• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Individu, Organisasi dan Psikologis terhadap Kinerja Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Individu, Organisasi dan Psikologis terhadap Kinerja Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, ORGANISASI DAN PSIKOLOGI TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

T E S I S

Oleh

HALIK HADI 077023004/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, ORGANISASI DAN PSIKOLOGI TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

HALIK HADI 077023004/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, ORGANISASI DAN PSIKOLOGI TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN Nama Mahasiswa : Halik Hadi

Nomor Induk Mahasiswa : 077023004

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si) (

Ketua Anggota

dr. Yusniwarti Yusad, M.Si)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 29 November 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, ORGANISASI DAN PSIKOLOGI TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2011

(6)

ABSTRAK

Imunisasi efektif menekan angka kesakitan dan kematian bayi akibat “Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi” (PD3I). Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan telah berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat PD3I dengan penempatan bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi. Meski demikian pencapaian cakupan imunisasi tahun 2010 hanya sebesar 17,3%, belum mencapai target cakupan sebesar 95,0%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis pengaruh karakteristik individu, organisasi dan psikologis terhadap kinerja bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh bidan di desa yang bertugas di Kabupaten Tapanuli Selatan berjumlah 110 orang dan sampel sebanyak 70 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukan variabel karakteristik individu, karakteristik organisasi dan karakteristik psikologis berpengaruh signifikan terhadap kinerja bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah variabel karakteristik individu.

Disarankan kepada : 1) Bidan di desa sebagai penanggung jawab progam imunisasi sesuai ketetapan Kemenkes RI perlu meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti pelatihan, 2) Bidan di desa perlu menyesuaikan beban kerja antara kegiatan imunisasi dengan progam pelayanan kebidanan/persalinan, 3) Dinas Kesehatan perlu menyediakan Polindes sebagai tempat tinggal bidan di desa, 4) Kepala Puskesmas dan koordinator imunisasi diharapakan berperan dalam meningkatkan progam imunisasi yang dilakukan bidan di desa melalui supervisi serta menyesuaikan imbalan untuk bidan di desa.

(7)

ABSTRACT

Immunization effective to reduce infant morbidity and mortality caused by “Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi” (PD3I). The goverment of Tapanuli Selatan district have attempted to reduce infant morbidity and mortality due to the placement of midwives in the implementation of immunization programs. However the achievement of immunization coverage in 2010 only 17,3%, have not reached the target coverage of 95,0%.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of individual, organizational, and psychological characteristics on the performance of village midwives in implementation of immunization program in Tapanuli Selatan district. The population of this study were all of the midwives village in Tapanuli Selatan district as many as 110 people, and 70 of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 5%

The result of this study showed that statistically the variable individual characteristics, characteristics organizational, and psychological characteristics had significant influence on the performance of village midwives in the implementation of immunization programs at Tapanuli Selatan district. Variable of the individual characteristics was the biggest variable which influence on the performance of village midwives.

It is recommended to : 1) The village midwives who are responsible for the immunization program based the agree of the Ministry of Health, the Republic of Indonesia is suggested to improve their knowledge through training. 2) The village midwives to be adjusted workload of between of immunization activity and midwifery/service program. 3) The management of District Health Office needs to provide rural polyclinics as the residence of village midwives. 4) The Head of Health Centre and Coordinator of Immunization Program are suggested to play their role in increasing the immunization program implemented by village midwives through supervision and provides rewards for the village midwives.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan

rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Pengaruh Karakteristik

Individu, Organisasi dan Psikologis terhadap Kinerja Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,

M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara dan Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, dan juga kepada Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku

Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan

(9)

3. Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan

dr. Yusniwarti Yusad, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan

penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan

waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis

selesai.

4. Dr. Drs. Muslich Lufti, M.B.A, I.D.S dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes

selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,

mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari

proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan jajarannya yang telah

berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan

dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

6. Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan yang telah berkenan

memberikan izin melakukan penelitian di wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah

Kabupaten Tapanuli Selatan dalam penyelesaian tesis, tepatnya di 15 Puskesmas

yang menjadi sasaran penelitian.

7. Para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ayahanda Drs. H. Said Abunawar dan Ibunda Hj. Suraidah atas segala jasanya

(10)

9. Istri tercinta drg. N. Nirmala Siregar, serta anak-anak: M. Farhan Habibie dan

M. Faristz Afarabie yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do’a

serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan

dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan

pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Desember 2011 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Halik Hadi, lahir pada tanggal 3 Juli 1973 di Tanjung Raya, anak keenam dari

delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. H. Said Abunawar dan Ibunda

Hj. Suraidah dan telah menikah dengan drg. N.Nirmala Siregar pada bulan Juli

Tahun 2001.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah

Dasar Negeri 1 Tanjung Raya, selesai Tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama di

SMP Negeri 1 Tanjung Raya, selesai Tahun 1989, Sekolah Menengah Atas di SMA

YPL Muara Enim, selesai tahun 1992. Sekolah Pembantu Penilik Higiene (SPPH)

Palembang, selesai Tahun 1994, Akademi Penilik Kesehatan (APK) Depkes RI

Kabanjahe, selesai Tahun 2000, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, selesai Tahun 2004.

Mulai bekerja sebagai staf di Puskesmas Binanga Kecamatan Barumun

Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan, tahun 1995 sampai tahun 1997, Staf Dinas

Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan pada Subdin Promosi Kesehatan, tahun 2000

sampai tahun 2002, Kepala Seksi Peran Serta Masyarakat pada Dinas Kesehatan

Kabupaten Tapanuli Selatan, tahun 2005 sampai tahun 2006, Kepala Puskesmas

Simarpinggan Kecamatan Siais, tahun 2006 sampai tahun 2007. Staf Balai Kesehatan

Mata Masyarakat (BKMM) Medan UPT Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara,

tahun 2007 sampai 2008, Staf Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada Subdin

(12)

Selanjutnya mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan

Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(13)

DAFTAR ISI

2.2 Pelaksanaan Program Imunisasi ... 15

2.2.1 Kebijakan ... 15

2.2.2 Strategi ... 15

2.2.3 Pelaksanaan ... 16

2.3 Teori tentang Kinerja ... 16

2.3.1 Pengertian Kinerja ... 16

2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 17

2.3.3 Penilaian Kinerja ... 18

2.4 Teori Karakteristik Individu ... 23

2.4.1 Pengertian Karakteristik Individu ... 23

2.4.2 Unsur- Unsur Karakteristik Individu ... 24

2.5 Teori Karakteristik Organisasi ... 30

2.5.1 Pengertian Karakteristik Organisasi ... 30

2.5.2 Unsur- Unsur Karakteristik Organisasi ... 30

2.6 Teori Karakteristik Psikologis ... 36

2.6.1 Pengertian Karakteristik Psikologis ... 36

2.6.2 Unsur- Unsur Karakteristik Psikologis ... 36

(14)

2.7.1 Pengertian Bidan dan Bidan Desa ... 39

2.7.2 Tugas Pokok Bidan di Desa ... 40

2.7.3 Fungsi Bidan di Wilayah Kerjanya ... 40

2.7.4 Fungsi Bidan di Desa dalam Program Imunisasi ... 41

2.8 Landasan Teori ... 44

2.9 Kerangka Konseptual Penelitian ... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 47

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 52

3.6 Metode Pengukuran ... 52

4.1.3 Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 61

4.2 Karakteristik Responden ... 62

4.3 Karakteristik Individu ... 64

4.3.1 Pengetahuan ... 64

4.3.2 Kemampuan ... 71

4.4 Karakteristik Organisasi ... 71

4.4.1 Sumber Daya ... 71

4.4.2 Kepemimpinan ... 73

4.4.3 Imbalan ... 75

4.4.4 Supervisi ... 77

4.4.5 Sarana Kerja ... 79

(15)

4.5.1 Sikap ... 82

4.5.2 Motivasi ... 84

4.6 Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi ... 87

4.7 Analisis Bivariat ... 90

4.8 Analisis Multivariat ... 91

1 Uji Asumsi Klasik ... 91

2 Uji Hipotesis ... 95

3 Uji F (Uji Serempak) ... 95

4 Uji t (Uji Parsial) ... 96

5 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 97

BAB 5. PEMBAHASAN ... 100

5.1 Pengaruh Karakteristik Individu (X1) Karakteristik Organisasi (X2) dan Karakteristik Psikologis (X3 5.2 Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 101

) terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 100

5.3 Pengaruh Karakteristik Organisasi terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 106

5.4 Pengaruh Karakteristik Psikologis terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 113

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 116

6.1 Kesimpulan ... 116

6.2 Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Distribusi Sampel Menurut Desa ... 49

3.2 Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 52

3.3 Variabel, Indikator, Hasil Pengukuran, Kategori dan Skala Ukur ... 53

4.1 Distribusi Bidan Desa menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010 ... 62

4.2 Distribusi Karakteristik Responden di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 63

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 67

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 70

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Karakteristik Individu dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 70

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Daya dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 72

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemimpinan dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 75

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Imbalan dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 77

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Supervisi dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 79

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Kerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 81

(17)

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap dalam Pelaksanaan Program

Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 83

4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 86

4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Karakteristik Psikologis dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 86

4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 90

4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 91

4.17 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 92

4.18 Hasil Uji Normalitas Data ... 94

4.19 Hasil Uji Multikolinieritas Data ... 95

4.20 Hasil Uji Regresi ... 95

4.21 Koefisien Determinasi (R2 4.22 Uji F ... 96

) ... 96

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Model Teori Kinerja. ... 45

2.2 Kerangka Konsep Penelitian. ... 46

4.1 Hasil Uji Normalitas Data. ... 92

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 122

2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 135

3 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 138

4 Hasil Uji Bivariat ... 140

5 Hasil Uji Multivariat ... 143

6 Master Data Penelitian ... 144

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155

(20)

ABSTRAK

Imunisasi efektif menekan angka kesakitan dan kematian bayi akibat “Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi” (PD3I). Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan telah berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat PD3I dengan penempatan bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi. Meski demikian pencapaian cakupan imunisasi tahun 2010 hanya sebesar 17,3%, belum mencapai target cakupan sebesar 95,0%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis pengaruh karakteristik individu, organisasi dan psikologis terhadap kinerja bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh bidan di desa yang bertugas di Kabupaten Tapanuli Selatan berjumlah 110 orang dan sampel sebanyak 70 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukan variabel karakteristik individu, karakteristik organisasi dan karakteristik psikologis berpengaruh signifikan terhadap kinerja bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah variabel karakteristik individu.

Disarankan kepada : 1) Bidan di desa sebagai penanggung jawab progam imunisasi sesuai ketetapan Kemenkes RI perlu meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti pelatihan, 2) Bidan di desa perlu menyesuaikan beban kerja antara kegiatan imunisasi dengan progam pelayanan kebidanan/persalinan, 3) Dinas Kesehatan perlu menyediakan Polindes sebagai tempat tinggal bidan di desa, 4) Kepala Puskesmas dan koordinator imunisasi diharapakan berperan dalam meningkatkan progam imunisasi yang dilakukan bidan di desa melalui supervisi serta menyesuaikan imbalan untuk bidan di desa.

(21)

ABSTRACT

Immunization effective to reduce infant morbidity and mortality caused by “Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi” (PD3I). The goverment of Tapanuli Selatan district have attempted to reduce infant morbidity and mortality due to the placement of midwives in the implementation of immunization programs. However the achievement of immunization coverage in 2010 only 17,3%, have not reached the target coverage of 95,0%.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of individual, organizational, and psychological characteristics on the performance of village midwives in implementation of immunization program in Tapanuli Selatan district. The population of this study were all of the midwives village in Tapanuli Selatan district as many as 110 people, and 70 of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 5%

The result of this study showed that statistically the variable individual characteristics, characteristics organizational, and psychological characteristics had significant influence on the performance of village midwives in the implementation of immunization programs at Tapanuli Selatan district. Variable of the individual characteristics was the biggest variable which influence on the performance of village midwives.

It is recommended to : 1) The village midwives who are responsible for the immunization program based the agree of the Ministry of Health, the Republic of Indonesia is suggested to improve their knowledge through training. 2) The village midwives to be adjusted workload of between of immunization activity and midwifery/service program. 3) The management of District Health Office needs to provide rural polyclinics as the residence of village midwives. 4) The Head of Health Centre and Coordinator of Immunization Program are suggested to play their role in increasing the immunization program implemented by village midwives through supervision and provides rewards for the village midwives.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tujuan pembangunan di bidang kesehatan adalah mewujudkan manusia yang

sehat, cerdas dan produktif. Pembangunan kesehatan menitikberatkan pada

program-program yang mempunyai daya ungkit besar guna mencapai visi pembangunan

di bidang kesehatan. Landasan yang kuat, terutama dalam analisa situasi, perumusan

isu strategis dan arah kebijakan pembangunan kesehatan merupakan prioritas pada

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014

(Bappenas, 2009).

Program pencegahan dan pemberantasan penyakit sebagai salah satu program

utama bidang kesehatan bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan

kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit

menular yang akan ditanggulangi adalah penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi,

pencegahan dan penanggulangan faktor resiko melalui peningkatan imunisasi dan

peningkatan Komunikasi, Informasi Dan Edukasi (KIE) pencegahan dan

pemberantasan penyakit (Bappenas, 2009).

Salah satu indikator derajat kesehatan adalah Angka Kematian Bayi (AKB),

(23)

Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), saat ini angka

kematian akibat PD3I masih cukup tinggi, yaitu sekitar 120.000 setiap tahunnya,

untuk itu dibutuhkan suatu penanganan yang serius, salah satu program yang telah

terbukti efektif untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat PD3I tersebut

adalah program imunisasi. Perlu upaya yang ekstra keras untuk mempercepat

penurunan AKI guna mencapai target yang diinginkan. Jika sasaran yang ingin

dicapai pada akhir RPJMN 2010-2025 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran

hidup dapat dicapai apabila penurunan AKI per tahun adalah 4,7 persen. Namun jika

angka ini tetap ingin dicapai pada tahun 2015 seperti yang disarankan dalam MDGs,

maka penurunan AKI diharapkan mencapai 9,5 persen per tahun (Bappenas, 2009).

Penyelenggaraan program imunisasi di Indonesia ditetapkan berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1611/Menkes/SK/XI/

2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, yang menyebutkan bahwa

imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui

pemberian zat kekebalan tubuh, harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh

dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan

kesehatan dan memutus mata rantai penularan penyakit (Depkes RI, 2006).

Sejak penetapan EPI (the Expanded Program on Immunisation) oleh WHO,

cakupan imunisasi dasar meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia.

(24)

pertusis serta 200.000 kelumpuhan akibat polio yang dapat dicegah setiap tahunnya.

Vaksinasi terhadap 5 (lima) penyakit telah direkomendasikan EPI sebagai imunisasi

rutin di negara berkembang yaitu : BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B (Ali,

2003).

Program imunisasi di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1956. Upaya

ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective.

Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia

dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974 (Depkes RI, 2006).

Sejak tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi PD3I dalam rangka

pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu

Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberculosis, Campak, Poliomylitis dan Hepatitis B

(Depkes RI, 2005).

Walaupun PD3I sudah dapat ditekan, cakupan imunisasi harus dipertahankan

tinggi dan merata. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi

dan merata dapat menimbulkan letusan atau kejadian luar biasa (KLB) PD3I. Untuk

itu upaya imunisasi perlu disertai dengan upaya surveilance epidemiologi serta

peningkatan dan perbaikan kinerja unsur-unsur pelaksana yang terlibat dalam

kegiatan imunisasi sehinga tercapai target atau sasaran imunisasi yang merupakan

(25)

Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) target imunisasi Indonesia

tahun 2010 yaitu tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), dimana

cakupan imunisasi lengkap minimal 95% secara merata pada bayi di 100% di desa

dan kelurahan (Depkes RI, 2010). Hal ini berarti bahwa di setiap desa harus mencapai

cakupan 95/12 sekitar 7,9 % setiap bulannya. Bila cakupan rata-rata bulanan di

bawah 7,9% selama 3 bulan berturut-turut, maka harus dilakukan sweeping.

Cakupan imunisasi dasar di Propinsi Sumatera Utara berdasarkan Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun

2010 berada pada urutan 31 dari 33 propinsi di Indonesia, yaitu sebesar 32,6%.

Pencapaian tertinggi cakupan imunisasi di Provinsi DI Yogyakarta mencapai 93,7%,

sedangkan pencapaian terendah di Provinsi Papua yaitu dan 20,7%. Rata-rata

pencapaian program imunisasi secara nasional di Indonesia sebesar 58,5%.

Dari 33 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli

Selatan merupakan salah satu kabupaten dengan pencapaian program imunisasi

rendah dengan pencapaian yaitu 17,3%, angka tersebut lebih rendah dari rata-rata

pencapaian imunisasi seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara sebesar

32,6% (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2010). Sehingga berbagai upaya

untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat PD3I telah dilaksanakan

oleh pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan salah satunya yaitu penempatan

(26)

mendekatkan pelayanan kesehatan di tengah masyarakat. Penempatan bidan desa ini

diharapkan juga berangsur-angsur dapat menekan angka kesakitan dan kematian

tersebut.

Bidan di Desa (Bides) yang bertugas di desa secara fungsional berbeda

dengan bidan yang bertugas di puskesmas, karena bidan desa mempunyai wilayah

kerja tertentu yaitu desa tempat tugasnya sehingga merupakan ujung tombak

pelaksanaan program imunisasi dengan salah satu tugas adalah meningkatkan peran

serta masyarakat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan pada bayi dan balita

termasuk imunisasi (Depkes RI, 2007). Namun dalam pelaksanannya ditemukan

bahwa sebahagian besar Bides bertempat tinggal tidak di desa, melainkan tinggal di

Ibu kota Kabupaten yaitu Padangsidimpuan, dengan alasan tidak tersedianya Polindes

ataupun rumah penduduk yang layak untuk ditempati walaupun dengan cara sewa.

Gagasan pemerintah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ini

menuju well born baby dan well health mother merupakan komitmen politik, diikuti

dengan penempatan bidan di desa sebanyak 50.000 orang dalam waktu singkat pada

tahun 2003. Saat ini telah ditempatkan sekitar 18.000 bidan desa, tetapi hanya

sebagian kecil yang mampu mewujudkan pondok bersalin desa (Depkes RI, 2004).

Hasil penelitian Rahmawati (2007) tentang analisis faktor sumber daya

manusia yang berhubungan dengan hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas

(27)

yang berpengaruh terhadap hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas imunisasi

di Kabupaten Blora adalah supervisi pimpinan puskesmas, ketersediaan sarana dan

prasarana penunjang, persepsi terhadap kompensasi.

Cakupan imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan menurut hasil survey

Millenium Corporation Cellent-Indonesia Immunization Project (MCC-IIP) tahun

2009 di temukan lebih rendah dengan yang dilaporkan setiap bulannya ke Dinas

Kesehatan. Hal ini mengisyaratkan bahwa secara kualitas program imunisasi belum

berjalan dengan baik dan ini sangat erat kaitanya dengan karakteristik organisasional,

individual dan psikologi dalam pelaksanaan program imunisasi.

Pelaksanaan program imunsasi tidak terlepas dari peran manajemen

organisasional serta teknis pelaksana individual yakni sumber daya manusia dalam

melaksanakan kegiatan tersebut, agar keberhasilan program imunisasi dalam upaya

menurunkan angka kematian akibat PD3I dapat ditekan sekecil mungkin, sehingga

dengan pelaksanaan program imunisasi sesuai dengan pedoman diharapkan cakupan

imunisasi tinggi dan merata tetap dapat dipertahankan untuk mencapai tingkat

population immunity atau kekebalan masyarakat, yang pada akhirnya angka kesakitan

dan kematian akibat PD3I dapat diturunkan. Salah satu faktor penentu kinerja dalam

organisasi menurut Gibson et al (1996), yaitu karakteristik individu, organisasi dan

(28)

Hasil penelitian Subagio (2004) yang mengkaji ”Fungsi Manajemen

Puskesmas dalam Program Imunisasi di Kabupaten Pelalawan - Riau Tahun 2003”

mengungkapkan bahwa imunisasi terutama untuk Universal Child Immunitation

(UCI) desa adalah 100 % tahun 2000 di Kabupaten Pelalawan terdiri 10 kecamatan

dan memiliki 88 desa, dari jumlah desa tersebut ternyata yang belum mencapai UCI

adalah 38 desa atau sekitar 43,2 %. Masih banyaknya desa-desa yang belum

mencapai UCI ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah

manajemen program imunisasi, faktor petugas, faktor masyarakat sebagai sasaran

program imunisasi dan faktor eksternal.

Peran serta Tokoh Masyarakat (Toma) dan Tokoh Agama (Toga) dan PKK

juga penting dalam rangka menurunkan PD3I. Hal ini sejalan dengan penelitian

Muazaroh (2009), yang mengungkapkan bahwa ada hubungan antara komunikasi dan

keberhasilan implementasi program imunisasi. Komunikasi oleh bidan desa yang

masih kurang pada sasaran antara (PKK, Toma, Toga) begitu juga dengan

sumberdaya dan keberhasilan implementasi program imunisasi, ketersediaan

sumberdaya finansial yang masih kurang yaitu jumlah transport yang diberikan

kurang memadai, bidan masih menarik biaya pelayanan imunisasi, sedangkan untuk

sumberdaya non finansial yang kurang mendukung program yaitu cool pack yang

(29)

ketersediaan poster, leaflet tentang imunisasi kurang serta faktor yang paling

berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi adalah struktur birokrasi.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan penulis bahwa rendahnya cakupan

imunisasi meliputi DPT 35%, HV-B 13,6%, TT WUS 8,1%, TT Bumil 2,2%, BCG

76%, Polio 77,1% dan Campak 74,1%, sedangkan berdasarkan target pencapaian UCI

dari 12 Kecamtan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan, ada 6 Kecamatan yang

mencapai UCI dan 6 Kecamatan belum mencapai UCI. Beberapa penyebab

rendahnya cakupan imunisasi tersebut diakibatkan bidan desa belum melaksanakan

tugasnya secara optimal dalam program imunisasi. Hal ini dikhawatirkan munculnya

kembali kasus PD3I, seperti kasus campak pada tahun 2010 yang terjadi beberapa

kali di Kecamatan Angkola Selatan, Batang Toru dan Kecamatan Pintupadang yang

sudah dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak oleh Pemerintah daerah

setempat (Dinkes Tapsel, 2010).

Bidan desa sebagai pelaksana program imunisasi di desa sangat menentukan

tingkat pencapaian atau cakupan imunisasi di desa tempat tugasnya. Besarnya

tanggung jawab bidan desa sebagaimana disebutkan dalam prosedur pelaksanaan

imunisasi bahwa setiap bidan desa bertanggung jawab dalam melakukan : persiapan

petugas imunisasi di desa, inventarisasi sasaran imunisasi, persiapan vaksin dari

polindes/tempat tinggal bidan desa ke tempat pelaksanaan imunisasi (misalnya

(30)

untuk pemberian imunisasi, pesiapan safety box untuk membawa vaksin dari polindes

ke lokasi pelaksanaan imunisasi, persiapan sasaran imunisasi, pemberian imunisasi

dan koordinasi. Sedangkan koordinator imunisasi yang bertugas di puskesmas lebih

berperan dalam pengelolaan logistik imunisasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota

ke puskesmas serta mendistribusikan logistik imunisasi ke setiap puskesmas

pembantu dan bidan desa.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, maka dirumuskan masalah

sebagai berikut: Bagaimana pengaruh karakteristik individu (X1), karakteristik

organisasi puskesmas (X2) dan karakteristik psikologis (X3) terhadap kinerja

(Y) Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli

Selatan?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik

individu (X1), karakteristik organisasi puskesmas (X2), karakteristik psikologis (X3)

terhadap kinerja (Y) Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di

(31)

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah karakteristik individu (X1), karakteristik

organisasi puskesmas (X2), karakteristik psikologis (X3) berpengaruh terhadap

kinerja (Y) Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten

Tapanuli Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat :

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan seluruh Puskesmas di

Kabupaten Tapanuli Selatan tentang pelaksanaan program imunisasi.

2. Sebagai wahana pengembangan ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Imunisasi

2.1.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan / meningkatkan kekebalan

seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan

penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Sasaran imunisasi adalah Bayi

(di bawah satu tahun), Wanita Usia Subur (WUS) ialah wanita berusia 15-39 tahun

termasuk ibu hamil (Bumil) dan calon pengantin (catin) serta anak usia sekolah

tingkat dasar (Depkes RI, 2005).

2.1.2 Program Imunisasi

Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini

merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling effective cost. Dengan

upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia

dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974 (Depkes RI, 2006).

Sejak tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan

Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi (PD3I). Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah :

Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberculosis, Campak, Poliomelitis dan Hepatitis B

(33)

Kemajuan dalam bidang transportasi telah membantu meningkatkan mobilitas

penduduk, termasuk penyakit. Importasi virus polio liar dari negara yang masih

endemis polio (dari benua Afrika) ke Indonesia telah terjadi pada bulan Maret tahun

2005. Kejadian ini ditetapkan sebagai KLB Nasional yang memerlukan upaya

penanggulangan yang bersifat nasional, karena Indonesia harus segera memutuskan

rantai penularannya agar tidak menjadi negara endemis polio dan menjadi ancaman

bagi negara lain (Depkes RI, 2006).

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa program imunisasi ke

dalam penyelenggaraan pelayanan yang bermutu dan efisien. Perkembangan

teknologi lain adalah menggabungkan beberapa jenis vaksin yang dapat digabung

sebagai vaksin kombinasi yang terbukti dapat meningkatkan cakupan imunisasi,

mengurangi jumlah suntikan dan kontak dengan petugas imunisasi. Jenis-jenis Vaksin

dalam Program Imunisasi adalah : Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine), Vaksin

DPT, TT, DT, Polio (Oral Polio Vaccine=OPV), Campak, Hepatitis B dan DPT-HB.

Menurut Depkes RI (2005) Kegiatan dalam program imunisasi lain terdiri

dari :

1. Imunisasi Rutin

Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan

terus-menerus harus dilaksanakan pada periode waktu yang telah ditentukan.

Berdasarkan kelompok usia sasaran, imunisasi rutin dibagi menjadi : imunisasi rutin

pada bayi, imunisasi rutin pada wanita usia subur dan imunisasi rutin pada anak

(34)

Pada kegiatan imunisasi rutin terdapat kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk

melengkapi imunisasi rurin pada bayi dan Wanita Usia Subur (WUS) seperti kegiatan

sweeping pada bayi dan kegiatan akselerasi MNTE (Maternal Neonatal Tetanus

Elimination) pada WUS.

Pelayanan imunisasi rutin dapat dilaksanakan di Puskesmas, Puskesmas

Pembantu, rumah sakit atau rumah bersalin, Posyandu, di sekolah atau melalui

kunjungan rumah. Pelayanan imunisasi rutin ini dapat juga dilakukan oleh swasta

seperti rumah sakit swasta, dokter praktek dan bidan praktek.

2. Imunisasi Tambahan

Kegiatan imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas

dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini

sifatnya tidak rutin dan membutuhkan biaya khusus. Kegiatan ini dilakukan dalam

suatu periode tertentu.

Yang termasuk ke dalam kegiatan imunisasi tambahan ini adalah : (a) Backlog

Fighting adalah upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada anak yang berumur di

bawah 3 tahun pada desa yang selama 2 tahun berturut-turut tidak mencapai target

UCI, (b) Crash Program, kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan

intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB dan ditujukan pada desa yang

selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai target UCI.

3. Imunisasi dalam Penanganan KLB

Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan dengan

(35)

4. Kegiatan Imunisasi Tambahan untuk Penyakit tertentu dalam Wilayah yang luas

dan waktu tertentu, misalnya :

a. Pekan Imunisasi Nasional (PIN) merupakan suatu upaya yang dilaksanakan

serentak secara nasional untuk mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus

polio importasi dengan cara memberikan vaksin polio kepada setiap balita

termasuk bayi baru lahir tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.

Pemberian imunisasi polio pada waktu PIN di samping untuk memutus rantai

penularan, juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan polio.

b. Sub PIN merupakan suatu upaya untuk memutuskan rantai penularan polio bila

ditemukan satu kasus polio dalam wilayah terbatas dengan pemberian dua kali

imunisasi polio dalam interval satu bulan secara serentak pada seluruh sasaran

berumur kurang dari satu tahun (Depkes RI, 2006).

c. Catch Up Campaign Campak merupakan upaya untuk memutuskan transmisi

penularan virus campak pada anak sekolah dan balita. Kegiatan ini dilakukan

dengan pemberian imunisasi campak secara serentak pada anak sekolah dasar

tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi

campak selain untuk memutus rantai penularan juga berguna sebagai booster atau

(36)

2.2 Pelaksanaan Program Imunisasi

Pelaksanaan program imunisasi dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor : 1611 / MENKES / SK / XI / 2005 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Imunisasi, yang menyangkut :

2.2.1 Kebijakan Program Imunisasi

a. Penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat

dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait.

b. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap sasaran

masyarakat maupun sasaran wilayah.

c. Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu.

d. Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program

dan anggaran terpadu.

e. Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB)

dan daerah-daerah sulit secara geografis (Depkes RI, 2005).

2.2.2 Strategi Program Imunisasi

a. Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat atau swasta.

b. Membangun kemitraan dan jejaring kerja.

c. Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan alat

suntik.

d. Menerapkan sistem pemantauan wilayah setempat (PWS) untuk menentukan

prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan.

(37)

f. Pelaksanaan sesuai dengan standar.

g. Memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi yang lebih efektif,

berkualitas dan efisien

h. Meningkatkan advokasi, fasilitas dan pembinaan (Depkes RI, 2005).

2.2.3 Pelaksanaan Kegiatan Imunisasi

Pelaksanaan kegiatan imunisasi meliputi : 1) persiapan petugas (inventarisasi

sasaran, persiapan vaksin dan peralatan rantai vaksin, persiapan ADS dan safety box);

2) persiapan masyarakat; 3) pemberian pelayanan imunisasi; 4) koordinasi (Depkes

RI, 2006).

Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan

tambahan. Dengan semakin mantapnya unit pelayanan imunisasi, maka proporsi

kegiatan imunisasi tambahan semakin kecil.

Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi : Hepatitis B, BCG,

Polio, DPT dan Campak ( pada bayi); DT, Campak dan TT (pada anak sekolah); TT

(pada WUS).

2.3 Kinerja

2.3.1 Pengertian Kinerja

Menurut Ilyas (2000), untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja

personal dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada tiga

kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kinerja dan kerja yaitu variabel

(38)

tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kerja

personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan

tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan

atau tugas.

Kinerja adalah kelakuan atau kegiatan yang berhubungan dengan tujuan

organisasi, dimana organisasi tersebut merupakan keputusan dari pimpinan.

Dikatakan bahwa kinerja bukan outcome, konsekuensi atau hasil dari perilaku atau

perbuatan. Tetapi kinerja adalah perbuatan atau aksi itu sendiri, disamping itu kinerja

adalah multidimensi sehingga untuk beberapa pekerjaan spesifik mempunyai

beberapa bentuk komponen kerja, yang dibuat dalam batas hubungan variasi dengan

variabel lain. Kinerja dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi

mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan (Bernadin et.al, 1998).

Penampilan kerja atau job performance sebagai bagian dari profisiensi kerja

adalah menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerja. Tingkat sejauh

mana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut profesi (level of

performance). Individu di tingkat prestasi kerja disebut produktif, sedangkan prestasi

kerjanya tidak mencapai standar disebut tidak produktif. Job performance

(penampilan kerja) adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku

dalam pekerjaan yang bersangkutan. Menurut teori Atribusi atau Expectancy Theory,

penampilan kerja dirumuskan sebagai berikut : P = M x A, dimana P (Performance),

M (Motivasi), A (Ability). Sehingga dapat dijelaskan bahwa performance adalah hasil

(39)

yang tinggi motivasinya, tetapi memiliki kemampuan dasar yang rendah akan

menghasilkan performance yang rendah, begitu pula halnya dengan orang yang

sebenarnya mempunyai kemampuan dasar yang tinggi tetapi rendah motivasinya

(Wijono, 2000).

2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja personal, dilakukan

kajian terhadap teori kinerja. Secara teori ada tiga kelompok variabel yang

mempengaruhi perilaku dan kinerja yaitu : Variabel individu, variabel organisasi, dan

variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja

yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja personal. Perilaku yang

berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan

yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran atau suatu jabatan atau tugas (Gibson

et al, 1996).

Gibson et al (1996) menyampaikan model teori kinerja dan melakukan

analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja adalah

variabel individu, psikologi dan organisasi. Variabel individu terdiri dari kemampuan

dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Kemampuan dan ketrampilan

merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu. Variabel demografis

mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

Variabel organisasi yang mempengaruhi kinerja individu terdiri dari sumber

daya, sarana kerja, kepemimpinan, supervisi dan imbalan. Variabel psikologis terdiri

dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak

(40)

psikologis seperti sikap, kepribadian, dan pembelajaran merupakan hal yang

kompleks, sulit diukur dan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari

variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dengan organisasi

kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan ketrampilan yang berbeda satu

dengan lainnya.

2.3.3 Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang

kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan

standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses

yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang,

meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Menurut Rivai (2005) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja :

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

(a) Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam

penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian

yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,

mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam

tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau

(41)

Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah,

penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.

(c) Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi

subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini

adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah

penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan

deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait

langsung dengan pekerjaannya.

(e) Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan

penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional,

misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan

aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored

Rating Scale=BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu:

1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja

(42)

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku

karyawan yang dinilai dengan jelas.

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.

Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya,

lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang

menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan

mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian

parktik yang langsung diamati oleh penilai.

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan

karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan

a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri

dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan

dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek

(43)

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia

bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja

karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,

diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

3. Pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai

oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan

oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel

disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai

contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai

sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara

personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari

bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering

melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa

atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam

kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian

dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil

penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya

perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan

(44)

dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian

yang merata.

Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja.

Hal ini disebabkan karena madah untuk memperoleh hasil penilaian atasan dan

dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk

mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu, seluruh sistem

penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang dilakukan o!eh atasan

(Rivai, 2005).

2.4 Karakteristik Individu

2.4.1 Pengertian Karakteristik Individu

Menurut Sutrisna (1994) bahwa karakteristik individu merupakan suatu proses

psikologis yang mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta

menerima barang dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor

internal (interpersonal) yang menggerakkan dan mempengaruhi perilaku.

Menurut Mathis (2001), bahwa ciri-ciri pribadi meliputi jenis kelamin, status

perkawinan, usia pendidikan, pendapatan keluarga, tanggung jawab dan masa jabatan.

Karakteristik individu secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan

kegiatan dalam organisasi, baik ditingkat manajemen maupun teknis pelaksanaan.

Demikian halnya dalam pelaksanaan cakupan imunisasi, karakteristik individu seperti

pengetahuan, sikap, pendidikan, umur, ketrampilan, kemampuan, jenis kelamin,

(45)

tugas dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan dalam serangkaian kegiatan program

imunisasi.

2.4.2 Unsur-Unsur Karakteristik Individu

a. Umur

Umur adalah lamanya hidup dihitung sejak dilahirkan hingga saat ini. Umur

merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan baru.

Pada masa ini merupakan usia produktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi,

masa keterasingan sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan

nilai, masa penyesuaian dengan cara hidup baru dan masa kreatif. Pada masa dewasa

ditandai oleh adanya perubahan jasmani dan mental, kemahiran dan ketrampilan

profesional yang dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan,

teknologi dan kesenian (Soekanto, 1990).

Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas karyawan.

Kedewasaan adalah tingkat kedewasaan teknis dalam melaksanakan tugas-tugas

maupun kedewasaan psikologis. Umumnya kinerja personel meningkat sejalan

dengan peningkatan usia pekerja. Pekerja usia 20-30 tahun mempunyai motivasi kerja

relatif lebih rendah dibandingkan pekerja yang lebih tua, karena pekerja lebih muda

belum berpijak pada realitas, sehingga seringkali mengalami kekecewaan dalam

bekerja. Hal ini menyebabkan rendahnya kinerja dan kepuasan kerja (Notoatmodjo,

(46)

b. Jenis Kelamin

Diasumsikan bahwa bukan perbedaan jenis kelamin itu sendiri yang

menyebabkan perbedaan kinerja tetapi berbagai faktor berkaitan dengan jenis kelamin

misalnya perbedaan mendapatkan formasi, besarnya gaji dan lain-lain. Siagian (2006)

mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan produtivitas kerja antara karyawan wanita

dan perawat pria. Walaupun demikian jenis kelamin perlu diperhatikan karena

sebahagian besar tenaga kesehatan berjenis kelamin wanita dan sebahagian kecil

berjenis kelamin pria. Pada pria dengan beban keluarga tinggi akan meningkatkan

jam kerja perminggu, sebaliknya wanita dengan beban keluarga tinggi akan

mengurangi jam kerja perminggu.

c. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo

(2003), dari hasil penelitiannya mengungkapakan bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu:

a. Awarenes ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

(47)

b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

d. Pendidikan

Latar belakang pendidikan dan masa kerja seseorang akan mempengaruhi

kemampuan pemenuhan kebutuhannya. Sesuai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan

yang berbeda-beda akhirnya mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Pendidikan

dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian materi guna mencapai perubahan

dan tingkah laku (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka

melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat

unsur-unsur pendidikan yakni :

a. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan

pendidikan (pelaku Pendidikan).

b. Proses adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain.

c. Output adalah melakukan apa yang diharapkan atau perilaku (Notoatmodjo,

(48)

Konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di

dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah

yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga dapat menghasilkan

perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat.

Pekerja yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi akan mewujudkan

motivasi kerja yang berbeda dengan pendidikan yang lebih rendah. Siagian (2006)

menyatakan bahwa latar belakang pendidikan mempengaruhi motivasi kerja

seseorang. Tenaga kesehatan yang berpendidikan tinggi motivasinya akan lebih baik

karena telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan

dengan tenaga kesehatan yang berpendidikan rendah. Hal serupa dikemukakan oleh

Notoatmodjo (2003) bahwa melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan

kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak.

Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin tinggi produktivitas kerjanya.

e. Kemampuan

Kemampuan kerja adalah kapasitas individu dalam menyelesaikan berbagai

tugas dalam sebuah pekerjaan, kemampuan menyeluruh seorang karyawan meliputi

kemampuan intelektual dan kemampuan fisik (Muchlas, 1997)

Kemampuan intekektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk

mengerjakan kegiatan-kegiatan mental misalnya pemahaman verbal, deduksi,

persepsual, visualisasi ruang lingkup dan ingatan, sedangkan kemampuan fisik adalah

kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina,

(49)

melalui pendidikan, pelatihan maupun pengalaman, tampa mengabaikan kepatuhan

terhadap prosedur dan pedoman yang ada, menjalankan dan menyelesaikan tugas

suatu pekerjaan.

Menurut Gibson et al (1996) kemampuan mental sama dengan intelegensia

merupakan kemampuan mengingat konfigurasi fisual, kemampuan untuk

mengutarakan dan mengaji hipotesis, kemampuan untuk mengingat kembali dengan

sempurna dan pengetahuan tentang kata-kata dan artinya.

Keterampilan merupakan suatu kecakapan yang dimiliki oleh tenaga

kesehatan dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam hal ini yaitu pencatatan

pelaporan program imunisasi seperti pencatatan pelaporan KIA pada waktu yang

tepat (Soekanto, 1990).

Kemampuan merupakan sifat yang dimiliki oleh tenaga kesehatan yang

diperolehnya dari proses pembelajaran yang memungkinkannya dapat menyelesaikan

atau melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan

(Notoatmodjo, 2003).

f. Keterampilan

Keterampilan merupakan suatu kecakapan yang dimiliki oleh tenaga

kesehatan dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam hal ini yaitu pencatatan

pelaporan program imunisasi seperti pencatatan pelaporan KIA pada waktu yang

(50)

g. Tempat Tinggal

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), petugas kesehatan yang

bertempat tinggal dirumah jabatan memiliki kinerja yang lebih baik bila

dibandingkan dengan petugas kesehatan yang tidak bertempat tinggal di rumah dinas

atau rumah jabatan.

Hal ini sangat logis karena dari fakta yang ditemukan responden yang tidak

bertempat tinggal di rumah jabatan dan jaraknya jauh dari puskesmas sebagian waktu

kerjanya habis tersita oleh perjalanan pulang pergi dari tempat tinggal ke puskesmas.

h. Masa Kerja

Masa kerja adalah lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Setiap

organisasi pelayanan kesehatan menginginkan turn overnya rendah dalam arti tenaga

atau karyawan aktif yang lebih lama bekerja di kantor tersebut tidak pindah ke unit

kerja lain, sebab dengan turn over yang tinggi menggambarkan kinerja unit kerja

tersebut.

Siagian (2006) mengatakan bahwa semakin banyak tenaga aktif yang

meninggalkan organisasi dan pindah ke organisasi lain mencerminkan ketidakberesan

organisasi tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja

(51)

2.5 Karakteristik Organisasi

2.5.1 Pengertian Karakteristik Organisasi

Menurut Gibson et al (1996) karakteristik organisasi yang memengaruhi

kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, insentif, struktur dan desain

pekerjaan.

Karakteristik organisasi juga mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam

organisasi, demikian halnya dalam pelaksanaan program imunisasi, karakteristik

organisasi seperti sumber daya, kepemimpinan dan imbalan secara tidak langsung

mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan dalam

serangkaian kegiatan program imunisasi.

2.5.2 Unsur-Unsur Karakteristik Organisasi

a. Sumber Daya

Menurut Notoatmojo (2003), sumber daya terdiri dari sumber daya manusia

(SDM), sarana, dana dan metoda merupakan bagian dari unsur masukan yang

keberadaannya dalam suatu organisasi merupakan hal yang paling pokok karena

merupakan modal dasar untuk dapat berfungsinya suatu organisasi.

Pada peneltian ini, sumber daya yang dimaksudkan adalah sumber daya

manusia tenaga kesehatan yang terdiri dari koordinator imunisasi dan bidan desa yang

memegang peranan penting dalam pelaksanaan program imunisasi, hal ini sesuai

dengan salah satu tugas pokok koordinator imunsasi dan bidan desa yaitu

(52)

kesehatan ibu hamil, ibu bersalin dan Ibu nifas, pelayanan kesehatan bayi dan anak

balita termasuk imunisasi (Depkes RI, 2006).

b. Kepemimpinan

Gibson et al (1996) berpendapat kepemimpinan adalah merupakan fungsi

pokok dari segala jenis organisasi. Kepemimpinan adalah sebagai suatu proses untuk

dapat mempengaruhi perilaku pengikutnya. Kepemimpinan terjadi dalam dua bentuk

yaitu : formal dan informal. Kepimpinan formal terbentuk melalui pemilihan atau

pengangkatan dengan wewenang formal, sedangkan kepemimpinan informal

terbentuk karena keterampilan, keahlian atau karena wibawa yang dapat memenuhi

kebutuhan orang lain.

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan

organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi

untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi

interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan

aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan

kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dengan orang-orang di luar

kelompok atau organisasi (Rivai, 2007).

Menurut Siagian (2006) kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan

seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja, untuk

mempengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya untuk memberikan

sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Pencapain tujuan organisasi

(53)

menggerakkan dan mendorong anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaannya.

Oleh karena itu, kepemimpinan merupakan faktor yang vital bagi keberhasilan suatr

organisasi. Seorang pimpinan yang efektif sebaiknya memiliki kemampuan untuk

berkomunikasi dengan bawahan, membangkitkan motivasi kerja bawahan,

mengkoordinasi pekerjaan bawahan dan melakukan supervisi pekerjaan bawahan.

c. Imbalan

Imbalan yang diterima karyawan baik berupa honorarium maupun dalam

bentuk fasilitas yang lain, berhubungan langsung dengan kebutuhankebutuhan pokok

karyawan, seperti kebutuhan ekonomi masa sekarang dan mendatang. Kebutuhan

pokok yang relatif cukup terpenuhi menyebabkan

karyawan lebih berkonsentrasi terhadap pekerjaannya.

Pendapat Gibson et al (1996) mengenai imbalan terbagi dalam dua macam,

yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik adalah imbalan yang

merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri, imbalan tersebut mencakup rasa

penyelesaian (completion), pencapaian prestasi (achievement) otonomi (autonomy)

dan pertumbuhan pribadi (personal growth) sedangkan imbalan ekstrinsik adalah

imbalan yang berasal dari pekerjaan imbalan tersebut mencakup uang status, promosi,

dan rasa hormat.

Imbalan-imbalan instrinsik adalah imbalan-imbalan yang dinilai di dalam dan

dari mereka sendiri. Imbalan intrinsik melekat/inheren pada aktivitas itu sendiri dan

pemberiannya tidak tergantung kepada kehadiran atau tindakan-tindakan dari orang

(54)

terhadap perilaku oerganisasi adalah jenis-jenis perasaan yang berbeda yang dialami

oleh orang-orang sebagai akibat kinerja mereka pada pekerjaan.

Menurut Simamora (2004) bentuk imbalan-imbalan dan sistem kompen sasi di

dalam organisasi mempunyai dua type dasar atau katagori. Kedua tipe diartikan

sebagai imbalan-imbalan intrinsik (intrinsic reward) dan imbalanimbalan ekstrinsik

(extrinsic reward).

Siagian (2006) menyatakan bahwa imbalan erat kaitannya dengan prestasi

kerja seorang karyawan. Imbalan merupakan salah satu faktor ekternal yang

mempengaruhi motivasi seseorang, disamping faktor ekternal lainnya seperti jenis

dan sifat pekerjaan, kelompok kerja dimana seseorang bergabung dalam organisasi

tempat bekerja dan situasi lingkungan pada umumnya.

Ada dua jenis imbalan, pertama imbalan intrinsik yaitu imbalan yang diterima

individu untuk diri mereka sendiri mencakup prestasi, otonomi dan pengembangan

karier, kedua imbalan ekstrinsik yaitu imbalan yang diterima dari lingkungan

di sekitar konteks kerja mencakup uang, status, promosi dan penghargaan (Rivai,

2007).

Menurut Notoatmodjo (2003), imbalan adalah insentif kerja yang dapat

diperoleh dengan segera atau insentif yang diperoleh dalam jangka panjang. Insentif

dibagi dalam tujuh jenis, yaitu :

a. Insentif primer

Yaitu imbalan yang berhubungan dengan kebutuhab fasilitas (makan, minum,

(55)

b. Insentif sensoris

Yaitu umpan balik sensoris dari lingkungan (misalnya main musik untuk

memperoleh umpan balik sensoris berupa bunyi musik yang dimainkan).

c. Insentif sosial

Yaitu manusia akan melakukan sesuatu untuk memperoleh penghargaan atau

diterima di lingkungannya. Penerimaan atau penolakkan tersebut akan lebih

berfungsi secara efektif sebagai imbalan/hukuman daripada reaksi yang berasal

dari individu.

d. Insentif yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi ( upah, kenaikan

pangkat, penambahan tunjangan, dan sebagainya).

e. Insentif berupa aktifitas

Beberapa aktifitas / kegiatan fisik dapat memberikan nilai insentif tersendiri pada

individu.

f. Insentif status dan pengasuh

Dengan kedudukan tinggi di masyarakat, dapat menikmati imbalan materi,

penghargaan sosial, kepatuhan dan sebagainya.

g. Insentif yang berupa terpenuhinya standar internal

Insentif ini berasal dari tingkat kepuasan dari dalam diri seseorang yang

diperolehnya dari pekerjaan.

d. Supervisi

Menurut Koentjoroningrat (1997) secara umum mengemukakan supervisi

adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap

Gambar

Tabel 3.1. Prosedur Pemberian Imunisasi
Gambar 2.1 Model Teori Kinerja   Sumber : Gibson, Ivanicevich dan Donnelly (1996)
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Penelitian
Tabel 3.1 Distribusi Sampel Menurut Desa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah karakteristik individu, karakteristik organisasi, dan karakteristik pekerjaan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

Hasil peneltian ini menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor, variabel karakteristik individu berpengaruh

Analisis Karakteristik Individu Dan Faktor Intrinsik yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan Pelaksana Poliklinik Kesehatah Desa dalam Pelayanan Kesehatan Dasar di Kabupaten

Analisis Karakteristik Individu Dan Faktor Intrinsik Yang Berhubungan Dengan Kinerja Bidan Pelaksana Poliklinik Kesehatan Desa Dalam Pelayanan Kesehatan Dasar Di

Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel karakteristik individu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan (Y), maka H 0 diterima dan H 1

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa Karakteristik Individu berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pemerintahan Desa Ubung

Analisis Karakteristik Individu Dan Faktor Intrinsik yang Berhubungan Dengan Kinerja Bidan Pelaksana Poliklinik Kesehatan Desa Dalam Pelayanan Kesehatan Dasar Di

Karakteristik individu secara keseluruhan berpengaruh signifikan pada 0,070 terhadap aksi kolektif, dan variabel-variabel yang berpengaruh yaitu pendidikan nonformal,