• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Organisasi terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan

HASIL PENELITIAN

4. Uji Parsial pada α=2,5%

5.3 Pengaruh Karakteristik Organisasi terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan

Berdasarkan hasil uji statistik regresi berganda, diketahui faktor karakteristik organisasi yang diukur menggunakan indikator: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, supervisi dan sarana kerja, berpengaruh terhadap kinerja bidan desa dalam pelaksanaan program imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa meningkatnya sumber daya dan sarana kerja yang dibutuhkan dalam program imunisasi, peningkatan kepemimpinan dan supervisi yang dilakukan kepala puskesmas, serta penyesuaian imbalan bagi bidan desa memberikan pengaruh yang baik bagi peningkatan kinerja dalam pelaksanaan program imunisasi.

Sesuai studi Susilowati (2009) yang menemukan 95,4% bidan didukung oleh atasan, 94,3% insentif kurang memadai, 71,3% desain dan struktur pekerjaan pada instansinya mendukung, 88,5% mendapat dukungan dari teman seprofesinya. Variabel karakteristik organisasi yang di ukur dari dukungan atasan langsung dan dukungan teman seprofesi berpengaruh terhadap variabel kinerja bidan.

Demikian juga studi Muazaroh (2009) tentang analisis implementasi program imunisasi hepatitis B0 pada bayi umur 0-7 hari oleh bidan desa di Kabupaten Demak, menemukan bahwa bahwa 67,1% bidan melakukan komunikasi dengan baik, 64,4% mempunyai persepsi ketersediaan sumberdaya yang baik, 60,3% mempunyai persepsi disposisi baik, 54,8% mempunyai persepsi terhadap struktur birokrasi baik. Keberhasilan implementasi diukur dari cakupan imunisasi yang mencapai 52,1%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi, struktur birokrasi dengan keberhasilan implementasi program imunisasi di Kabupaten Demak. Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi program imunisasi adalah struktur organisasi.

Penelitian yang menganalisis faktor karakteristik organisasi oleh Soetikno (2009) tentang kinerja bidan menemukan bahwa supervisi kurang (50,5%) dan kompensasi kurang (54,4%) dan hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh supervisi serta sistem kompensasi terhadap kinerja bidan di desa sebagai pelaksana pedoman pelayanan Poskesdes.

Penelitian Rahmawati (2007) tentang analisis faktor sumber daya manusia yang berhubungan dengan hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas imunisasi puskesmas di Kabupaten Blora tahun 2006, menyimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas imunisasi di Kabupaten Blora adalah supervisi pimpinan puskesmas, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, persepsi terhadap kompensasi.

Hasil temuan kualitatif berdasarkan alasan yang disampaikan dalam penelitian menyatakan supervisi yang dilakukan kepala puskesmas saat ini lebih banyak dilakukan oleh koordinator imunisasi yang ditunjuk oleh kepala puskesmas sehingga keluhan-keluhan dari petugas imunisasi di lapangan tidak dapat secara langsung disampaikan kepada kepala puskesmas. Sarana dan prasarana penunjang imunisasi masih kurang terutama berkaitan dengan masalah transportasi jumlah kendaraan tidak memadai. Insentif ke lapangan untuk kegiatan imunisasi per petugas sangat kecil serta belum sesuai dengan beban kerja yang dilakukan dan belum memperhitungkan jarak dan lokasi wilayah imunisasi yang harus dijangkau. Beban kerja ganda tambahan tugas selain petugas imunisasi dengan imbalan yang kurang sesuai.

Sesuai pendapat Handoko (2003) bahwa tujuan pemberian kompensasi/ imbalan adalah menghargai perilaku yang diinginkan, untuk mencapai tujuan

tersebut manajemen atau pengelola kompensasi/imbalan lazimnya

mengevaluasi setiap pekerjaan, pengupahan dan penggajian serta harga setiap pekerjaan, selain dalam pemberian kompensasi/imbalan manajemen lazimnya memperhatikan prinsip keadilan atau konsistensi internal, artinya kompensasi harus dikaitkan dengan nilai relatif pekerjaan, dengan kata lain pekerjaan sejenis yang memperoleh bayaran yang sama. Pemberian imbalan berdasarkan prestasi dapat meningkatkan kinerja seseorang, yaitu dengan sistem pembayaran karyawan berdasarkan prestasi kerja (Koontz, 1984)

Sesuai dengan teori tentang imbalan menurut Dessler, merupakan keuangan diterima secara rutin (gaji), maupun tidak rutin (insentif dan

tunjangan-tunjangan lain) dalam bentuk uang. Imbalan khususnya gaji merupakan determinan penting dari kepuasan kerja karena sebagai alat untuk memenuhi banyak kebutuhan. para pekerja menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil dan sesuai dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan kunci yang menautkan upah dengan kepuasan, bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan tapi yang terpenting adalah persepsi keadilan (Robbins,1996).

Dari hasil penelitian ditemukan supervisi pimpinan puskesmas yang kurang baik dapat menjadi salah satu penghambat untuk meningkatkan hasil kegiatan imunisasi sehingga perlu adanya upaya perbaikan mekanisme supervisi yang dilakukan. Upaya-upaya tersebut antara lain melaksanakan supervisi secara berkala (mingguan/bulanan), menggunakan check list

supervisi, pelaksanaan imunisasi dibuat jadwal secara terstruktur, pimpinan tidak mempunyai peran dan fungsi ganda.

Dari hasil penelitian ada kecenderungan responden yang hasil kegiatan imunisasi dasar bayi tidak sesuai target mempunyai persepsi yang kurang baik terhadap supervisi kepala puskesmas. pola kecenderungan yang terlihat dalam tabel distribusi tentang supervisi serta didukung oleh hasil analisis hubungan menggunakan uji chi square dengan memperoleh p value sebesar 0,000 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara

karakteristik organisasi yang didadalnya terdapat faktor supervisi sebagai indikator. Kecenderungan ini didukung teori yang menyatakan supervisi menurut Handoko (2001) yang berarti atasan mengarahkan, memimpin dan mempengaruhi bawahan. Secara sederhana adalah untuk membuat atau mendapatkan para karyawan yang menjadi bawahannya melakukan apa yang diinginkan, dan harus mereka lakukan dengan menggunakan kemampuan motivasi, komunikasi dan kepemimpinan untuk mengarahkan karyawan mengerjakan sesuatu yang ditugaskan kepada bawahannya selain itu hasil penelitian ini juga didukung penelitian Loevinsohn et.al bahwa ada korelasi antara frekuensi supervisi dengan peningkatan kinerja, dan suatu bentuk supervisi yang sistematis akan dapat meningkatkan pelayanan secara bermakna (Siagian, 1995). Pendapat responden mengenai pelaksanaan supervisi pimpinan puskesmas dalam kegiatan imunisasi pada dasarnya sejalan dengan hasil kegiatan imunisasi dasar yang mayoritas belum sesuai target serta sejalan dengan hasil analisis statistik.

Kemampuan kepemimpinan kepala puskesmas menunjukkan upaya

untuk mengarahkan karyawan mengerjakan sesuatu yang ditugaskan kepada bawahannya. Kenyataan tersebut tidak sesuai dengan teori yang ada, disebabkan oleh tugas ganda, selain sebagai pimpinan juga dituntut sebagai dokter puskesmas dengan berbagai kesibukan kegiatan program kesehatan. sehingga pimpinan puskesmas tidak memiliki cukup waktu untuk menjelaskan petunjuk pelaksanaan kegiatan imunisasi, mendorong agar pekerjaan sesuai

jadwal, maupun menerima tanggapan pelaksana imunisasi. oleh karena itu pimpinan puskesmas diharapkan dapat meluangkan waktu untuk memberi arahan, penjelasan, dorongan, maupun menerima tanggapan dalam rangka meningkatkan hasil kegiatan imunisasi dasar di wilayah kerjanya dan tidak mempunyai peran ganda di puskesmas.

Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan imunisasi merupakan suatu hal yang menjadi salah satu pendukung untuk pencapaian target imunisasi. sarana penunjang kegiatan imunisasi di antaranya kendaraan yang sudah terisi bahan bakar minyak dan siap pakai, serta jumlah kendaraan yang tersedia. sedangkan prasarana penunjang kegiatan imunisasi antara lain formulir pencatatan dan pelaporan, perlengkapan imunisasi (termos, alat sterilisasi, lemari es, dan ADS).

Hasil penelitian ini didukung pendapat Gibson (1990), As’ad (1987), dan Handoko (1995) yang menyatakan ketersediaan sarana dan prasarana berpengaruh terhadap kinerja individu. Beberapa aspek ketersediaan sarana dan prasarana yang menurut sebagian responden masih kurang baik antara lain tidak tersedia kendaraan yang siap pakai untuk kegiatan imunisasi di luar gedung, bahan bakar minyak belum tentu ada ketika kendaraan akan digunakan, dan jumlah kendaraan tidak memadai. adanya kendala dalam hal ketersediaan sarana transportasi untuk menjangkau wilayah kerja imunisasi akan mempengaruhi hasil kegiatan imunisasi. dengan hasil penelitian ini

diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan menambah kendaraan roda dua untuk kegiatan diluar gedung.

Faktor organisasi yang dapat mendukung pelaksanaan program imunisasi adalah sistem imformasi, seperti penelitian Isriani (2005), tentang pengembangan sistem informasi imunisasi di puskesmas untuk mendukung pemantauan program imunisasi di Kota Salatiga. Penelitian tersebut dilatar belakangi masalah yang dihadapi Dinas Kesehatan Kota Salatiga dalam penentuan status imunisasi yaitu kurang akuratnya data sehubungan dengan pencatatan yang dilakukan dibeberapa tempat dan kemungkinan terjadi duplikasi. Selain itu dengan menggunakan beberapa jenis formulir terjadi redundansi pencatatan. Untuk memperoleh informasi tersebut maka perlu dikembangkan sistem informasi imunisasi berbasis komputer. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa hasil intervensi pada kelompok kasus menunjukkan t hitung lebih besar dari t-tabel, artinya ada perbedaan yang bermakna antara sistem sebelum dan sesudah dikembangkan.

5.4 Pengaruh Karakteristik Psikologis terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan