• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Pengaruh Iklim Terhadap Kejadian Diare

Iklim dapat memengaruhi ekosistem, habitat binatang penular penyakit, bahkan tumbuh kembangnya koloni kuman secara tidak langsung. Disamping itu, adanya peningkatan suhu global mengakibatkan perubahan pola transmisi beberapa parasit dan penyakit baik yang ditularkan langsung maupun yang ditularkan oleh serangga. Dengan demikian, iklim dan kejadian penyakit memiliki hubungan yang erat, terutama terjadinya berbagai penyakit menular (Achmadi, 2011).

Hubungan secara tidak langsung antara musim hujan dengan kejadian penyakit, misalnya kejadian berbagai penyakit menular wilayah urban terutama daerah padat penduduk seperti diare. Perubahan iklim global juga menyebabkan beberapa daerah tropis di Pasifik mendapat curah hujan yang meningkat pesat, sehingga mengakibatkan banjir, gangguan drainase atau terjadi surplus air, sementara di daerah lain air mengalami kekeringan (Achmadi, 2012). Hampir 90 % kasus diare yang terjadi diakibatkan oleh akses air bersih yang kurang, air minum yang tidak aman dan sanitasi yang kurang baik (WHO, 2009).

Bebeda dengan penyakit malaria dan demam berdarang dengue, penyakit diare tidak berkolerasi dengan musim pancaroba. Kejadian diare sangat dipengaruhi oleh akses air bersih dan akses terhadap sanitasi. Terkait dengan

perubahan iklim, ketersediaan air bersih dan kondisi sanitasi suatu daerah dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya air, potensi banjir dan potensi kekeringan, semua itu akan berdampak secara tidak langsung bagi timbulnya penyakit diare. (Bappenas,2010).

2.3.1 Pengaruh Suhu Udara Terhadap Kejadian Diare

Perubahan suhu mempengaruhi populasi vektor yang dapat menimbulkan kerugian bagi kesehatan (Haines, dkk, 2002). Perubahan suhu berhubungan dengan perubahan dinamika siklus terhadap spesies vektor dan organism pathogen seperti protozoa, bakteri dan virus sehingga akan meningkatkan potensi transmisi penyebab penyakit (WHO, 2003). Jenis mikroorganisme tergantung pada suhu, seperti bakteri pathogen dan telur cacing dapat hidup selama kurang lebih 5 hari dalam kondisi yang basah dan lembab pada tanah berpasir ataupun kurang lebih 3 bulan dalam air buangan (Kusnoputranto, 2000).

Pada musim hujan, suhu yang rendah dapat menyebabkan kuman diare dapat berkembang dengan cepat dan begitu pula dengan perkembangan serangga vektor seperti tikus, kecoa, lalat.

Pada tahun 1997 ketika suhu lebih tinggi dari suhu normal selama kejadian El nino, banyak pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan diare dan dehidrasi di Lima, Peru. Analisis time series data harian rumah sakit menguatkan efek suhu pada kunjungan rumah sakit karena diare dengan estimasi peningkatan 8% setiap peningkatan suhu 10C (WHO, 2003).

Berdasarkan pendapat Ernayasih 2012 yang mengutip pernyataan WHO secara statistik ada hubungan yang signifikan akibat perubahan suhu bulan dengan

kejadian diare di Pulau Fiji tahun 1978-1992, diperkirakan kenaikan 3% dalam kejadian diare perpeningkatan suhu 10C.

Berdasarkan Kurniawan (2009) yang mengutip hasil penelitian Kolstad & Johnsson dapat disimpulkan bahwa peningkatan suhu 10C akan menyebabkan peningkatan kasus diare sebesar 5% dan diestimasikan perubahan suhu 10C menyebabkan peningkatan kasus diare sebesar 0-10%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nersan (2006) suhu udara memiliki hubungan atas peningkatan prevalensi diare di Kota Palembang pada tahun 2000-2004. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang lemah antara peningkatan suhu dan prevalensi diare (r=0,11), yang dapat diartikan bahwa peningkatan suhu sebesar 10C meningkatkan prevalensi diare sebanyak 1 per 1000 penduduk.

2.3.2 Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kejadian Diare

Pada tipe penyakit diare tropik, kejadian puncak terjadi pada musim penghujan. Banjir dan kemarau berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian diare. Hal tersebut dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan banjir sehingga menyebabkan terkotaminasinya persediaan air bersih dan menimbulkan wabah penyakit diare dan leptospirosis, pada saat kondisi kemarau panjang dapat mengurangi persediaan air bersih sehingga meningkatkan risiko penyakit yang berhubungan dengan hygiene seperti diare (Kementerian Lingkungan Hidup, 2004).

Pola hujan dapat mempengaruhi penyebaran berbagai organism yang dapat menyebarkan penyakit, hujan dapat mencemari air dengan cara memindahkan kotoran manusia dan hewan ke air tanah. Organism yang ditemukan antara lain

kriptosporodium, giardia dan E.coli yang dapat menimbulkan penyakit diare (Lapan, 2009).

Menurut penelitian Rico Kurniawan (2009) jumlah curah hujan dengan kejadian diare di Kota Jakarta Selatan tahun 2007-2011 memiliki hubungan yang bermakna. Hubungan yang terjadi bersifat positif dan kekuatannya sedang (r= 0,370).

2.3.3 Pengaruh Kelembaban Udara Terhadap Kejadian Diare

Menurut Kurniawan (2009) yang mengutip pendapat Kolstad & Johansoon, selain temperatur atau suhu, faktor iklim lainnya seperti curah hujan, kelembaban realtif, tekanan udara juga memiliki kontribusi yang cukup penting dalam perubahan kasus diare. Namun hal itu juga sangat berkaitan erat dengan agen pathogen, kualitas air dan infrastruktur sanitasi yang ada disebuah wilayah. Pada musim hujan, kelembaban tinggi serta intensitas sinar matahari yang kurang dapat menyebabkan mikroorganisme penyebab diare berkembang biak dengan baik dan membuat perkembangan lebih cepat untuk vektor seperti tikus, kecoa dan lalat (WHO, 2003).

Berdasarkan pendapat Ernayasih (2012) yang mengutip hasil penelitian Checkley et, al dengan menggunakan model time series untuk melihat dampak kelembaban yang tinggi dengan penderita diare dibawah 10 tahun di Lima Peru, hasilnya menunjukan ada peningkatan jumlah kasus diare sebesar 8% untuk setiap peningkatan kelembaban 1%.

Kelembaban udara relatif menunjukan ada hubungan yang bermakna dengan prevalensi diare yang terjadi, hubungan yang didapat bersifat lemah.

Selain itu, hubungan yang terjadi bersifat negative, yang dapat diartikan bahwa semakin rendah kelembaban udara maka prevalensi diare semakin tinggi. Penurunan kelembaabn udara sebesar 1% dapat mengakibatkan peningkatan prevalensi diare sebesar 1 per 1000 penduduk (Nersan, 2006).

2.3.4 Pengaruh Kecepatan Angin Terhadap Kejadian Diare

Untuk infeksi karena vektor penyakit, distribusi dan peningkatan organisme vektor dan penjamu (host) dipengaruhi oleh faktor fisik seperti angin serta faktor biotik seperti vegetasi, spesies penjamu, predator, kompetitior, parasit dan intervensi manusia. Hal ini dapat meningkatkan kejadian diare karena penularan tidak langsung yang disebabkan vector borne disease (WHO, 2003).

Dokumen terkait