• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS AUKSIN DAN BOBOT SUCKER TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN RAKIT

SECARA IN VITRO

PENGARUH JENIS AUKSIN DAN BOBOT SUCKER TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN RAKIT

Abstrak

Potensi besar tanaman sagu menjanjikan sebagai bahan pangan alternatif di masa mendatang, dalam mengatasi permasalahan pangan global. Penelitian ini bertujuan mempelajari perlakuan auksin dan bobot sucker pada pertumbuhan dan akar di persemaian rakit. Penelitian dilaksanakan di Cikarawang, Dramaga, Bogor, Jawa Barat dari Juli 2012 sampai dengan Maret 2013. Penelitian menggunakan aksesi Dramaga (tidak berduri). Penelitian diacak dalam blok dengan dua faktor dan disusun dalam desain split plot. Petak utama merupakan jenis auksin yaitu tanpa auksin (kontrol), 7.40 mM IBA, 7.40 mM NAA, 7.40 mM auksin komersial, sedangkan anak petak terdiri atas tiga bobot sucker yaitu acak 500-999 g, 1000-1499 g, 1500-2000 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NAA secara signifikan menghambat pertumbuhan bibit, hal tersebut diindikasikan dengan tinggi rachis ke-1 dan jumlah anak daun rachis ke-1 yang lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol dan auksin komersial. Aplikasi jenis auksin tidak memberikan hasil berbeda pada peubah jumlah akar primer, jumlah akar nafas, dan panjang akar terpanjang). Rata-rata persentase bibit hidup telah diperoleh 65% (untuk bibit 1000-1499 g dan 1500-2000 g) pada 4 bulan setelah semai (BSS), sementara bobot 500-999 g menghasilkan rata-rata persentase bibit hidup yang lebih rendah yaitu 40%.

Kata kunci : keragaan bibit,analisis air, aerenkim, persentase hidup

Abstract

Sago palms promises great potential as an alternative food in the future, in addressing global food issues. The research was aimed to study auxin and sucker weight treatments on variables growth and root seedlings on raft nursery.. This research was conducted at Cikarawang, Dramaga, Bogor, West Java from July 2012 to Mart 2013. The research were used Dramaga accession (spineless). The research was arranged in split plot design with two factors in randomized block design. The main plot was kind of auxin, i.e. without auxin (control), 7.40 mM IBA, 7.40 mM NAA, 7.40 mM commercial auxin, whereas the subplot was three sucker weights i.e 500-999 g, 1000-1499 g, 1500-2000 g. The result showed that NAA could significantly inhibit seedling growth, as indicated by reduction the 1st rachis height and amount of 1st rachis leaflets compare with kontrol and commercial auxin treatments. Kind of auxin did not give significantly different on some variables (number of primary roots, number of aerenchim roots, and the length of root. Survival rate percentage of seedlings were obtained 65% (for both weight sucker 1000 - <1500 g and 1500-2000 g) on 4 month after nursery (MAN), while the sucker weights 500-999 g produced survival rate percentage is lower at 40%.

58

Pendahuluan

Beberapa tahun terakhir, tanaman sagu mulai dikembangkan oleh pemerintah secara nasional. Potensi tanaman sagu memang sangat menjanjikan bagi masa mendatang, tidak hanya dalam mengatasi permasalahan pangan tetapi juga kelangkaan energi. Indonesia memiliki luas sagu 60% dari luasan sagu dunia. Daerah sebaran sagu di Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Kepulauan Riau, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.

Pengembangan tanaman sagu secara nasional membutuhkan ketersediaan bibit sagu dalam jumlah yang banyak. Jenis tanaman sagu yang dapat menghasilkan pati tinggi dapat dijadikan sumber induk bibit tanaman sagu. Bibit sagu dapat diambil dari hutan sagu yang telah tersedia, namun tidak dapat langsung ditanam di lapangan. Kondisi persemaian yang baik dibutuhkan oleh bibit sagu untuk mendukung pertumbuhannya di awal persemaian. Bibit sagu yang telah memiliki tajuk dan perakaran yang baik diharapkan dapat tumbuh baik saat penanaman di lapangan.

Hasil penelitian sucker sagu dengan menggunakan persemaian polibag memiliki kendala-kendala seperti intensitas serangan hama dan penyakit yang tinggi, biaya angkut bibit dari persemaian ke lapangan, dan persentase hidup bibit yang masih rendah yaitu sekitar 50-70%. Tanaman sagu memiliki habitat lingkungan tumbuh di daerah pinggiran sungai dan rawa menjadi penyebab rendahnya persentase bibit hidup bibit. Oleh karen itu, percobaan persemaian sucker sagu dengan menggunakan rakit (di air) menjadi diperlukan.

Perbanyakan tanaman sagu menggunakan sucker (secara vegetatif) sudah banyak dilakukan. Masyarakat lokal disekitar pertanaman sagu maupun perkebunan sagu swasta menggunakan teknik persemaian rakit sebelum dipindahtanamkan ke lapangan. Persentase bibit hidup yang dihasilkan dari persemaian menggunakan rakit cukup tinggi yaitu 80%. Bibit sagu diletakkan pada rakit-rakit di atas kanal-kanal kebun pada perkebunan sagu skala luas sebelum dipindahkan ke lapangan. Masyarakat sekitar hutan sagu biasanya meletakkan bibit sagu di daerah cekungan air sebelum dipindahkan ke lapangan. Penanaman bibit sagu secara langsung ke lapangan menyebabkan kemungkinan kematian bibit yang tinggi.

Selama ini, perbanyakan bibit sagu menggunakan bobot sucker 2-5 kg. Keterbatasan persediaan bibit secara vegetatif dan kebutuhan pengembangan sagu secara luas memberikan alternatif penggunaan bobot sucker yang lebih kecil yaitu 500-999 g, 1000-1499 g, dan 1500-2000 kg. Hasil penelitian Ahmad (2012) menunjukkan bahwa bibit sagu dengan bobot sucker 500-1000 g dengan aplikasi pupuk N 3 g/polibag mampu memberikan persentase bibit hidup sekitar 77.5%.

Penggunaan bobot sucker yang lebih kecil diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan bibit sagu untuk pengembangan sagu skala luas. Nasir (1996) melaporkan bahwa dua jenis anakan kurma, yang pertama dari anakan tidak berakar dengan bobot 12-20 kg, sedangkan yang kedua dari anakan berakar dengan bobot 1-4 kg, 5-11 kg, dan 12-20 kg. Aplikasi zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi (0, 500, 1000, 2000 mgL-1) diberikan pada tanaman contoh anakan kurma. Aplikasi ZPT pada anakan kurma berakar menghasilkan persentase inisiasi akar yang lebih baik pada bobot anakan 12-20 kg dibandingkan dengan bobot 1-4 kg. Konsentrasi IBA yang lebih tinggi menghasilkan jumlah akar,

rambut akar, daun, dan panjang daun serta persentase bibit hidup yang lebih baik. Namun demikian, ketebalan akar menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi IBA. Metabolisme IBA ditemukan pada proses perakaran anakan kurma. Konsentrasi IBA menghasilkan jumlah akar yang lebih lebih banyak dan waktu perakaran yang lebih cepat dibandingkan dengan anakan yang tidak diberikan perlakuan (kontrol).

Tujuan dari percobaan adalah memperoleh kombinasi jenis zat pengatur tumbuh (ZPT) dengan bobot sucker yang terbaik untuk pertumbuhan bibit sagu, menginduksi perakaran, serta meningkatkan persentase bibit hidup.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Penelitian persemaian sucker sagu di persemaian rakit dilaksanakan mulai Juli 2012 sampai dengan Maret 2013, di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman (sucker) yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga macam bobot sucker yaitu 500-999 g, 1000-1499 g, dan 1500-2000 g. Sucker yang digunakan merupakan bibit sagu tidak berduri (molat), aksesi Dramaga. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah jenis auksin IBA (indole-3- Butyric Acid), NAA (α-Naphthalene Acetic Acid), auksin komersial (Naftalenasetamida 0.20%, 2-metil-1-naftalen asetat 0.03%, Idol-3-butirat 0.06%, dan Thiram 4.00%). Pestisida yang digunakan yaitu fungisida (bahan aktif: benomyl), bakterisida (2 gL-1). Persemaian bibit sagu menggunakan paranet 55%. Bahan rakit yang digunakan sebagai tempat persemaian adalah bambu.

Metode Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan yaitu split plot. Faktor pertama bobot sucker, sebagai petak utama. Bobot sucker yang digunakan terdiri atas 500- 999 g, 1000-1499 g, dan 1500-2000 g. Faktor kedua yaitu jenis auksin, sebagai anak petak. Konsentrasi jenis auksin yang digunakan terdiri atas kontrol 0 mM, 7.40 mM IBA, 7.40 mM NAA, dan 7.40 mM auksin komersil (AK).

Percobaan tersebut terdiri atas 4 ulangan dengan 5 tanaman contoh untuk setiap ulangan. Dengan demikian, keseluruhan kombinasi percobaan dengan tiga bobot sucker ( 500-999 g, 1000-1499 g, dan 1500-2000 g), empat jenis auksin (kontrol, IBA, NAA, dan auksin komersial), empat ulangan dan 5 tanaman contoh pada persemaian rakit berjumlah 240 satuan percobaan. Kombinasi perlakuan pada percobaan persemaian rakit dapat dilihat pada Tabel 24.

60

Seluruh anakan tanaman sagu (untuk seluruh perlakuan) disemaikan pada rakit penanaman. Rakit yang digunakan terbuat dari bambu. Permukaan air persemaian tidak boleh melebihi titik tumbuh bibit sagu, karena jika air melebihi batas tersebut dikhawatirkan titik tumbuh akan mudah busuk.

Pengontrolan permukaan air dilakukan setiap hari. Hal tersebut dilakukan untuk mengupayakan ketinggian air tetap di bawah titik tumbuh anakan sagu. Selain itu, pemeliharaan tanaman juga dilakukan menjelang pengamatan dan selama percobaan berlangsung. Pemeliharaan tersebut dimaksudkan untuk membuang pelepah anakan sagu tua, pelepah yang terserang cendawan, dan bagian tunas yang terinfeksi cendawan. Pelaksanaan percobaan sama dengan di persemaian polibag. Pengamatan dilakukan selama empat bulan.

Tabel 24 Kombinasi perlakuan induksi perakaran dengan empat jenis auksin dan tiga bobot sucker pada persemaian di rakit

Bobot Sucker (g) Jenis Auksin ∑ Ulangan ∑ Tanaman Contoh 500-999 Kontrol 0 mM 4 5 IBA 7.40 mM 4 5 NAA 7.40 mM 4 5 AK 7.40 mM 4 5 1000-1499 Kontrol 0 mM 4 5 IBA 7.40 mM 4 5 NAA 7.40 mM 4 5 AK 7.40 mM 4 5 1500-2000 Kontrol 0 mM 4 5 IBA 7.40 mM 4 5 NAA 7.40 mM 4 5 AK 7.40 mM 4 5 Total 240 tanaman

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) menggunakan SAS system versi 6. 12. Apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 % (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Tajuk Bibit Sagu di Persemaian Rakit

Persemaian rakit merupakan salah satu teknik persemaian bibit sagu yang umum digunakan sebelum bibit dipindahtanamkan ke lapangan. Persemaian bibit sagu di rakit dilakukan selama kurang lebih 3-4 bulan atau sampai keluarnya 2-3 daun baru. Jika jumlah daun baru telah mencapai 2-3 daun dengan kondisi perakaran yang baik, bibit sagu siap dipindahtanamkan ke lapangan.

Saat ini, persemaian rakit menghasilkan persentase bibit siap tanam ke lapangan yang lebih tinggi dibandingkan persemaian kolam dan polibag. Persentase bibit hidup yang dihasilkan dari persemaian dengan menggunakan

teknik tersebut mencapai 80%. Persentase yang cukup tinggi tersebut diperoleh disebabkan adanya ketersediaan air yang sesuai bagi pertumbuhan bibit sagu selama di persemaian. Selain itu, persentase kandungan pati yang pada banir sucker berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan bibit di persemaian.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa interaksi perlakuan jenis auksin yang dikombinasikan dengan bobot sucker mampu memberikan tinggi rachis tidak sempurna tertinggi pada kontrol dengan bobot 500-999 g dibandingkan dengan perlakuan 7.40 mM NAA pada bobot yang sama dan kontrol pada bobot 1000-1499 g (Tabel 25). Perlakuan pemberian auksin tidak memberikan pengaruh yang nyata pada persemaian rakit. Perlakuan boobt sucker tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah tinggi rachis tidak sempurna. Penggunaan NAA menghasilkan tinggi rachis tidak sempurna terendah pada bobot sucker 500-999 g, namun tidak berbeda dengan IBA dan AK.

Tabel 25 Interaksi jenis auksin dan bobot sucker terhadap tinggi rachis tidak sempurna bibit sagu (Metroxylon spp.) pada 4 BSS di persemaian rakit

Jenis Auksin Bobot Sucker (g)

500-999 1000-1499 1500-2000

0 mM 36.50a 6.19b 17.83ab

7.40 mM IBA 14.75ab 27.75ab 14.00ab

7.40 mM NAA 4.25b 26.31ab 25.75ab

7.40 mM AK 12.50ab 15.42ab 15.35ab

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT

Penggunaan jenis auksin komersial dengan perlakuan bobot sucker menghasilkan tinggi rachis tidak sempurna yang tidak berbeda dengan kontrol dan jenis auksin IBA serta NAA. Menurut Suartini (2006), senyawa yang memiliki inti naphathalene, seperti naftalenasetamida dan 2-metil-1-naftalen asetat ber fungsi memperbanyak dan mendorong timbulnya suatu perakaran, sedangkan satu senyawa aktif yang mengandung indole bermanfaat untuk memperbanyak dan mempercepat perakaran. Selain itu, Thiram berfungsi sebagai fungisida.

Tabel 26 Interaksi jenis auksin dan bobot sucker terhadap akar terpanjang bibit sagu (Metroxylon spp.) pada 4 BSS di persemaian rakit

Jenis Auksin Bobot Sucker (g)

500-999 1000-1499 1500-2000

0 mM 1.31e 4.58abc 4.86abc

7.40 mM IBA 3.76abcde 5.11ab 2.41bcde 7.40 mM NAA 1.94cde 3.63abcde 4.28abcd

7.40 mM AK 5.52a 1.50de 4.25abcd

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT

Perlakuan auksin diharapkan mampu menginduksi perakaran bibit sagu lebih banyak dibandingkan kontrol. Kombinasi bobot sucker 500-999 g dengan kontrol

62

menghasilkan akar terpendek dibandingkan dengan perlakuan auksin komersial pada bobot sucker yang sama. Aplikasi auksin komersial lebih efektif digunakan pada bobot sucker 500-999 g untuk merangsang pemanjangan akar (Tabel 26).

Perlakuan bobot sucker 1000-1499 g dengan 7.40 mM IBA lebih efektif digunakan dibandingkan dengan auksin komersial dalam merangsang panjang akar pada bobot tersebut. Aplikasi 7.40 mM AK menghasilkan akar yang lebih pendek dibandingkan perlakuan IBA dan kontrol, namun tidak berbeda dengan NAA. Perlakuan kontrol dan auksin tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada bobot 1500-2000 g (Tabel 26). Keragaan bobot sucker 500-999 g dan 1000- 1499 g (Gambar 13 dan 14).

Gambar 13 Keragaan pertumbuhan bibit asal bobot sucker 500-999 g pada berbagai konsentrasi jenis auksin di persemaian rakit

Auksin meregulasi banyak aspek kritik pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui pembelahan sel, pemanjangan, dan diferensiasi. IBA, prekursor auksin yang ditemukan sebagai bahan sintesis yang menginduksi inisiasi akar pada beberapa tumbuhan (Ludwig-Muller et al. 2005).

Berry dan Bjorkman (1980) menyatakan bahwa peningkatan suhu secara umum menaikkan rata-rata fotosintetik dan diduga mempercepat fase perkembangan tanaman. Peningkatan suhu di atas rata-rata optimum mungkin menyebabkan aktivitas fotosintesis terhambat dan menurunkan pertumbuhan. Percepatan rata-rata munculnya daun diduga merupakan respon dari tanaman sagu terhadap suhu tinggi, sehingga memacu perkembangan tanaman menjadi lebih cepat. Lebih lanjut, Salisbury and Ross (1985) menyatakan bahwa suhu tinggi berakibat pada denaturasi enzim dan kerusakan sistem fotosintetik.

IBA tidak hanya berperan dalam perakaran tetapi juga meregulasi auksin seperti epinasti daun, pembelahan sel, dan pembengkokan batang (Strader dan Bartel 2011). Menurut Sudaryono (2004) suhu udara menentukan laju difusi zat cair dalam tanaman, apabila suhu udara turun maka viskositas air naik, sehingga kegiatan fotosintesis turun, demikian pula penguapan airnya turun. Kondisi bibit sagu dengan bobot sucker 1500-2000 g di persemaian rakit pada 4 BSS (Gambar 15).

Gambar 15 Keragaan pertumbuhan bibit asal bobot sucker 1000-1499 g pada berbagai konsentrasi jenis auksin di persemaian rakit

Aplikasi jenis auksin menghasilkan tinggi rachis tidak normal, tinggi rachis ke-2, tinggi rachis ke-3, dan tinggi rachis tidak sempurna yang tidak Gambar 14 Kondisi bibit sagu pada bobot sucker 1500-2000 g pada 4 BSS di persemaian rakit

20 cm 20 cm

64

berbeda dengan kontrol (Tabel 27). Tinggi rachis ke-1 pada perlakuan 7.40 mM auksin komersial lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan IBA dan NAA, walaupun tidak berbeda nyata dengan kontrol di seluruh bulan pengamatan.

Tinggi rachis ke-2 belum terinisiasi pada 1 BSS. Tinggi rachis ke-2 terinisiasi hanya pada perlakuan 7.40 IBA di 2 BSS (Tabel 27). Tinggi rachis ke-2 lebih cepat terinisiasi di persemaian rakit dibandingkan dengan di persemaian polibag. Rachis ke-2 terinisiasi pada 2 BSS di persemaian rakit, sedangkan di persemaian polibag baru terinisiasi pada 4 BSS.

Tabel 27 Pengaruh perlakuan jenis auksin terhadap peubah tinggi rachis tidak normal,tinggi rachis ke-1, tinggi rachis ke-2, tinggi rachis ke-3, dan tinggi rachis tidak sempurna di persemaian rakit

Jenis Auksin Umur Bibit (BSS)

1 2 3 4

Tinggi Rachis Tidak Normal (cm)

0 mM 13.49a 14.76a 14.89a 20.17a

7.40 mM IBA 17.69a 19.15a 20.25a 18.83a 7.40 mM NAA 16.06a 18.59a 20.09a 18.77a 7.40 mM AK 10.17a 9.87a 10.04a 14.42a

Tinggi Rachis ke 1 (cm)

0 mM 15.49a 30.72a 45.68a 64.31a

7.40 mM IBA 6.15b 17.86b 30.45b 54.42ab 7.40 mM NAA 2.35b 13.44b 25.73b 35.05b 7.40 mM AK 13.38a 32.83a 45.39a 65.77a

Tinggi Rachis ke 2 (cm)

0 mM 0.00 0.00a 4.00a 15.69a

7.40 mM IBA 0.00 0.62a 3.90a 11.19a 7.40 mM NAA 0.00 0.00a 0.89a 9.82a 7.40 mM AK 0.00 0.00a 2.45a 16.61a

Tinggi Rachis ke 3 (cm)

0 mM 0.00 0.00 0.00 0.81a

7.40 mM IBA 0.00 0.00 0.00 4.85a 7.40 mM NAA 0.00 0.00 0.00 0.97a

7.40 mM AK 0.00 0.00 0.00 1.38a

Tinggi Rachis Tidak Sempurna (cm)

0 mM 19.86a 26.65a 31.05a 24.43a

7.40 mM IBA 18.33a 26.10a 27.51a 30.52a 7.40 mM NAA 21.34a 31.82a 37.10a 45.53a 7.40 mM AK 22.72a 26.23a 25.69a 28.45a

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris peubah dan umur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT

Anak daun rachis ke-1 dan anak daun rachis ke-2 baru terinisiasi pada 3 BSS di persemaian rakit. Pada 4 BSS, jumlah anak daun rachis ke-1 terrendah (7.42 helai) pada perlakuan 7.40 mM NAA, namun tidak berbeda dengan perlakuan IBA. Jumlah anak daun rachis ke-2 mulai terinisiasi pada perlakuan 7.40 mM IBA pada 3 BSS. Jumlah anak daun rachis ke-3 terinisiasi pada akhir

pengamatan 4 BSS. Perlakuan jenis auksin tidah memberikan perbedaan antara perlakuan jenis auksin dan kontrol pada jumlah anak daun rachis tidak sempurna dan diameter rachis ke-1 selama 4 BSS (Tabel 28).

Salisbury dan Ross (1985) menyatakan bahwa tanaman yang memiliki karakteristik fotosintetik C3 tidak mungkin menunjukkan fotosintetik optimum pada suhu di atas 300 C seperti halnya tanaman C4 yang dapat melakukannya pada 30-400 C. Uchida et al. (1990) menyatakan bahwa tanaman sagu merupakan tanaman dengan jalur fotosintesis C3 dengan rata-rata fotosintetik nyata yang rendah di daun (13-15 mg CO2 dm-2 h-1). Menurut Tamaki et al. (2002) dan Bartholomew dan Williams (2005) munculnya daun baru adalah fungsi linier dari waktu pada wilayah suhu tinggi.

Tabel 28 Pengaruh perlakuan jenis auksin terhadap peubah jumlah anak daun rachis dan diameter rachis ke-1 di persemaian rakit

Jenis Auksin Umur Bibit (BSS)

1 2 3 4

Jumlah Anak Daun Rachis ke 1

0 mM 0.00 0.00 9.39a 20.95a

7.40 mM IBA 0.00 0.00 5.15a 15.30ab

7.40 mM NAA 0.00 0.00 4.67a 7.42b

7.40 mM AK 0.00 0.00 6.85a 17.48a

Jumlah Anak Daun Rachis ke 2

0 mM 0.00 0.00 0.00a 2.33a

7.40 mM IBA 0.00 0.00 0.83a 3.23a

7.40 mM NAA 0.00 0.00 0.00a 0.92a

7.40 mM AK 0.00 0.00 0.00a 1.98a

Jumlah Anak Daun Rachis ke 3

0 mM 0.00 0.00 0.00 0.00a

7.40 mM IBA 0.00 0.00 0.00 0.75a

7.40 mM NAA 0.00 0.00 0.00 0.00a

7.40 mM AK 0.00 0.00 0.00 0.00a

Jumlah Anak Daun Rachis Tidak Sempurna

0 mM 0.88a 7.82a 8.14a 9.07a

7.40 mM IBA 0.77a 4.37a 5.24a 7.59a

7.40 mM NAA 1.17a 3.36a 9.47a 10.38a

7.40 mM AK 1.20a 6.39a 9.84a 11.35a

Diameter Rachis ke 1 (cm)

0 mM 0.00 0.00 2.67a 3.41a

7.40 mM IBA 0.00 0.00 1.39a 3.10a

7.40 mM NAA 0.00 0.00 3.19a 3.56a

7.40 mM AK 0.00 0.00 2.06a 3.67a

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris peubah dan umur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT

Perlakuan auksin yang mampu menginduksi rachis ke-2 pada 2 BSS yaitu 7.40 mM IBA (Tabel 27 dan 28), sedangkan perlakuan kontrol dan jenis auksin NAA dan AK baru dapat menginduksi rachis ke-2 pada 3 BSS. Hasil uji secara

66

statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara bobot sucker yang digunakan terhadap tinggi rachis tidak normal, tinggi rachis ke-3 dan tinggi rachis tidak sempurna selama 4 bulan pengamatan berlangsung (Tabel 29). Percobaan menunjukkan bahwa tinggi rachis ke-2 mulai terinisiasi pada 2 BSS. IBA menginisiasi rachis ke-2 pada bobot 1500-2000 g (Tabel 29). Pada persemaian rakit, rachis ke-2 tertinggi dihasilkan dari bobot sucker terbesar 1500-2000 g dibandingkan dengan bobot sucker 500-1000 g pada 3 BSS, namun tidak berbeda untuk seluruh bobot sucker pada akhir pengamatan (4 BSS). Keragaan bibit denga bobot sucker 1500-2000 g di persemaian rakit pada 4 BSS (Gambar 16).

Gambar 16 Keragaan pertumbuhan bibit sagu asal bobot sucker 1500-2000 g pada berbagai konsentrasi jenis auksin di persemaian rakit

Unsur hara mineral merupakan ion yang bermuatan positi seperti K+, Ca2+, NH4+, ataupun ion yang bermuatan negatif seperti NO3-, SO32-, HPO42- yang terlarut dalam air. Ion-ion tersebut berasal dari bahan mineral tanah sebagai hasil dekomposisi bahan organik ataupun dari pupuk yang diberikan. Air merupakan media penggerak bagi ion untuk berdifusi dan bergerak melalui aliran massa sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Air berperan penting dalam membantu ion-ion tersebut menjadi tersedia bagi tanaman. Hal inilah yang menyebabkan jika terjadi kekurangan air maka seringkali diikuti kekuranga hara disebabkan kela rutan hara yang rendah di dalam tanah (Taiz dan Zeiger 2012; Hamim 2007).

Air membantu ion-ion mineral menjadi tersedia bagi tanaman sehingga pertumbuhan jumlah daun rachis ke-2 dan tinggi rachis ke-2 lebih tinggi pada

bobot sucker 1500-2000 g dibandingkan dengan bobot sucker 500-999 g (Tabel 29). Bobot bibit yang besar juga mengindikasikan persentase kandungan pati yang tinggi. Pati merupakan cadangan energi, hasil fotosintat, yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan awal bibit sagu di persemaian. Cadangan energi yang cukup akan memberikan pertumbuhan bibit sagu yang lebih baik dibandingkan bibit yang memiliki kandungan pati yang lebih sedikit.

Tabel 29 Pengaruh perlakuan bobot sucker terhadap peubah tinggi rachis tidak normal, tinggi rachis ke-1, tinggi rachis ke-2, tinggi rachis ke-3, dan tinggi rachis tidak sempurna di persemaian rakit

Bobot Sucker (g) Umur Bibit (BSS)

1 2 3 4

Tinggi Rachis Tidak Normal (cm)

500-999 11.72a 12.55a 13.81a 17.00a

1000-1499 14.76a 16.93a 16.65a 18.92a

1500-2000 16.58a 17.29a 18.49a 18.23a

Tinggi Rachis ke 1 (cm)

500-999 5.46b 17.95b 29.02b 43.49b

1000-1499 10.85ab 23.81ab 33.81b 52.30ab 1500-2000 11.96a 29.39ab 47.61a 68.87a

Tinggi Rachis ke 2 (cm) 500-999 0.00 0.00 0.71b 8.43a 1000-1499 0.00 0.00 2.02ab 12.87a 1500-2000 0.00 0.46 5.70a 18.69a Tinggi Rachis ke 3 (cm) 500-999 0.00 0.00 0.00 0.00a 1000-1499 0.00 0.00 0.00 1.91a 1500-2000 0.00 0.00 0.00 4.09a

Tinggi Rachis Tidak Sempurna (cm)

500-999 23.29a 30.81a 32.05a 32.62a

1000-1499 19.88a 26.97a 26.36a 27.97a

1500-2000 18.52a 25.31a 32.60a 34.62a

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris peubah dan umur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT

Perlakuan bobot sucker berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun rachis ke-1. Bobot sucker 1500-2000 g menghasilkan Jumlah anak daun rachis ke- 1 terbanyak. Namun demikian, perlakuan bobot sucker tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah jumlah anak daun rachis ke-3, jumlah anak daun rachis ke-2, dan jumlah anak daun rachis tidak sempurna. Diameter rachis ke-2 mulai diamati pada 3 BSS. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa ada perlakuan bobot sucker berpengaruh nyata terhadap diameter rachis ke-1 pada 3 dan 4 BSS. Bobot sucker 1500-2000 g menghasilkan diameter yang lebih besar dibandingkan dengan diameter yang lebih kecil pada bobot sucker 500-999 g dan 1000-1499 g (Tabel 30).

Pemangkasan sebagai perlakuan awal sucker sebelum persemaian berakibat pada persentase rachis tidak sempurna dan rachis ke-1 yang tumbuh. Hal tersebut dapat diartikan bahwa fase sucker (bahan tanam) yang dipangkas

68

bagian pelepah tersisa 30 cm menentukan persentase rachis tidak sempurna dan rachis ke-1 pada persemaian rakit. Jika persentase rachis tidak sempurna yang terinisiasi lebih banyak pada 1 BSS, persentase terinisiasinya rachis ke-1 pada bulan yang sama lebih rendah (Tabel 31). Perlakuan 7.40 mM NAA menghasilkan persentase rachis ke-1 sebesar 56.67%, sedangkan perlakuan IBA, auksin komersial dan kontrol berturut-turut 80.56%, 84.38%, dan 81.58%.

Tabel 30 Pengaruh perlakuan bobot sucker terhadap peubah jumlah anak daun dan diameter rachis ke-1 di persemaian rakit

Bobot Sucker (g) Umur Bibit (BSS)

1 2 3 4

Jumlah Anak Daun Rachis ke 1

500-999 0.00 0.00 2.70b 10.89b

1000-1499 0.00 0.00 4.87b 12.38ab

1500-2000 0.00 0.00 12.04a 22.63a

Jumlah Anak Daun Rachis ke 2

500-999 0.00 0.00 0.26a 0.33a

1000-1499 0.00 0.00 0.00a 2.11a

1500-2000 0.00 0.00 0.36a 3.91a

Jumlah Anak Daun Rachis ke 3

500-999 0.00 0.00 0.00 0a

1000-1499 0.00 0.00 0.00 0a

1500-2000 0.00 0.00 0.00 0.56a

Jumlah Anak Daun Rachis Tidak Sempurna

500-999 1.62a 4.67a 7.65a 7.94a

1000-1499 0.78a 5.05a 8.29a 9.27a 1500-2000 0.61a 6.74a 8.57a 11.58a

Diameter Rachis ke 1 (cm)

500-999 0.00 0.00 1.87a 2.38b

1000-1499 0.00 0.00 1.83b 2.81b

1500-2000 0.00 0.00 3.28a 5.12a

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris peubah dan umur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT

Tabel 31 Perlakuan jenis auksin terhadap persentase rachis bertunas dan rataan tanaman hidup pada 4 BSS di persemaian rakit

Jenis Auksin % bertunas Rataan Tanaman Hidup (%) Rachis