• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh interaksi banyak pencucian daging lumat dan

4.3 Penentuan Formulasi Filler Nugget

4.3.1 Pengaruh interaksi banyak pencucian daging lumat dan

Tahapan penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh interaksi banyaknya pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas terhadap parameter tekstur yaitu kekerasan (hardness), daya adhesive (adhesiveness), dan kekenyalan (cohesiveness). Perhitungan nilai Texture Profile Analysis (TPA) diperoleh melalui kurva hubungan plot gaya dan waktu pada grafik (Gambar 9).

Gambar 9 Kurva TPA yang diperoleh dari TA-XT2i.

(1) Kekerasan (hardness)

Kekerasan (hardness) merupakan salah satu sifat produk pangan yang menunjukkan daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan (Kusnandar 2010). Menurut Munizaga et al. (2004), kekerasan (hardness) digambarkan pada kurvaTexture Profile Analysis(TPA) sebagai puncak tertinggi yang dihasilkan dari penekanan pertama. Berdasarkan hasil analisis ragam pengaruh banyak pencucian daging lumat, konsentrasi tepung talas, dan interaksi antara banyak pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas terhadap kekerasan bahan pengisi nugget (Lampiran 6), menunjukkan adanya pengaruh pencucian dan konsentrasi tepung talas terhadap bahan pengisi, tetapi tidak ada pengaruh interaksi antara kedua faktor tersebut terhadap sifat kekerasan formula filler nugget. Pengaruh interaksi antara pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas, serta rata-rata kekerasan formula filler nugget disajikan pada Gambar 10. Hardness Adhesiveness A2 A1 Cohesiveness=A2/A1

Gambar 10 Histogram rata-rata kekerasan bahan pengisi nugget.

P0, P1, P2, P3. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05) pada faktor interaksi pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5.

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh perlakuan pencucian daging lumat terhadap kekerasan formula filler menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pencucian berbeda nyata dengan perlakuan dengan pencucian daging lumat (Lampiran 6). Kekerasan formulasi filler terbesar terlihat pada perlakuan tanpa pencucian (P0) yaitu 534,64 g dan kekerasan paling kecil pada pencucian dua kali (P2) yaitu 426,4 g. Perlakuan tanpa pencucian memiliki nilai kekerasan terbesar dan berbeda dengan perlakuan dengan pencucian. Hal ini disebabkan pada perlakuan tanpa pencucian, masih ada komponen padat seperti darah, pigmen, dan terutama protein (sarkoplasma, miofibril, kolagen) sehingga tekstur menjadi lebih keras.

Perlakuan pencucian daging lumat menunjukkan penurunan tingkat kekerasan formula filler jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa pencucian. Menurut Liu et al. (2008), keberadaan air dapat mempengaruhi pemisahan dan cross-linking protein, sehingga mempengaruhi viskoelastis gel surimi. Konsentrasi protein yang terpisah meningkat ketika air ditambahkan, dan air yang

a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a 0 100 200 300 400 500 600 700 800 C0 C1 C2 C3 C4 K e k er a s an (g ) Konsentrasi (%)

menempel pada jaringan protein akan meningkat ketika pasta dipanaskan sehingga kekerasan (hardness) dan viskositas gel akan berkurang.

Perlakuan pencucian dapat meningkatkan protein miofibril, yaitu protein yang sangat berperan pada pembentukan gel surimi (Suzuki 1981). Melalui bantuan pemanasan dan keberadaan air, protein dapat membentuk matriks gel dengan menyeimbangkan interaksi antara protein dengan protein dan protein dengan pelarut di dalam produk. Matriks gel ini dapat mengikat air, lemak, dan bahan-bahan lain serta mempunyai kekentalan yang tinggi, plastis, dan elastis (Kusnandar 2010).

Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa konsentrasi tepung talas berpengaruh terhadap kekerasan formulafillernugget (Lampiran 6). Peningkatan konsentrasi tepung talas meningkatkan kekerasan nugget. Penambahan tepung talas 20% (C4) menghasilkan kekerasan terbesar yaitu 617,15 g dan perlakuan tanpa penambahan tepung talas (C0) menghasilkan kekerasan yang paling kecil yaitu sebesar 387,67 g. Menurut Couso et al. (1998), perilaku gelatinisasi pada pati berbeda-beda tergantung pada kondisi proses. Umumnya, ketika gel dipanaskan secara langsung tanpa suhusetting, pati akan tergelatinisasi bersamaan dengan gel aktomiosin dan membentuk jaringan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Campo dan Tovar (2008), penambahan pati pada formulasi stik kepiting dari surimi berpengaruh terhadap sifat tekstur stik yang dihasilkan. Gelatinisasi pati menyebabkan tekanan yang mendesak matriks protein dan menghasilkan matriks gel yang lebih kokoh dan sedikit menyatu (cohesive) sehingga meningkatkan konsistensi yang solid. Optimum penambahan pati sekitar 11%. Pada konsentrasi pati yang lebih rendah, sampel lebih kasar dan mudah mengalami deformasi. Pada konsentrasi yang tinggi, pati menjadi keras dan rapuh.

(2) Daya adhesive (adhesiveness)

Daya adhesive merupakan parameter tekstur yang menggambarkan sifat permukaan yang berkaitan dengan adhesi antara bahan dengan permukaan yang berdampingan (de Man 1997). Menurut Munizaga et al. (2004), daya adhesive digambarkan dalam kurva Texture Profile Analysis(TPA) sebagai daerah negatif di bawah kurva yang diperoleh antara 2 penekanan. Berdasarkan analisis ragam

pengaruh banyak pencucian daging lumat, konsentrasi tepung talas, serta interaksi antara banyak pencucian dan konsentrasi tepung talas terhadap daya adhesive menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 5% (Lampiran 7).

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pengaruh pencucian terhadap daya adhesive (Lampiran 7) terlihat bahwa pencucian 3 kali (P3) memiliki daya adhesive yang paling tinggi, sedangkan daya adhesive paling rendah adalah pada pencucian daging lumat 2 kali (P2). Formulasi daging lumat tanpa pencucian memberikan daya adhesive yang tidak berbeda nyata dengan pencucian 3 kali (P3) tetapi berbeda nyata dengan pencucian 1 kali (P1) dan 2 kali (P2). Pada penelitian ini, setelah perlakuan pencucian daging lumat, dilakukan penambahan garam yang dapat memperbaiki struktur gel, dan berdampak pada daya adhesive. Berdasarkan penelitian Cousoet al. (2008), penambahan garam pada surimi dapat menurunkan adhesivitas gel pada surimi yang diberi perlakuan penambahan tepung. Menurut Hossainet al. (2008), penambahan garam selama pencucian dapat menyebabkan terurainya sebagian protein dan meningkatkan sensitivitas terhadap denaturasi yang menyebabkan melemahnya matriks gel.

Kemampuan protein untuk mengikat komponen-komponen bahan pangan seperti air dan lemak, sangat penting dalam formulasi makanan, diantaranya dapat mempengaruhi daya lekat (Kusnandar 2010). Perlakuan daging lumat tanpa pencucian memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan daging lumat dengan perlakuan pencucian sehingga memiliki kemampuan mengikat air lebih banyak dan berdampak pada daya lekat/adhesivitas yang lebih tinggi.

Penambahan konsentrasi tepung talas 20% memiliki daya adhesive yang paling tinggi sedangkan daya adhesive paling rendah dicapai pada konsentrasi tepung talas 5%. Rata-rata daya adhesive formulafiller berkisar antara -10,6 g.s sampai -155,10 g.s. Hasil uji lanjut Duncan interaksi antara konsentrasi tepung talas dan banyak pencucian daging lumat (Lampiran 6) disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Histogram rata-rata daya adhesive bahan pengisi nugget.

P0, P1, P2, P3. Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a, b, c, d, e, f, dan g) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada faktor interaksi pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5.

Daya adhesive tertinggi ditunjukkan oleh formulasi perlakuan tanpa pencucian daging lumat dan penambahan konsentrasi tepung talas 20% (P0C5) sedangkan daya adhesive paling rendah ditunjukkan pada formulasi perlakuan tanpa pencucian daging lumat dan penambahan tepung talas 0% (P0C0). Hal ini karena tepung talas memiliki kadar amilopektin yang lebih tinggi dibandingkan dengan amilosa. Berdasarkan penelitian Hartati dan Prana (2003), talas memiliki kadar amilosa antara 10,54–21,44% sedangkan kadar amilopektin 78,5689,46%.

Pati yang memiliki kadar amilosa tinggi dapat membentuk gel yang agak rapuh (brittle), sedangkan pati yang memiliki kadar amilopektin yang tinggi akan membentuk gel yang lekat (adhesive) dan bersatu (cohesive) (Park 2000). Menurut Campo dan Tovar (2008), kelengketan dan kekerasan gel surimi semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi pati.

i def cdef abc a abcd gh hi efg ab defg hi defg efg gh fg efg bcde abc cdef -160 -140 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 C0 C1 C2 C3 C4 Da ya a dhes iv e ( g s ) Konsentrasi (%)

(3) Kekenyalan (cohesiveness)

Kekenyalan menggambarkan daya tahan produk untuk lepas atau pecah karena adanya gaya tekan. Menurut Munizaga et al. (2004), kekenyalan (cohesiveness) dihitung berdasarkan perbandingan antara luas daerah di bawah kurva ke 2 dan kurva ke 1. Berdasarkan hasil analisis ragam pengaruh pencucian dan konsentrasi tepung talas terhadap kekenyalan (cohesiveness) formula filler (Lampiran 8), menunjukkan bahwa pencucian berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kekenyalan formula nugget sedangkan konsentrasi tepung talas tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata.

Kekenyalan terbesar ditunjukkan pada perlakuan pencucian 1 kali (P1) sedangkan kekenyalan terkecil pada pencucian 3 kali (P3). Perlakuan pencucian 1 kali (P1) berbeda nyata pada taraf 5% terhadap perlakuan tanpa pencucian (P0), pencucian 2 kali (P2) dan 3 kali (P3). Perlakuan pencucian pada prinsipnya dapat meningkatkan protein miofibril dan menghilangkan protein sarkoplasma. Pencucian yang berlebihan memungkinkan protein miofibril juga ikut larut sehingga dapat menurunkan kekuatan gel. Menurut Yongsawatdigulet al.(2006), pencucian juga berpengaruh pada aktivitas transglutaminase (TGase) yang sangat berperan dalam pembentukan gel, dan proteinase yang berperan dalam proses autolisis. Pencucian pertama merupakan proses yang cukup untuk mempertahankan aktivitas enzim TGase dan menurunkan aktivitas autolisis pada mud carp(Cirrhiana microlepis).

Tingginya kekenyalan formula filler pada pencucian ke 1 juga dapat dipengaruhi oleh penambahan Sodium Tripolyphosphat (STTP). Menurut Julavittayanukul et al. (2005), senyawa phosphat dapat meningkatkan aktivitas enzim transglutaminase (TGase) endogenous. Enzim ini mampu mengkatalisasi polimerisasi dancross-linking protein melalui pembentukan ikatan kovalen antar molekul protein. Ikatan kovalen non-disulfida dibentuk antara asam glutamat dan residu lisin dalam protein. Rantai ini dapat meningkatkan cohesivitas surimi. Hasil uji lanjut Duncan interaksi antara konsentrasi tepung talas dan banyak pencucian daging lumat (Lampiran 8) disajikan pada pada Gambar 12.

Gambar 12 Histogram rata-rata kekenyalan bahan pengisi nugget.

P0, P1, P2, P3. Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a, b, c, d, e, dan f) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada faktor interaksi pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5.

Interaksi antara konsentrasi tepung talas dan banyak pencucian terhadap kekenyalan (cohesiveness) formulasi filler nugget berbeda nyata pada taraf 5% (Lampiran 8). Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa kekenyalan tertinggi terdapat pada formulasi tepung talas 0% dan tanpa pencucian (P0C0), sedangkan kekenyalan terendah terdapat pada formulasi 5% tepung talas tanpa pencucian (P0C1). Rata-rata nilai cohesivitas berkisar antara 0,346-0,565. Peningkatan pencucian akan berpengaruh pada peningkatan kekuatan gel yang ditunjukkan pada peningkatan kekenyalan. Pada penelitian ini, kekenyalan tertinggi terjadi pada formulasi tanpa pencucian. Hal ini berarti terdapat faktor lain selain pencucian yang berpengaruh terhadapcohesivitasformulafiller.

Kekenyalan yang rendah pada formula dengan penambahan tepung talas diduga berkaitan dengan kandungan oksalat dan tingginya kandungan mineral pada tepung talas. Menurut Liu et al. (2008), penambahan Na+ dan Ca2+ berpengaruh terhadap tekstur gel. Penambahan Na+ menyebabkan gel surimi menjadi sedikit keras dan elastisitas meningkat. Ion Ca2+dan protein pada surimi dapat membentuk struktur jembatan kalsium, dimana gugus hidroksil pada protein

f a abcde ab bcde abc

cde cdef ef def

ab def cdef ab abcd ab abcde ab ab bcde 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 C0 C1 C2 C3 C4 K e k eny al a n Konsentrasi (%)

akan berikatan dengan kalsium. Hal ini mengakibatkan struktur jaringan menjadi lebih kompak dan ketahanan makromolekul menjadi lebih besar. Ion Ca2+ juga dapat mengaktifkan enzim endogenous transglutaminase selama proses gelasi surimi. Adanya oksalat pada tepung talas diduga dapat mengikat ion Na+ dan Ca2+dan menghalangi terbentuknya struktur jembatan kalsium yang kompak pada proses pembentukan gel. Menurut Savage at al. (2000), adanya oksalat pada bahan makanan telah menunjukkan reduksi bioavailabilitas pada beberapa mineral essensial. Berkaitan dengan hal itu, Noonan dan Savage (1999) telah menyoroti fakta bahwa ketika asam oksalat membentuk garam larut air dengan ion Na+, K+ dan NH4+, oksalat juga mengikat Ca2+, Fe2+, dan Mg2+ untuk membentuk garam tak larut.

Nilai derajat keasaman (pH) juga berpengaruh pada sifat gel surimi. Menurut Munizaga et al. (2004), pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan elastisitas gel yang kuat pada surimi. Pada penelitian ini, nilai pH daging lumat, baik dengan perlakuan pencucian maupun tanpa pencucian berada pada kisaran pH 6,65-6,77 yang merupakan pH optimal bagi pembentukan gel.

(4) Derajat Warna

Analisis ragam yang dilakukan untuk menguji pengaruh perlakuan pencucian dan konsentrasi tepung talas terhadap data warna L*(lightness), a*(redness), dan b* (yellowness) menunjukkan bahwa pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas berpengaruh sangat nyata (P < 0,05) terhadap lightness (L*) (Lampiran 9). Konsentrasi tepung berpengaruh sangat nyata (P < 0,05) terhadap redness (Lampiran 10) dan yellowness (Lampiran 11) tetapi pencucian berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap data redness dan yellowness. Tidak ada interaksi nyata (P>0,05) antara perlakuan banyak pencucian dan konsentasi tepung talas terhadap data lightness, redness dan yellowness.

Hasil uji lanjut Duncan terhadap lightness (Lampiran 9) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan data lightness yang nyata (sig > 0,05) mulai dari perlakuan tanpa pencucian (P0) hingga perlakuan pencucian 3 kali (P3). Lightnessterkecil yaitu 60,21 untuk formulasi tanpa pencucian (P0) dan terbesar

68,41 untuk perlakuan pencucian sebanyak 3 kali (P3). Hal ini disebabkan pada proses pencucian daging lumat, pigmen dan darah ikut terbuang pada saat pencucian sehingga semakin banyak pencucian, tingkat kecerahan (lightness) akan semakin tinggi. Menurut Chaijan et al. (2006), proses pencucian sangat perlu untuk memperbaiki warna dan kekuatan gel pada surimi. Rawdkuenet al.(2008) menyatakan bahwa whiteness tertinggi pada gel surimi ditemukan lebih tinggi pada pencucian konvensional dibandingkan dengan pencucian asam dan alkali. Tingginya whiteness pada gel surimi dapat disebabkan adanya perlakuan pemanasan maupun karena perubahan pada heme protein selama proses gelasi.

Konsentrasi tepung talas 0% menunjukkan lightness tertinggi, yaitu 74,156 sedangkan lightness terendah pada konsentrasi tepung talas 20%. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan tepung talas mennyebabkan warna formula menjadi kurang cerah yang ditunjukkan oleh penurunan nilai L*. Semakin mendekati angka 100, maka produk akan semakin cerah. Formulasi dengan penambahan tepung talas menunjukkan warna yang kurang terang. Semakin banyak konsentrasi tepung talas, warna formulafillernugget cenderung berwarna kusam. Menurut Karayannakidis et al. (2007), proses gelatinisasi pati akan mempengaruhi warna pada produk akhir kamaboko. Pada proses gelatinisasi surimi, granula pati akan menyerap air dan mengembang sampai dibatasi oleh jaringan protein. Hal ini menghasilkan pengaruh penguatan dan tekanan pada matriks gel dan meningkatkan kemampuan pembentukan gel. Penambahan pati ini dapat juga menimbulkan pengaruh yang merusak pada sifat tekstur gel kamaboko jika granula pati tidak tergelatinisasi, sehingga tingkat kecerahan (lightness) akan menurun dan gel ikan menjadi lebih kusam.

Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kecerahan formula filler adalah warna dasar tepung talas yang kurang cerah dibandingkan dengan tepung komersial lain. Menurut Aboubakaret al.(2008), warna tepung talas yang kurang cerah disebabkan adanya reaksibrowningnon enzimatik (reaksimaillard).

Reaksi maillard dapat terjadi pada bahan pangan yang mengandung gula pereduksi dan protein dalam kondisi yang memungkinkan bereaksi, yaitu tergantung pada suhu, pH, dan awselama penyimpanan. Pada tahap awal, terjadi reaksi antara asam amino dengan gula pereduksi, membentuk senyawa kompleks

yang tidak berwarna yang larut dalam air. Pada tahap ini tidak ada perubahan nyata yang terjadi pada citarasa maupun penampakan bahan pangan, tetapi kompleks gula-protein tersebut akan segera terurai menghasilkan senyawa kimia yang kompleks. Polimerisasi senyawa ini akan meningkatkan terbentuknya senyawa-senyawa kompleks yang berwarna coklat (Syarief dan Halid 1993).

Uji lanjut Duncan terhadap data redness (Lampiran 10) menunjukkan terjadi peningkatan warna yang nyata terhadaprednessmulai dari konsentrasi 0% sebesar 0,56 sampai konsentrasi 20% sebesar 4,09. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung dapat meningkatkan warna kemerahan pada formulasi produk (redness meningkat). Sebaliknya, uji lanjut Duncan terhadap data yellowness (Lampiran 11) menunjukkan terjadi penurunan yang nyata (sig > 0,05) mulai dari konsentrasi 0% sebesar 16,32 sampai konsentrasi 20% sebesar 9,82.

4.3.2 Pengaruh interaksi banyak pencucian dan konsentrasi tepung talas terhadap penilaian organoleptik

Pengujian organoleptik terhadap formulasi filler nugget dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap formulasi filler yang merupakan interaksi antara pengaruh banyak pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas. Parameter yang digunakan meliputi rasa, tekstur, aroma, dan warna.

(1) Rasa

Penilaian rasa nugget dengan menggunakan uji Kruskal Wallis pada skala hedonik 1 (amat sangat tidak suka) sampai 9 (amat sangat suka) menunjukkan bahwa perlakuan interaksi antara pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas berpengaruh nyata terhadap rasa formulafillernugget (Lampiran 12).

Berdasarkan hasil uji lanjut dengan menggunakan uji multiple comparison, (Lampiran 12) dapat disimpulkan bahwa penambahan konsentrasi tepung talas memberikan pengaruh nyata pada perlakuan P0C0, P0C3, P0C4, P1C3, P1C4, P2C4, dan P3C4. Berdasarkan perhitungan terhadap rata-rata penilaian kesukaan panelis pada atribut rasa formula filler nugget, peningkatan konsentrasi tepung sebesar 15-20% menunjukkan penurunan skor hedonik. Data selengkapnya disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Histogram rasa bahan pengisi nugget.

P0, P1, P2, P3. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5.

Berdasarkan Gambar 13, rata-rata nilai kesukaan terhadap atribut rasa berkisar antara 5,10-7,15 yang berarti terletak pada kisaran netral dan suka. Kesukaan tertinggi untuk rasa ditunjukkan pada formulasi pencucian 1 kali tanpa penambahan tepung talas (P1C0), sedangkan kesukaan terendah pada formulasi pencucian 1 kali pada konsentrasi tepung talas 20% (P1C4). Peningkatan konsentrasi tepung pada formula filler menunjukkan tingkat kesukaan panelis semakin turun. Hal ini karena penambahan konsentrasi tepung menutupi rasa khas ikan.

Rasa khas ikan dihasilkan oleh senyawa-senyawa volatil dan non volatil. Senyawa volatil yang berperan yaitu karbonil dan alkohol (turunan asam lemak bebas), sulfur, bromophenol, dan hidrokarbon. Senyawa non volatil yang berperan adalah senyawa yang mempunyai berat molekul rendah, yaitu senyawa nitrogen (asam amino bebas, peptida, nukleotida, dan basa organik) serta non nitrogen (asam organik, gula, dan senyawa anorganik) (Shahidi 1998).

Rasa pada formulafillernugget juga dipengaruhi oleh bahan yang ditambahkan pada formula diantaranya gula, garam, susu skim, dan aneka bumbu seperti lada, bawang putih, dan bawang bombay.

6.80 6.70 6.72 6.30 6.28 7.15 6.37 6.28 5.67 5.10 6.27 6.17 5.70 5.88 5.62 6.13 6.22 5.70 5.48 5.45 0 1 2 3 4 5 6 7 8 C0 C1 C2 C3 C4 Ni la i He doni k Konsentrasi (%)

(2) Tekstur

Tekstur merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam menentukan kualitas produk dengan bahan dasar daging lumat ikan. Tekstur bahan pengisi nugget akan sangat menentukan tekstur akhir nugget setelah coatingdan akan berpengaruh pada penerimaan konsumen terhadap produk.

Berdasarkan uji Kruskal Wallis pengaruh interaksi pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas terhadap tekstur, diperoleh data bahwa perlakuan pencucian dan penambahan tepung talas berpengaruh sangat nyata terhadap tekstur bahan pengisi nugget (Lampiran 12). Hal ini menunjukkan bahwa secara subyektif, penambahan tepung talas dan pencucian daging lumat ikan berpengaruh terhadap daya terima panelis terhadap sifat tekstur produk. Berdasarkan uji lanjut dengan uji multiple comparison (Lampiran 12), diketahui bahwa perlakuan P0C0, P0C1, P0C3, P1C0, P1C3, P1C4, P2C0, P2C1, P2C4, dan P3C0 berpengaruh nyata pada penerimaan panelis terhadap atribut tekstur.

Gambar 14 Histogram tekstur bahan pengisi nugget.

P0, P1, P2, P3. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5.

Rata-rata penilaian hedonik panelis terhadap tekstur berkisar antara 5,58-6,68 yang berarti berada pada kisaran agak suka sampai suka (Gambar 14). Nilai tertinggi ditunjukkan pada formulasi pencucian ke 3 dan konsentrasi tepung talas 10%. Penambahan tepung talas pada konsentrasi tertentu mampu memperbaiki sifat tekstur formula bahan pengisi menjadi lebih kompak dan padat.

6.03 6.12 6.37 6.43 6.43 5.58 6.63 6.50 6.10 5.92 5.72 6.33 6.67 6.52 6.17 6.32 6.65 6.88 5.92 5.73 0 1 2 3 4 5 6 7 8 C0 C1 C2 C3 C4 Ni la i He doni k Konsentrasi (%)

Hidrogel dibentuk pada surimi ketika polimer tersebar di dalam air karena adanya ikatan silang membentuk matriks yang memerangkap air dalam viskoelastis yang solid. Penambahan bahan-bahan lain seperti tepung, akan ikut terperangkap di dalam matriks dan kemudian mengisi gel, mempengaruhi pembentukan matriks gel surimi secara kontinyu selama pemanasan (Leeet al. 1992).

Sifat tekstur formula bahan pengisi nugget juga dipengaruhi oleh perlakuan pemanasan pada proses pemasakan serta bahan-bahan lain yang ditambahkan dalam formula seperti putih telur dan pati maizena sebagai bentuk pati modifikasi. Menurut Munizagaet al.(2004), kekuatan gel surimi dengan penambahan tepung kentang, dan surimi dengan penambahan tepung kentang dan putih telur, lebih kecil jika dibandingkan dengan tanpa penambahan tepung maupun dengan penambahan putih telur. Kekuatan gel dengan perlakuan pemberian tekanan pada surimi Alaska Pollock lebih kecil jika dibandingkan dengan perlakuan pemanasan. Stabilisasi pati modifikasi terlihat pada ketahanannya terhadap retrogradasi selama pembekuan danthawing, tidak seperti pati tidak termodifikasi yang mudah mengalami retrogradasi dan sineresis beku serta memiliki efekgel strength yang rendah. Pencampuran antara pati modifikasi waxy corn dan pati terigu non modifikasi menunjukkan tingkat freeze-thaw yang stabil, yang ditunjukkan oleh rendahnya freeze drip dan rendahnya perubahan tekstur pada produk. Sifat ini dihubungkan dengan sifat retrogradabilitas yang rendah dan sifat mengikat air yang tinggi (Leeet al. 1992).

(3) Aroma

Aroma bahan pengisi nugget dapat berasal dari bahan baku surimi ikan maupun bahan lain seperti bumbu-bumbu diantaranya bawang putih, bawang bombay, dan lada. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis diketahui bahwa interaksi pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas berpengaruh nyata terhadap penerimaan panelis terhadap atribut aroma (Lampiran 12). Hasil uji lanjut dengan uji multiple comparison (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan P0C4, P1C3, P1C4, dan P2C4 memberikan pengaruh nyata terhadap penerimaan panelis. Peningkatan konsentrasi tepung talas pada konsentrasi 15%-20% pada formula bahan pengisi menunjukkan penurunan penerimaan panelis. Nilai hedonik untuk atribut aroma disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15 Histogram aroma bahan pengisi nugget.

P0, P1, P2, P3. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5.

Rata-rata nilai kesukaan terhadap aroma berkisar antara 5,58 sampai 6,50 yang berarti berada pada kisaran agak suka dan suka. Nilai skor tertinggi adalah 6,50 untuk perlakuan pencucian 1 kali dan konsentrasi tepung talas 0% (P1C0) dan nilai terendah 5,58 untuk pencucian 1 kali dan konsentrasi tepung talas 20% (P1C4). Penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap penambahan konsentrasi tepung talas diduga karena aroma khas ikan dan bumbu berkurang dan aroma khas tepung lebih dominan. Faktor pencucian juga berpengaruh terhadap penilaian panelis terhadap aroma formulafiller. Pencucian dapat menghilangkan odor yang tidak disukai dari daging lele, tetapi pencucian yang terlalu banyak menyebabkan aroma khas ikan juga akan berkurang.

Pada kondisi ini, bumbu seperti bawang berperan penting dalam memberikan aroma yang khas. Senyawa penimbul aroma pada bawang adalah senyawa sulfur yang akan menimbulkan bau bila jaringan sel bawang mengalami kerusakan sehingga terjadi kontak antara enzim dalam bahan dengan substrat (Winarno 2008).

Reaksibrowningenzimatik maupun non enzimatik dapat menghasilkan bau yang kuat, misalnya pembentukan furfural dan maltol pada reaksi maillard.

6.25 6.18 6.35 6.27 5.80 6.50 6.48 6.38 6.07 5.58 6.38 6.20 6.17 6.37 6.05 6.47 6.32 6.02 6.22 6.17 0 1 2 3 4 5 6 7 8 C0 C1 C2 C3 C4 Ni la i He doni k Konsentrasi (%)

Timbulnya aroma pada daging yang dimasak disebabkan oleh pemecahan asam- asam amino dan lemak (Winarno 2008). Senyawa reaksi browningpemberi rasa dan aroma dihasilkan dari interaksi antara grup karbonil dengan amino. Dengan

Dokumen terkait