• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kaharingan pada Hukum Tanah Adat

Dalam dokumen Pengaruh Kepercayaan Kaharingan pada Huk (Halaman 84-89)

BAB IV PENGARUH KAHARINGAN PADA HUKUM TANAH ADAT DAN

B. Pengaruh Kaharingan pada Hukum Tanah Adat

Dalam ajaran Kaharingan, terdapat satu ayat yang berbunyi “Bumi dan segala isinya (air, hutan dan gunung) diberikan oleh Ning Bhatara Langit kepada seluruh manusia untuk dimanfaatkan dengan bijaksana”. Ayat tersebut dipercaya oleh Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu sebagai perintah untuk menjaga tanah yang telah diberikan oleh Ning Bhatara Langit, karena tanah dianggap sebagai

72 rezeki yang harus disyukuri oleh seluruh manusia dan merupakan warisan nenek moyang yang dititipkan kepada mereka.139

Petuah yang disampaikan secara turun-temurun dan diresapi oleh Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu berbunyi “hilang ulayat, hilang jua adatnya” yang memiliki arti “Apabila ulayat (tanah) hilang dari Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu, maka hilang juga adat-istiadat serta identitas mereka sebagai orang Kaharingan”.140

Petuah tersebut menjadi dasar larangan untuk menjual tanah kepada pihak diluar Balai Kiyu yang sampai saat ini tetap terjaga.

Bila tanah dijual kepada orang luar, maka dapat berimplikasi kepada hilangnya identitas mereka sebagai pemilik. Secara otomatis, aturan terkait tanah yang berlaku di Balai Kiyu juga akan hilang karena tanah tersebut bukan lagi dimiliki oleh mereka. Mereka sangat takut untuk melanggar larangan tersebut, karena Pasarupa akan sangat marah dan kecewa apabila mereka tidak lagi taat dan patuh kepada aturan yang telah diberlakukan selama beratus-ratus tahun. Mereka juga takut Pasarupa akan menyampaikan pesan kepada Ning Bhatara Langit untuk menjatuhkan musibah yang maha dashyat.141

Ucapan yang disampaikan oleh Penghulu dan Kepala Adat memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh Kaharingan yang tercermin dari ayat diatas. Ayat dalam ajaran Kaharingan dijadikan sebagai dasar untuk membuat suatu aturan yang

139

Hasil wawancara dengan Bapak Suhaderi (Penghulu Adat dan Gurujaya Balai Kiyu) pada tanggal 7 Mei 2016.

140 Hasil wawancara dengan Bapak Makurban (Kepala Adat Balai Kiyu) pada tanggal 6 Mei 2016. 141 Ibid.

73 berlaku bagi seluruh Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu. Aturan tersebut berbentuk larangan untuk menjual tanah yang dimiliki oleh Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu kepada pihak luar. Larangan tersebut tetap ditaati oleh Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu dan hingga saat ini tidak pernah ada musibah ataupun bencana besar yang menimpa mereka.

Selain menunjukkan adanya larangan sebagai bentuk hukum adat terkait tanah, penjabaran diatas secara tidak langsung juga menunjukkan adanya pola hubungan antara manusia, Pasarupa dan Ning Bhatara Langit untuk saling menjaga keseimbangan/saling menghormati. Sehingga konsep kepemilikan tanah Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu yang menjadi bagian dari hukum adat terkait tanah meresepsi (menerima) nilai-nilai ajaran Kaharingan.

Hukum adat terkait tanah yang berlaku di Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu juga memuat akibat hukum berupa sanksi. Permohonan pembukaan lahan merupakan bagian dari hukum adat terkait tanah yang memuat sanksi. Sanksi berupa Tahil diberikan bagi pihak yang melanggar aturan karena menggunakan lahan tanpa seizin dari Kepala Adat. Sanksi tersebut bertujuan untuk memberikan efek jera serta menciptakan ketertiban di lingkungan Balai Kiyu. Hukum adat terkait tanah yang memuat sanksi tidak dipengaruhi oleh ajaran Kaharingan.

74 Karena sanksi merupakan hasil kesepakatan dari seluruh Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu.142

Hukum adat terkait tanah juga meliputi norma yang dihasilkan dari kesepakatan bersama seluruh Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu. Transaksi jual-tahunan merupakan norma yang muncul berdasarkan kesepakatan bersama. Sekalipun klausul jual-tahunan hanya dibuat oleh dua pihak, Kepala Padang tetap wajib mengetahui adanya transaksi jual-tahunan tersebut. Hal tersebut merupakan kesepakatan seluruh Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu karena memiliki tujuan untuk menghindari potensi konflik di kemudian hari.

Selain hukum adat terkait tanah, Kaharingan memiliki pengaruh yang cukup kuat pada adat yang berkaitan dengan tanah. Hampir keseluruhan dari adat terkait tanah diimplementasikan dalam bentuk ritual-ritual adat. Sekalipun memiliki caranya masing-masing, ritual-ritual adat memiliki tujuan yang sama yaitu menghormati Ning Bhatara Langit dan Pasarupa.

Bab sebelumnya memperlihatkan ritual-ritual adat dalam pembukaan lahan yang hampir seluruhnya dipengaruhi oleh unsur-unsur Kaharingan. Pelaksanaan mamuja/basarah yang mengawali pembukaan lahan mewajibkan umbun sebagai pihak pembuka lahan menghadap kepada Ning Bhatara Langit melalui perantara Puja Kariwayan. Umbun wajib memberikan sesaji yang digunakan untuk persembahan kepada Ning Bhatara Langit.

142 Hasil diskusi dengan beberapa Pemangku Adat Balai Kiyu yang dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2016.

75 Gurujaya sebagai pemimpin ritual adat menyampaikan pesan melalui Puja Kariwayan untuk memohon izin membuka lahan dengan melantunkan ayat-ayat Kaharingan. Setelah selesai melantunkan ayat-ayat Kaharingan, Gurujaya menyampaikan kepada umbun untuk menunggu jawaban Ning Bhatara Langit melalui pesan-pesan mimpi yang akan disampaikan melalui perantara P asarupa yang disebut sebagai proses Bamimpi dan merupakan bagian dari ritual pembukaan lahan.

Selanjutnya Tabas Kayu, ritual ini wajib dilaksanakan untuk menghadirkan pasarupa-pasarupa yang akan menjaga serta melindungi lahan. Calon pemilik lahan akan menyisakan satu pohon untuk meletakkan sesaji guna persembahan bagi pasarupa. Gurujaya bertugas memimpin ritual untuk menyampaikan pesan-pesan sekaligus menyerahkan persembahan kepada pasarupa. Pasarupa membalas pesan melalui Gurujaya bahwa mereka akan menjaga serta melindungi pihak yang membuka lahan.

Meskipun ritual adat wajib dilakukan oleh umbun yang membuka lahan, ritual-ritual adat tidak memiliki akibat hukum (sanksi) yang nyata apabila tidak melaksanakannya. Sehingga penulis menilai bahwa ritual-ritual adat yang dilaksanakan merupakan bagian dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun yang mengandung unsur-unsur Kaharingan.

76 Penjabaran-penjabaran diatas memperlihatkan bahwa tidak seluruh hukum adat terkait tanah meresepsi (menerima) unsur-unsur/nilai-nilai yang terdapat pada Kaharingan. Karena terdapat beberapa hukum adat terkait tanah yang merupakan hasil kesepakatan bersama seluruh Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu.

Dalam dokumen Pengaruh Kepercayaan Kaharingan pada Huk (Halaman 84-89)

Dokumen terkait