PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, ORGANISASI DAN PSIKOLOGI TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DALAM
PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN
T E S I S
Oleh
HALIK HADI 077023004/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, ORGANISASI DAN PSIKOLOGI TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DALAM
PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
HALIK HADI 077023004/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, ORGANISASI DAN PSIKOLOGI TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DALAM
PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN Nama Mahasiswa : Halik Hadi
Nomor Induk Mahasiswa : 077023004
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si) (
Ketua Anggota
dr. Yusniwarti Yusad, M.Si)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 29 November 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si
PERNYATAAN
PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, ORGANISASI DAN PSIKOLOGI TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DALAM
PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Desember 2011
ABSTRAK
Imunisasi efektif menekan angka kesakitan dan kematian bayi akibat “Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi” (PD3I). Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan telah berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat PD3I dengan penempatan bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi. Meski demikian pencapaian cakupan imunisasi tahun 2010 hanya sebesar 17,3%, belum mencapai target cakupan sebesar 95,0%.
Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis pengaruh karakteristik individu, organisasi dan psikologis terhadap kinerja bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh bidan di desa yang bertugas di Kabupaten Tapanuli Selatan berjumlah 110 orang dan sampel sebanyak 70 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0,05.
Hasil penelitian menunjukan variabel karakteristik individu, karakteristik organisasi dan karakteristik psikologis berpengaruh signifikan terhadap kinerja bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah variabel karakteristik individu.
Disarankan kepada : 1) Bidan di desa sebagai penanggung jawab progam imunisasi sesuai ketetapan Kemenkes RI perlu meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti pelatihan, 2) Bidan di desa perlu menyesuaikan beban kerja antara kegiatan imunisasi dengan progam pelayanan kebidanan/persalinan, 3) Dinas Kesehatan perlu menyediakan Polindes sebagai tempat tinggal bidan di desa, 4) Kepala Puskesmas dan koordinator imunisasi diharapakan berperan dalam meningkatkan progam imunisasi yang dilakukan bidan di desa melalui supervisi serta menyesuaikan imbalan untuk bidan di desa.
ABSTRACT
Immunization effective to reduce infant morbidity and mortality caused by “Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi” (PD3I). The goverment of Tapanuli Selatan district have attempted to reduce infant morbidity and mortality due to the placement of midwives in the implementation of immunization programs. However the achievement of immunization coverage in 2010 only 17,3%, have not reached the target coverage of 95,0%.
The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of individual, organizational, and psychological characteristics on the performance of village midwives in implementation of immunization program in Tapanuli Selatan district. The population of this study were all of the midwives village in Tapanuli Selatan district as many as 110 people, and 70 of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 5%
The result of this study showed that statistically the variable individual characteristics, characteristics organizational, and psychological characteristics had significant influence on the performance of village midwives in the implementation of immunization programs at Tapanuli Selatan district. Variable of the individual characteristics was the biggest variable which influence on the performance of village midwives.
It is recommended to : 1) The village midwives who are responsible for the immunization program based the agree of the Ministry of Health, the Republic of Indonesia is suggested to improve their knowledge through training. 2) The village midwives to be adjusted workload of between of immunization activity and midwifery/service program. 3) The management of District Health Office needs to provide rural polyclinics as the residence of village midwives. 4) The Head of Health Centre and Coordinator of Immunization Program are suggested to play their role in increasing the immunization program implemented by village midwives through supervision and provides rewards for the village midwives.
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Pengaruh Karakteristik
Individu, Organisasi dan Psikologis terhadap Kinerja Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ".
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,
M.Sc (CTM), Sp.A(K).
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara dan Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, dan juga kepada Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku
Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
3. Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan
dr. Yusniwarti Yusad, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan
penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan
waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis
selesai.
4. Dr. Drs. Muslich Lufti, M.B.A, I.D.S dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes
selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,
mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari
proposal hingga penulisan tesis selesai.
5. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan jajarannya yang telah
berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan
dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
6. Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan yang telah berkenan
memberikan izin melakukan penelitian di wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten Tapanuli Selatan dalam penyelesaian tesis, tepatnya di 15 Puskesmas
yang menjadi sasaran penelitian.
7. Para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Ayahanda Drs. H. Said Abunawar dan Ibunda Hj. Suraidah atas segala jasanya
9. Istri tercinta drg. N. Nirmala Siregar, serta anak-anak: M. Farhan Habibie dan
M. Faristz Afarabie yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do’a
serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan
dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Desember 2011 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Halik Hadi, lahir pada tanggal 3 Juli 1973 di Tanjung Raya, anak keenam dari
delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. H. Said Abunawar dan Ibunda
Hj. Suraidah dan telah menikah dengan drg. N.Nirmala Siregar pada bulan Juli
Tahun 2001.
Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah
Dasar Negeri 1 Tanjung Raya, selesai Tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama di
SMP Negeri 1 Tanjung Raya, selesai Tahun 1989, Sekolah Menengah Atas di SMA
YPL Muara Enim, selesai tahun 1992. Sekolah Pembantu Penilik Higiene (SPPH)
Palembang, selesai Tahun 1994, Akademi Penilik Kesehatan (APK) Depkes RI
Kabanjahe, selesai Tahun 2000, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, selesai Tahun 2004.
Mulai bekerja sebagai staf di Puskesmas Binanga Kecamatan Barumun
Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan, tahun 1995 sampai tahun 1997, Staf Dinas
Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan pada Subdin Promosi Kesehatan, tahun 2000
sampai tahun 2002, Kepala Seksi Peran Serta Masyarakat pada Dinas Kesehatan
Kabupaten Tapanuli Selatan, tahun 2005 sampai tahun 2006, Kepala Puskesmas
Simarpinggan Kecamatan Siais, tahun 2006 sampai tahun 2007. Staf Balai Kesehatan
Mata Masyarakat (BKMM) Medan UPT Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara,
tahun 2007 sampai 2008, Staf Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada Subdin
Selanjutnya mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan
Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
DAFTAR ISI
2.2 Pelaksanaan Program Imunisasi ... 15
2.2.1 Kebijakan ... 15
2.2.2 Strategi ... 15
2.2.3 Pelaksanaan ... 16
2.3 Teori tentang Kinerja ... 16
2.3.1 Pengertian Kinerja ... 16
2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 17
2.3.3 Penilaian Kinerja ... 18
2.4 Teori Karakteristik Individu ... 23
2.4.1 Pengertian Karakteristik Individu ... 23
2.4.2 Unsur- Unsur Karakteristik Individu ... 24
2.5 Teori Karakteristik Organisasi ... 30
2.5.1 Pengertian Karakteristik Organisasi ... 30
2.5.2 Unsur- Unsur Karakteristik Organisasi ... 30
2.6 Teori Karakteristik Psikologis ... 36
2.6.1 Pengertian Karakteristik Psikologis ... 36
2.6.2 Unsur- Unsur Karakteristik Psikologis ... 36
2.7.1 Pengertian Bidan dan Bidan Desa ... 39
2.7.2 Tugas Pokok Bidan di Desa ... 40
2.7.3 Fungsi Bidan di Wilayah Kerjanya ... 40
2.7.4 Fungsi Bidan di Desa dalam Program Imunisasi ... 41
2.8 Landasan Teori ... 44
2.9 Kerangka Konseptual Penelitian ... 46
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 47
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 52
3.6 Metode Pengukuran ... 52
4.1.3 Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 61
4.2 Karakteristik Responden ... 62
4.3 Karakteristik Individu ... 64
4.3.1 Pengetahuan ... 64
4.3.2 Kemampuan ... 71
4.4 Karakteristik Organisasi ... 71
4.4.1 Sumber Daya ... 71
4.4.2 Kepemimpinan ... 73
4.4.3 Imbalan ... 75
4.4.4 Supervisi ... 77
4.4.5 Sarana Kerja ... 79
4.5.1 Sikap ... 82
4.5.2 Motivasi ... 84
4.6 Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi ... 87
4.7 Analisis Bivariat ... 90
4.8 Analisis Multivariat ... 91
1 Uji Asumsi Klasik ... 91
2 Uji Hipotesis ... 95
3 Uji F (Uji Serempak) ... 95
4 Uji t (Uji Parsial) ... 96
5 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 97
BAB 5. PEMBAHASAN ... 100
5.1 Pengaruh Karakteristik Individu (X1) Karakteristik Organisasi (X2) dan Karakteristik Psikologis (X3 5.2 Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 101
) terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 100
5.3 Pengaruh Karakteristik Organisasi terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 106
5.4 Pengaruh Karakteristik Psikologis terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 113
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 116
6.1 Kesimpulan ... 116
6.2 Saran ... 116
DAFTAR PUSTAKA ... 118
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Distribusi Sampel Menurut Desa ... 49
3.2 Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 52
3.3 Variabel, Indikator, Hasil Pengukuran, Kategori dan Skala Ukur ... 53
4.1 Distribusi Bidan Desa menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010 ... 62
4.2 Distribusi Karakteristik Responden di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 63
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 67
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 70
4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Karakteristik Individu dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 70
4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Daya dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 72
4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemimpinan dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 75
4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Imbalan dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 77
4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Supervisi dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 79
4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Kerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 81
4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap dalam Pelaksanaan Program
Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 83
4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 86
4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Karakteristik Psikologis dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 86
4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 90
4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 91
4.17 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 92
4.18 Hasil Uji Normalitas Data ... 94
4.19 Hasil Uji Multikolinieritas Data ... 95
4.20 Hasil Uji Regresi ... 95
4.21 Koefisien Determinasi (R2 4.22 Uji F ... 96
) ... 96
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Model Teori Kinerja. ... 45
2.2 Kerangka Konsep Penelitian. ... 46
4.1 Hasil Uji Normalitas Data. ... 92
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 122
2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 135
3 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 138
4 Hasil Uji Bivariat ... 140
5 Hasil Uji Multivariat ... 143
6 Master Data Penelitian ... 144
5. Dokumentasi Penelitian ... 154
6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155
ABSTRAK
Imunisasi efektif menekan angka kesakitan dan kematian bayi akibat “Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi” (PD3I). Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan telah berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat PD3I dengan penempatan bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi. Meski demikian pencapaian cakupan imunisasi tahun 2010 hanya sebesar 17,3%, belum mencapai target cakupan sebesar 95,0%.
Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis pengaruh karakteristik individu, organisasi dan psikologis terhadap kinerja bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh bidan di desa yang bertugas di Kabupaten Tapanuli Selatan berjumlah 110 orang dan sampel sebanyak 70 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0,05.
Hasil penelitian menunjukan variabel karakteristik individu, karakteristik organisasi dan karakteristik psikologis berpengaruh signifikan terhadap kinerja bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah variabel karakteristik individu.
Disarankan kepada : 1) Bidan di desa sebagai penanggung jawab progam imunisasi sesuai ketetapan Kemenkes RI perlu meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti pelatihan, 2) Bidan di desa perlu menyesuaikan beban kerja antara kegiatan imunisasi dengan progam pelayanan kebidanan/persalinan, 3) Dinas Kesehatan perlu menyediakan Polindes sebagai tempat tinggal bidan di desa, 4) Kepala Puskesmas dan koordinator imunisasi diharapakan berperan dalam meningkatkan progam imunisasi yang dilakukan bidan di desa melalui supervisi serta menyesuaikan imbalan untuk bidan di desa.
ABSTRACT
Immunization effective to reduce infant morbidity and mortality caused by “Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi” (PD3I). The goverment of Tapanuli Selatan district have attempted to reduce infant morbidity and mortality due to the placement of midwives in the implementation of immunization programs. However the achievement of immunization coverage in 2010 only 17,3%, have not reached the target coverage of 95,0%.
The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of individual, organizational, and psychological characteristics on the performance of village midwives in implementation of immunization program in Tapanuli Selatan district. The population of this study were all of the midwives village in Tapanuli Selatan district as many as 110 people, and 70 of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 5%
The result of this study showed that statistically the variable individual characteristics, characteristics organizational, and psychological characteristics had significant influence on the performance of village midwives in the implementation of immunization programs at Tapanuli Selatan district. Variable of the individual characteristics was the biggest variable which influence on the performance of village midwives.
It is recommended to : 1) The village midwives who are responsible for the immunization program based the agree of the Ministry of Health, the Republic of Indonesia is suggested to improve their knowledge through training. 2) The village midwives to be adjusted workload of between of immunization activity and midwifery/service program. 3) The management of District Health Office needs to provide rural polyclinics as the residence of village midwives. 4) The Head of Health Centre and Coordinator of Immunization Program are suggested to play their role in increasing the immunization program implemented by village midwives through supervision and provides rewards for the village midwives.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Tujuan pembangunan di bidang kesehatan adalah mewujudkan manusia yang
sehat, cerdas dan produktif. Pembangunan kesehatan menitikberatkan pada
program-program yang mempunyai daya ungkit besar guna mencapai visi pembangunan
di bidang kesehatan. Landasan yang kuat, terutama dalam analisa situasi, perumusan
isu strategis dan arah kebijakan pembangunan kesehatan merupakan prioritas pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014
(Bappenas, 2009).
Program pencegahan dan pemberantasan penyakit sebagai salah satu program
utama bidang kesehatan bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan
kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit
menular yang akan ditanggulangi adalah penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi,
pencegahan dan penanggulangan faktor resiko melalui peningkatan imunisasi dan
peningkatan Komunikasi, Informasi Dan Edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit (Bappenas, 2009).
Salah satu indikator derajat kesehatan adalah Angka Kematian Bayi (AKB),
Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), saat ini angka
kematian akibat PD3I masih cukup tinggi, yaitu sekitar 120.000 setiap tahunnya,
untuk itu dibutuhkan suatu penanganan yang serius, salah satu program yang telah
terbukti efektif untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat PD3I tersebut
adalah program imunisasi. Perlu upaya yang ekstra keras untuk mempercepat
penurunan AKI guna mencapai target yang diinginkan. Jika sasaran yang ingin
dicapai pada akhir RPJMN 2010-2025 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran
hidup dapat dicapai apabila penurunan AKI per tahun adalah 4,7 persen. Namun jika
angka ini tetap ingin dicapai pada tahun 2015 seperti yang disarankan dalam MDGs,
maka penurunan AKI diharapkan mencapai 9,5 persen per tahun (Bappenas, 2009).
Penyelenggaraan program imunisasi di Indonesia ditetapkan berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1611/Menkes/SK/XI/
2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, yang menyebutkan bahwa
imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui
pemberian zat kekebalan tubuh, harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh
dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan
kesehatan dan memutus mata rantai penularan penyakit (Depkes RI, 2006).
Sejak penetapan EPI (the Expanded Program on Immunisation) oleh WHO,
cakupan imunisasi dasar meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia.
pertusis serta 200.000 kelumpuhan akibat polio yang dapat dicegah setiap tahunnya.
Vaksinasi terhadap 5 (lima) penyakit telah direkomendasikan EPI sebagai imunisasi
rutin di negara berkembang yaitu : BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B (Ali,
2003).
Program imunisasi di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1956. Upaya
ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective.
Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia
dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974 (Depkes RI, 2006).
Sejak tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi PD3I dalam rangka
pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu
Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberculosis, Campak, Poliomylitis dan Hepatitis B
(Depkes RI, 2005).
Walaupun PD3I sudah dapat ditekan, cakupan imunisasi harus dipertahankan
tinggi dan merata. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi
dan merata dapat menimbulkan letusan atau kejadian luar biasa (KLB) PD3I. Untuk
itu upaya imunisasi perlu disertai dengan upaya surveilance epidemiologi serta
peningkatan dan perbaikan kinerja unsur-unsur pelaksana yang terlibat dalam
kegiatan imunisasi sehinga tercapai target atau sasaran imunisasi yang merupakan
Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) target imunisasi Indonesia
tahun 2010 yaitu tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), dimana
cakupan imunisasi lengkap minimal 95% secara merata pada bayi di 100% di desa
dan kelurahan (Depkes RI, 2010). Hal ini berarti bahwa di setiap desa harus mencapai
cakupan 95/12 sekitar 7,9 % setiap bulannya. Bila cakupan rata-rata bulanan di
bawah 7,9% selama 3 bulan berturut-turut, maka harus dilakukan sweeping.
Cakupan imunisasi dasar di Propinsi Sumatera Utara berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun
2010 berada pada urutan 31 dari 33 propinsi di Indonesia, yaitu sebesar 32,6%.
Pencapaian tertinggi cakupan imunisasi di Provinsi DI Yogyakarta mencapai 93,7%,
sedangkan pencapaian terendah di Provinsi Papua yaitu dan 20,7%. Rata-rata
pencapaian program imunisasi secara nasional di Indonesia sebesar 58,5%.
Dari 33 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli
Selatan merupakan salah satu kabupaten dengan pencapaian program imunisasi
rendah dengan pencapaian yaitu 17,3%, angka tersebut lebih rendah dari rata-rata
pencapaian imunisasi seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara sebesar
32,6% (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2010). Sehingga berbagai upaya
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat PD3I telah dilaksanakan
oleh pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan salah satunya yaitu penempatan
mendekatkan pelayanan kesehatan di tengah masyarakat. Penempatan bidan desa ini
diharapkan juga berangsur-angsur dapat menekan angka kesakitan dan kematian
tersebut.
Bidan di Desa (Bides) yang bertugas di desa secara fungsional berbeda
dengan bidan yang bertugas di puskesmas, karena bidan desa mempunyai wilayah
kerja tertentu yaitu desa tempat tugasnya sehingga merupakan ujung tombak
pelaksanaan program imunisasi dengan salah satu tugas adalah meningkatkan peran
serta masyarakat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan pada bayi dan balita
termasuk imunisasi (Depkes RI, 2007). Namun dalam pelaksanannya ditemukan
bahwa sebahagian besar Bides bertempat tinggal tidak di desa, melainkan tinggal di
Ibu kota Kabupaten yaitu Padangsidimpuan, dengan alasan tidak tersedianya Polindes
ataupun rumah penduduk yang layak untuk ditempati walaupun dengan cara sewa.
Gagasan pemerintah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ini
menuju well born baby dan well health mother merupakan komitmen politik, diikuti
dengan penempatan bidan di desa sebanyak 50.000 orang dalam waktu singkat pada
tahun 2003. Saat ini telah ditempatkan sekitar 18.000 bidan desa, tetapi hanya
sebagian kecil yang mampu mewujudkan pondok bersalin desa (Depkes RI, 2004).
Hasil penelitian Rahmawati (2007) tentang analisis faktor sumber daya
manusia yang berhubungan dengan hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas
yang berpengaruh terhadap hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas imunisasi
di Kabupaten Blora adalah supervisi pimpinan puskesmas, ketersediaan sarana dan
prasarana penunjang, persepsi terhadap kompensasi.
Cakupan imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan menurut hasil survey
Millenium Corporation Cellent-Indonesia Immunization Project (MCC-IIP) tahun
2009 di temukan lebih rendah dengan yang dilaporkan setiap bulannya ke Dinas
Kesehatan. Hal ini mengisyaratkan bahwa secara kualitas program imunisasi belum
berjalan dengan baik dan ini sangat erat kaitanya dengan karakteristik organisasional,
individual dan psikologi dalam pelaksanaan program imunisasi.
Pelaksanaan program imunsasi tidak terlepas dari peran manajemen
organisasional serta teknis pelaksana individual yakni sumber daya manusia dalam
melaksanakan kegiatan tersebut, agar keberhasilan program imunisasi dalam upaya
menurunkan angka kematian akibat PD3I dapat ditekan sekecil mungkin, sehingga
dengan pelaksanaan program imunisasi sesuai dengan pedoman diharapkan cakupan
imunisasi tinggi dan merata tetap dapat dipertahankan untuk mencapai tingkat
population immunity atau kekebalan masyarakat, yang pada akhirnya angka kesakitan
dan kematian akibat PD3I dapat diturunkan. Salah satu faktor penentu kinerja dalam
organisasi menurut Gibson et al (1996), yaitu karakteristik individu, organisasi dan
Hasil penelitian Subagio (2004) yang mengkaji ”Fungsi Manajemen
Puskesmas dalam Program Imunisasi di Kabupaten Pelalawan - Riau Tahun 2003”
mengungkapkan bahwa imunisasi terutama untuk Universal Child Immunitation
(UCI) desa adalah 100 % tahun 2000 di Kabupaten Pelalawan terdiri 10 kecamatan
dan memiliki 88 desa, dari jumlah desa tersebut ternyata yang belum mencapai UCI
adalah 38 desa atau sekitar 43,2 %. Masih banyaknya desa-desa yang belum
mencapai UCI ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah
manajemen program imunisasi, faktor petugas, faktor masyarakat sebagai sasaran
program imunisasi dan faktor eksternal.
Peran serta Tokoh Masyarakat (Toma) dan Tokoh Agama (Toga) dan PKK
juga penting dalam rangka menurunkan PD3I. Hal ini sejalan dengan penelitian
Muazaroh (2009), yang mengungkapkan bahwa ada hubungan antara komunikasi dan
keberhasilan implementasi program imunisasi. Komunikasi oleh bidan desa yang
masih kurang pada sasaran antara (PKK, Toma, Toga) begitu juga dengan
sumberdaya dan keberhasilan implementasi program imunisasi, ketersediaan
sumberdaya finansial yang masih kurang yaitu jumlah transport yang diberikan
kurang memadai, bidan masih menarik biaya pelayanan imunisasi, sedangkan untuk
sumberdaya non finansial yang kurang mendukung program yaitu cool pack yang
ketersediaan poster, leaflet tentang imunisasi kurang serta faktor yang paling
berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi adalah struktur birokrasi.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan penulis bahwa rendahnya cakupan
imunisasi meliputi DPT 35%, HV-B 13,6%, TT WUS 8,1%, TT Bumil 2,2%, BCG
76%, Polio 77,1% dan Campak 74,1%, sedangkan berdasarkan target pencapaian UCI
dari 12 Kecamtan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan, ada 6 Kecamatan yang
mencapai UCI dan 6 Kecamatan belum mencapai UCI. Beberapa penyebab
rendahnya cakupan imunisasi tersebut diakibatkan bidan desa belum melaksanakan
tugasnya secara optimal dalam program imunisasi. Hal ini dikhawatirkan munculnya
kembali kasus PD3I, seperti kasus campak pada tahun 2010 yang terjadi beberapa
kali di Kecamatan Angkola Selatan, Batang Toru dan Kecamatan Pintupadang yang
sudah dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak oleh Pemerintah daerah
setempat (Dinkes Tapsel, 2010).
Bidan desa sebagai pelaksana program imunisasi di desa sangat menentukan
tingkat pencapaian atau cakupan imunisasi di desa tempat tugasnya. Besarnya
tanggung jawab bidan desa sebagaimana disebutkan dalam prosedur pelaksanaan
imunisasi bahwa setiap bidan desa bertanggung jawab dalam melakukan : persiapan
petugas imunisasi di desa, inventarisasi sasaran imunisasi, persiapan vaksin dari
polindes/tempat tinggal bidan desa ke tempat pelaksanaan imunisasi (misalnya
untuk pemberian imunisasi, pesiapan safety box untuk membawa vaksin dari polindes
ke lokasi pelaksanaan imunisasi, persiapan sasaran imunisasi, pemberian imunisasi
dan koordinasi. Sedangkan koordinator imunisasi yang bertugas di puskesmas lebih
berperan dalam pengelolaan logistik imunisasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota
ke puskesmas serta mendistribusikan logistik imunisasi ke setiap puskesmas
pembantu dan bidan desa.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, maka dirumuskan masalah
sebagai berikut: Bagaimana pengaruh karakteristik individu (X1), karakteristik
organisasi puskesmas (X2) dan karakteristik psikologis (X3) terhadap kinerja
(Y) Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli
Selatan?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik
individu (X1), karakteristik organisasi puskesmas (X2), karakteristik psikologis (X3)
terhadap kinerja (Y) Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di
1.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah karakteristik individu (X1), karakteristik
organisasi puskesmas (X2), karakteristik psikologis (X3) berpengaruh terhadap
kinerja (Y) Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten
Tapanuli Selatan.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan seluruh Puskesmas di
Kabupaten Tapanuli Selatan tentang pelaksanaan program imunisasi.
2. Sebagai wahana pengembangan ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Imunisasi
2.1.1 Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan / meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Sasaran imunisasi adalah Bayi
(di bawah satu tahun), Wanita Usia Subur (WUS) ialah wanita berusia 15-39 tahun
termasuk ibu hamil (Bumil) dan calon pengantin (catin) serta anak usia sekolah
tingkat dasar (Depkes RI, 2005).
2.1.2 Program Imunisasi
Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini
merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling effective cost. Dengan
upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia
dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974 (Depkes RI, 2006).
Sejak tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan
Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I). Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah :
Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberculosis, Campak, Poliomelitis dan Hepatitis B
Kemajuan dalam bidang transportasi telah membantu meningkatkan mobilitas
penduduk, termasuk penyakit. Importasi virus polio liar dari negara yang masih
endemis polio (dari benua Afrika) ke Indonesia telah terjadi pada bulan Maret tahun
2005. Kejadian ini ditetapkan sebagai KLB Nasional yang memerlukan upaya
penanggulangan yang bersifat nasional, karena Indonesia harus segera memutuskan
rantai penularannya agar tidak menjadi negara endemis polio dan menjadi ancaman
bagi negara lain (Depkes RI, 2006).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa program imunisasi ke
dalam penyelenggaraan pelayanan yang bermutu dan efisien. Perkembangan
teknologi lain adalah menggabungkan beberapa jenis vaksin yang dapat digabung
sebagai vaksin kombinasi yang terbukti dapat meningkatkan cakupan imunisasi,
mengurangi jumlah suntikan dan kontak dengan petugas imunisasi. Jenis-jenis Vaksin
dalam Program Imunisasi adalah : Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine), Vaksin
DPT, TT, DT, Polio (Oral Polio Vaccine=OPV), Campak, Hepatitis B dan DPT-HB.
Menurut Depkes RI (2005) Kegiatan dalam program imunisasi lain terdiri
dari :
1. Imunisasi Rutin
Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan
terus-menerus harus dilaksanakan pada periode waktu yang telah ditentukan.
Berdasarkan kelompok usia sasaran, imunisasi rutin dibagi menjadi : imunisasi rutin
pada bayi, imunisasi rutin pada wanita usia subur dan imunisasi rutin pada anak
Pada kegiatan imunisasi rutin terdapat kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk
melengkapi imunisasi rurin pada bayi dan Wanita Usia Subur (WUS) seperti kegiatan
sweeping pada bayi dan kegiatan akselerasi MNTE (Maternal Neonatal Tetanus
Elimination) pada WUS.
Pelayanan imunisasi rutin dapat dilaksanakan di Puskesmas, Puskesmas
Pembantu, rumah sakit atau rumah bersalin, Posyandu, di sekolah atau melalui
kunjungan rumah. Pelayanan imunisasi rutin ini dapat juga dilakukan oleh swasta
seperti rumah sakit swasta, dokter praktek dan bidan praktek.
2. Imunisasi Tambahan
Kegiatan imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas
dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini
sifatnya tidak rutin dan membutuhkan biaya khusus. Kegiatan ini dilakukan dalam
suatu periode tertentu.
Yang termasuk ke dalam kegiatan imunisasi tambahan ini adalah : (a) Backlog
Fighting adalah upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada anak yang berumur di
bawah 3 tahun pada desa yang selama 2 tahun berturut-turut tidak mencapai target
UCI, (b) Crash Program, kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan
intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB dan ditujukan pada desa yang
selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai target UCI.
3. Imunisasi dalam Penanganan KLB
Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan dengan
4. Kegiatan Imunisasi Tambahan untuk Penyakit tertentu dalam Wilayah yang luas
dan waktu tertentu, misalnya :
a. Pekan Imunisasi Nasional (PIN) merupakan suatu upaya yang dilaksanakan
serentak secara nasional untuk mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus
polio importasi dengan cara memberikan vaksin polio kepada setiap balita
termasuk bayi baru lahir tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.
Pemberian imunisasi polio pada waktu PIN di samping untuk memutus rantai
penularan, juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan polio.
b. Sub PIN merupakan suatu upaya untuk memutuskan rantai penularan polio bila
ditemukan satu kasus polio dalam wilayah terbatas dengan pemberian dua kali
imunisasi polio dalam interval satu bulan secara serentak pada seluruh sasaran
berumur kurang dari satu tahun (Depkes RI, 2006).
c. Catch Up Campaign Campak merupakan upaya untuk memutuskan transmisi
penularan virus campak pada anak sekolah dan balita. Kegiatan ini dilakukan
dengan pemberian imunisasi campak secara serentak pada anak sekolah dasar
tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi
campak selain untuk memutus rantai penularan juga berguna sebagai booster atau
2.2 Pelaksanaan Program Imunisasi
Pelaksanaan program imunisasi dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor : 1611 / MENKES / SK / XI / 2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi, yang menyangkut :
2.2.1 Kebijakan Program Imunisasi
a. Penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat
dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait.
b. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap sasaran
masyarakat maupun sasaran wilayah.
c. Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu.
d. Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program
dan anggaran terpadu.
e. Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB)
dan daerah-daerah sulit secara geografis (Depkes RI, 2005).
2.2.2 Strategi Program Imunisasi
a. Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat atau swasta.
b. Membangun kemitraan dan jejaring kerja.
c. Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan alat
suntik.
d. Menerapkan sistem pemantauan wilayah setempat (PWS) untuk menentukan
prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan.
f. Pelaksanaan sesuai dengan standar.
g. Memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi yang lebih efektif,
berkualitas dan efisien
h. Meningkatkan advokasi, fasilitas dan pembinaan (Depkes RI, 2005).
2.2.3 Pelaksanaan Kegiatan Imunisasi
Pelaksanaan kegiatan imunisasi meliputi : 1) persiapan petugas (inventarisasi
sasaran, persiapan vaksin dan peralatan rantai vaksin, persiapan ADS dan safety box);
2) persiapan masyarakat; 3) pemberian pelayanan imunisasi; 4) koordinasi (Depkes
RI, 2006).
Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan
tambahan. Dengan semakin mantapnya unit pelayanan imunisasi, maka proporsi
kegiatan imunisasi tambahan semakin kecil.
Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi : Hepatitis B, BCG,
Polio, DPT dan Campak ( pada bayi); DT, Campak dan TT (pada anak sekolah); TT
(pada WUS).
2.3 Kinerja
2.3.1 Pengertian Kinerja
Menurut Ilyas (2000), untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja
personal dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada tiga
kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kinerja dan kerja yaitu variabel
tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kerja
personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan
tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan
atau tugas.
Kinerja adalah kelakuan atau kegiatan yang berhubungan dengan tujuan
organisasi, dimana organisasi tersebut merupakan keputusan dari pimpinan.
Dikatakan bahwa kinerja bukan outcome, konsekuensi atau hasil dari perilaku atau
perbuatan. Tetapi kinerja adalah perbuatan atau aksi itu sendiri, disamping itu kinerja
adalah multidimensi sehingga untuk beberapa pekerjaan spesifik mempunyai
beberapa bentuk komponen kerja, yang dibuat dalam batas hubungan variasi dengan
variabel lain. Kinerja dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi
mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan (Bernadin et.al, 1998).
Penampilan kerja atau job performance sebagai bagian dari profisiensi kerja
adalah menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerja. Tingkat sejauh
mana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut profesi (level of
performance). Individu di tingkat prestasi kerja disebut produktif, sedangkan prestasi
kerjanya tidak mencapai standar disebut tidak produktif. Job performance
(penampilan kerja) adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku
dalam pekerjaan yang bersangkutan. Menurut teori Atribusi atau Expectancy Theory,
penampilan kerja dirumuskan sebagai berikut : P = M x A, dimana P (Performance),
M (Motivasi), A (Ability). Sehingga dapat dijelaskan bahwa performance adalah hasil
yang tinggi motivasinya, tetapi memiliki kemampuan dasar yang rendah akan
menghasilkan performance yang rendah, begitu pula halnya dengan orang yang
sebenarnya mempunyai kemampuan dasar yang tinggi tetapi rendah motivasinya
(Wijono, 2000).
2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja personal, dilakukan
kajian terhadap teori kinerja. Secara teori ada tiga kelompok variabel yang
mempengaruhi perilaku dan kinerja yaitu : Variabel individu, variabel organisasi, dan
variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja
yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja personal. Perilaku yang
berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan
yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran atau suatu jabatan atau tugas (Gibson
et al, 1996).
Gibson et al (1996) menyampaikan model teori kinerja dan melakukan
analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja adalah
variabel individu, psikologi dan organisasi. Variabel individu terdiri dari kemampuan
dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Kemampuan dan ketrampilan
merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu. Variabel demografis
mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.
Variabel organisasi yang mempengaruhi kinerja individu terdiri dari sumber
daya, sarana kerja, kepemimpinan, supervisi dan imbalan. Variabel psikologis terdiri
dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak
psikologis seperti sikap, kepribadian, dan pembelajaran merupakan hal yang
kompleks, sulit diukur dan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari
variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dengan organisasi
kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan ketrampilan yang berbeda satu
dengan lainnya.
2.3.3 Penilaian Kinerja
Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang
kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan
standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses
yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang,
meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.
Menurut Rivai (2005) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja :
1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu
(a) Skala Peringkat (Rating Scale)
Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam
penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian
yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,
mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)
Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam
tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau
Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah,
penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.
(c) Metode dengan Pilihan Terarah
Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi
subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini
adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah
penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan
deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.
(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)
Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait
langsung dengan pekerjaannya.
(e) Metode Catatan Prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan
penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional,
misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan
aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.
(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored
Rating Scale=BARS)
Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu:
1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja
3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku
karyawan yang dinilai dengan jelas.
(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)
Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.
Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya,
lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.
(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)
Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang
menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan
mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian
parktik yang langsung diamati oleh penilai.
(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)
Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan
karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.
2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan
a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)
Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri
dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan
dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek
b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)
Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia
bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja
karyawan secara individu di waktu yang akan datang.
c. Penilaian dengan Psikolog
Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,
diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.
3. Pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai
oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan
oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel
disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai
contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai
sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara
personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari
bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering
melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa
atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam
kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian
dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil
penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya
perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan
dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian
yang merata.
Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja.
Hal ini disebabkan karena madah untuk memperoleh hasil penilaian atasan dan
dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk
mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu, seluruh sistem
penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang dilakukan o!eh atasan
(Rivai, 2005).
2.4 Karakteristik Individu
2.4.1 Pengertian Karakteristik Individu
Menurut Sutrisna (1994) bahwa karakteristik individu merupakan suatu proses
psikologis yang mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta
menerima barang dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor
internal (interpersonal) yang menggerakkan dan mempengaruhi perilaku.
Menurut Mathis (2001), bahwa ciri-ciri pribadi meliputi jenis kelamin, status
perkawinan, usia pendidikan, pendapatan keluarga, tanggung jawab dan masa jabatan.
Karakteristik individu secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan
kegiatan dalam organisasi, baik ditingkat manajemen maupun teknis pelaksanaan.
Demikian halnya dalam pelaksanaan cakupan imunisasi, karakteristik individu seperti
pengetahuan, sikap, pendidikan, umur, ketrampilan, kemampuan, jenis kelamin,
tugas dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan dalam serangkaian kegiatan program
imunisasi.
2.4.2 Unsur-Unsur Karakteristik Individu
a. Umur
Umur adalah lamanya hidup dihitung sejak dilahirkan hingga saat ini. Umur
merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan baru.
Pada masa ini merupakan usia produktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi,
masa keterasingan sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan
nilai, masa penyesuaian dengan cara hidup baru dan masa kreatif. Pada masa dewasa
ditandai oleh adanya perubahan jasmani dan mental, kemahiran dan ketrampilan
profesional yang dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan kesenian (Soekanto, 1990).
Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas karyawan.
Kedewasaan adalah tingkat kedewasaan teknis dalam melaksanakan tugas-tugas
maupun kedewasaan psikologis. Umumnya kinerja personel meningkat sejalan
dengan peningkatan usia pekerja. Pekerja usia 20-30 tahun mempunyai motivasi kerja
relatif lebih rendah dibandingkan pekerja yang lebih tua, karena pekerja lebih muda
belum berpijak pada realitas, sehingga seringkali mengalami kekecewaan dalam
bekerja. Hal ini menyebabkan rendahnya kinerja dan kepuasan kerja (Notoatmodjo,
b. Jenis Kelamin
Diasumsikan bahwa bukan perbedaan jenis kelamin itu sendiri yang
menyebabkan perbedaan kinerja tetapi berbagai faktor berkaitan dengan jenis kelamin
misalnya perbedaan mendapatkan formasi, besarnya gaji dan lain-lain. Siagian (2006)
mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan produtivitas kerja antara karyawan wanita
dan perawat pria. Walaupun demikian jenis kelamin perlu diperhatikan karena
sebahagian besar tenaga kesehatan berjenis kelamin wanita dan sebahagian kecil
berjenis kelamin pria. Pada pria dengan beban keluarga tinggi akan meningkatkan
jam kerja perminggu, sebaliknya wanita dengan beban keluarga tinggi akan
mengurangi jam kerja perminggu.
c. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003).
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo
(2003), dari hasil penelitiannya mengungkapakan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu:
a. Awarenes ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya.
d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
d. Pendidikan
Latar belakang pendidikan dan masa kerja seseorang akan mempengaruhi
kemampuan pemenuhan kebutuhannya. Sesuai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan
yang berbeda-beda akhirnya mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Pendidikan
dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian materi guna mencapai perubahan
dan tingkah laku (Notoatmodjo, 2003).
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat
unsur-unsur pendidikan yakni :
a. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan
pendidikan (pelaku Pendidikan).
b. Proses adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain.
c. Output adalah melakukan apa yang diharapkan atau perilaku (Notoatmodjo,
Konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di
dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah
yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga dapat menghasilkan
perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat.
Pekerja yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi akan mewujudkan
motivasi kerja yang berbeda dengan pendidikan yang lebih rendah. Siagian (2006)
menyatakan bahwa latar belakang pendidikan mempengaruhi motivasi kerja
seseorang. Tenaga kesehatan yang berpendidikan tinggi motivasinya akan lebih baik
karena telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan
dengan tenaga kesehatan yang berpendidikan rendah. Hal serupa dikemukakan oleh
Notoatmodjo (2003) bahwa melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan
kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak.
Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin tinggi produktivitas kerjanya.
e. Kemampuan
Kemampuan kerja adalah kapasitas individu dalam menyelesaikan berbagai
tugas dalam sebuah pekerjaan, kemampuan menyeluruh seorang karyawan meliputi
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik (Muchlas, 1997)
Kemampuan intekektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk
mengerjakan kegiatan-kegiatan mental misalnya pemahaman verbal, deduksi,
persepsual, visualisasi ruang lingkup dan ingatan, sedangkan kemampuan fisik adalah
kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina,
melalui pendidikan, pelatihan maupun pengalaman, tampa mengabaikan kepatuhan
terhadap prosedur dan pedoman yang ada, menjalankan dan menyelesaikan tugas
suatu pekerjaan.
Menurut Gibson et al (1996) kemampuan mental sama dengan intelegensia
merupakan kemampuan mengingat konfigurasi fisual, kemampuan untuk
mengutarakan dan mengaji hipotesis, kemampuan untuk mengingat kembali dengan
sempurna dan pengetahuan tentang kata-kata dan artinya.
Keterampilan merupakan suatu kecakapan yang dimiliki oleh tenaga
kesehatan dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam hal ini yaitu pencatatan
pelaporan program imunisasi seperti pencatatan pelaporan KIA pada waktu yang
tepat (Soekanto, 1990).
Kemampuan merupakan sifat yang dimiliki oleh tenaga kesehatan yang
diperolehnya dari proses pembelajaran yang memungkinkannya dapat menyelesaikan
atau melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan
(Notoatmodjo, 2003).
f. Keterampilan
Keterampilan merupakan suatu kecakapan yang dimiliki oleh tenaga
kesehatan dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam hal ini yaitu pencatatan
pelaporan program imunisasi seperti pencatatan pelaporan KIA pada waktu yang
g. Tempat Tinggal
Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), petugas kesehatan yang
bertempat tinggal dirumah jabatan memiliki kinerja yang lebih baik bila
dibandingkan dengan petugas kesehatan yang tidak bertempat tinggal di rumah dinas
atau rumah jabatan.
Hal ini sangat logis karena dari fakta yang ditemukan responden yang tidak
bertempat tinggal di rumah jabatan dan jaraknya jauh dari puskesmas sebagian waktu
kerjanya habis tersita oleh perjalanan pulang pergi dari tempat tinggal ke puskesmas.
h. Masa Kerja
Masa kerja adalah lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Setiap
organisasi pelayanan kesehatan menginginkan turn overnya rendah dalam arti tenaga
atau karyawan aktif yang lebih lama bekerja di kantor tersebut tidak pindah ke unit
kerja lain, sebab dengan turn over yang tinggi menggambarkan kinerja unit kerja
tersebut.
Siagian (2006) mengatakan bahwa semakin banyak tenaga aktif yang
meninggalkan organisasi dan pindah ke organisasi lain mencerminkan ketidakberesan
organisasi tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja
2.5 Karakteristik Organisasi
2.5.1 Pengertian Karakteristik Organisasi
Menurut Gibson et al (1996) karakteristik organisasi yang memengaruhi
kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, insentif, struktur dan desain
pekerjaan.
Karakteristik organisasi juga mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam
organisasi, demikian halnya dalam pelaksanaan program imunisasi, karakteristik
organisasi seperti sumber daya, kepemimpinan dan imbalan secara tidak langsung
mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan dalam
serangkaian kegiatan program imunisasi.
2.5.2 Unsur-Unsur Karakteristik Organisasi
a. Sumber Daya
Menurut Notoatmojo (2003), sumber daya terdiri dari sumber daya manusia
(SDM), sarana, dana dan metoda merupakan bagian dari unsur masukan yang
keberadaannya dalam suatu organisasi merupakan hal yang paling pokok karena
merupakan modal dasar untuk dapat berfungsinya suatu organisasi.
Pada peneltian ini, sumber daya yang dimaksudkan adalah sumber daya
manusia tenaga kesehatan yang terdiri dari koordinator imunisasi dan bidan desa yang
memegang peranan penting dalam pelaksanaan program imunisasi, hal ini sesuai
dengan salah satu tugas pokok koordinator imunsasi dan bidan desa yaitu
kesehatan ibu hamil, ibu bersalin dan Ibu nifas, pelayanan kesehatan bayi dan anak
balita termasuk imunisasi (Depkes RI, 2006).
b. Kepemimpinan
Gibson et al (1996) berpendapat kepemimpinan adalah merupakan fungsi
pokok dari segala jenis organisasi. Kepemimpinan adalah sebagai suatu proses untuk
dapat mempengaruhi perilaku pengikutnya. Kepemimpinan terjadi dalam dua bentuk
yaitu : formal dan informal. Kepimpinan formal terbentuk melalui pemilihan atau
pengangkatan dengan wewenang formal, sedangkan kepemimpinan informal
terbentuk karena keterampilan, keahlian atau karena wibawa yang dapat memenuhi
kebutuhan orang lain.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi
untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi
interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan
aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan
kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dengan orang-orang di luar
kelompok atau organisasi (Rivai, 2007).
Menurut Siagian (2006) kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan
seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja, untuk
mempengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya untuk memberikan
sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Pencapain tujuan organisasi
menggerakkan dan mendorong anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaannya.
Oleh karena itu, kepemimpinan merupakan faktor yang vital bagi keberhasilan suatr
organisasi. Seorang pimpinan yang efektif sebaiknya memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi dengan bawahan, membangkitkan motivasi kerja bawahan,
mengkoordinasi pekerjaan bawahan dan melakukan supervisi pekerjaan bawahan.
c. Imbalan
Imbalan yang diterima karyawan baik berupa honorarium maupun dalam
bentuk fasilitas yang lain, berhubungan langsung dengan kebutuhankebutuhan pokok
karyawan, seperti kebutuhan ekonomi masa sekarang dan mendatang. Kebutuhan
pokok yang relatif cukup terpenuhi menyebabkan
karyawan lebih berkonsentrasi terhadap pekerjaannya.
Pendapat Gibson et al (1996) mengenai imbalan terbagi dalam dua macam,
yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik adalah imbalan yang
merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri, imbalan tersebut mencakup rasa
penyelesaian (completion), pencapaian prestasi (achievement) otonomi (autonomy)
dan pertumbuhan pribadi (personal growth) sedangkan imbalan ekstrinsik adalah
imbalan yang berasal dari pekerjaan imbalan tersebut mencakup uang status, promosi,
dan rasa hormat.
Imbalan-imbalan instrinsik adalah imbalan-imbalan yang dinilai di dalam dan
dari mereka sendiri. Imbalan intrinsik melekat/inheren pada aktivitas itu sendiri dan
pemberiannya tidak tergantung kepada kehadiran atau tindakan-tindakan dari orang
terhadap perilaku oerganisasi adalah jenis-jenis perasaan yang berbeda yang dialami
oleh orang-orang sebagai akibat kinerja mereka pada pekerjaan.
Menurut Simamora (2004) bentuk imbalan-imbalan dan sistem kompen sasi di
dalam organisasi mempunyai dua type dasar atau katagori. Kedua tipe diartikan
sebagai imbalan-imbalan intrinsik (intrinsic reward) dan imbalanimbalan ekstrinsik
(extrinsic reward).
Siagian (2006) menyatakan bahwa imbalan erat kaitannya dengan prestasi
kerja seorang karyawan. Imbalan merupakan salah satu faktor ekternal yang
mempengaruhi motivasi seseorang, disamping faktor ekternal lainnya seperti jenis
dan sifat pekerjaan, kelompok kerja dimana seseorang bergabung dalam organisasi
tempat bekerja dan situasi lingkungan pada umumnya.
Ada dua jenis imbalan, pertama imbalan intrinsik yaitu imbalan yang diterima
individu untuk diri mereka sendiri mencakup prestasi, otonomi dan pengembangan
karier, kedua imbalan ekstrinsik yaitu imbalan yang diterima dari lingkungan
di sekitar konteks kerja mencakup uang, status, promosi dan penghargaan (Rivai,
2007).
Menurut Notoatmodjo (2003), imbalan adalah insentif kerja yang dapat
diperoleh dengan segera atau insentif yang diperoleh dalam jangka panjang. Insentif
dibagi dalam tujuh jenis, yaitu :
a. Insentif primer
Yaitu imbalan yang berhubungan dengan kebutuhab fasilitas (makan, minum,
b. Insentif sensoris
Yaitu umpan balik sensoris dari lingkungan (misalnya main musik untuk
memperoleh umpan balik sensoris berupa bunyi musik yang dimainkan).
c. Insentif sosial
Yaitu manusia akan melakukan sesuatu untuk memperoleh penghargaan atau
diterima di lingkungannya. Penerimaan atau penolakkan tersebut akan lebih
berfungsi secara efektif sebagai imbalan/hukuman daripada reaksi yang berasal
dari individu.
d. Insentif yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi ( upah, kenaikan
pangkat, penambahan tunjangan, dan sebagainya).
e. Insentif berupa aktifitas
Beberapa aktifitas / kegiatan fisik dapat memberikan nilai insentif tersendiri pada
individu.
f. Insentif status dan pengasuh
Dengan kedudukan tinggi di masyarakat, dapat menikmati imbalan materi,
penghargaan sosial, kepatuhan dan sebagainya.
g. Insentif yang berupa terpenuhinya standar internal
Insentif ini berasal dari tingkat kepuasan dari dalam diri seseorang yang
diperolehnya dari pekerjaan.
d. Supervisi
Menurut Koentjoroningrat (1997) secara umum mengemukakan supervisi
adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap