• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS AUKSIN DAN BOBOT SUCKER TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN POLIBAG

SECARA IN VITRO

PENGARUH JENIS AUKSIN DAN BOBOT SUCKER TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN POLIBAG

Abstrak

Sampai saat ini, Indonesia masih bergantung pada negara lain untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Tanaman sagu merupakan salah satu sumber pangan lokal yang dapat menjadi alternatif pangan nasional. Kendala pengembangan sagu nasional yaitu penyediaan bibit dalam jumlah besar. Teknik persemaian polibag merupakan salah satu cara mengatasi transplanting shock bibit sagu dari persemaian ke lapangan. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh perlakuan jenis auksin dan bobot sucker terhadap pertumbuhan dan akar bibit sagu. Penelitian menggunakan aksesi Dramaga (tidak berduri). Percobaan persemaian polibag dilakukan di Desa Cikarawang, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Rancangan percobaan faktorial, faktor pertama jenis auksin terdiri atas empat taraf yaitu tanpa auksin, 7.40 mM IBA, 7.40 mM NAA, dan 7.40 mM auksin komersial. Faktor kedua bobot sucker dengan tiga taraf yaitu 500-999 g, 1000- 1499 g, 1500-2000 g. Percobaan disusun dalam desain split plot. Hasil percobaan menunjukkan bahwa bobot sucker 1000-1499 g dan 1500-2000 g tidak berpengaruh nyata terhadap peubah pertumbuhan. Perlakuan auksin menghasilkan persentase bibit hidup berturut-turut 52% (tanpa auksin), 70% IBA, 62% NAA dan 53% auksin komersial. Peningkatan persentase kandungan pati pada bagian rhizome berbanding lurus dengan peningkatan bobot sucker.

Kata kunci : auksin komersial, pangan, sucker, akar primer, pati

Abstract

Until now, Indonesia is still depend on other countries to fullfil its food need. Sago is one local food resource that can be alternative as national food. Sago palm development constraints that need large amount of sago seedling. Polybag nursery techniques is one way to overcome the transplanting shock of sago seedling, from the nursery to the field. The research was aimed to study auxin and sucker weight treatments on growth and root seedling at polybag nursery.The research were used Darmaga accession (spineless). The experiment of polybag nursery of was conducted at Cikarawang, Dramaga, Bogor, West Java. The experiment was arranged factorial. The first factor was auxin (without auxin, 7.40 mM IBA, 7.40 NAA, and 7.40 commercial auxin) and second factor was sucker weight (500-999 g; 1000-1499 g; 1500-2000 g). The experimennt was arranged in split plot design. The result showed that suckers weight 1000-1499 g and 1500-2000 g were not influenced toward on growth variable. The result of auxin treatments for survival rate were 52% (without auxin), 70% (IBA), 62% (NAA), 53% (commercial auxin) respectively. Increasing percentage of starch content in line with the increasing weight of sucker.

30

Pendahuluan

Tanaman sagu dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan secara generatif tanaman sagu melalui biji. Buah sagu yang memiliki biji (berembrio) dalam satu tanaman hanya berjumlah sedikit. Biji yang tidak memiliki embrio disebabkan karena bunga betina yang tidak dibuahi oleh serbuk sari. Hal tersebut dikarenakan waktu kematangan bunga betina dan bunga jantan tidak pada waktu yang bersamaan. Perbanyakan melalui biji menghasilkan benih sagu dengan keragaman genetik yang tinggi. Terlebih lagi, tanaman sagu merupakan tanaman menyerbuk silang. Perbanyakan secara vegetatif merupakan perbanyakan yang umum dilakukan masyarakat di sekitar hutan sagu dan perkebunan sagu.

Sucker merupakan anakan sagu yang tumbuh di sekitar rumpun induk tanaman sagu. Sucker tersebut sampai umur tertentu mendapat hasil fotosintat dari induknya. Sucker diambil dari anakan yang tidak menempel pada tanaman induk, memiliki cadangan energi berupa banir dan diharapkan sudah memiliki sedikit perakaran. Bibit yang diambil dari tanaman induk diharapkan sudah tidak bergantung pada tanaman induk, sehingga dapat tumbuh dengan baik saat di persemaian. Sucker yang memiliki bobot besar sekitar 2-5 kg memiliki cadangan energi yang besar, sehingga diharapkan dapat mensuplai pertumbuhan bibit pada masa awal persemaian.

Teknik persemaian bibit sagu diantaranya persemaian dengan meng gunakan rakit, persemaian kolam, dan persemaian polibag. Persemaian rakit digunakan oleh perkebunan sagu karena mampu menghasilkan persentase bibit hidup sekitar 80%. Maulana (2011) menyatakan bahwa persentase bibit hidup sagu berduri dan tidak berduri tidak berbeda nyata yaitu 80% dan 77%. Wibisono (2011) menambahkan bahwa persentase bibit hidup pada persemaian rakit sekitar 80%, persemaian polibag 65% dan persemaian kolam 69%.

Permasalahan penanaman bibit ke lapangan (transplanting) masih memberikan persentase bibit sagu yang rendah. Hasil penelitian Nurulhaq (2012) menunjukkan bahwa penanaman bibit sagu dengan jumlah daun (1, 2 dan 3) ke lapangan (transplanting) menghasilkan persentase bibit berturut-turut 40, 65, 64%.

Bibit sagu mendapatkan ketersediaan air yang cukup selama di persemaian rakit. Keragaan bibit sagu di persemaian pun baik. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah daun baru yang muncul selama tiga bulan di persemaian sekitar 3-4 daun. Perakaran yang muncul, baik akar primer maupun akar nafas, sangat banyak terinduksi pada persemaian rakit. Kondisi bibit yang baik seharusnya dapat memberikan persentase bibit hidup di lapangan yang tinggi. Transplanting shock terjadi ketika bibit sagu dari persemaian (jenuh air) dipindahtanamkan ke lapangan dengan ketersediaan air yang rendah. Transpirasi bibit sagu yang tinggi di lapangan terbuka menyebabkan bibit sagu mengalami dehidrasi.

Media polibag diharapkan mampu mencegah tranplanting shock bibit sagu di lapangan. Bibit sagu yang disemai pada media tanah dalam polibag telah terlebih dahulu menyesuaikan kondisi terhadap kondisi lapangan, sehingga diharapkan akan langsung beradaptasi dengan baik ketika transplanting dari persemaian ke lapangan.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan bibit sagu pada tiga bobot sucker dengan penambahan jenis auksin di persemaian polibag.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai Juli 2012 sampai dengan Maret 2013. Penelitian dilakukan di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Analisis pati dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tanaman dan Kromatografi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB.

Bahan dan Alat

Sucker yang digunakan merupakan bibit sagu tidak berduri (molat), aksesi Dramaga. Bobot sucker yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga macam bobot sucker yaitu 500-999 g, 1000-1499 g, dan 1500-2000 g.Bahan kimia yang digunkan dalam penelitian adalah jenis auksin IBA (indole-3-Butyric Acid),

NAA (α-Naphthalene Acetic Acid), auksin komersial (Naftalenasetamida 0.20%, 2-metil-1-naftalen asetat 0.03%, Idol-3-butirat 0.06%, dan Thiram 4.00%). Auksin komersial tersebut cukup ekonomis dan banyak tersedi di pasar. Pestisida yang digunakan yaitu fungisida (bahan aktif: benomyl), bakterisida (2 gL-1), dan antirayap (bahan aktif: chloropyrifos,10 mlL-1). Persemaian bibit sagu mengguna kan polibag dengan ukuran 40 cm x 50 cm dan paranet 55%. Bahan analisis pati meliputi air destilata, etanol 80%, asam perklorat (HClO4) 4.6 N dan 9.2 N, NHClO4 4.6 N dan9.2 N serta anthrone.

Media tanam menggunakan pupuk kandang kambing, tanah, dan arang sekam dengan perbandingan 4: 4: 2 untuk persemaian polibag. Tanah diambil dari bagian atas (top soil), sehingga tanah yang digunakan cukup gembur untuk mempermudah pengadukan. Penambahan arang sekam bertujuan meningkatkan pengikatan media terhadap air, sehingga diharapkan media memiliki kelembaban yang sesuai untuk tanaman sagu.

Alat-alat yang digunkaan antara lain timbangan digital, meteran, kamera, bak, ember plastik, cangkul dan sekop. Alat lain yang digunakan adalah preparasi analisis histologi, mikroskop, preparasi analisis pati (Yoshida 1976), dan spektrofotometer.

Metode Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan yaitu split plot. Faktor pertama yaitu bobot sucker, sebagai petak utama, yang terdiri atas 500-999 g, 1000-1499 g, dan 1500-2000 g. Faktor kedua yaitu jenis auksin, sebagai anak petak, yang terdiri atas kontrol 0 mM, 7.40 mM IBA, 7.40 mM NAA, dan 7.40 mM auksin komersil (AK). IBA menjadi dasar pengukuran ppm menjadi µM. Percobaan tersebut terdiri atas 4 ulangan dengan 5 tanaman contoh untuk setiap ulangan.

32

Dengan demikian, keseluruhan satuan percobaan berjumlah 240 satuan percobaan. Kombinasi perlakuan pada percobaan persemaian polibag dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kombinasi perlakuan induksi perakaran dengan empat jenis auksin dan tiga bobot sucker pada persemaian di polibag

Bobot Sucker (g) Jenis Auksin ∑Ulangan ∑Tanaman Contoh 500-999 Kontrol 0 mM 4 5 IBA 7.40 mM 4 5 NAA 7.40 mM 4 5 AK 7.40 mM 4 5 1000-1499 Kontrol 0 mM 4 5 IBA 7.40 mM 4 5 NAA 7.40 mM 4 5 AK 7.40 mM 4 5 1500-2000 Kontrol 0 mM 4 5 IBA 7.40 mM 4 5 NAA 7.40 mM 4 5 AK 7.40 mM 4 5 Total 240 tanaman

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) menggunakan SAS system versi 6. 12. Apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %. Analisis korelasi dilakukan antara peubah pertumbuhan dengan pati untuk menunjukkan hubungan antara peubah tersebut. (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Pelaksanaan Percobaan

Bibit sagu yang digunakan sebagai bahan tanam dalam percobaan ini diambil dari kebun sagu milik masyarakat. Selang waktu antara pengambilan bibit sagu dari kebun masyarakat ke penanaman yaitu satu hari (pengambilan selama satu hari dan penanaman dilakukan selama 2 hari). Pengambilan bibit dilakukan dengan hati-hati sehingga tidak memungkinkan terdapat luka, yang akan menyebabkan datangnya serangan hama dan penyakit. Selain itu, pengambilan bibit dilakukan dengan tidak menarik bagian pelepah terutama pelepah muda dan tunas, karena akan mengakibatkan bagian dalam tunas patah. Patahnya tunas bagian dalam juga dapat mengundang serangan hama penyakit. Bibit diletakkan di tempat yang ternaungi, sehingga dapat mengurangi dehidrasi. Bibit yang telah dipersiapkan sebagai bahan tanam dibersihkan dengan cara memangkas bagian pelepah. Tinggi bibit sagu setelah pemangkasan pelepah 30 cm.

Fungisida dan bakterisida dengan konsentrasi 2 gL-1 dipersiapkan untuk merendam bibit sagu. Perendaman bibit sagu yang telah dibersihkan bagian pelepahnya pada bakterisida dan fungisida dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan bibit sagu yang masih lemah tersebut diserang oleh penyakit. Perendaman bibit sagu dilakukan selama 30 menit di larutan fungisida dan bakterisida tersebut.

Sebelum dimasukkan ke perlakuan jenis auksin, bibit dari perendaman fungisida dan bakterisida ditiriskan. Perlakuan jenis auksin dilakukan dengan merendam bibit selama 20 menit pada wadah-wadah kecil yang telah berisi air 0 mM, 7.40 mM IBA, 7.40 mM NAA, dan 7.40 mM auksin komersil. Perendaman dalam larutan jenis auksin dilakukan secara bergantian selama waktu yang telah ditentukan. Setelah bibit dimasukkan dalam kontrol dan perlakuan auksin, bibit ditiriskan dan kemudian bibit tersebut ditanam pada media polibag.

Naungan 55% pada persemaian polibag untuk mengurangi intensitas cahaya matahari mengenai bibit yang baru disemai. Pembibitan dilakukan selama 4 bulan. Pengamatan bibit sagu pada persemaian dilakukan setiap satu bulan sekali.

Analisis Pati

Analisis pati dilakukan dengan menggunakan bahan sucker awal (sebelum sucker diberi perlakuan pembibitan). Persentase kandungan pati yang dihasilkan dari bagian banir merepresentasikan ketersediaan cadangan energi yang tersedia untuk dimanfaatkan bibit pada awal persemaian.

Jumlah keseluruhan sucker yang dianalisis sebanyak 27 sucker. Sucker contoh dari masing masing bobot sucker 500-999 g, 1000-1499 g, dan 1500-2000 g adalah 9 sucker. Sucker yang dianalisis dipisahkan bagian akar dan tajuknya. Bobot segar dan kering sucker sebelum dilakukan analisis pati (Tabel 4).

Bobot total, bobot tajuk, dan bobot akar diukur dengan menggunakan timbangan digital, kemudian akar dan tajuk ditempatkan secara terpisah pada wadah kertas tahan suhu tinggi. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan kadar bobot kering maksimal untuk bibit sagu selama 4 hari dengan suhu 800 C. Bobot total, bobot akar dan bobot tajuk diukur dengan menggunakan timbangan digital, setelah diperoleh kadar air minimum.

Bagian banir (bagian akar) ditumbuk dengan menggunakan alat penumbuk sampai halus, kemudian hasil tumbukan disaring dengan kain kasa halus. Hasil tumbukan halus ditimbang sebanyak 50 mg untuk setiap contoh banir tanaman sagu. Bahan contoh kering tersebut dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan ditambahkan etanol 80 %. Tabung tersebut kemudian dipanaskan selama 30 menit pada suhu 80-850 C, kemudian disentrifus kembali (tahapan tersebut dilakukan selama tiga kali), dan dituangkan ke dalam gelas kimia 50 ml. Ekstrak alkohol diuapkan pada suhu 80-850 C sampai alkohol menguap, kemudian ditambahkan 25 % (10 ml) air destilata, kemudian diuapkan sampai tersisa endapan kering.

Air destilata sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse yang berisi endapan kering, kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam air mendidih selama 15 menit dengan digoncangkan secara perlahan. Setelah suhu tabung menurun, NHClO4 sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan diaduk secara perlahan selama 15 menit. Suspensi tabung tersebut ditambahkan air destilata sampai mendekati 10 ml, kemudian disentrifus kembali.

Supernatan dari tabung tersebut dikumpulkan, kemudian ditambahkan HClO4 4.6 N sebanyak 2 ml ke endapan (residu). Suspensi diaduk dan ditembahkan air destilata hingga mencapai angka 10 ml, kemudian disentrifuse

34

kembali. Suspensi dan supernatan digabungkan dan ditambahkan air destilata hingga mencapai 50 ml.

Penambahan HClO4 4.6 N sebanyak 0.6 ml dan air destilata sebanyak 50 ml untuk setiap tabung reaksi. Setiap tabung reaksi diambil 5 ml untuk dipindahkan ke labu takar, kemudian ditambahkan air destilata hingga mencapai 50 ml. Ekstrak pati yang telah diencerkan diambil sebanyak 5 ml untuk dipindahkan ke dalam tabung tes pyrex. Tabung tes tersebut dimasukkan ke dalam bak pendingin, kemudian ditambahkan 10 ml anthrone dan diaduk perlahan dengan menggunakan sudip. Tahap akhir, tabung dimasukkan ke dalam air panas selama 7.5 menit, kemudian dinginkan dengan tiba-tiba dan pengukuran absorbansi pada 630 nm menggunakan spektrofotometer.

Tabel 4 Data awal bobot segar dan kering sucker sebelum perlakuan persemaian

Bobot Sucker

(g)

Bobot Segar (g) Bobot Kering (g)

Tajuk Akar Total Tajuk Akar Total

512 143 655 52 31 83 334 283 617 38 73 111 634 346 980 78 119 197 485 182 667 62 43 105 500-999 606 205 811 87 33 120 707 142 849 80 27 107 372 237 609 59 88 147 729 229 958 78 58 136 492 230 722 51 46 97 Rataan 541.22 221.89 763.11 65.00 57.56 122.56 922 374 1296 138 90 228 888 333 1221 102 54 156 1206 289 1495 241 71 312 951 151 1102 125 31 156 999-1499 849 369 1218 118 126 244 1224 237 1461 134 62 196 640 380 1020 62 60 122 1146 372 1518 199 95 294 724 597 1321 81 141 222 Rataan 950.00 344.67 1294.67 133.33 81.11 214.44 1225 848 2073 148 63 211 1037 422 1459 215 139 354 1541 451 1992 160 97 257 1519 483 2002 289 102 391 1500-2000 1497 596 2093 309 99 408 1624 360 1984 268 89 357 1150 770 1920 117 193 310 1459 488 1947 206 124 330 1373 291 1664 182 64 246 Rataan 1380.56 523.22 1903.78 210.44 107.78 318.22

Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap bulan selama empat bulan terhadap peubah sebagai berikut:

a) Tinggi Rachis (cm)

Tinggi rachis bibit sagu diukur setiap satu bulan sekali. Pengukuran tinggi rachis sagu dilakukan dengan mengukur tinggi mulai dari pangkal rachis sampai dengan daun terpanjang.

b) Persentase Bibit Hidup

Persentase bibit hidup dihitung berdasarkan jumlah bibit yang bertahan hidup sampai bulan ke empat. Perhitungan % bibit hidup yaitu:

Jumlah Bibit Hidup (n) x 100% Jumlah Bibit Awal (n)

Keterangan:

Jumlah Bibit Hidup (n) = pengamatan bulan ke-n (1.2.3.4). setiap perlakuan

Jumlah Bibit Awal (n) = pengamatan bulan ke-n (1.2.3.4). setiap perlakuan c) Jumlah dan Persentase Bibit Bertunas Sempurna

Jumlah bibit bertunas sempurna = ∑ BA–(∑ BBTS–∑ BTB) x 100% ∑ BA

% Jumlah bibit bertunas sempurna = ∑ BBS x 100% ∑ BA Keterangan:

BA : bibit awal

BBTS : bibit bertunas tidak sempurna BTB : bibit tidak bertunas

BBS : bibit bertunas sempurna

d) Jumlah dan Persentase Bibit Bertunas Tidak Sempurna

Jumlah bibit bertunas tidak sempurna = ∑BA–(∑BBS–∑BTB) x 100% ∑ BA

% Jumlah bibit bertunas tidak sempurna = ∑ BBTS x 100% ∑ BA

Keterangan:

BA : bibit awal

BBTS : bibit bertunas tidak sempurna BTB : bibit tidak bertunas

BBS : bibit bertunas sempurna

e) Jumlah dan Persentase Bibit Tidak Bertunas

Jumlah bibit tidak bertunas = ∑BA–(∑BBS–∑ BBTS) x 100% ∑ BA

% Jumlah bibit bertunas sempurna = ∑ bibit tidak bertunas x 100% ∑ bibit awal

Keterangan:

BA : bibit awal

BBTS : bibit bertunas tidak sempurna BTB : bibit tidak bertunas

36

f) Jumlah Anak Daun (Gambar 5).

Jumlah anak daun dihitung setiap satu bulan sekali. Pengamatan dilakukan mulai fase daun kuncup sampai dengan daun terbuka penuh

g) Jumlah Akar Primer (Gambar 1.2) dan Akar Nafas (Gambar 1.2)

Pengamatan dilakukan pada akhir pengamatan (bulan ke-4). Pengamatan dilakukan pada rhizome masing-masing tanaman contoh di polibag. Pengamatan terhadap lokasi akar primer awal sebelum ditanam terhadap akar primer yang baru terbentuk juga dilakukan (apakah terdapat kemungkinan inisiasi akar primer dari akar primer awal sebelum tanam) dan waktu pembentukan akar primer di persemaian polibag.

h) Akar Terpanjang (cm)

Pengamatan dilakukan pada akhir pengamatan (bulan ke-4). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran pada akar terpanjang.

i) Morfologi Akar Primer dan Akar Nafas

Analisis morfologi pembuluh akar dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40 x 40.

j) Diameter Rachis (cm)

Diameter rachis dihitung dengan menggunakan jangka sorong pada daun- daun yang sudah terbuka penuh. Pengamatan mulai dilakukan pada bulan ke tiga. Bagian bibit sagu dan akar dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Bagian bibit sagu (a) dan akar primer, sekunder serta akar nafas (b)

a b C H G A B D E F Keterangan: A : Rachis Daun B : Tunas Anak C : Rhizome D : Akar E : Daun Tombak F : Diameter Rhizome

G : Ujung Pemangkasan Rizhome H : Dasar Rhizome 1 2 3 Keterangan: 1 : Akar Primer 2 : Akar Sekunder 3 : Akar Nafas 5 cm

Analisis Media Tanam

Analisis media tanam dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur hara dan mineral pada media pertumbuhan bibit, baik di persemaian polibag maupun rakit. Contoh media diambil dari masing-masing persemaian. Contoh media tanam yang dianalisis dari persemaian polibag yaitu media tanam awal dengan komposisi tanah, pupuk kandang kambing, dan sekam dengan perbandingan 4: 4: 2.

Media tanam tersebut diambil sebanyak 300 g secara acak dengan tiga ulangan, sehingga total contoh yang diambil yaitu sekitar 900 g. Contoh air yang diambil sebanyak tiga ulangan pada tiga lokasi berbeda dari persemain rakit yaitu sekitar 500 ml. Unsur-unsur yang dianalisis yaitu, dengan metode baku standar. Analisis media tanam dilaksankan di Balai Penenlitian Tanah, Bogor.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbanyakan bibit sagu ssecara in vivo di polibag diharapkan mampu menghasilkan keragaan bibit sagu yang baik dan siap untuk dipindahtanamkan ke lapangan. Bibit yang diperoleh dari persemaian polibag diduga lebih dapat menghadapi transplanting shock di lapangan. Pengamatan meliputi pertumbuhan tajuk bibit, induksi perakaran, kandungan pati, persentase bibit hidup, dan keragaan bibit tanaman sagu siap replanting.

Pertumbuhan Tajuk Bibit Sagu di Persemaian dengan Polibag

Rachis yang terinisiasi pada awal persemaian adalah rachis tidak normal, rachis tidak sempurna, dan rachis ke-1. Rachis tidak normal merupakan rachis yang terinisiasi pertama kali, namun tidak memilki anak daun. Rachis tersebut juga mengalami pertumbuhan, namun pertumbuhannya tidak signifikan hingga akhir pengamatan. Rachis tidak sempurna adalah rachis yang terinisiasi pada satu bulan setelah semai (BSS) dan mengalami pertumbuhan, namun pertumbuhannya mengalami stagnasi hingga akhir pengamatan. Rachis tersebut tidak memiliki jumlah anak daun lengkap, karena dipangkas untuk persiapan awal semain bibit. Rachis ke-1 memiliki jumlah anak daun yang lengkap. Perlakuan jenis auksin IBA dan NAA lebih efektif dibandingkan dengan kontrol pada perlakuan bobot 1000- 1499 kg (Tabel 5).

Jika rachis tidak sempurna atau rachis tidak normal terinisiasi dalam persentase tinggi di persemaian pada 1 BSS, maka persentase bibit yang menghasilkan rachis ke-1 akan rendah. Rachis ke-1 akan lebih banyak terinisiasi pada 2 BSS. Hal tersebut terkait dengan fase pertumbuhan bibit sagu di lapangan, sebelum diambil menjadi bahan tanam untuk persemaian. Selain itu, pemotongan tajuk untuk mengurangi transpirasi bibit sagu pada awal semai juga berpengaruh terhadap terinisiasinya tinggi rachis tidak sempurna dan tinggi rachis ke-1 pada 1 BSS Namun demikian, tinggi rachis tidak sempurna dengan aplikasi auksin tidak berbeda nyata pada bobot 500-999 kg dan 1500-2000 kg.

38

Tabel 5 Interaksi perlakuan jenis auksin dan bobot sucker terhadap tinggi rachis tidak sempurna bibit sagu (Metroxylon spp.) pada 1 BSS di polibag

Jenis Auksin Bobot Sucker (g)

500-999 1000-1499 1500-2000

………cm………

0 mM 20.18ab 11.51b 12.70ab

7.40 mM IBA 14.05ab 24.13a 23.48a

7.40 mM NAA 12.28ab 25.18a 24.38a

7.40 mM AK 20.23ab 12.60ab 14.27ab

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT

Hal tersebut sejalan dengan Schrader (2000) yang menyatakan bahwa pemangkasan daun dari bibit tanaman pada saat pemindahan merupakan salah satu teknik budidaya umum. Teknik tersebut diaplikasikan dengan tujuan mengurangi transpirasi selama adaptasi ke lingkungan baru. Ketika bibit dipindahkan dari pembibitan ke lapangan, bibit akan mengalami transplanting shock. Kecepatan tanaman mengatasi transplanting shock tersebut dan mulai memperlihatkan pertumbuhan tergantung dari jenis tanaman, kondisi lingkungan, kualitas dari bibit yang akan dipindahkan, persiapan lahan, dan perlakuan selama proses pemindahan ke lapangan.

Interaksi perlakuan bobot sucker dan jenis auksin berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi rachis tidak sempurna pada 1, 2, dan 3 BSS. Perendaman sucker pada IBA dan NAA secara nyata memberikan hasil yang signifikan terhadap pertumbuhan tinggi rachis tidak sempurna pada 1, 2, dan 3 BSS. Interaksi bobot sucker 1000-1499 g dengan jenis auksin IBA dan NAA nyata lebih baik dari kontrol pada 1, 2, dan 3 BSS (Tabel 5,6,7). Epstein dan Ludwig- Muller (1993) menyatakan bahwa IBA mampu menginduksi akar adventif lebih efisien pada beberapa tanaman, dibandingkan IAA. Ditambahkan oleh Ludwig- Muller (2005) bahwa IBA secara efisien menginisiasi akar adventif pada bagian batang Arabidopsis, disebabkan adanya interaksi antara IAA endogen dan IBA secara eksogen.

Tabel 6 Interaksi perlakuan jenis auksin dan bobot sucker terhadap tinggi rachis tidak sempurna bibit sagu (Metroxylon spp.) pada 2 BSS di polibag

Jenis Auksin Bobot Sucker (g)

500-999 1000-1499 1500-2000

………cm………

0 mM 19.45b 2.75c 28.38ab

7.40 mM IBA 19.66b 32.78ab 33.25ab

7.40 mM NAA 17.33b 29.89ab 40.53a 7.40 mM AK 22.16ab 16.85b 20.55b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT

Tinggi rachis terendah 11.51 cm diperoleh dari kombinasi bobot sucker 1000-1499 g dengan tanpa auksin pada 1 BSS (Tabel 5). Tinggi rachis terendah

pada 2 BSS dan 3 BSS juga diperoleh dari kombinasi perlakuan bobot sucker 1000-1499 g dengan tanpa auksin (Tabel 6 dan 7). Tinggi rachis pada perlakuan kontrol dengan bobot sucker 1000-1499 g terus berkurang hingga dari 1 BSS sampai dengan 3 BSS. Hal tersebut disebabkan ujung rachis dan anak daun mengering atau terkena cendawan, sehingga tinggi rachis diamati terukur lebih pendek.

Interaksi antar jenis auksin dengan bobot sucker terhadap peubah tinggi rachis tidak sempurna terjadi pada 3 bulan setelah semai disajikan pada (Tabel 7). Tinggi rachis tidak sempurna tertinggi yaitu 48.75 diperoleh pada kombinasi 7.40 mM NAA dengan bobot sucker 1500-2000 g. Tinggi rachis tidak sempurna tersebut berbeda nyata dengan tinggi rachis tidak sempurna pada bobot sucker 500-999 g dengan perlakuan 0 mM auksin (17 cm) dan 7.40 mM IBA (19.80 cm). Tinggi rachis tidak sempurna terkecil diperoleh pada bobot sucker 1000-1499 g dengan perlakuan 0 mM auksin (2.95 cm). Perlakuan auksin berpengaruh terhadap tinggi rachis tidak sempurna pada 1, 2, dan 3 BSS.

Auksin mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Secara umum auksin berfungsi dalam pembelahan sel, pemanjangan dan diferensiasi sel, serta sebagai sinyal antara sel, jaringan dan organ tanaman (Morris et al. 2004). Perlakuan auksin yang diberikan ke sucker sagu diharapkan berpengaruh pada proses inisiasi dan pertumbuhan akar. Pada