang (2011), mengungkapkan bahwa beban kerja kuantitatif dan kualitatif berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Beban kerja kuantitatif memberikan pengaruh paling besar terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan.

Hasil penelitian Norman (2006), mengungkapkan bahwa kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan belum mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada pasien, disebabkan oleh rendahnya motivasi kerja dan kurangnya kesadaran perawat terhadap status pekerjaan sebagai fungsi pelayanan kesehatan. Demikan juga hasil penelitian Juliani (2007), mengungkapkan bahwa variabel motivasi instrinsik yang dimiliki oleh perawat pelaksana berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat pelaksana di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.

(26)

Berdasarkan teori dan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, dan permasalahan yang ditemui pada RSUD Kota Langsa saat ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti ” Pengaruh Faktor Organisasi dan Motivasi terhadap Kinerja Perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Langsa”.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah faktor organisasi dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja perawat di instalasi gawat darurat Rumah Sakit Umum Daerah Langsa?.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh faktor organisasi dan motivasi terhadap kinerja perawat di instalasi gawat darurat Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.

1.4 Hipotesis

Faktor organisasi dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja perawat di instalasi gawat darurat Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi manajemen RSUD Langsa tentang kinerja perawat dalam penerapan asuhan keperawatan di IGD berdasarkan standar asuhan keperawatan.

2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan Administrasi Rumah Sakit terutama yang berkaitan dengan kinerja perawat IGD di rumah sakit.

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Istilah kinerja sering dipadankan dengan kata dalam bahasa Inggris yakni “ performance”. Menurut The Scribner-Bantam English Dictionary tahun 1979 performance berasal dari akar kata “ to perform” yang mempunyai arti melakukan, menjalankan, melaksanakan, memenuhi atau menjalankan kewajiban menyempurnakan tanggung jawab dan melakukan sesuatu yang diharapkan seseorang atau mesin. Dapat disimpulkan bahwa dari beberapa arti “to perform” adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawab atau hasil yang diharapkan, sedangkan arti kata performance merupakan kata benda dimana salah satunya adalah sesuatu hasil yang telah dikerjakan.

Kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para pemimpin organisasi. Menurut Robbin (2006), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Menurut Triffin dan MacCormick (1979), kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variabel adalah variabel yang

(28)

berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan. Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

a. Faktor Kemampuan (ability).

Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatnnya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

b. Faktor Motivasi (motivation).

Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.

Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu

(29)

dan situasi kerja. Menurut Gibson et al. (1996), ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:

1. Variabel Individual, terdiri dari:

a) Kemampuan dan Keterampilan

Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau pekerjaan.

b) Latar belakang

Kondisi dimasa lalu yang memengaruhi karakteristik dan sikap mental seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman dimasa lalu.

c) Demografis

Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, dimana lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut berdasarkan adat atau norma sosial yang berlaku.

2. Variabel Organisasional, terdiri dari:

a) Sumber Daya

Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia.

b) Kepemimpinan

Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi.

(30)

c) Imbalan

Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan di dalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara intrinsik maupun ekstrinsik.

d) Struktur

Hubungan wewenang dan tanggungjawab antar individu di dalam organisasi, dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi.

e) Desain Pekerjaan

Job Description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan job description.

3. Variabel Psikologis, terdiri dari:

a) Persepsi

Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya.

b) Sikap

Kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain.

c) Kepribadian

Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang.

(31)

d) Belajar

Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan memahami akan sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan pekerjaan.

Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja tersebut dirangkum seperti pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Variabel yang Memengaruhi Kinerja

Sumber: Gibson et al. (1996)

Menurut Werther dan Davis (1996), faktor-faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas

Variabel Individu - Kemampuan dan keterampilan

- Latar belakang : - Individu

- Tingkat sosial - Pengalaman - Demografi

- Umur - Etnis - Jenis Kelamin

Perilaku Individu (apa yang dikerjakan)

Kinerja (hasil yang

dicapai )

Variabel Psikologis

- Persepsi - Sikap - Kepribadian - Belajar - Motivasi

Variabel Organisasi

- Sumber daya - Kepemimpinan - Insentif

- Struktur

- Desain pekerjaan

(32)

rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Sedangkan Robbins (2006), menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung, prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.

2.1.3 Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya.

Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Rivai (2005), mengemukakan pada dasarnya ada 2 (dua) model penilaian kinerja :

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu (a) Skala Peringkat (Rating Scale)

(33)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.

Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.

(c) Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya.

(e) Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional,

(34)

misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale=BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu:

1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja 2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas.

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.

Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung diamati oleh penilai.

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

(35)

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama- sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

3. Organisasi dengan Tingkat Manajemen Majemuk

Pada organisasi dengan tingkat manajeman majemuk, personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel disampaikan.

Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi. Pada

(36)

penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya perbedaaan pendapat diantara penilai.

Penilaian kelompok dapat menghasilkan gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang merata. Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja. Hal ini disebabkan karena madah untuk memperoleh hasil penilaian atasan dan dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu, seluruh sistem penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang dilakukan oleh atasan (Rivai, 2005).

Mangkunegara (2002) menyatakan, kinerja dapat diukur dengan mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut.

1) Kualitas, yaitu mutu pekerjaan sebagai output yang dihasilkan.

2) Kuantitas, yaitu mencakup jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan.

3) Ketepatan waktu, yaitu menyangkut tentang kesesuaian waktu yang telah direncanakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan

(37)

2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.

a. Tujuan Evaluasi.

Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif.

Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja karyawan.

b. Tujuan Pengembangan.

Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.

2.1.5 Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu:

1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum.

2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi, transfer dan pemberhentian.

3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.

(38)

5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan.

2.2 Perawat

Pengertian dasar seorang perawat, yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri dan proses penuaan. Perawat professional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI, 1999).

Perry dan Potter (2005) mengklasifikasikan peran perawat sebagai berikut : a. Pemberi Asuhan Keperawatan

Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya pengembalian kesehatan emosi, spiritual dan sosial.

b. Pembuat keputusan klinis

Dalam pemberian asuhan keperawatan perawat dituntut untuk dapat membuat keputusan sehingga tercapai perawatan yang efektif. Perawat juga berkolaborasi dengan klien atau keluarga dan ahli kesehatan lain.

c. Pelindung dan advokat klien

(39)

Perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau pengobatan. Perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan scara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan.

d. Manajer kasus

Sebagai manajer, perawat mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab asuhan keperawatan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya.

e. Rehabilitator

Perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dari keadaan sakit sampai penyembuhan baik fisik maupun emosi.

f. Pemberi kenyamanan

Perawat merawat klien sebagai manusia secara utuh baik fisik maupun mental.

Perawat memberi kenyamanan dengan membantu klien untuk mencapai tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.

g. Komunikator

Peran komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat yang lain. Dalam melakukan perannya, seorang perawat harus melakukan komunikasi dengan baik.

Kualitas komunikasi merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan komunitas.

h. Penyuluh atau pendidik

(40)

Perawat memberikan pengajaran kepada klien tentang kesehatan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain.

i. Role model

Perawat harus dapat menjadi panutan dan dapat memberikan contoh bagi kliennya.

Baik dalam berperilaku, sikap maupun penampilan secara fisik.

j. Peneliti

Perawat merupakan bagian dari dunia kesehatan yang memiliki hak untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan bidangnya.

k. Kolaborator

Perawat dalam proses keperawatan dapat melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan professional lainnya untuk mencapai pemenuhan kebutuhan klien.

Menurut Carolus yang dikutip dalam Zaidin (2001) perawat memiliki beberapa fungsi yaitu:

a. Fungsi Pokok

Membantu individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat dalam melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan, penyembuhan atau menghadapi kematian yang pada hakekatnya dapat mereka laksanakan tanpa bantuan apabila mereka memiliki kekuatan, kemauan, dan pengetahuan. Bantuan yang diberikan bertujuan menolong dirinya sendiri secepat mungkin.

b. Fungsi Tambahan

(41)

Membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan rencana pengobatan yang ditentukan oleh dokter.

c. Fungsi Kolaboratif

Sebagai anggota tim kesehatan, perawat bekerja dalam merencanakan dan melaksanakan program kesehatan yang mencakup pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan dan rehabilitasi.

2.2.1 Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit

Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.

John Griffith menyatakan bahwa kegiatan keperawatan di rumah sakit dapat dibagi menjadi keperawatan klinik dan manajemen keperawatan. Kegiatan keperawatan klinik antara lain terdiri dari:

1. Pelayanan keperawatan personal, yang antara lain berupa pelayanan keperawatan umum dan atau spesifik untuk sistem tubuh tertentu, pemberian motivasi dan dukungan emosi pada pasien, pemberian obat, dan lain-lain.

2. Berkomunikasi dengan dokter dan petugas penunjang medik, mengingat perawat selalu berkomunikasi dengan pasien setiap waktu sehingga merupakan petugas yang seyogyanya paling tahu tentang keadaan pasien.

3. Menjalin hubungan dengan keluarga pasien. Komunikasi yang baik dengan keluarga atau kerabat pasien akan membantu proses penyembuhan pasien itu sendiri.

(42)

4. Menjaga lingkungan bangsal tempat perawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap lingkungan bangsal perawatan pasien, baik lingkungan fisik, mikrobiologik, keamanan, dan lain-lain.

5. Melakukan penyuluhan kesehatan dan upaya pencegahan penyakit. Program ini diberikan pada pasien dengan materi spesifik sesuai dengan penyakit yang di deritanya.

2.2.2 Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan menggunakan metode proses keperawatan. Proses keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki atau memelihara pasien sampai taraf optimum melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal dan membantu memenuhi kebutuhan khusus pasien.

Sementara itu, Yura dan Walsh menyatakan bahwa proses keperawatan adalah suatu tahapan desain tindakan yang ditujukan untuk memenuhi tujuan keperawatan meliputi: mempertahankan keadaan kesehatan pasien yang optimal, apabila kondisinya berubah kualitas tindakan keperawatan ditujukan untuk mengembalikan ke keadaan normal (Nursalam, 2001)

Kualitas pelayanan asuhan keperawatan sebenarnya merujuk kepada penampilan (Performance) dari pelayanan asuhan keperawatan. Secara umum disebutkan bahwa makin sempurna penampilan pelayanan, makin sempurna pula mutu/kualitasnya. Schroder menyatakan bahwa saat mendefinisikan kualitas asuhan keperawatan, perlu dipertimbangkan nilai-nilai dasar dan keyakinan para perawat, serta cara mereka mengorganisasi asuhan keperawatan tersebut. Intinya, latar

(43)

belakang pemberian tugas dalam mutu asuhan yang berorientasi teknik, mungkin akan didefinisikan cukup berbeda dengan keperawatan yang berlatar belakang pemberian keperawatan primer (Marr, 2001).

2.2.3 Tahap-tahap Asuhan Keperawatan

Menurut Kozier dkk (1991) proses keperawatan adalah aktivitas yang ilmiah dan rasional yang dilakukan secara sistematis, terdiri dari 5 tahap, yaitu: pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Model proses keperawatan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 The Nursing Process (Kozier dkk, 1991)

Menurut Nursalam (2002), dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien (klien), digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang

(44)

mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi : (1) Pengkajian, (2) Diagnosis keperawatan, (3) Perencanaan, (4) Implementasi, dan (5) Evaluasi.

1. Pengkajian Asuhan Keperawatan

Pegkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan (Gaffar, 1999). Data dikumpulkan dan di organisir secara sistematis, serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien. Data pada pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan diagnostik lain.

Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi (Nursalam, 2002):

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : i. Status kesehatan klien masa lalu.

ii. Status kesehatan klien saat ini.

iii. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual.

iv. Respon terhadap terapi.

v. Harapan terhadap tingkat kesehatan.

vi. Risiko-risiko tinggi masalah.

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan baru).

(45)

2. Diagnosa Asuhan Keperawatan

Diagnosa asuhan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebabnya (Gaffar, 1999).

Tahap diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses keperawatan, yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau dirubah masalahnya melalui tindakan keperawatan.

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan (Nursalam, 2002), kriteria proses meliputi :

a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan.

b. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab.

c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa asuhan keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien (Gaffar, 1999).

(46)

Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam, 2002), kriteria proses meliputi:

a. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan.

b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

d. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

4. Pelaksanaan (implementasi) Asuhan Keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2002), kriteria proses meliputi :

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.

e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.

5. Evaluasi Asuhan Keperawatan

Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawtan yaitu terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah

(47)

keakuratan, kelengkapan, kualitas adata, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan (Gaffar, 1999).

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan (Nursalam, 2002).

kriteria proses meliputi :

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus.

b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan.

c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

d. Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

e. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Adapun macam-macam evaluasi diantaranya :

a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan memberi kesan apa yang terjadi saat itu.

b. Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan pada tujuan keperawatan.

(48)

2.3 Faktor Organisasi

Menurut Gomes (1995), organisasi mempunyai unsur-unsur tertentu, dan unsur-unsur inilah yang membedakan suatu organisasi dari organisasi yang lain.

Sedangkan menurut Hasibuan (2005), organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal dari dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi kerja. Menurut Gibson et al. (1996), faktor organisasional, terdiri dari: (a) sumber daya, (b) kepemimpinan, (c) imbalan, (d) struktur, dan (e) desain pekerjaan mempengaruhi kinerja seseorang dalam organisasi.

2.3.1 Kepemimpinan

Menurut Stoner (1990), kepemimpinan sebagai proses pengarahan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas kelompok. Sedangkan menurut Timple, pemimpin merupakan orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin, tugas, dan situasi agar dapat mencapai tujuan organisasi.

Pemimpin adalah seseorang di dalam kelompok yang memberi perintah dan mengkoordinasikan tugas-tugas yang berkaitan dengan aktivitas kelompok atau orang yang secara serentak mengerjakan fungsi-fungsi pemimpin didalam kelompok apabila pemimpin yang terpilih tidak hadir (Fiedler, 1964). Seorang pemimpin mempunyai

(49)

kriteria sebagai berikut : 1) ditunjuk oleh organisasi; 2) dipilih oleh kelompoknya; 3) banyak berpengaruh terhadap tugas dalam hal tidak ada pemimpin yang ditunjuk.

Sedangkan peran pemimpin menurut Model Quinn (dalam Daniel, 1995) ada 8 (delapan); 1) sebagai motivator; 2) sebagai perantara; 3) sebagai producer; 4) sebagai pengarah; 5) sebagai koordinator; 6) sebagai pengamat; 7) sebagai fasilitator;

dan 8) sebagai penasehat.

Memimpin diartikan sebagai pembimbing dan mengarahkan orang lain. Para pemimpin seperti para manajer berperan dalam membawa suatu kelompok untuk mencapai tujuan mereka dengan menerapkan secara maksimum kemampuan yang dimiliki. Kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin merupakan ciri psikologis yang sudah dibawa sejak lahir dan tidak perlu dipelajari. Saat ini pendapat tersebut banyak sudah ditinggalkan, karena ternyata pemimpin dan kepemimpinan dapat dilatih dan dibentuk secara berencana dan sistematis (Kartono, 1982).

Menurut Yulk (1994) kepemimpinan telah didefinisikan dalam kaitannya dengan ciri-ciri individu, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi hubungan peran, tepatnya pada suatu administratif, serta persepsi oleh orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. Yulk (1994) memberikan gambaran bahwa

perilaku spesifik pemimpin adalah :1) merencanakan dan mengorganisasi;

2) pemecahan masalah; 3) menjelaskan peran dan sasaran; 4) memberi informasi;

5) memantau; 6) memotivasi dan memberikan informasi; 7) berkonsultasi;

8) mendelegasikan tugas dan wewenang; 9) memberikan dukungan;

(50)

10) mengembangkan dan jaringan kerja; 13) pengakuan atas keberhasilan bawahan;

dan 14) memberi penghargaan atas jerih payah yang dilakukan bawahan.

Para teoritis percaya bahwa para pemimpin memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat tertentu yang menyebabkan energi pandangan, pengetahuan, dan kecerdasan, imajinasi kepercayaan diri, integritas kepandaian berbicara, pengandalian, dan keseimbangan mental maupun emosional, bentuk fisik, pergaulan sosial dan persahabatan, dorongan, antusiasme, berani dan sebagainya (Handoko, 2001).

2.3.2 Desain Pekerjaan

Menurut Gibson et al. (1996), desain pekerjaan mengacu pada proses yang diterapkan oleh para pimpinan untuk memutuskan tugas, pekerjaan, dan wewenang.

Teknik desain pekerjaan bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pokok perawat, memenuhi kebutuhan pribadi dan mendorong keefektifan individu, kelompok dan organisasi.

Desain pekerjaan dalam hal memberikan asuhan keperawatan di IGD meliputi tata kerja dan prosedur yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan. Apabila perawat pelaksana mempunyai desain kerja yang jelas maka hasil yang dicapai menjadi maksimal.

2.3.3 Insentif

Segala bentuk imbalan yang diterima baik dalam bentuk finansial (insentif) dilihat dari jumlah, kecukupan, rasa keadilan, proporsional dengan beban kerja dan waktu pemberian, dalam bentuk non finansial antara lain penghargaan atau perhatian.

(51)

Banyak orang berpendapat insentif dalam bentuk uang merupakan faktor utama untuk timbulnya kepuasan kerja, namun beberapa penelitian yang pernah dilakukan pada pekerja di negara Amerika menunjukkan mereka tidak ingin diberi insentif uang yang lebih dengan penambahan waktu kerja yang telah ditentukan (Robbins, 2006).

2.4 Motivasi

2.4.1 Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia akibat interaksi individu dengan situasi. Umumnya orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang tidak melakukan. Kata motivasi berasal dari kata motivation, yang dapat diartikan sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku mencapai suatu tujuan tertentu (Rivai, 2006). Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang ditentukan (Siagian, 2004). Sedangkan Gerungan (2000), menambahkan bahwa motivasi adalah penggerak, alasan-alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan dirinya melakukan suatu tindakan/bertingkah laku.

Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

(52)

motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani.

Istilah motivasi mengandung tiga hal yang amat penting, yaitu:

a) Pemberian motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasional. Tersirat pada pandangan ini bahwa dalam tujuan dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi anggota organisasi. Pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri bawahan yang digerakkan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan maka tujuan pribadi akan ikut pula tercapai.

b) Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu. Usaha merupakan ukuran intensitas kemauan seseorang. Apabila seseorang termotivasi, maka akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu.

c) Kebutuhan adalah keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan menciptakan ketegangan yang pada gilirannya menimbulkan dorongan tertentu pada diri seseorang.

Menurut Gitosudarmo (1997), motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama atau tujuan perusahaan ini terdapat dua macam yaitu: (a) motivasi finansial yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering

Gambar

Gambar 2.1 Variabel yang Memengaruhi Kinerja
Gambar 2.2  The Nursing Process (Kozier dkk, 1991)
Gambar 2.3 Landasan Teori
Gambar 2.4 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Tentukan lebar dan tinggi talang agar dapat menampung air yang sebanyak-banyaknya dengan bahan talang yang terbatas, yaitu lebar seng 90 cm. Kawat sepajang 100cm

Fakultas Ilmu pendidikan sebagai unsur pelaksana Universitas Negeri Gorontalo (UNG) bertanggung jawab untuk penyelenggaraan program pengembangan kemahasiswaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui standar penerapan hygiene dan sanitasi untuk meningkatkan kualitas kebersihan pada kitchen di Loji Hotel, serta untuk mengetahui

The second step is to analyse the characters, setting society and conflict in the novel and relate them to the information of Pakistani society (religion, caste, belief,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) karakteristik konsumen Skuter Matic Yamaha Mio (yang meliputi : Jenis kelamin, umur, Pendidikan, Pekerjaan, dan Pendapatan),

Hal ini berarti HTB berjalan dengan baik sesuai dengan skema yang diterpkan, sedemikian sehingga clients pada P1 dan P3 akan melakukan peminjaman bandwidth

Padahal keberadaan BP4 ini merupakan suatu rangkaian yang tak dapat dipisahkan dengan sistem perkawinan yang sejak dahulu sudah menjadi urusan pemerintah melalui

Shighat akad (ijab dan qobul) merupakan ungkapan yang mencerminkan kehendak masing-masing pihak, jadi substansi dari kehendak berakad adalah al-ridha (rela). Salah