• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Situasional terhadap Komunikasi Terapeutik antara Perawat Pelaksana dengan Pasien di Rumah Sakit Umum Herna Medan

5 Perawat berupaya menciptakan situasi/ suasana yang meningkatkan integritas diri pasien

5.3. Pengaruh Faktor Situasional terhadap Komunikasi Terapeutik antara Perawat Pelaksana dengan Pasien di Rumah Sakit Umum Herna Medan

Hasil uji statistik secara univariat menunjukkan bahwa faktor situasional atau faktor yang timbul dari luar diri individu dengan indikator daya tarik fisik, ganjaran, kedekatan dan kemampuan ada,sebanyak 70 orang (76.9%) responden termasuk katagori baik, sebanyak 21 orang (23.1%) responden termasuk katagori kurang baik dan tidak ada yang termasuk katagori tidak baik.

situasional terhadapkomunikasi terapeutik antara perawat pelaksana dengan pasien di Rumah Sakit Umum Herna Medan tidak signifikan karena p = 0,494 berarti > 0.05, tetapi dengan uji statistik secara multivariat (bersama-sama) dengan regresi linier berganda didapati bahwa faktor situasional turut bersama faktor personal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap komunikasi terapeutik dengan nilai p = 0,045 yang berati p < 0.05.

Ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Devito dalam Rakhmad (2003) yang menyatakan bahwa dalam hubungan interpersonal maka pengaruh dari luar ( faktor situasional ) turut memengaruhi komunikasi terapeutik.

Juga berbeda dengan hasil penelitian Fanny (2011) yang menemukan bahwa faktor situasional mempunyai hubungan yang signifikan terhadap komunikasi terapeutik antara perawat pelaksana dengan pasien di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan.

Dalam penelitian ini faktor situasional sendiri tidak mempunyai pengaruh yang signifikan tetapi bersama-sama dengan faktor personal faktor situasional tersebut jadi mempunyai pengaruh yang signifikan.

Ini mungkin disebabkan karena responden yang dijadikan sampel adalah perawat pelaksana yang sudah bekerja lebih dari lima tahun, sehingga mereka sudah tahu sekali mana yang baik secara teori namun tidak dilakukan sepenuhnya dalam asuhan keperawatan.

Faktor situasional ini dalam penelitian terdiri dari 4 indikator yaitu daya tarik fisik, ganjaran, kedekatan dan kemampuan.

a. Indikator Daya Tarik Fisik

Dalam penelitian mengenai daya tarik fisik diketahui ada sebanyak 49 orang (53.8%) responden yang hanya pernah menjalin komunikasi dengan pasien tanpa memandang penampilannya dan ada sebanyak 66 orang (72.5%) responden yang menyatakan tidak pernah berupaya untuk tampil menarik didepan pasien, ada 47 orang (51.6%) responden yang sering berupaya berpakaian rapi saat pergi bekerja kerumah sakit, ada sebanyak 56 orang (61.5%) responden yang sering memperhatikan kesesuaian warna pakaian dan sepatunya, ada 51 orang (56%) responden yang sering memilih berkomunikasi dengan pasien yang penampilannya rapi dan bersih.

Dari hasil penelitian diketahui sebagian besar responden mengerti bahwa daya tarik tinggi akan disukai pasien, tetapi aneh bahwa ada 66 orang (72.5%) menyatakan tidak pernah berupaya tampil menarik didepan pasien. Apakah mereka risih kalau dikatakan berupaya tampil menarik didepan pasien karena takut dianggap genit atau mereka takut kalau menarik mereka akan sering dipanggil untuk disuruh?.

Berdasarkan skor penilaian responden tentang daya tarik fisik, paling tinggi adalah 18 dan terendah adalah 9. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal daya tarik fisik belum sepenuhnya berpenampilan baik dalam melaksanakan komunikasi interpersonal, sehingga komunikasi terapeutik belum terlaksana maksimal.

mengetahui dan sadar bahwa penampilan yang baik akan memiliki daya tarik fisik yang akan membuat pasien lebih senang, tetapi karena kesibukan mereka selalu saja untuk berpenampilan baik tidak diprioritaskan dan juga karena merasa sudah tua sehingga merasa malu kalau kelihatan berhias dan tentang pertanyaan tentang berupaya tampil menarik didepan pasien mereka secara hati-hati menjawab, nanti ada yang salah sangka.

Menurut Devito dalam Rakhmat (2003), daya tarik fisik merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam atraksi interpersonal. Orang yang cantik atau ganteng cenderung akan lebih disukai orang orang lain dan lebih mudah mendapatkan simpati.

b. Indikator Ganjaran

Berdasarkan penelitian tentang indikator ganjaran diketahui bahwa ada sebanyak 44 orang (48.4%) responden yang sering berkomunikasi dengan pasien tanpa memandang sikap pasien terhadapnya, ada sebanyak 54 orang (59.3%) responden yang tidak pernah lebih memilih berkomunikasi dengan pasien yang memberikan dorongan untuk bekerja lebih baik, ada sebanyak 32 orang (35.2%) responden yang sering berinteraksi lebih intens dengan pasien yang menghargai pekerjaannya sebagai perawat, ada sebanyak 25 orang (27.5%) responden yang sering menyapa pasien lebih ramah apabila pasien tersebut memuji hasil kerjanya, kemudian ada sebanyak 36 orang (39.6%) responden yang sering menghindar dari pasien yang pernah membuat ia tersinggung.

Dari hasil penelitian diatas diketahui bahwa perawat pelaksana bahwa masih ada perawat pelaksana yang kurang menyadari pentingnya penghargaan, pujian dan memberikan dorongan dalam berkomunikasi. Ini terlihat dari adanya perawat yang yang tidak bereaksi dalam merespon dorongan pasien dan adanya perawat yang kalau pasien membuatnya tersinggung ia menghindari berkomunikasi dengan pasien itu.

Berdasarkan skor penilaian responden mengenai ganjaran didapati nilai tertinggi adalah 23 dan terendah adalah 7. Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana belum dapat menghargai pasien dalam berkomunikasi interpersonal melalui komunikasi terapeutik yang efektif. Artinya untuk mengefektifkan komunikasi terapeutik haruslah perawat pelaksana lebih menghargai pasiennya.

Dalam wawancara dengan perawat pelaksana ternyata mereka mengetahui dan bisa merasakan perlunya penghargaan dalam komunikasi terapeutik, tetapi dalam mengimplementasikannya sering mereka tidak lakukan

Menurut Tubbs.S.L, Moss, S (2000) dalam Mundakir (2006) bahwa hubungan yang dilakukan dengan orang lain akan terasa lebih mantap dan nikmat bila hubungan kita membawa pengaruh pada peningkatan harga diri.

Artinya dengan memberikan penghargaan ataupun pujian oleh perawat pelaksana untuk pasien dalam komunikasi terapeutik akan meningkatkan harga diri pasien, sehingga hal itu akan membuat pasien lebih nyaman dan komunikasi terapeutik dapat terjalin efektif.

Hasil penelitian dengan indikator kedekatan ada sebanyak 52 orang (57.1%) responden yang tidak pernah berkomunikasi dengan pasien karena memandang latar belakang keluarganya, ada sebanyak 27 orang ((29.7%) responden yang kadang-kadang lebih memilih untuk berkomunikasi dengan pasien yang dikenalnya dan mempunyai tempat tinggal dekat rumahnya, ada sebanyak 43 orang (44.0%) responden yang sering lebih memilih untuk berkomunikasi dengan pasien yang anggota keluarganya ada hubungan dengan keluarganya, ada sebanyak 61 orang (67.0%) responden yang tidak pernah lebih memilih berkomunikasi dengan pasien yang pekerjaannya juga di rumah sakit, ada sebanyak 70 orang (76.9%) responden yang tidak pernah lebih memilih berkomunikasi dengan pasien yang latar belakang keluarganya sama dengan dia.

Dari hasil penelitian diatas diketahui bahwa masih ada perawat pelaksana masih menyenangi berkomunikasi dengan orang-orang yang ada faktor kedekatan baik dari pekerjaan, tempat tinggal dan ada hubungan kekeluargaan atau familiarity.

Berdasarkan skor penilaian responden terhadap kedekatan yang paling tinggi adalah 25 dan paling rendah adalah 13 yang berarti bahwa perawat pelaksana belum sepenuhnya dapat menghilangkan perbedaan perlakuan terhadap pasien dalam berkomunikasi berdasarkan faktor kedekatan atau hubungan kekeluargaan.

Itu berarti masih ada diskriminasi berdasarkan kedekatan yang sangat tidak mengenakkan perasaan pasien yang merasakannya.

Menurut Mundakir (2006) rasa percaya menumbuhkan harapan dan mempererat hubungan antar manusia dan orang akan lebih percaya bila hubungan mereka telah lama dan dekat. Dalam hal ini bila orang sudah tinggal berdekatan tentu sudah saling mengenal lebih dekat.

Juga hasil penelitian ini sesuai teori yang dikemukakan Devito dalam Rakhmat (2003) bahwa orang cenderung menyenangi berhubungan dengan orang yang tinggal berdekatan dengan dia.

d. Indikator Kemampuan

Hasil penelitian berdasarkan indikator kemampuan memperlihatkan bahwa ada sebanyak 66 orang (72.5%) responden yang menyatakan tidak pernah berkomunikasi dengan memandang status pasien,ada sebanyak 68 orang (74.7%) responden yang menyatakan tidak pernah membedakan pangkat dan kedudukan pasien, ada sebanyak 86 orang (94.5%) responden yang sering dan sangat sering berupaya berkomunikasi dengan pasien disetiap unit kerjanya, ada sebanyak 50 orang (54.9 %) responden yang sangat sering lebih memilih untuk berkomunikasi dengan pasien yang jenjang pekerjaannya lebih tinggi dari dia dan ada sebanyak 48 orang (52,7%) responden yang mengaku sangat sering lebih memilih untuk berkomunikasi dengan pasien yang dirawat diruang VIP.

Hasil penelitian diatas memperlihatkan bahwa perawat pelaksana belum melaksanakan komunikasi terapeutik melalui hal kemampuan secara baik. Belum dapat bekerja secara profesional dimana semestinya tidak ada diskriminasi dalam jenjang pekerjaan dan kemampuan pasiennya.

adalah sebesar 24 dan terendah sebesar 10.

Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana belum mempunyai kemampuan melaksanakan komunikasi interpersonal secara profesional tanpa diskriminasi terhadap pasien berdasarkan kemampuan pasien.

Dari wawancara dengan perawat pelaksana maupun supervisor keperawatannya ternyata mereka sudah tahu dan sadar bahwa mereka harus bisa berkomunikasi secara profesional tanpa diskriminasi berdasarkan kemampuan, tetapi mungkin karena mereka sudah lama bekerja dan selalu melihat bahwa orang yang tinggi kedudukannya atau kaya selalu diistimewakan dan mungkin mereka dianjurkan untuk melayani lebih baik kepada orang yang membayar lebih tinggi, maka hal ini bisa saja terjadi.

Sesuai dengan teori Devito dalam Rakhmat (2003) yang mengatakan bahwa orang-orang yang mempunyai kemampuan pada suatu bidang (profesional) akan lebih mudah mendapat simpati orang lain.