• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Persepsi terhadap Penerapan K3 di RSU Mitra Medika Medan Tahun

Persepsi berkaitan dengan tanggapan langsung petugas pelaksana terhadap penerapan K3 di rumah sakit tentang persiapan/kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi K3. Penelitian menunjukkan hasil bahwa distribusi persepsi terhadap penerapan K3 lebih banyak menyatakan tidak baik (41%).

Menurut data sekunder, hal ini disebabkan masih kurangnya sosialisasi dan edukasi berkala ke setiap petugas pelaksana. Di samping itu, sebagian petugas pelaksana non kesehatan merupakan tamatan sejenjang Sekolah Menengah Umum sehingga mereka masih kurang paham mengenai kesehatan khususnya bidang K3. Hal ini ternyata sesuai menurut Sugiyanta (2008), yang menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara pemahaman dengan persepsi.

Walaupun pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel persepsi berhubungan (p < 0,05) dengan penerapan K3 di RSU. Mitra Medika sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya seperti penelitian Muntiana (2014) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi karyawan terhadap penerapan K3 dengan penggunaan APD pada jalur 3 dan 4 PT. WIKA Beton Boyolali Tbk; penelitian Kerinci (2015) menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi keselamatan dan kesehatan kerja dengan perilaku K3; dan penelitian Shiddiq dan Muis (2013) yang menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang sedang antara persepsi dengan perilaku tidak aman karyawan di bagian produksiunit IV PT. Semen Tonasa.

Namun pada penelitian Pratiwi (2011) diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara persepsi responden terhadap peraturan dan kebijakan perusahaan dengan tindakan tidak aman. Selain itu, hasil uji regresi linier berganda dari penelitian ini sendiri juga menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara persepsi terhadap penerapan K3 di RSU. Mitra Medika Medan. Hal ini berarti persepsi petugas pelaksana yang baik maupun tidak baik belum tentu dapat mewujudkan penerapan K3 di rumah sakit. Walaupun persepsi petugas pelaksana tidak baik dalam penerapan K3RS namun dalam praktiknya di lapangan, mereka diharuskan dan diawasi bekerja sesuai aturan rumah sakit sehingga diperoleh hasil yang kurang signifikan. Di sisi lain, petugas pelaksana juga harus bekerja dengan baik di rumah sakit supaya tetap berpenghasilan.

Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian Bangun (2010) bahwa variabel persepsi memengaruhi penerapan K3 bagi petugas Search And Rescue (SAR) kota Medan dan Agiviana (2015) yang menyatakan bahwa faktor persepsi memengaruhi perilaku keselamatan karyawan di PT. Mulia Glass Container. Menurut Robbins (2003) persepsi dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu: pelaku persepsi, objek atau target, dan kontek situasi itu dilakukan.

Jadi, menurut penulis hal ini terjadi karena petugas SAR dan karyawan di perusahaan botol dan glass block yang kesehariannya kontak dengan material panas dan apiitu lebih memandang dan menafsir serius KAK dan PAK yang mungkin terjadi karena mereka sering berada pada kondisi berbahaya dan mengancam nyawa

manusia. Selain itu, KAK dan PAK yang dapat terjadi pada mereka umumnya lebih fatal dan mematikan dibandingkan dengan kejadian yang dapat terjadi di rumah sakit. 5.3 Pengaruh Faktor Pengetahuan terhadap Penerapan K3 di RSU. Mitra

Medika Medan Tahun 2016

Pengetahuan petugas pelaksana berkaitan dengansegala sesuatu yang diketahui petugas pelaksana tentang penerapan K3 meliputi pengertian, tujuan, bahaya SPO, pemeriksaan kesehatan, APD, sampah/limbah, kebakaran, pencatatan dan pelaporan data K3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan lebih banyak dikategorikan baik, yaitu sebesar 60%. Hal ini disebabkan karena setiap petugas pelaksana wajib mengikuti orientasi dimana salah satu materinya adalah mengenai K3RS.

Akan tetapi, masih terdapat 53 % petugas pelaksana yang tidak mengetahui tujuan utama K3RS. Tujuan utamanya adalah terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK dan KAK. Petugas pelaksana juga banyak tidak tahu bahwa bahaya potensial yang paling sering menimbulkan kejadian K3 adalah bahaya golongan biologis seperti terinfeksi mikroorganisme akibat kejadian seperti tertusuk jarum, dan sebagainya (52%).

Sebagian petugas pelaksana (57%) belum mengetahui waktu pemeriksaan kesehatan dianjurkan bagi petugas rumah sakit, yaitu 1 tahun sekali. Sesuai dengan SPO disebutkan bahwa setiap tahun seluruh petugas rumah sakit dianjurkan memeriksa kesehatan untuk mencegah terjadinya berbagai PAK dan KAK. Sebanyak

55% petugas pelaksana tidak mengetahui pengertian APAR dan bagaimana cara penggunaannya. Selain itu, petugas pelaksana lebih banyak tidak tahu penggolongan sampah/limbah yang terpapar dengan cairan tubuh adalah infeksius (66%).

Dari karakteristik sampel penelitian, semua hal diatas disebabkan masih ada sebagian kecil petugas pelaksana ada yang belum pernah mengikuti sosialisasi dan edukasi K3RS. Di samping itu, masing-masing kepala bagian/instalasi kurang efektif memberikan informasi K3 padahal pengetahuan adalah domain yang sangat penting dalam pembentukan suatu perilaku, sehingga banyak petugas pelaksana yang belum paham dan bingung dalam menerapkan K3 di rumah sakit.

Kondisi ini juga disebabkan karena rumah sakit belum mengenal budaya safety talkyaitu budaya berbicara mengenai K3 pada petugas pelaksana sebelum bekerja untuk menambah pengetahuan K3 dan mengingatkan mereka akan bahaya kecelakaan di lingkungan kerja (Infrastructure Health and Safety Association (IHSA), 2016).

Berbeda dengan hasil penelitian Pranajaya, dkk (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan variabel pengetahuan karyawan dengan penerapan K3 di DAOP Area IV Bagian Dipo Loc Semarang dan penelitian Dahlawy (2008) yang juga menyatakan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku K3 pada karyawan di area pengolahan PT. ANTAM Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor. Pada penelitian ini justru terdapat hubungan antara pengetahuan terhadap penerapan K3 di RSU. Mitra Medika Medan dengan nilai p<0,05. Hasil ini sejalan dengan penelitian Siregar (2014) yang menyatakan bahwa

variabel pengetahuan berhubungan dengan kecelakaan ringan pada pekerja produksi shift pagi di PT Aqua Golden Mississippi Bekasi dan penelitian Mufarokhah (2006) yang menyatakan ada hubungan pengetahuan K3 dengan pelaksanaan pencegahan KAK pada karyawan PT. Primatexco Indonesia.

Walaupun pengetahuan yang baik mengenai K3 belum tentu berarti penerapan K3 yang baik pula, namun penulis setuju dengan pendapat Setiawati dan Dermawan (2008) yang menyatakan bahwa pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan berperilaku. Selain itu, petugas pelaksanayang memiliki pengetahuan tinggi umumnya akan mampu membedakan dan mengetahui bahaya disekitarnya serta menghindari PAK dan KAK. Sebaliknya petugas pelaksana yang memiliki pengetahuan rendah akancenderung bekerja terburu-buru dengan mengabaikan prinsip K3 dan bahaya disekitarnya serta hanya ingin menyelesaikan pekerjaan secepatnya guna menghemat waktu.

Hasil uji regresi linier berganda pada penelitian ini juga menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan terhadap penerapan K3 di RSU. Mitra Medika Medan. Jika ditinjau dari nilai koefisien regresi pengetahuan menunjukkan 0,213, berarti setiap peningkatan pengetahuan petugas pelaksana akan mengakibatkan peningkatan penerapan K3 sebesar 0,213 di RSU. Mitra Medika Medan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor pengetahuan dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk meningkatkan penerapan K3 di rumah sakit.Hal ini berarti pengetahuan petugas pelaksana mendukung terhadap penerapan K3 di rumah sakit. Ini sejalan dengan penelitian Rooke dan Clark (2005) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan K3 dapat

menciptakan penerapan K3 yang baik. Penelitian Zulliyanti (2011) juga menyatakanbahwa pengetahuan pekerja berpengaruh terhadap penerapan manajemen K3 di PT.Gold Coin Indonesia.

Kendati demikian, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Saragih (2014) yang menunjukkan hasil bahwa tidak ada pengaruh pengetahuan terhadap kejadian KAK pada karyawan lapangan PT. Global pada Bendungan PLTA di Desa Simanabun Kecamatan Silau Kahean Kabupaten Simalungun dan penelitian Agiviana (2015) yang menyatakan bahwa faktor pengetahuan tidak memengaruhi perilaku keselamatan karyawan di PT. Mulia Glass Container.

5.4 Pengaruh Faktor Sikap terhadap Penerapan K3 di RSU. Mitra Medika

Dokumen terkait